Suasana di kelas sangat mencekam. Bagaimana tidak, aku hanya satu-satunya anak kelas 10 yang berada didalam kelas, sedangkan teman-teman sekelas ku ada diluar sambil memantau kedalam kelas.
Ya, bisa dibilang saat ini aku sedang dilabrak oleh kakak kelas. Lebih tepatnya ada 5 kakak kelas yang melabrak aku karena katanya aku mendekati pacarnya. Padahal sebenarnya aku sama sekali tidak mengetahui bahwa Kak Galih sudah memiliki pacar.
"Kak, aku minta maaf. Aku sama sekali gak tahu kalau Kak Galih udah punya pacar."
"Sama sekali gak tahu? lo pura-pura bodoh ya? Udah jelas-jelas di semua sosial media Galih terpampang jelas wajah gue," kesal Ajeng.
"Sumpah aku gak tahu, Kak. Lagian waktu itu Kak Galih bilangnya dia gak punya pacar. Jadi aku pikir dia emang gak punya pacar."
"Jadi sekarang kamu menyalahkan Galih?"
Tiba-tiba seseorang masuk kedalam kelas. Ya, itu Kak Galih. Sepertinya saat ini Kak Galih akan mengatakan yang sebenarnya, sebab bagaimanapun itu memang salahnya karena telah berselingkuh dari Kak Ajeng.
"Ajeng, kamu ngapain sih?" tanya Galih.
"Ya aku marahin dia. Udah jelas-jelas kan dia genit sama kamu."
"Udah ya jangan marah lagi. Lagipula aku gak suka sama dia, dia bukan tipe aku," kata Galih.
Delisa hanya melongo saat mendengar perkataan Galih. Padahal sudah jelas-jelas dia yang mendekati Delisa, bahkan sampai menyatakan cinta pada Delisa.
"Ayok pergi! malu dilihat sama banyak orang," kata Galih sambil menarik tangan Ajeng. Disaat keduanya pergi, teman-teman Ajeng juga ikut pergi.
Otomatis teman-teman sekelas ku masuk kedalam kelas sambil melirik ke arahku.
"Ada apa sih?" tanya Caca, sambil duduk di sebelahku.
"Aku dituduh merebut Kak Galih. Padahal Kak Galih yang dekati aku bahkan dia mengaku gak punya pacar."
"Masa sih Kak Galih kayak gitu, udah jelas-jelas dia punya pacar."
"Jadi kamu gak percaya sama aku?"
Karena sepertinya Caca tidak mempercayai aku, akhirnya aku memperlihatkan isi chatnya dengan Kak Galih dari awal sama akhir.
"Terus tadi kalian ngobrol apa aja?" tanya Caca penasaran, karena sebenarnya orang-orang yang tadi melihat ke kelas sebenarnya mereka tidak bisa mendengar dengan jelas perkataan Ajeng dan teman-temannya.
"Intinya Kak Ajeng marah, tapi tadi aku udah minta maaf kok."
"Kamu ngapain minta maaf? lagian yang salah itu Kak Galih."
"Aku minta maaf karena aku juga merasa bersalah karena gak mencari tahu info tentang Kak Galih terlebih dahulu."
"Makanya kata aku juga apa. Harusnya kamu buat akun instagram supaya bisa cari tahu informasi tentang orang."
Supaya tidak terjadi hal seperti ini lagi, akhirnya aku mengikuti saran dari Caca. Setelah dibuatkan akun, akhirnya aku mulai memposting foto-foto milikku karena tak mungkin jika tidak aku publikasikan.
"Ini gimana caranya biar pengikutnya banyak?"
"Kamu harus mengikuti orang dulu terus nanti orang itu akan mengikuti balik. Tapi kalau gak diikuti balik, kamu bisa chat orang itu buat mengikuti kamu."
"Oh begitu. Oke makasih infonya."
Aku segera mengikuti orang-orang yang diikuti oleh Caca karena kebanyakan orang yang Caca ikuti dikenal oleh ku.
Notifikasi terus berbunyi, banyak sekali orang yang langsung mengikuti aku. Ternyata aku baru tahu bahwa menyenangkan sekali jika diikuti oleh banyak orang.
Karena aku penasaran sekali, akhirnya aku mencari instagram Kak Galih untuk melihat foto-fotonya bersama Kak Ajeng. Dan ya, di postingannya hampir semua fotonya bersama Kak Ajeng.
...****************...
Bel istirahat berbunyi, aku dan Caca berlari kearah kantin karena kita sedang taruhan siapa yang telat datang ke kantin akan mentraktir.
Namun saat ditengah perjalanan, tiba-tiba seseorang menyiram ku dengan air minum, otomatis aku berhenti dan mematung. Kulihat orang itu hanya tertawa sambil melihatku tanpa merasa bersalah.
"Kak, kamu kok tega banget sih!" kata Caca tak terima karena teman dekatnya diperlakukan seperti itu.
"Makanya jangan merebut pacar orang," kata Ajeng sambil pergi.
Semakin lama perlakuan Ajeng semakin menyebalkan. Aku diam bukannya aku takut, tapi aku menghargai dia sebagai kakak kelas. Tapi kalau terus-terusan seperti itu aku tidak terima.
"Sa, lebih baik kamu ngobrol deh sama Kak Galih. Supaya dia memberikan penjelasan ke pacarnya agar dia mengaku kalau yang salah itu sebenernya dia."
"Ca, mana ada sih orang yang selingkuh ngaku."
"Siapa tahu Kak Galih kasihan gitu sama kamu setelah tahu kamu diperlakukan kayak gitu, nanti setelah itu pasti Kak Galih akan bicara yang sebenarnya ke Kak Ajeng."
Aku segera mengirim pesan ke Kak Galih. Setelah itu, aku buru-buru pergi ke rooftop untuk menunggunya. Karena jika ditempat ramai seperti ini sudah pasti dia tidak ingin bertemu denganku.
Skip
Sesampainya di rooftop, aku memikirkan bagaimana caranya supaya Kak Galih mengakui kesalahannya. Karena jika tidak, kemungkinan besar aku akan terus dibully oleh Kak Ajeng dan teman-temannya.
"Ada perlu apa?" tanya Galih yang baru saja datang.
Delisa spontan menoleh kebelakang. "Kak, aku mohon akui kesalahan Kakak. Aku gak mau dibully terus sama Kak Ajeng."
Galih melihat kearah rambut Delisa yang basah kuyup. "Oke."
Galih tiba-tiba mendekat kearah Delisa. "Sejujurnya gue itu capek sama tingkah Ajeng. Dia selalu berbuat seenaknya. Dan sebenarnya gue juga udah gak ada perasaan sama dia, makanya gue dekati lo. Maafin gue ya, kamu jadi diperlakukan seperti itu sama Ajeng."
"Iya gak apa-apa, Kak. Tapi seharusnya Kakak bicarakan hal itu baik-baik sama Kak Ajeng, bilang ke dia bahwa Kakak capek dengan tingkah lakunya bukan malah mencari cewek lain."
Galih mengangguk pelan, lalu ia pamit pergi untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Ajeng.
Setelah Galih pergi, Delisa bisa bernafas lega karena akhirnya Galih mengakui kesalahannya. Selain itu Delisa juga lega karena Ajeng pastinya tidak akan mengganggu Delisa lagi.
Ting!
Ting!
Ting!
Tiba-tiba banyak sekali notifikasi yang bermunculan. Dan setelah Delisa periksa ternyata ada chat dari akun yang tidak dikenal. Chat tersebut berupa ujaran kebencian bahkan menuduh Delisa sebagai pelakor.
Meskipun akun-akun tersebut menggunakan nama-nama aneh, tapi aku yakin bahwa itu adalah ulah Ajeng dan teman-temannya.
Tiba-tiba terdengar suara benda jatuh, otomatis aku menoleh kebelakang. Terlihat ada seseorang yang berlari dengan cepat, sampai-sampai aku tak begitu jelas melihat wajahnya.
Sepertinya orang itu telah ada disini sebelum aku datang kesini. Dan tentunya dia pasti mendengar pembicaraan aku dan Galih. Tapi itu sangat bagus, karena pastinya orang itu jadi tahu bahwa yang salah bukan aku, melainkan Galih.
Besoknya Delisa dikejutkan oleh kabar yang tak terduga. Kabar tersebut adalah kabar tentang Galih dan Ajeng yang baru putus. Delisa bingung mengapa itu semua bisa terjadi. Dengan putusnya hubungan mereka tentunya akan banyak orang yang berspekulasi bahwa keduanya putus karena aku.
Rasanya jantungku berdebar kencang karena melihat tatapan dari anak-anak kelas yang kemungkinan menuduh kalau aku yang menghancurkan hubungan Galih dan Ajeng.
"Ca, gimana dong? mereka pasti berpikir kalau aku penyebabnya."
"Kamu tenang aja. Kalau orang-orang menuduh kamu seperti itu, kamu tinggal tunjukkan aja bukti chat kamu sama Kak Galih."
Ting!
Ponselku berbunyi menandakan ada pesan masuk. Lalu aku membaca isi pesannya dan ternyata itu adalah pesan dari Kak Galih.
Galih memberitahukan bahwa dirinya dan Ajeng telah putus dikarenakan Galih sudah lelah menghadapi tingkah laku Ajeng.
Anehnya, aku heran mengapa Kak Galih memberi kabar tentang hubungannya yang berakhir kepadaku. Seolah-olah memang dia ingin aku tahu tentang kabar ini.
"Ca, Kak Galih kirim pesan ke aku," bisik Delisa.
Caca langsung mengambil ponsel Delisa dan membaca pesan dari Kak Galih.
"Sa, pokoknya kalau Kak Galih menyatakan perasaannya lagi sama kamu, lebih baik kamu tolak aja. Dia ini kayaknya sengaja memberitahu kamu, supaya kamu tahu bahwa dia udah putus."
"Iya, aku juga tahu. Pasti nantinya dia akan dekati aku lagi."
Tiba-tiba dua temanku datang dan mereka menunjukkan fotoku dan Kak Galih saat berada di rooftop.
"Ini kamu sama Kak Galih, kan?" tanya kedua temanku.
Delisa terdiam sejenak, sepertinya orang yang waktu itu memotretnya diam-diam yang menyebarkan foto tersebut ke orang-orang.
"Iya, itu aku."
"Berarti benar ya rumor itu?"
"Bukan. Itu cuma salah paham. Kemarin aku ketemu Kak Galih itu supaya Kak Galih menjelaskan bahwa sebenarnya dia yang mendekati aku. Jadi aku minta tolong ke dia supaya menjelaskan yang sebenarnya dan minta maaf ke Kak Ajeng."
Karena aku tidak mau dituduh, akhirnya aku menunjukkan chat-chat aku bersama Kak Galih dari awal chat hingga akhir.
"Tapi setelah Kak Galih chat, harusnya kamu jangan terus bales chatnya. Karena Kak Galih kan udah punya pacar, jadi harusnya kamu jaga batasan."
"Aku mana tahu kalau Kak Galih punya pacar. Lagian waktu itu Kak Galih bilang kalau dia gak punya pacar."
Delisa keluar dari kelas karena ia merasa teman sekelasnya tidak mempercayainya. Padahal sudah jelas mereka melihat chat tersebut.
"Sa!" panggil Azka.
Delisa menoleh kearah orang yang memanggilnya. Ternyata dia Azka, mantan pacar di masa kecilku.
"Kenapa?" sewot Delisa.
"Biasa aja kali, Sa."
"Ini udah biasa kali."
"Oh iya! aku mau kasih ini. Kemarin orang tua aku habis pulang dari Bali, jadi mereka titipkan ini untuk kamu."
"Makasih." Delisa yang tadinya badmood, kini sudah tidak badmood lagi lantaran diberikan oleh-oleh oleh orang tua mantan pacarnya.
Waktu kecil, Delisa memang sering main di rumah Azka karena orang tua Azka dan orang tua Delisa merupakan teman dekat. Nah dari seringkali Delisa ke rumah Azka, akhirnya waktu itu Azka menyatakan perasaannya dan tentunya Delisa menerima karena namanya anak kecil pastinya akan terbawa perasaan jika ada yang menyukainya.
"Oh iya, gimana kabar orang tua kamu?"
"Baik kok. Oh iya, Mamah menyuruh kamu untuk datang ke rumah, katanya dia kangen sama kamu."
"Mamah yang kangen atau kamu yang kangen?"
"Ya Mamah lah."
"Ya udah nanti aku kesana kalau ada waktu."
Karena keasikan mengobrol, tak terasa bel berbunyi. Dengan begitu Delisa pergi menuju lapangan karena upacara bendera akan segera dimulai.
...****************...
Delisa tidak fokus mendengarkan materi yang disampaikan guru karena saat ini hidupnya tidak tenang akibat Kak Galih.
Andai saja waktu itu Delisa tahu kalau Kak Galih mempunyai pacar, tentunya Delisa tidak akan melayani chatnya.
"Itu apa?" tunjuk Caca pada bingkisan oleh-oleh pemberian orang tua Azka.
"Oleh-oleh dari orang tua Azka."
"Dari orang tua Azka atau Azka?" tanya Caca sambil meledek.
"Orang tuanya Azka, Ca."
Aku menatap datar kearah Caca sebab Caca terus-menerus meledekku. Harusnya waktu itu aku tidak usah cerita saja tentang aku yang pernah menjalin hubungan dengan Azka.
"Delisa! Caca! kalau mau mengobrol itu diluar, jangan didalam kelas!" tegas Bu Ani.
Seketika jantungku rasanya ingin copot saat Bu Ani memanggil namaku. Aku hanya diam karena aku mengakui bahwa aku salah sebab aku dan Caca malah mengobrol.
"Cepat keluar! kalian hanya mengganggu saja!" tegas Bu Ani.
"Maaf, Bu." Setelah meminta maaf, Delisa dan Caca segera pergi keluar karena jika masih berada didalam kelas nantinya Bu Ani tidak akan mau mengajar lagi.
"Gara-gara kamu sih. Ngapain coba mengajak gue mengobrol."
"Ya maaf. Lagian kamu juga salah, suara kamu terlalu besar."
Seketika Delisa dan Caca terdiam karena menyadari bahwa mereka sama-sama bersalah. Untuk itu daripada berdebat, mereka lebih memilih diam.
"Ke kantin aja yuk!" ajak Caca.
"Kalau ke kantin nanti dimarahin lagi sama guru lah. Ini kan belum waktunya istirahat."
"Ya udah kalau gitu ke perpustakaan aja gimana? disana kita bisa tiduran atau baca-baca buku."
"Ya udah ayok!" Lalu Delisa dan Caca pergi ke perpustakaan.
Saat diperjalanan menuju perpustakaan, mereka berpapasan dengan Kak Galih. Tiba-tiba saja tangan Kak Galih memegang tanganku.
"Aku mau bicara sesuatu," kata Kak Galih
Delisa melirik kearah Caca. "Ya udah bicara aja."
"Bicaranya jangan disini," kata Kak Galih sambil menarik tanganku.
"Ca, kamu duluan aja. Nanti aku nyusul ke perpustakaan."
Delisa dan Kak Galih pergi menuju rooftop karena itu merupakan tempat yang sepi. Entah apa yang ingin Kak Galih bicarakan, namun sepertinya ini menyangkut dengan kabar putusnya Kak Galih dan Kak Ajeng.
"Mau bicara apa, Kak?"
"Aku waktu itu udah bilang sama kamu. Aku benar-benar suka sama kamu. Bahkan kamu bisa lihat sendiri kalau aku udah putuskan Ajeng demi kamu."
"Kok gitu sih. Padahal kan aku sama sekali gak menyuruh Kak Galih buat putusin Kak Ajeng."
"Iya, kamu memang gak menyuruh. Tapi karena aku suka sama kamu, makanya aku putusin dia."
Aku tidak habis pikir dengan Kak Galih. Perkataannya membuatku benar-benar diposisi yang membingungkan. Dia memutuskan Kak Ajeng seolah-olah disuruh olehku, padahal aku sendiri tidak menyuruhnya melakukan hal tersebut. Hanya karena dia menyukaiku, dia rela putus dengan pacarnya.
"Aku suka sama kamu, Sa. Kamu mau kan jadi pacar aku?"
"Enggak. Aku gak mau."
"Tapi kan aku udah putuskan Ajeng, Sa."
"Cara Kak Galih itu salah. Mentang-mentang udah putus, jadi Kak Galih seenaknya aja pacarin orang lain." Setelah berkata seperti itu, Delisa bergegas pergi karena sudah muak dengan tingkah laku Kak Galih.
Tiba di perpustakaan, Caca langsung bertanya tentang pembicaraan aku bersama Kak Galih. Dan tentunya aku langsung memberitahunya.
"Tuh kan benar dugaan aku. Pasti habis putus langsung nembak kamu."
"Cie ditembak sama cowok," ucap seseorang yang sedang berdiri sambil melihat-lihat buku di rak.
Spontan aku dan Caca menoleh kearahnya. Aku baru menyadari bahwa orang yang berdiri adalah Azka. "Sejak kapan kamu ada disini?"
"Gue ada disini sebelum ada dia juga," tunjuk Azka pada Caca.
Azka duduk di sebelahku sambil menatapku dengan intens. Seolah-olah ia cemburu jika ada yang menyatakan perasaannya kepadaku.
"Siapa yang nembak?" tanya Azka.
"Kepo deh."
"Lo masih suka ya sama Delisa?" tanya Caca.
"Emang," jawab Azka dengan jujur.
Delisa hanya terdiam. Entah yang dikatakan oleh Azka itu beneran atau bercanda, tapi yang jelas saat ini Delisa sedikit salah tingkah.
"Eh kalian berdua tumben ke perpustakaan. Emang gak ada yang mengajar?" tanya Azka.
"Sebenarnya kita dihukum karena mengobrol di kelas. Makanya disuruh keluar dari kelas," jelas Caca.
"Kamu sendiri kenapa di perpustakaan?" tanyaku.
"Gurunya lagi sakit, makanya cuma disuruh ngerjain tugas doang."
...****************...
Bel berbunyi, Delisa dan Caca langsung menyudahi aktivitas membaca buku di perpustakaan. Ketika keduanya hendak pergi, tiba-tiba Azka mengatakan bahwa dia ingin ikut ke kantin bersama.
Saat di kantin, kami memesan menu yang sama. Dan saat hendak membayar, Azka terlebih dulu membayar pesanan kami.
"Biar gue aja yang traktir," kata Azka.
"Makasih," kata Delisa dan Caca bersamaan.
Sesudah membayar pesanannya, mereka menempati tempat duduk yang telah tersedia. Disaat sedang menikmati makanan, aku melihat ada banyak orang yang menatapnya lalu mereka berbisik-bisik seolah-olah sedang membicarakan aku.
"Gak tahu diri banget ya udah menghancurkan hubungan orang lain," ucap seseorang yang berjalan melewati meja yang ditempati Delisa, Caca dan Azka.
"Ca, mereka menyindir gue ya?"
"Gak tau," jawab Caca.
"Emang kamu menghancurkan hubungan siapa?"
Delisa menjelaskan tentang masalahnya kepada Azka karena siapa tahu Azka bisa membantunya menyelesaikan masalah ini.
"Gue ada cara supaya lo gak dituduh merusak hubungan mereka," kata Azka.
"Gimana caranya?"
"Pacaran sama gue."
"Gak mau!" tolak Delisa.
"Tapi itu ide bagus loh. Dengan lo pacaran sama Azka nanti orang-orang pastinya gak akan terus-menerus menuduh lo karena kan lo gak pacaran sama Kak Galih," kata Caca.
Setelah dipikir-pikir ide Azka ada baiknya, akan tetapi kalau melakukan hal itu Delisa takut terbawa perasaan jika berpura-pura pacaran dengan Azka.
"Gimana? mau gak?" tanya Azka.
"Tapi emangnya itu akan berhasil meyakinkan orang-orang?"
"Gue jamin berhasil."
"Ya udah kalau gitu."
Azka hanya tersenyum saat Delisa mengiyakan tawarannya lantaran sejujurnya Azka memang masih berharap dengan Delisa.
"Oh iya, nanti pulang sekolah ke rumah gue. Mamah pingin ketemu sama kamu," kata Azka.
"Emangnya sedekat itukah orang tua lo sama Delisa?"
"Iya dekat, bahkan orang tua kita juga sahabatan," jelas Azka.
...****************...
Setelah percakapan di kantin itu, seluruh sekolah mulai gempar dengan berita bahwa Delisa kini berpacaran dengan Azka. Tidak butuh waktu lama untuk kabar itu menyebar. Seolah setiap tatapan yang mengarah padanya penuh rasa penasaran dan kadang, mungkin, sedikit iri. Bagi Delisa, ini adalah langkah baru yang diambil demi menjaga harga diri, namun di sisi lain ada perasaan aneh yang muncul saat berada di dekat Azka.
"Ayo, nanti sore ke rumahku," bisik Azka dengan suara rendah saat mereka berjalan ke kelas. Tatapan Azka begitu lembut, namun Delisa mencoba menjaga jarak. Ia sadar, walau mereka kini berpura-pura pacaran, ia tidak ingin terbawa perasaan dan salah paham dengan status mereka.
Waktu pulang sekolah tiba, Delisa langsung bertemu Azka di gerbang sekolah seperti yang mereka rencanakan. Caca yang sempat ikut menemani Delisa ke gerbang, memberi dukungan. "Ingat, Sa, ini hanya pura-pura. Jangan sampai baper!" ujar Caca sambil mengedipkan mata. Delisa hanya tertawa kecil, berusaha tetap tenang.
Setibanya di rumah Azka, ia disambut hangat oleh mamah Azka, yang selama ini memang menganggap Delisa seperti anak sendiri. "Delisa, kamu makin cantik aja ya. Kamu masih ingat waktu kecil, kamu dan Azka sering main boneka di sini?" tanya ibu Azka sambil tertawa kecil. Delisa tersenyum, mengangguk sambil mengingat masa-masa kecil yang penuh keceriaan di rumah ini.
Azka membawa Delisa ke ruang tamu, di mana mereka bisa bicara lebih santai tanpa gangguan. Saat itu, Azka mulai bercerita tentang rencana pura-pura mereka. "Dengarkan gue, Sa. Dengan kita berpura-pura pacaran, Ajeng dan teman-temannya akan berhenti mengganggumu, karena mereka tahu kamu sudah punya pacar. Ini juga bisa membuat mereka malu sendiri karena telah menuduh lo macam-macam," kata Azka, yakin dengan rencananya.
Namun, Delisa tidak sepenuhnya yakin. "Tapi, Kak Galih? Apa dia juga tidak akan mencoba mendekatiku lagi setelah tahu aku sudah pacaran?" tanyanya dengan ragu. Azka hanya tersenyum tipis, seolah sudah memikirkan segala kemungkinan. "Tenang saja. Kalau dia mendekatimu lagi, gue akan menghadapi dia. Dia tahu gue tidak suka main-main."
Mereka berbincang cukup lama hingga tak terasa senja mulai turun. Sebelum berpisah, Azka mengingatkan Delisa untuk tetap menjaga perannya dengan baik. "Ingat, Sa. Kita harus meyakinkan semua orang kalau kita pacaran beneran. Biar gosip itu segera hilang," ucap Azka sambil mengacak rambut Delisa dengan lembut.
Skip
Esok harinya di sekolah, Delisa dan Azka benar-benar menjalankan rencana mereka. Mereka sering terlihat bersama, baik saat jam istirahat maupun saat pulang sekolah. Sesekali mereka tampak tersenyum dan tertawa bersama. Banyak yang memperhatikan kedekatan mereka, termasuk Ajeng yang mulai merasa malu sendiri. Teman-teman sekelas Delisa juga sudah berhenti menggosipkan dirinya.
Di satu sisi, Delisa mulai merasa nyaman dengan keberadaan Azka. Ada sesuatu yang hangat ketika Azka berada di sampingnya, walaupun ia sadar semuanya hanyalah sandiwara. Hingga suatu hari, saat mereka berdua duduk di taman sekolah setelah jam pelajaran, Delisa bertanya, "Ka, lo serius mau terus berpura-pura begini? Bukannya kita akan semakin sulit untuk mundur kalau perasaan ini terlalu dalam?"
Azka tersenyum samar, matanya memandang Delisa dengan serius. "Sa, gue sebenarnya gak main-main. Rencana ini memang awalnya untuk membantumu, tapi gue gak bisa bohong kalau gue memang masih punya perasaan. Dulu, waktu kecil, gue mungkin cuma iseng, tapi sekarang beda."
Delisa terdiam, merasa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Tatapan Azka seolah membawa dirinya kembali ke masa kecil yang penuh kenangan, tapi kini dengan arti yang lebih mendalam. Ia sadar, perasaan Azka bukanlah bagian dari sandiwara.
Setelah percakapan itu, Delisa merasa hubungannya dengan Azka semakin dalam, meskipun ia berusaha menjaga diri untuk tidak larut dalam perasaan yang belum sepenuhnya ia pahami. Di sisi lain, ia juga ingin melindungi Azka dari gosip-gosip buruk yang mungkin menyebar karena hubungan palsu ini.
Namun, sebuah kejutan muncul saat Kak Galih tiba-tiba mendekati mereka berdua di koridor sekolah pada suatu hari. Dengan wajah penuh rasa bersalah, Galih berkata, "Delisa, aku... ingin minta maaf. Aku salah, dan aku sadar bahwa selama ini aku memperlakukanmu dengan tidak adil."
Azka yang berada di samping Delisa segera merespons, "Kak Galih, lebih baik jangan ganggu Delisa lagi. Sekarang dia sudah bersama gue." Galih hanya mengangguk pelan dan pergi, tanpa berdebat. Namun, Delisa tahu bahwa ini hanyalah awal dari konflik yang mungkin akan terjadi.
Saat perjalanan pulang, Delisa merenung, mencoba memahami perasaannya sendiri. Di satu sisi, ada rasa lega karena akhirnya Galih tidak lagi mendekatinya, tapi di sisi lain ada kegelisahan yang timbul akibat sandiwara dengan Azka yang terasa semakin nyata. Bagaimana jika perasaannya benar-benar berubah menjadi cinta yang tulus? Apakah ia siap untuk menerima kenyataan tersebut?
Tanpa Delisa sadari, keputusannya untuk berpura-pura pacaran dengan Azka telah membawa dirinya ke dalam babak baru dalam kehidupannya, di mana ia harus menghadapi tidak hanya gosip, tetapi juga perasaannya sendiri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!