"Bagaimana Al, kau mau kan memenuhi permintaan, Kakak?"
"Kak... Jika alasannya hanya karena itu, Kakak dan kakak ipar bisa melakukan program. Kakak ipar punya banyak uang," Almira menjeda ucapannya sembari menatap sekilas sosok pria yang menjadi kakak iparnya. "Kalian bisa mencari dokter yang paling hebat yang kalian kenal dan ketahui. Dan kalian juga__"
"Kakak tidak bisa," sela kakak Almira, Cassandra. "Dan tak akan pernah bisa..." Lanjutnya dengan suara yang tiba-tiba berubah menjadi lirih dan terdengar parau. Membuat suami dari kakak Almira, Sebastian Alvaro, dengan sigap langsung memeluk menenangkannya.
"Apanya yang tak bisa, Kak? Semua di dunia ini tak ada yang tidak mungkin jika__"
"Kakak mengidap kanker rahim."
Jedder!!
Bak tersambar petir di siang hari saat Almira mendengar pengakuan dari sang kakak, Cassandra.
"Dan itupun sudah stadium akhir. Mustahil akan dapat disembuhkan."
Huuuft...
Almira menghelakan nafas panjang saat mengingat kejadian beberapa hari lalu.
"Al... Almira! Hadap kemari dan tersenyum..!" panggil Cassandra tepat di hadapannya dengan sebuah kamera kecil ditangannya.
"Tersenyumlah. Tunjukkan jika Kau juga bahagia," tutur Sebastian yang berada tepat di sampingnya. Pria yang dulunya berstatus kakak iparnya, kini berubah status menjadi suaminya.
Ya, saat ini Almira, Almira Sadika tengah berada di atas sebuah pelaminan sederhana bersama dengan Sebastian Alvaro. Karena detik ini, Almira Sadika telah resmi menjadi istri sah dari Sebastian Alvaro, suami dari kakak perempuannya, Cassandra Darmawan.
Almira pun tersenyum walau sebuah senyum paksa.
"Hey kau! Kemarilah." Terdengar suara Cassandra yang memanggil salah satu pelayan keluarga Alvaro. "Tolong fotokan kami," ucapnya ketika pelayan tersebut telah berada di hadapannya. "Sebentar," lanjutnya, dan terlihat Cassandra yang tengah mengumpulkan semua anggota keluarga yang hadir, termasuk papanya, Gilang Darmawan. Karena memang pernikahan antara Almira dengan Sebastian sangatlah sederhana dan tertutup untuk publik. Saking sederhananya, tukang potret pun tak ada. Berbeda dengan acara pernikahan antara Sebastian dengan Cassandra dulu, yang diadakan di gedung bintang lima dan sangat mewah.
Dan saat semuanya berkumpul, pelayan itupun memotretnya.
Tak terasa acara pernikahan sederhana itupun telah usai, dan kini tinggallah Almira bersama dengan sang papa, Gilang Darmawan. "Pa, Al ikut Papa pulang, ya. Al merasa tak nyaman berada di sini," ucap Almira mengiba.
"Al, Sayang... Dengarkan Papa. Sekarang, di sini juga adalah rumah dan keluarganya, Al..., Dan Sebastian juga adalah suami, Al. Jadi, kemanapun suami Al berada.. Di situlah Al juga berada," papa Gilang mencoba untuk menjelaskan dan memberi pengertian kepada anak bungsunya itu. "Al, Papa cuma berpesan, jagalah, sayangi, dan cintai keluarga suami Al seperti keluarga Al sendiri. Walau Al adalah istri kedua, Al tetaplah seorang istri. Jadi, patuhilah setiap perintah dari suami, Al. Ya Sayang, ya," lanjutnya sembari mengelus lembut kepala Almira.
"Papa..." lirih Almira sembari langsung memeluk Papa Gilang. "Baiklah Pa.., Al akan coba terus mengingat apa yang di katakan Papa," ucapnya yang masih berada dalam pelukan papa Gilang.
Ditempat lain...
"Kenapa Kau kemari?! Sekarang adalah malam pernikahanmu, seharusnya Kau berada dalam kamar pengantin mu bersama Almira. Kau tak seharusnya berada di sini," tegur Cassandra saat mendapati suaminya menyusul dirinya ke ruang pribadinya di keluarga Alvaro.
Bukannya menjawab, Sebastian justru memeluknya. "Aku mencintaimu, hanya mencintaimu," ucapnya.
"Tidak, Bastian!" Cassandra mendorong tubuh Sebastian dengan sedikit kasar. "Kau tak boleh berada di sini! Pergilah, Almira pasti menunggumu," ucapnya.
"Sebentar saja, Sandra. Aku ingin bersamamu sebentar lagi, saja," ucap Sebastian dengan tatapan mengiba.
"Tidak, Kau harus pergi sekarang. Kau tau bukan.. Aku ingin sekali melihat darah daging mu lahir ke dunia ini, sebelum aku nanti__"
"Cukup! Baiklah, aku akan pergi sekarang," sela Sebastian sebelum Cassandra menyelesaikan kalimat yang nantinya akan membuat dirinya sedih sekaligus marah, marah karena merasa dirinya sebagai suami walau banyak harta tak mampu membahagiakan wanita yang dicintainya. "Kau akan baik-baik saja. Kau juga akan melihat, bahkan merawat anak-anak kita nantinya," lanjutnya seraya menangkup kedua pipi Cassandra.
"Dan Almira," koreksi Cassandra.
"Ya, dan Almira juga," ucap Sebastian sedikit terpaksa.
Cassandra tersenyum mendengarnya. "Baiklah, sekarang pergilah," usirnya.
Sebastian pun menuruti dan pergi. Akan tetapi, sebelum benar-benar pergi Sebastian kembali dan mencium singkat Cassandra.
Setelah memastikan Sebastian telah benar-benar pergi, meluruhlah air yang sedari tadi ditahannya. "Tuhan... Kenapa rasanya sakit sekali hati ini mengingat suami yang ku cintai akan bersama wanita lain, walau itu adalah adikku sendiri..."
Tanpa Cassandra sadari, Sebastian tak benar-benar pergi dan berada di balik pintu yang tak ditutupnya secara rapat. Setelahnya langsung pergi dengan perasaan tak menentu dan langkah yang berat.
Sesampainya di salah satu ruangan yang akan menjadi ruangan malam pernikahannya dengan Almira, Sebastian tak menemukan sosok yang dicarinya. Sosok yang dulu adalah adik iparnya kini berubah status menjadi istri, istri keduanya di dalam biduk rumah tangganya.
"Mungkin dia berada di kamar mandi," gumamnya dan mendudukkan diri di sofa yang berada di sana. Sembari menunggu Sebastian melihat ponselnya untuk mengecek pekerjaannya. Akan tetapi.. Sudah sekian waktu Sebastian menunggu, namun belum ada tanda-tanda Almira akan keluar dari kamar mandi. Sebastian yang sedikit curiga, segera bangkit dan berjalan mendekati pintu kamar mandi tersebut dan mengetuknya. "Almira! Kau di dalam?!" serunya. "Al... Almira?!" panggilnya lagi sembari memberanikan diri untuk membuka pintu tersebut, karena takut jika terjadi sesuatu pada adik dari istrinya itu.
Kosong.
"Kemana dia?" gumamnya saat tak mendapati Almira di dalam sana. Sebastian pun kembali menutup pintu kamar mandi dan segera pergi dari ruang kamar tersebut untuk mencari keberadaan Almira dimana.
Sebastian mencari ke semua tempat yang pernah didatangi oleh Almira sewaktu dulu saat singgah ke kediaman keluarga Alvaro.
"Kemana dia? Tak mungkin dia ikut pulang papa Gilang, bukan?" ucapnya saat tak menemukan Almira dihampir semua tempat.
"Ibu..." Tiba-tiba Sebastian mendengar suara seseorang sesenggukkan yang terus menyebutkan nama 'Ibu'.
Saat didengarkan dengan seksama.. Sebastian seperti mengenali pemilik suara tersebut dan segera berjalan mengikuti asal suara.
"Almira!" serunya saat mendapati tubuh Almira yang tengah tertidur meringkuk di sebuah kursi taman. "Astaga gadis ini..! Bukannya tidur di kamar, malah tidur di sini," ucapnya seraya berinisiatif akan menggendong tubuh Almira yang tertidur pulas itu.
Akan tetapi, Sebastian segera mengurungkan niatnya itu saat mengingat jika Almira bukanlah adiknya lagi, melainkan istrinya.
Sebastian yang tak tahu bagaimana cara membangunkan Almira, segera memanggil salah satu pelayannya saat tak sengaja matanya melihat beberapa pelayan tengah berjalan disekitar taman tersebut. Jika saja status Almira masih sama seperti dulu, tanpa berpikir dua kali Sebastian akan langsung menggendongnya. Namun sekarang berbeda. Dengan status Almira yang berubah di dalam kehidupannya, membuat Sebastian tak tahu bagaimana akan bersikap, antara segan, marah, dan rasa bersalah bercampur menjadi satu.
Setelah pelayan yang dipanggilnya telah berada di hadapannya, Sebastian pun mengisyaratkan agar pelayan tersebut membangunkan Almira.
Pelayan tersebut pun mengangguk dan segera menghampiri Almira, sementara Sebastian segera pergi dari sana.
"Nona. Nona Almira, bangunlah. Nona..!"
"Ibu..!!!" Tiba-tiba Almira berteriak sebelum akhirnya terbangun dari tidurnya. Membuat pelayan yang ditugaskan untuk membangunkannya sampai terkejut dibuatnya.
"Haaa... Ternyata hanya mimpi," gumamnya sembari menghapus air mata yang keluar terbawa mimpi. "Kau..?!" Tunjuknya dengan tatapan tanda tanya saat matanya tak sengaja menangkap sosok tubuh yang dikenalnya, adalah salah satu pelayan di keluarga Alvaro.
"Ada apa kemari?" tanyanya pada akhirnya.
Sebastian yang juga mendengar teriakan Almira beberapa saat lalu sempat akan kembali. Akan tetapi, segera diurungkannya kala melihat Almira yang baik-baik saja.
Mungkin dia tengah mengigau, pikir Sebastian dan melanjutkan langkahnya menjauh dari sana.
"Saya ditugaskan tuan muda Sebastian untuk membangunkan Anda. Dan menyuruh Anda untuk segera menemuinya di ruangan yang telah disiapkan untuk Anda" ucap pelayan itu.
"Benarkah?" tanya Almira memastikan, yang ternyata langsung diangguki oleh pelayan tersebut. "Tapi saya tak tau dimana letak ruangan itu berada," keluhnya.
"Tak apa, Nona. Saya di sini, dan saya akan mengantar, Anda," ucap pelayan itu dengan ramah, karena hampir semua pelayan di kediaman Alvaro mengenal siapa itu Almira sedari sebelum Almira menjadi istri kedua Sebastian, begitu juga dengan kepribadiannya. Walau ada yang tak menyukainya di sana, Almira akan tetap menjadi pribadi yang ceria. "Mari Nona, akan saya antar," lanjut pelayan tersebut, yang segera diangguki antusias oleh Almira, dikarenakan dirinya yang sudah merasakan dinginnya malam telah menusuk ke kulit dan tulangnya.
Beberapa saat berjalan yang diiringi oleh perbincangan, tak terasa sudah sampai saja ke tempat yang dituju. "Di sini Nona, ruangan yang tuan muda Sebastian maksud. Lekaslah masuk, tuan muda pasti telah menunggu Anda di dalam," ucap pelayan tersebut.
"Baiklah, terima kasih," ucap Almira.
"Sama-sama, Nona." Dan pelayan itu pun segera undur diri.
Almira segera membuka pintu ruangan tersebut dan masuk.
"Mengapa tak langsung kemari?!"
"Astaga!" ucap Almira sembari menyentuh dadanya karena terkejut akan sapaan.. Tidak, tepatnya teguran. Terkejut akan teguran.... Saat Almira menoleh, dirinya mendapati Sebastian yang tengah menatapnya seperti... Entahlah, intinya tak seperti tatapan yang biasanya Almira dapatkan dari sosok kakak laki-lakinya, dulu. "Kak Tian!" serunya.
"Kau belum menjawab pertanyaan ku," ucap Sebastian sembari berjalan mendekati Almira.
"Pertanyaan?? Aah... Soal itu.. Tadinya aku ingin ikut papa Gilang pulang... Tapi papa tak membiarkanku untuk ikut," ucap Almira dengan wajah cemberut. "Karena aku tak tau harus kemana, akan bertanya pada siapa, juga akan bertanya apa, jadinya aku pergi ke taman, tempat yang aku sangat hafal di sini. Eh... Tak taunya aku malah ketiduran," lanjutnya menjelaskan.
"Kenapa tak menghubungi ku?" tanya Sebastian sembari menyentil kening Almira.
"Aww!! Kak Tian..!!" keluh Almira sembari mengusap-usap keningnya yang terkena sentilan. "Tadinya aku memang akan menghubungi Kak Tian... Tapi aku lupa, jika ponselku ada pada papa Gilang. Dan papa Gilang pasti juga lupa jika ponselku ada padanya," jelas Almira lagi.
"Kau ini, kebiasaan sekali. Dasar ceroboh!" Sebastian berucap sembari mengangkat tangannya akan kembali menyentil kening Almira, akan tetapi tak jadi dilakukannya saat Almira yang terlebih dahulu menutupi keningnya dengan tangannya, dan dikarenakan dirinya yang tersadar akan perbuatannya itu. Sebastian melakukan hal itu dikarenakan kebiasaannya sedari dulu yang akrab dan menganggap Almira adalah adiknya sendiri. Namun sekarang....
"Ingat Bastian! Dia bukan lagi adikmu, tapi istrimu!" Sebastian mengintruksi dirinya sendiri dalam hati dan otaknya.
"Kau, ganti baju lah," perintah Sebastian dan kembali ke tempatnya semula, yaitu duduk di sofa.
Sementara Almira yang melihat perubahan dari Sebastian, hanya mengernyit heran saja, namun tetap melakukan apa yang diperintahkan.
"Kak, apa Kak Tian tahu dimana koperku?" tanya Almira saat tak mendapati kopernya di kamar itu.
"Kau carilah yang benar.." ujar Sebastian yang fokusnya tetap pada ponselnya.
"Tidak ada, Kak..., Sudah aku cari dimana-mana, tapi tetap tidak ada.." ucap Almira.
"Sudah Kau coba cari di lemari?" usul Sebastian.
"Oh iya, lemari," gumam Almira yang masih terdengar oleh Sebastian, yang membuatnya menggelengkan kepala. "Astaga!!" seru Almira namun lebih ke berteriak.
"Kenapa lagi, sekarang?!" ujar Sebastian.
"Di lemari juga tak ada baju-baju ku, Kak..., Yang ada hanyalah jaring ikan... Ah tidak, jaring laba-laba!" seru Almira. "Eh, jaring ikan apa jaring laba-laba, ya??" lanjutnya dengan gumaman. "Terserahlah, intinya.. Yang ada di lemari hanya sejenis jaring namun dijahit menyerupai baju yang kekurangan bahan..." Almira kembali berseru.
"Apa yang Kau katakan..?? Apanya yang jaring ikan, jaring laba...." Sebastian menghentikan ucapannya saat melihat apa yang berada dalam lemari tersebut. Dan kini Sebastian mengerti semuanya, ini semua pasti adalah ulah Cassandra, istrinya. Mengingat hal itu, Sebastian ingin tersenyum namun hatinya justru terasa perih. "Kau pakailah apa yang ada saja," ucapnya akhirnya.
"Hah?? Yang benar saja Kak Tian, ini! Masa iya, aku akan memakai jaring ini? Tidak, ini tak layak disebut pakaian," tolak Almira.
"Daripada Kau terus memakai pakaian itu," tunjuk Sebastian pada baju pengantin yang dikenakan Almira, membuat Almira reflek mengikuti arah tunjuknya. "Tak apa sih.. Jika Kau sudah terlanjur nyaman dengan pakaian itu, apa boleh buat. Itu terserah padamu," lanjutnya, yang membuat Almira seketika cemberut dengan bibir dimajukan. "Tak usah manyun-manyun seperti itu... Apa Kau sengaja ingin Kakak cium?" Kata yang awalnya hanya niat candaan, dengan tatapan yang tadinya kembali fokus pada ponselnya, terhenti seketika saat kembali mengingat status yang kini telah berubah antara dirinya dengan Almira.
"Kak Tian selalu saja mengancam ku dengan itu-itu terus, jika berani maka...." Almira menghentikan ucapannya saat pandangannya bertemu dengan mata milik Sebastian yang juga tengah menatapnya, membuat Almira seketika menyadari sesuatu. Hingga tercipta kecanggungan antara keduanya. "A-aku... Aku akan membersihkan diri," ucapnya seraya meraih asal pakaian transparan tersebut, dan setelahnya langsung ngacir tanpa berani kembali menatap Sebastian.
"Ya Tuhan... Mengapa jadi seperti ini..?" gumam Sebastian sembari mengusap wajahnya frustasi.
Sementara di kamar mandi..
"Kenapa aku bisa lupa jika kak Tian sekarang adalah suamiku..! Dan sekarang aku harus bagaimana..? Bagaimana cara aku bersikap?" Almira berucap sendiri sembari melihat pantulan dirinya disebuah cermin yang ada di sana. Mengingat jika dirinya yang sudah terbiasa bercengkrama dan bercanda dengan Sebastian sewaktu masih menjadi kakak iparnya.. Tak ayal jika kebiasaan itu masih terbawa hingga saat ini, mana mungkin bisa berubah secara instan dalam waktu yang sangat singkat. "Bagaimana ini... Apa Kak Tian akan meminta haknya sebagai suami malam ini?" gumamnya. "Aaakhrrr.... Tidak....!" Jangankan sampai benar-benar melakukan, memikirkannya saja Almira sungguh tak berani.
"Almira! Kau kenapa?!" Terdengar seruan Sebastian dari arah luar kamar mandi. Mungkin karena suara teriakan dari Almira yang mungkin tanpa sadar itu, hingga menyebabkan terdengar sampai ke luar kamar mandi. Mendengar pertanyaan Sebastian, membuat Almira reflek menggigit lidahnya.
"Tidak, Kak..! Aku tidak kenapa-kenapa, aku baik-baik saja!" teriak Almira.
"Lalu kenapa Kau berteriak?!"
"Tidak, ku kira.. ku kira aku melihat kecoak, ternyata bukan!" jawab Almira asal dengan berteriak kembali agar Sebastian dapat mendengarnya.
Dan benar saja, tak ada lagi suara dari Sebastian.
"Huuuft... Sebaiknya aku segera membersihkan diri saja," ucapnya, dan segera menyegerakan niatnya pergi ke kamar mandi.
Beberapa saat kemudian, Almira yang telah selesai dengan ritualnya pun keluar dari kamar mandi, dengan tubuh dan rambut yang basah oleh air. Akan tetapi, ternyata Almira bukannya keluar mengenakan pakaian yang diambilnya dari lemari tadi, melainkan keluar dengan memakai bathrobe yang dirinya temukan menggantung di gantungan dinding kamar mandi, dengan begitu Almira bisa sedikit bernafas lega karena tak mesti harus memakai yang katanya jaring yang disulap menyerupai pakaian namun kekurangan bahan.
Sementara Sebastian yang mendengar suara pintu dibuka, reflek mendongak dan mendapati Almira yang masih terdiam disana. Sebastian terus menatap Almira dengan tatapan yang sulit diartikan.
Almira yang merasa salah tingkah ditatap seperti itu oleh Sebastian, seketika berjalan cepat menuju tempat tidur dan langsung masuk ke dalam selimut.
Sementara Sebastian yang melihatnya jadi mengerutkan kening, merasa heran dengan apa yang diperbuat Almira. Sebastian pun segera bangkit dan berjalan mendekat kearah dimana Almira berada.
Sementara Almira yang mendengar suara langkah kaki mendekat, semakin mempererat selimut yang menutupi seluruh tubuhnya.
"Bangun," Terdengar Sebastian yang memerintah, yang diyakini Almira perintah tersebut ditujukan padanya.
"Tidak mau!" tolaknya.
"Kenapa?"
"Aku malu..!" jawab Almira dengan mengutarakan apa yang tengah dirasakannya saat ini.
"Malu? Malu kenapa?" tanya Sebastian lagi.
"Ya malu lah.. Pokoknya aku bilang malu, ya malu," ucap Almira yang masih setia berada di balik selimut.
"Al... Bangun! Jika Kau tak bangun juga, maka Kakak akan menarik mu," ancam Sebastian.
"Kakak mengancam ku?!" ucap Almira sembari membuka sedikit selimut yang hanya menampilkan matanya saja.
"Kakak tidak mengancam, Kakak hanya memberitahu. Tapi jika Kau berfikir seperti itu.. Maka benar, kata-kata Kakak akan menjadi sebuah ancaman jika Kau tetap tak bangun juga," ucap Sebastian.
"Tidak mau! Al tetap tidak mau!" Tolak Almira yang masih saja keukeh akan pendiriannya.
Bagaimana Almira tidak akan menolak, jika dirinya saat ini tengah memakai pakaian yang tak sesuai, dan itu sangatlah memalukan bagi Almira.
"Al, bangun!"
"Tidak mau!"
"Al...."
"Dibilangin tidak mau, ya tidak mau!"
"Satu!"
"Tidak!"
"Tiga!" Sebastian yang tanpa aba-aba langsung menarik selimut yang digunakan Almira.
Sementara Almira yang tak siap juga karena terkejut, reflek akan menarik selimut itu kembali. Akan tetapi diluar dugaan, Almira justru menarik tangan Sebastian yang menyebabkan Sebastian terjatuh tepat di atas tubuhnya. Yang dikarenakan juga Sebastian yang juga tak siap dan tak menduga Almira akan menarik tangannya, menyebabkan kejadian tersebut tak dapat terelakkan.
Tatapan keduanya pun bertemu, hingga beberapa saat, barulah Sebastian tersadar dan segera bangkit, itupun karena keluhan dari Almira yang mengatakan jika dirinya berat.
"Bangun!" perintah Sebastian lagi.
"Tapi...." Almira menghentikan ucapannya saat melihat tatapan tajam dari Sebastian.
Dan disinilah Almira dan Sebastian berada.. Yaitu Almira yang tengah duduk di salah satu kursi, dan Sebastian yang juga duduk tepat hadapannya.
"Kak... Pelan-pelan... Sakit..." ucap Almira dengan suara yang sedikit bergetar akibat goncangan yang dirinya terima dari Sebastian.
"Ini juga pelan-pelan... Sabarlah, sebentar lagi akan selesai," ucap Sebastian.
"Kak Tian selalu saja berkata seperti itu sedari tadi! Sudahlah, aku saja yang melakukannya," Almira berucap dengan ketus.
"Jika Kau bisa melakukannya sendiri.. Mengapa tidak sedari tadi saja! Lakukanlah! Aku akan melihatnya," ucap Sebastian.
"Ya sudah, mana sini handuknya," ketus Almira sembari memanyunkan bibirnya.
Sebastian pun segera menyerahkan handuk yang digunakannya untuk mengeringkan rambut Almira, kepada Almira.
"Tidak usah manyun-manyun seperti itu.. Kau lihatlah, karena Kau yang langsung tidur tanpa mengeringkan rambutmu terlebih dahulu, bantal yang Kau gunakan menjadi basah," tegur Sebastian sembari menunjuk bantal yang digunakan Almira tadi. "Dan lagi, apa Kau tak tau jika tidur dengan rambut basah akan menyebabkan sakit kepala?!"
"Tau Kakak... Tahu!" ucap Almira acuh tak acuh.
"Jika tahu mengapa tetap dilakukan?!" tegur Sebastian lagi.
"Mau gimana lagi, aku malu..." ucap Almira sembari melihat ke arah pakaian yang dikenakannya.
"Kenapa mesti malu?"
"Ayolah, Kak..! Kak Tian jangan menggodaku," Almira berucap dengan wajah cemberut.
"Dengar Almira." Sebastian men jeda sejenak ucapannya seraya menatap Almira dengan lekat, dia pun menghela nafas sebelum akhirnya kembali berucap, "aku sekarang adalah suamimu, jadi Kau tak perlu lagi merasa malu."
Sebastian berkata demikian mungkin dirinya ingin mencoba untuk mengalah dan menyingkirkan semua egonya walau itu hanya demi istrinya, Cassandra. Akan tetapi perasaan yang kini menderanya justru lebih dominan menggerogoti pikirannya.
Sebastian yang sibuk dengan pikirannya tiba-tiba dikejutkan dengan perkataan Almira yang mengatakan, "Kak, Kak Tian mengatakan semua itu.. Tidak akan meminta hak Kak Tian sebagai suami malam ini juga, bukan..? Kak__"
Pletak!
Sebastian menyentil dahi Almira sebelum Almira menyelesaikan ucapannya yang menurutnya tanpa filter itu.
"Kak Tian..!" Protes Almira dengan rengekan. "Kenapa Kak Tian suka sekali menyentil keningku..?!" ujarnya sembari mengelus keningnya.
"Salah sendiri! Kenapa berfikiran seperti itu?! Bocah ingusan pikirannya sudah ngelantur!"
"Aku bukan bocah ya.. Asal Kak Tian tahu itu! Usiaku sudah dua puluh lima tahun, jadi aku bukan bocah seperti yang Kak Tian katakan!" ucap Almira yang tak terima dikatai bocah.
"Ck, sudahlah, terserah padamu saja. Berdebat denganmu tak akan pernah ada habisnya," ucap Sebastian. "Sekarang aku akan berkata serius denganmu," lanjutnya. "Kita mulai pernikahan ini secara perlahan saja. Perlahan namun pasti. Demi Cassandra, kakakmu. Kita mulai dengan kita satu kamar dan tidur di tempat tidur yang sama. Apa Kau bersedia?" Sebastian bertanya, karena dirinya tak ingin dianggap egois dan mementingkan diri sendiri.
"Baiklah, aku setuju. Demi kak Sandra," ucap Almira dengan yakin tanpa sedikitpun merasa ragu. Akan tetapi, kelanjutan perkataan Almira membuat Sebastian tak urung untuk tak kembali menyentil jidatnya. "Tapi kan, Kak.., kak Sandra menginginkan seorang bayi.. apa kita bisa mewujudkannya hanya dengan sekedar tidur bersama?"
"Kak Tian!" protes Almira. "Senang sekali sepertinya menyentil dahi ku! Bisa-bisa dahi ku yang bagus ini jadi mirip ikan louhan, huuh!" Gerutunya.
"Salah sendiri!" Tukas Sebastian. "Dan untuk mengenai hal itu.. khem!!" Sebelum kembali melanjutkan ucapannya Sebastian berderham untuk menetralkan perasaannya. Karena apa yang akan diucapkannya, menurutnya adalah hal yang sensitif. "Tidaklah harus hari ini juga, masih ada malam-malam berikutnya," lanjutnya.
"Ya... Aku kan hanya bertanya..." sungut Almira. "Tapi tidak seharusnya Kak Tian menyentil keningku terus menerus!" lanjutnya yang kembali protes.
"Seandainya Kakak ingin melakukannya malam ini, memangnya Kau sudah siap?" tanya Sebastian, yang sebenarnya hanya ingin menggoda Almira, agar Almira tak terus mengoceh karena saat ini yang dirinya butuhkan adalah istirahat bukan debat. Karena selain lelah fisik, Sebastian juga merasakan lelah pikiran.
"Tidak!" jawaban spontan dari Almira.
Sebastian yang bersiap akan kembali menyentil Almira, diurungkannya karena Almira terlebih dahulu menutupi keningnya dengan tangannya.
"Dasar bocah!"
"Bocah-bocah begini, juga bisa bikin bocah," gumam Almira, yang samar-samar terdengar oleh telinga Sebastian namun tak begitu kentara.
"Kau bilang apa?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!