Di bawah selimut tebal, di sebuah kamar yang luas dengan interior modern berwarna putih, gadis cantik itu tertidur pulas sambil mengarungi mimpi indahnya. Tidak terasa jarum jam berjalan makin cepat, hingga hari berganti pagi,
"Uty, bangun!!!" gedoran pintu yang beruntun dari luar membuat gadis cantik yang sedang tertidur itu kini terbangun. Dengan wajah malas, dia lompat dari ranjangnya, membawa langkahnya untuk membuka pintu.
"good molning uty Aya ya paling cantik cejagad laya,, huekkkk" suara cempreng dan cadel has anak berusia tiga tahun lebih itu menyapa indra pendengaran Aurora pagi ini.
di tambah ekspresi muka yang seolah mual saat mengatakan kalimat pujian, padahal emang jelas adanya kalau Aurora Manggala benaran cantik sejagad raya.
"cepelti mati lampu ya cayang,,, cepelti mati lampu.." tanpa seizin Aurora, putri kecil Wiliam itu berjalan masuk ke kamar Aurora.
"iyuh,, aunty joloknya.." dengan wajah cemberutnya, dia memindahkan plastik cemilan yang berserakan di lantai kamar Aurora. Sementara pemilik kamar hanya nyengir karena gemes melihat ekspresi jijik dari keponakannya itu.
Setiap paginya selalu begini, Aira putri Manggala, sudah seperti alarm untuk Aurora. Sama halnya pagi ini, padahal baru jam enam pagi tapi gadis itu sudah menghampiri kamarnya. Di tambah lagi, dia seperti petugas kebersihan, cocok sekali untuk Aurora yang memang sangat malas.
"sayang,," sebelum Aurora mengusir mahluk kecil itu, suara mommy Alisia terdengar.
"iya mom" jawab Aurora dari dalam kamar.
"loh, kamu belum mandi juga? hari ini masih sekolah Rora, kau tidak ingin terlambat lagi kan?" ujar mommy Alisia saat sudah masuk ke kamar putrinya. Terlihat ranjang yang tidak ada rapinya sama sekali, bahkan lampu tidur masih menyala.
"ck, anak ini!" mommy Alisia merapikan tempat tidur itu, sementara Aurora sudah berlalu ke kamar mandi.
"mandi yang belcih ya ty,, nanti bau kan tidak lucu.." teriak Aira masih terdengar jelas di telinga Aurora. Dia mandi begitu cepat, tidak sampai lima menit, dia keluar dengan handuk membalut tubuh indahnya.
"apa aku nggak usah ke sekolah aja kali ya, malas banget" gumannya seorang diri, Aira dan mommy Alisia sudah tidak berada di kamarnya lagi.
"ntar di omel lagi.." sembari berganti pakaian, tidak hentinya Aurora mendumel. Hingga tak terasa, seragam lengkap sudah membalut tubuhnya.
Usai Menganti pakaian dan memakai sepatu, Aurora mengendong tas punggung kemudian menuruni anak tangga.
.
.
"wuahhhh cepelti biaca, aunty paling cantik,, pinjam celatus dong.." Aira sudah terlihat di ujung tangga, menyambut Aurora dengan senyum sumringahnya. Mendengar itu, Aurora hanya berdecak pelan kemudian mengambil satu lembar uang seratus lalu di berikan pada putri kecil Alena itu.
Sementara para keluarga sudah duduk di meja makan, makan pagi dengan keluarga lengkap, di tambah celotehan Aira mewarnai hari mereka.
"kak Ale hari ini pergi cek kandungan kan? Bagaimana kalau Aurora yang temanin?" Aurora berujar, dia berdoa dalam hati semoga Alena menyetujuinya. Jujur, dia sebenarnya sangat malas untuk pergi ke sekolah.
"iya, kenapa? Kamu mau ikut?" tanya bumil itu membaca pikiran Aurora.
"kalau boleh"
"tidak perlu! Aku yang akan mengantar istriku ke rumah sakit!!" suara dingin Wiliam menanggapi, mendengar itu Aurora hanya memayunkan bibirnya kemudian lanjut makan. Memang sedari dulu dia tidak pernah berani pada Wiliam, apalagi jika dia sudah berbicara tegas seperti ini.
"aunty mending ikut cama Aya dan Oma aja,, kita pelgi alican, iyakan Oma?"
"ogah!!" sahut Aurora, usai makan dia berdiri, berlalu dari sana.
"Deddy, uang jajan Rora jangan lupa TF ya,, muach" sudah sampai pintu, dia kembali ke meja makan hanya untuk mengecup pipi deddynya.
"nggak cium mommy juga?? Dasar anak pilih kasih!" ujar mommy Alisia dengan nada menyindir, entah kenapa, sedari dulu Aurora lebih domain ke Deddy Xavier dari padanya.
mendengar itu, Aurora juga mengecup pipi mommynya, kemudian pada Alena. Untuk Wiliam, dia tidak berani melakukan itu.
"hiyaa, tak cium Aya juga, dacal ty pilih kacih.." meniru cara mommy Alisia berbicara, gadis kecil itu bersedekap dada dengan pandangan mata menajam. Semua yang ada di meja makan tertawa mendengarnya, ada saja gerbakan gadis kecil itu.
muach, muach, muach..
Aurora mencium gadis itu di seluruh wajahnya, berkali kali hingga si pemilik wajah mulai kesal.
"iyuhhh, kok cemua wajah Aya cih,,, di pipi aja kan bica!!" omelnya. Aurora tertawa puas,kemudian kembali pergi keluar dengan langkah riangnya.
Dia berjalan masuk ke mobilnya, duduk tenang karena yang menyetir adalah sang sopir pribadi. Mobil itu melaju cepat, menelusuri jalanan kota Jakarta yang sudah mulai ramai di pagi hari.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Haiiiiii semuanya,
Kembali Author disini, cerita Aurora dan Vallerio. ini lanjutan dari cerita Alena dan Wiliam ya... Kalau ada yang belum baca tentang Alena dan Wiliam, cari saja di profil author, berjudul 'TRANSMIGRASI ALENA'
Oh iya, jangan lupa ramaikan komentar, like dan suscribe ya...Rate juga,🥰
Baiklah, selamat membaca..
Semoga suka💜
Cklitttttt...
Mobil Aurora berhenti mendadak membuat tubuh gadis itu condong ke depan. Dia mengelus dadanya, hampir saja jantung Aurora copot saking kagetnya, itu reaksi yang terlalu berlebihan sebenarnya, memang biasanya di jalanan pasti ada hal seperti itu.
"maaf nona.." ujar pak Joko, sopir pribadi Aurora. Dia memasang wajah cemas dan tidak enak melihat nona mudanya kaget seperti itu.
"its okey, tapi kenapa pak Joko ngerem mendadak?" tanya Aurora tanpa mau lihat keluar jendela, dia terlalu fokus dengan ponsel mahalnya.
Sebelum pak Joko menjawab, ketukan pintu mobil menyita perhatian gadis itu.
"hehhh, keluar!!" teriak seorang wanita dengan pakaian rapi dari luar, cantik dengan tubuh seksi, tapi Aurora menatap tidak suka dengan tingkah wanita itu.Aurora membuka kaca mobil, memperhatikan wanita berpenampilan rapi itu.
"kenapa mbak?" tanya Aurora dengan nada angkuh, dia mengimbangi sikap sombong wanita itu.
"keluar, mobilku lecet karena di tabrak sama mobil ini ya,, sekarang keluar!!" jawab wanita itu, Aurora memicingkan matanya sekilas, kemudian melirik pak joko.
"biar aku yang turun nona!!" ujar pria tua itu, Aurora mengangguk, memang dia sangat malas untuk sekedar berurusan dengan wanita itu sebenarnya.
Pak Joko keluar, membawa langkahnya untuk melihat bagian belakang mobil wanita tersebut.
"hanya lecet sedikit mbak, lagi pula bukan salah saya jika mobil mbak lecet, salah sendiri karena berhenti di tengah jalan tanpa melihat mobil di belakang!" ujar pak Joko, mendengar itu, wanita dengan penampilan rapi itu membulatkan matanya.
"apa bapak bilang? jangan cari alasan ya, pokoknya bayar kerugian, bapak tahu nggak harga mobil saya berapa?" pekik gadis itu berhasil menyita perhatian mereka yang tengah berjalan kaki di pinggir jalan. Kebetulan jalan itu tidak terlalu rame, hingga tidak banyak mobil yang berlalu lalang disana.
.
.
mendapati pak Joko yang sepertinya belum selesai berurusan dengan wanita itu, Aurora yang sebenarnya sangat malas kini harus ikut turun.
"kenapa lama sekali pak?" tanya Aurora.
Wanita tadi beralih, dia memperhatikan penampilan Aurora dari kaki hingga kepala, entah apa yang ada di pikirannya, yang jelas dia sedikit terperangah melihat Aurora yang elegant dengan gaya barang mahal di tubuhnya. Sepatu, jam tangan, harganya sangat fantastis.
"mbak, aku cantik banget ya sampai lihatnya seperti itu!!" sedikit narsis, Aurora menjentikkan tangannya di depan wanita itu, membuatnya kembali fokus.
"heuhhh" wanita itu berusaha mengembalikan fokusnya
"mbak kenapa? Minta ganti rugi? Berapa emangnya?" tanya Aurora lagi, sementara para pejalan kaki menghentikan langkah mereka, ikut nimbrung dalam masalah yang tercipta pagi itu.
"mobil saya lecet di bagian belakangnya, silahkan dua miliar untuk biaya perbaikan!!" ujar wanita itu kembali ke mode galaknya. Umurnya mungkin dua puluh lima atau dua puluh enam tahun, Aurora kurang tahu tapi yang jelas kisarannya di situ.
"Halah,, yang salah juga kamu mbak, berhenti di tengah jalan seperti itu, kamu pikir itu area parkir?? Buta, iya??" bukan Aurora yang berbicara, melainkan para ibu ibu pejalan kaki yang ikut nimbrung.
"mau memeras orang? Cari uang itu yang halal!!, kamu pikir kami tidak melihatnya, mau membawa dia ke kantor polisi sekalian nanti, kami siap menjadi saksi bahwa disini yang salah kamu bukan gadis itu!!" sahut yang lainnya. wajah wanita itu sudah pias, sementara Aurora hanya tersenyum tipis.
"mbak, seharusnya aku yang minta ganti rugi ya, waktu ku terbuang sia sia disini, mbak tau aku akan ke sekolah kan? jika mobil mbak nggak pindah dari sana, kami jalannya gimana? Bisa terlambat ini, kalau aku di hukum nanti gimana?" pekik Aurora lantang, dia menambahkan bumbu di dalam drama ini agar terlihat natural.
usai membungkam wanita itu, Aurora kembali masuk ke dalam mobilnya. Dia menghembuskan nafasnya perlahan, dari cara lihat wanita tadi, dapat Aurora baca apa yang ada di pikirannya. Pasti wanita itu jenis wanita matre, kekuarangan duit tapi ingin hidup bergaya.
Pak Joko kembali melajukan mobil saat terlihat mobil wanita tadi sudah menepi di pinggir jalan. Mungkin nanti Aurora terlambat, waktunya sudah cukup banyak di pakai, dia melirik jam tangannya, lima belas menit lagi, Aurora meminta pak Joko untuk melajukan mobil dengan kecepatan di atas rata rata.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tepat lima belas menit waktu yang di butuhkan pak Joko hingga sampai di depan sekolah Elite, Manggala hight school. Walau anak pemilik sekolah, Aurora sejak dulu di didik untuk disiplin, tidak ada istilah orang dalam, dia tidak sespesial itu, ajaran orang tuanya tidak membiarkan Aurora untuk menjadi anak manja dan semaunya.
Hingga disini, Aurora nyempil begitu saja saat gerbang sudah hampir tutup, dia berlari kecil menuju kelas, sebelum benar benar masuk, dia melewati beberapa guru yang sudah bersiap menghadiri kelas.
Di depan kelasnya, kelas 11 A, Aurora menghembuskan nafasnya kasar, dia sedikit ngos ngosan, berlari dari gerbang hingga ke lantai dua memang cukup memakan tenaga.
Aurora membawa langkahnya masuk, dia di sambut dengan suara heboh sang sahabat, Salma Sahanaya, atau yang kerap kali di sapa caca oleh teman sekelasnya.
"heyyy tuan putri, tumben tumbennya terlambat!!" Caca menghampiri Aurora, menarik tangan gadis itu untuk segera duduk. Seperti biasa, Aurora hanya ngikut, jika tidak, entah tingkah gila seperti apa lagi yang gadis cantik itu lakukan.
"selamat pagi Ra" seorang pria tampan datang menghampiri, dia adalah Cava Alexander, ketua OSIS baru yang terpilih tiga bulan lalu, sikapnya tegas, sopan, dan tentu dingin jika dengan orang lain, tapi itu tidak berlaku pada Aurora, Cava adalah pengagum Aurora garis keras.
"selamat pagi Va" jawab gadis itu, Cava tersenyum manis, sangat manis.
"Ra, kamu tahu nggak??" tanya Caca heboh, dia menggoyangkan punggung Aurora, meminta gadis itu untuk melihat ke arahnya.
"hmm, apa?"
"pak Karlo dua bulan ini tidak akan masuk loh, dia pergi keluar negeri untuk mengobati jantungnya" dengan senyum yang tak pernah luntur, mungkin karena salah satu guru killer tidak akan masuk, Caca terlihat sangat antusias.
bukan hanya Caca, Aurora yang sejak tadi malas kini berwajah cerah saat mendengar itu. Hal pertama yang membuat Aurora malas datang ke sekolah tadi ya itu, karena hari ini ada pelajaran matematika yang gurunya adalah pak Karlo.
"oh iya,,, bagus dong!!" kedua orang itu bertos ria, kemudian bercerita hal menarik versi masing masing. Cava yang duduk di depan mereka hanya tersenyum tipis, tidak dia tegur sama sekali walau dua orang itu yang heboh sendiri.
Jam pertama, kebetulan seharusnya jam pak Karlo, sudah hampir sepuluh menit berlalu, dan benar saja pak Karlo tidak menunjukkan batang hidungnya.
.
.
Tapi kesenangan mereka hanya sekilas, karena lima belas menit berlalu, pak Dimas masuk ke ruangan mereka.
"selamat pagi anak anak.." sapa pak Dimas dengan senyum hasnya. Pria yang sudah lumayan tua, dia terhitung sangat lama mengabdi di sekolah itu, bahkan jauh saat Angkatan Alena dan Wiliam pun dia tetap disana.
"selamat pagi pak!!" jawab anak anak kelas 11A serempak, tak sedikit dari mereka yang membalas senyum hangat pak Dimas.
"kalian pasti sudah tahu kalau pak Karlo tidak akan datang selama dua bulan ke depan kan?" tanya pak Dimas memastikan. Anak anak itu kembali menjawab serempak.
"karena hal itu, maka untuk sementara waktu, mata pelajaran pak Karlo akan di isi oleh seorang guru baru" jelas pak Dimas.
"yeahhhh" terlihat sangat berat hati, mereka secara kompak menekukkan wajah saat mendengar itu. Padahal baru saja mereka senang mendapati pak Karlo yang tidak masuk, eh malah mendapat guru baru.
"pak, gurunya ibu apa bapak??" seorang murid cowok bertanya, mereka semua mengangguk, menunggu jawaban pak Dimas.
"guru pria!"
"udah tua atau masih muda pak?? Kalau udah tua mending tidak usah masuk deh!" ada beberapa orang kembali menimpali, suasana dalam kelas itu jadi rame karena hal konyol yang terus di tanyakan.
"pertanyaan konyol" sembari terkekeh, pak Dimas menelusuri satu persatu meja para murid.
"dari pada kalian bertanya, mending kita panggil aja gurunya ya, nilai sendiri nanti, yang jelas, dia alumi sekolah ini" tambah pak Dimas kemudian berjalan ke arah pintu. Dia berbicara sebentar, hingga kembali masuk ke dalam di ikuti oleh seorang guru muda yang sangat tampan di belakangnya.
" pangeran!!" kembali heboh, mata para murid, terlebih khusus yang cewek kini tidak berkedip melihat penampilan mahluk tampan di depan mereka. Entah perbuatan baik apa yang mereka lakukan, ini adalah keberuntungan yang tidak pernah di duga.
begitu pula dengan Aurora, semenjak guru itu masuk, mata gadis itu bahkan tidak berkedip sedari tadi. Dia membulat sempurna, apalagi senyum hangat yang di tampilkan sebagai sapaan awal.
Kenapa jadi guru,, perasaan kak Ale pernah cerita kalau dia bekerja di kantor kakaknya di Inggris, heran!
Aurora bergumam sendiri, pandangan matanya melihat setiap langkah kaki dari pria di depannya.
"silahkan pak!" pak Dimas mempersilahkan guru itu untuk sekedar memperkenalkan diri dan menyapa para murid.
"selamat pagi anak anak!"
Degghhh
Jantung Aurora memompa cepat, setelah sekian lama, dia kembali mendengar suara itu versi dewasa. Sangat hangat masuk di indra pendengarannya.
"perkenalkan nama saya, Vallerio Drakosta, panggil saja pak Vallerio!" ujarnya memperkenalkan diri.
Riuh tepuk tangan terdengar jelas, juga arah pandangan cewek yang sedari tadi menatap kagum juga memuja ke guru itu.
"baiklah anak anak, mulai sekarang pak Vallerio yang akan Menganti pak Karlo untuk sementara waktu, jika ada yang ditanyakan, silahkan!!" lanjut pak Dimas, dia keluar kelas setelahnya, meninggalkan Vallerio yang sudah mulai membuka buku paket.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!