NovelToon NovelToon

Pasangan Panas Agen Rahasia

1. Agen Catty

"Cat, mulai berjalan ke arah Utara. Pintu kayu bobrok. Kau harus menyelamatkan 15 orang sandera itu dalam waktu 8 menit. Got it?" Suara berat dari seorang pria terdengar mengarahkan instruksi penyelamatan terdengar di telinga orang-orang yang sedang dalam misi penyelamatan.

"Hm, 5 menit cukup untuk ku," balas si perempuan pada seseorang yang berkomunikasi dengannya lewat earpiece.

"Sialan, harus kah kau begitu sombong, Cat?"

Terdengar keluhan kesal dari seberang sana. Sedangkan gadis yang dipanggil Catty itu hanya tersenyum kecil. Dia lupa bukan hanya dia dan pria yang memberi arahan tadi saja yang ada di lintas komunikasi mereka.

"Kau juga boleh sombong jika kau mampu, Jen," ujar nya ringan. Hanya terdengar decihan pelan sebagai balasan perkataannya. Lalu dia berbalik menghadap rekan se-timnya yang lain. Mengkoordinasi gerakan isyarat tangan penyelamatan tanpa suara. Setelah mendapat anggukan dari semua orang ia kembali berbalik ke depan, menarik kain yang tersampir di leher untuk menutupi setengah wajahnya dan merendahkan topi nya. Tangan mungil itu memegang pistol yang sudah dipasang peredam.

Kakinya mulai melangkah mengikuti arahan memimpin rekannya. Langkah ringan tanpa suara diikuti dengan 3 orang dibelakang. Saat matanya menangkap pintu kayu yang dimaksud, ia mengangkat lengan, mengisyaratkan untuk berhenti.

Catty membuka pintu kayu didepannya dengan perlahan. Memasuki ruangan itu dengan tangan yang memegang pistol dengan sigap. Indra penglihatannya menatap para sandera yang merupakan gadis muda dengan kisaran umur lima belasan.

Dia bisa melihat dengan jelas raut ketakutan yang ada di mata mereka. Dengan tangan yang diikat kebelakang dan mulut yang dilakban. Terdapat lebam yang mulai membiru di wajah setiap gadis ini. Ia memberi gestur pada mereka agar tetap tenang.

Rekan se-timnya mulai menuntun para sandera untuk keluar satu persatu, mengikuti arahan.

Mata abu-abu Catty yang tertutup kacamata menelusuri ruangan yang dipijaknya. Ruangan persegi kecil dengan dinding yang keseluruhannya ditutupi dengan kain hitam. Melihat tidak ada yang mencurigakan disini, dia membantu seorang gadis terakhir untuk keluar.

'Tunggu, kain hitam?' Dia mengernyitkan dahinya.

Ketika dia menyadari ada sesuatu yang salah, telinga nya mendengar desingan peluru yang menuju ke arah tempatnya berdiri.

"SIAL! TIARAP!" teriak nya pada semua orang.

'DOR! DOR!

Hanya tinggal dia dan gadis itu yang masih di dalam ruangan. Dia buru-buru duduk dan menolak gadis itu ke pada rekan setimnya.

"CAT!?"

"Apa yang terjadi, Cat?"

"Cat, katakan kau masih hidup bodoh!''

Suara ocehan dan teriakan terdengar menusuk telinga. Dia hampir saja mati, namun orang-orang di balik earpiece nya sungguh tak membiarkannya tenang.

Kepalanya menoleh kebelakang, namun lagi-lagi yang dilihatnya masih peluru yang menuju ke arah nya.

"Sialan." Meski mulut nya menyerapah keadaan, badan nya dengan gesit langsung berguling menghindari peluru yang datang dari balik kain hitam itu.

'DOR!' Matanya melotot ketika tembakan itu mampu membolongi dinding.

"James, kau tidak mengatakan keadaan ini, sialan," hardiknya pada seseorang di seberang earpiece sana.

Yang dikutuk hanya tertawa, sungguh serapahan ini menandakan bahwa teman nya masih dalam keadaan sehat dan aman.

"Bukan salah James, Catty. Apa yang bisa dia katakan tentang ruangan tempat penyekapan sandera?" ejek seorang perempuan dari seberang earpiece nya.

Dia tidak mempedulikan ocehan teman-temannya lagi. Tubuhnya dengan gesit segera berdiri dan menutup pintu. Menghalangi orang dibalik kain mengejar orangnya dan sandera yang sudah mereka selamatkan.

"Catty, apa yang kau lakukan?"

"Sialan, Cat. Jangan gegabah."

Catty melepaskan earpiece dari telinga nya dengan kesal mendengar ocehan teman-temannya.

Dia menghembuskan napas kesal, "Keluarlah, sialan."

'PROK PROK PROK'

Suara tepuk tangan pelan yang mengintimidasi terdengar seiring dengan jatuh nya kain hitam itu.

Ternyata, hanya sisi kanan dan kiri dari ruangan tempat nya berdiri yang merupakan dinding. Sedangkan sisanya, merupakan ruangan yang memanjang dengan pintu disebelah sisi sana. Ditengah sisi sana, duduk seorang wanita cantik yang dikelilingi 5 orang pria. "Mereka bahkan mengutus agen, huh?" tanya wanita itu dengan ekspresi meremehkan.

Mata Catty melihat ke arah wanita bergaun merah di seberang sana. Empat orang pria disekelilingnya berdiri tanpa senjata dan hanya satu yang memegang pistol. Mata gadis itu menajam. Ternyata, si sialan itu yang menembaknya. Pandangannya kembali fokus kepada wanita itu, "Kau pemimpinnya?", tanya nya to the point sambil menggaruk alisnya dengan malas.

"Ah, seorang wanita?" Alih-alih menjawab pertanyaannya, wanita itu malah kembali bertanya.

Catty mendongak menghembuskan napasnya. Ah, apakah ini sudah lewat dari 5 menit yang dijanjikannya pada Jennie? Dia benar-benar kesal sekarang, "Jawab, jangan menghabiskan waktu ku, Bitch."

Berbanding terbalik dengan Catty, wanita itu cukup tenang. Tangannya yang lentik meraih gelas yang berisi wine dengan anggun. Tatapan keduanya saling terjalin tanpa ada yang mau mengalah.

"Katakan, berapa harga mu?" tanya wanita itu padanya dengan nada rendah. Melihat yang ditanyai hanya diam, wanita itu kembali melanjutkan ucapannya, "Buka harga nya, aku akan membayar mu dan kembalikan para gadis itu. Anggap saja hari ini kau tidak pernah bertemu dengan mereka."

Catty menggerakkan giginya. Sial, apa wanita ini mengira dia agen bayaran? Apakah Catty terlihat semudah itu? Dia mendongakkan kepalanya lagi dengan tangan mengurut lehernya yang kaku. Rasa-rasanya tensi nya meningkat. Tangannya yang di pinggang segera meraih sesuatu di balik jaket nya dan melempar ke bahu pria yang memegang pistol.

"ARGHH!"

Tanpa sempat pria itu menyadari apa yang dilemparkan Catty, dia merasa lengan atas nya basah oleh darah. Genggamannya pada pistol melemah. Para pria yang tersisa segera mengambil pistol mereka bersiap menyerangnya.

Wanita yang duduk di tengah itu mendecih pelan, "Apa kau yakin kau tidak ingin menerima tawaranku?"

"Bagaimana jika aku yang menawarkan dulu padamu?" tanya Catty yang dijawab dengan gesture tangan wanita itu yang mempersilahkan.

"Serahkan dirimu. Yang lainnya, bisa kita bicarakan di sana."

Catty melihat wanita itu hanya tertawa kecil.

Tangan wanita itu dengan lihai menggoyangkan gelas wine-nya dengan tenang. "Apa kau kira aku tidak bisa bebas jika sudah masuk kesana?"

Catty mengangguk paham mendengar pertanyaan wanita itu. "Kalian memiliki orang dalam, bukan?"

Mendengar tawa wanita di depannya, Catty sudah bisa menebak jawabannya. Gadis itu kembali menunduk, menggaruk alisnya yang sama sekali tak gatal. Itu adalah ciri khasnya ketika sedang tidak sabaran, caranya menahan diri untuk tidak mengambil pistol dan menembak orang-orang ini hanya dikarenakan kesal. Mata abu-abunya kembali menyoroti wanita berbaju merah di depannya.

"Biar ku tebak, kasus human trafficking, transaksi narkoba minggu lalu di pelabuhan, dan penyelundupan senjata bulan yang lalu, itu perbuatan kalian, kan?"

*****

Nah loh, apa iniiii?

Seraaa oh Seraaa, mengapa dirimu tidak bisa menahan diri untuk mengetik cerita yang satu ini?

Tau ah, pokoknya mari kita terjun di lapak Catty si Agen Intel ini. Janlup follow akun aku, vote n komen biar si Catty makin banyak yang notice. Thanks gaiss.

Love u All,

Sera<3

2. Terimakasih, Nona Agen

Kembali, lagi dan lagi wanita di depannya tertawa dengan keras dan menyebalkan. Sangat menganggu indra pendengarannya.

Selagi wanita gila itu tertawa, Catty memperhatikan kembali ruangan itu. Ia menduga mereka masuk dari pintu di sebelah sana. Pantas saja, pintu yang dimasukinya tadi benar-benar kosong tanpa pengawasan. Dia memerhatikan dengan seksama pria-pria di depan sana, raut sangar dan badan kekar.

Selain pria yang menembaknya tadi, sepertinya sisanya hanya amatir. Lihat saja postur tubuh yang kaku itu.

Terdengar tepukan tangan dari wanita itu lagi, kali ini dengan sorot mata yang bersemangat. "Apakah kau benar-benar ingin mencari tau lebih dalam? Ku sarankan kau mundur lebih awal. Biar ku beri tahu, beberapa tahun yang lalu, apa itu lima tahun yang lalu?" ucap wanita itu menampilkan pose seolah-olah sedang berpikir, "Ada seorang polisi detektif yang mencari tau terlalu dalam tentang kami dan—"

Wanita itu menghentikan perkataan, namun tangannya membuat gestur menebas leher dengan ringan. Ada raut bahagia yang muncul dari matanya.

Pupil mata Catty bergetar. Tangan nya mengepal dengan mata yang memerah menahan amarah. Dia berdesis pelan, "Kalian yang membunuhnya?"

Melihat tatapan marah dari lawan bicara nya, wanita itu tersenyum kecil dengan bahu yang terangkat, "Who knows?"

"Sekarang pilihlah, kembalikan para gadis itu dan aku akan melepaskan mu dan rekan mu. Jujur saja, orang-orang ku bisa melumpuhkan mu dalam sekejap!"

Catty tertawa keras. "Benarkah? Ah, ini benar-benar menyebalkan, Jen." Ketika wanita di seberang sana menatap datar ke arahnya. Tangan Catty sudah meraih pistol nya—

'DOR! DOR! DOR!'

Selagi matanya bertatapan dengan wanita itu, pistol Catty telah melumpuhkan para pria di belakangnya tanpa sempat mereka melindungi diri. Terdengar teriakan kesakitan yang menyedihkan menggema dalam ruangan itu.

Bahu sang wanita bergetar marah, tangan nya meraih pistol yang jatuh di dekat kaki nya. Namun, sebelum jarinya sempat menarik pelatuk, terdengar suara ribut baling-baling helikopter dari luar sana.

"SIALAN KAU, JALANG!" makinya dengan mata yang memancarkan amarah. Setelah memaki, dia segera melarikan diri dari pintu yang berseberangan dengannya. Catty mengangguk pelan menerima makian tersebut tanpa mengejar nya. Jujur saja, dia orang yang hanya akan melakukan tugasnya dan malas harus mengurus hal lain yang di luar urusannya.

Beberapa orang dengan seragam yang sama masuk dengan tangan yang memegang senjata dan segera mengepung pria-pria yang ada di depan nya ini.

Ketika para anggota itu akan meringkus orang-orang yang tadi ditembak nya, dia mengangkat tangannya, meminta sedikit waktu.

Dia menatap para pria kuat didepannya, "Maaf karena sudah menembak kalian, setelah keluar dari penjara, carilah pekerjaan baik-baik, okay?" nasehatnya.

"Hei, gadis. Kau bisa menang dari kami karena mengandalkan senjata mu," ujar salah seorang dari mereka. Hm, tak terima kah diri mu kalah dari seorang gadis, maniez?

"Hooo, tentu saja. Aku tidak bodoh memberikan tubuhku untuk menjadi samsak hidup dan bertarung tanpa senjata," jawabnya ringan sambil melangkahkan kakinya keluar. Tangannya yang ramping membuka engsel pintu, namun sebelum menghilang dari balik pintu, dia kembali melihat ke dalam. "Hei, jika 3 lawan satu aku masih yakin bisa menang walaupun tanpa senjata, kau tahu?" katanya dengan bibir yang tersungging, jelas sekali tak mau mengalah.

*****

"Hei, gadis gila yang disana," teriak seorang perempuan berambut pirang dari kejauhan.

Catty yang baru saja keluar dari gedung tempatnya melakukan penyelamatan melihat siapa yang berani mengatainya.

"Janessa," panggilnya lelah. Itu adalah wanita yang sama dengan yang ia panggil 'Jenie' saat sedang dalam misi.

Namun, yang dipanggil hanya berjalan dengan rusuh ke arahnya. Tangan nya dengan semangat menjambak rambut Catty. "Apa kau sudah gila?!" teriaknya tepat di telinga Catty.

"Jen, hold on. Bisakah kita berbicara tanpa melibatkan fisik?" tanya Catty sambil menyelamatkan rambutnya, mencoba melepaskan tangan temannya itu.

"Tanpa melibatkan fisik katamu?" tanya nya lagi masih dengan nada yang menyakitkan untuk telinga Catty.

Namun, tangan Janessa enggan melepaskan rambut temannya itu. Muka nya memberengut kesal, "Katakan apa kesalahan mu, Nona Catty yang terhormat?"

Catty meringis kesal. Lihatlah, apa kalian pernah mendapatkan teman yang seperti ini? Apa dosanya di kehidupan yang lalu sehingga mendapatkan teman yang begini?

"Okay, aku gegabah," jawab nya mengalah. Lalu tangannya dengan paksa melepaskan jambakan di rambut nya. Jari-jarinya segera mengelus bagian yang terasa perih.

Temannya, Janessa, menyilangkan tangannya di depan dada. "Apa kau bersalah?" tanya gadis pirang itu lagi.

"Ya," jawab Catty dengan pasrah.

"Apa aku salah menafsirkan bahwa wajah mu itu merupakan bentuk rasa bersalah?" pekik Janessa kesal saat melihat raut wajah menyebalkan temannya.

Catty segera mengendalikan ekspresi wajahnya dan menundukkan kepalanya. Janessa memekik kesal sekali lagi, tau bahwa wajah itu hanya dibuat-buat.

"Aku menyerah padamu, Bitch. Selesaikan laporan mu sendiri. Persiapkan dirimu untuk menemui Mr. Hans."

"Ah, Jen. Kau tega? Bukankah aku kembali memakai earpiece? "

"Lihatlah, kesalahan mu bukan hanya satu, bodoh," maki Janessa dengan kesabaran setipis tisu padanya, lalu berjalan ke arah kelompok gadis yang tadi ia selamatkan.

Catty menatap sebal pada Janessa yang melenggang begitu saja setelah menjambaknya. Sungguh, merupakan cobaan berat untuknya dalam berteman. Tangannya menyugar rambutnya lalu menjepit dengan jedai. Seorang agen wanita menghampiri nya, membantu melepaskan perlengkapan tugas lapangannya.

"Kau selalu hebat, Catty," puji agen itu.

Catty tersenyum kecil dan membalas singkat, "Thanks."

"Jenie, hanya mengkhawatirkan mu," ujar nya lagi. Ketara jika tadi dia mendengar perdebatan nya dengan Janessa.

Catty mendengus sebal, tentu saja dia tahu. Tapi, apa yang harus dikhawatirkan? Ini adalah pekerjaan yang selalu mereka lakukan. Ia menggaruk kepalanya dan bertanya, "Menurutmu apa saja kesalahan ku?"

Yang ditanyai hanya tersenyum kecil, tangan nya mengosongkan peluru dari senjata api nya. "Kau menghentikan sambungan komunikasi dengan tim, melenceng dari tujuan awal, dan memakai senjata mu?" jawab agen itu sambil merincikan kesalahan nya satu persatu. "Namun, Mr.Hans tetap akan mencari tambahan lain untuk kesalahan mu," katanya sambil tertawa kecil.

Catty mendongak dan memejamkan matanya. Sial, ini lah apa yang ditakutkan nya. Kesalahannya bukan apa-apa karena dia memiliki alasan dan jawaban yang diperlukan. Namun, kesalahan yang dibuat-buat oleh atasan gila nya itu yang akan mempersulit kehidupannya.

"Selesai, Miss. Semoga lancar dengan pertarungan mu dan Mr.Hans."

Catty hanya mengangguk ringan sambil mengaminkan dengan serius dalam hatinya. Ia hanya bisa memijat dahi nya kesal, lalu berjalan ke arah rekan tim yang bertugas dengan nya barusan.

"Alex, selesaikan laporannya, okay?" perintah Catty pada pria itu yang mendapat anggukan. Kemudian, ketiga nya segera berlalu dari hadapan nya.

Catty juga akan segera pergi ke mobilnya jika saja tidak ada tangan yang tiba-tiba menarik lengan jaketnya yang membuatnya menoleh kebelakang. Alis yang terukir indah itu terangkat sebelah ketika melihat beberapa gadis yang tadi diselamatkan nya.

"T-terimakasih, Nona."

"A-aku juga." timpal gadis lainnya.

Satu persatu dari mereka berterima kasih dengan air mata yang bercucuran yang menyedihkan. Penderitaan mereka selama dua Minggu ini, keluar bersamaan air mata mereka.

******

Gong banget mba Catty, troublemaker aslinya yaa. Mari kita lihat bagaimana sepak terjang mba Catty di episode selanjutnya. Nantikan lapak mba Catty dengan Follow akun aku, vote n komen cerita ini. Eitss kalau boleh di share-share dong biar makin rame.

Love u All,

Sera<3

3. Laporan

'BRAK!!'

Catty mengerjapkan mata nya beberapa kali. Postur tubuhnya tegap dengan tangan yang ditakutkan di belakang.

"LIBURAN? LIBURAN KATAMU, CAT?!" hardik seorang pria di depan wajahnya.

"Ya, Sir." Angguk gadis yang baru saja diteriaki dengan yakin tanpa mengedipkan matanya. Di belakangnya ada anggota agen yang menjadi rekan setimnya dalam tugas kemarin.

Berbeda dengan raut Catty yang tenang dan tak takut apapun, orang-orang dibelakangnya bisa dipastikan mengalami syok ringan tiap kali atasan mereka meneriaki senior gila di depan mereka ini. Siapapun anggota yang terjun lapangan bersama Catty, sudah dipastikan untuk menyiapkan mental ketika menyerahkan laporan.

Pria itu mengangguk sembari merenggut rambutnya. "Wah, aku benar-benar naik darah kali ini."

"Kau, apa kau tahu kesalahan mu?" tanya pria itu lagi. Jarinya menunjuk Catty dengan lurus, mempertanyakan kesalahan gadis di depannya.

Catty menipiskan bibirnya. Sangat sial. Sejak kemarin, dia selalu ditanyai tentang kesalahannya. Namun, dia tetap mengangguk tegas dan menjawab, "Tentu, Sir."

"Baiklah, aku ingin mendengar alasannya. Sebaiknya kau menyiapkan alasannya dengan baik sebelum laporan mu aku serahkan ke dewan tinggi." Mr.Hanz memijat pelipisnya pelan. Dia harus segera bertanya duluan sebelum perempuan di depannya ini mengoceh berbagai macam alasan untuk menghindari hukuman.

Catty tersenyum kecil. Tau dengan baik bahwa atasannya ini akan selalu menyelamatkannya jika sudah berhubungan dengan dewan tinggi. Tangannya yang dibelakang mengacungkan jempolnya pada junior-juniornya yang pasti ketar-ketir dengan teriakan orang tua di depannya.

"Bagaimana dengan pemakaian senjata, Cat? Aku sudah melihat para pria itu. Mereka tidak bisa menggunakan senjata dan hanya bisa bertarung."

"Awalnya aku hanya membalas pria yang lebih dulu menembak ku, Sir."

Mr. Hanz menarik napas lelah, "Apa kau sedang dalam ajang balas dendam, Cat?"

Yang ditanyai hanya mengendikkan bahu nya tak mau tahu. Ayolah, apakah kau akan diam seperti patung saat ada orang yang akan membunuhmu? Berpura-pura lapang dada dan membiarkannya? Hei man, dia tidak sebaik itu.

"Lalu, bagaimana empat lain nya?"

"Well, kesalahan teknis," ujar Catty dengan mata yang bahkan tak berani menatap langsung lawan bicaranya. Mengundang tawa kecil dari belakangnya.

Kali ini Mr. Hanz mengerutkan dahinya. "Jangan bercanda. Apa kau bahkan tidak bisa membedakan mereka? Kau mempermainkan ku, Cat?"

Catty menggigit bibirnya, menatap Mr.hanz dengan mata yang memelas. "Oh, ayolah, Sir."

"Sudah ku ingatkan berkali-kali, Cat. Jangan bawa perasaan pribadi mu saat bertugas." Pria itu menghembuskan napas ketika melihat Catty yang menunduk kan kepalanya.

Dia sangat paham, kenapa Catty dengan sembrono memakai senjata nya. Catty agen inti di bawah naungannya, lulusan terbaik di angkatan nya. Dia mengenal gadis ini dengan baik. Tidak akan sembarangan bertindak impulsif jika bukan karena seseorang telah menyentuh batasnya.

"Lalu, masalah menghentikan komunikasi. Kau tidak bisa bertindak sembarangan ketika kau bertugas dengan tim, Catty," peringat pria itu pada gadis yang sudah dianggap seperti anaknya sendiri.

"I know, Sir. Tapi bukankah aku—" cicit nya.

"Ya, aku tau. Kau ingin mengatakan kau menyambung nya kembali lalu mendapat kan informasi penting bukan?"

"GOTCHA!" seru Catty dengan jari yang membentuk seperti pistol dan menembak Mr. Hanz.

'Tuhan, apakah aku sudah hidup terlalu lama?' ringis Hanz dalam hatinya. Dia benar-benar kehilangan kata-kata untuk menghadapi gadis didepannya ini. "Lanjutkan," suruh nya sambil memijat dahinya lagi.

"Oh, God! Aku benar-benar kesal, Sir. Apakah gayaku terlalu murahan untuk dikira agen bayaran?" seru Catty yang akhirnya bisa meluapkan kekesalannya terhadap kejadian kemarin. Postur tubuh yang awalnya tegap dalam posisi istirahat, kini menjadi bertekuk pinggang.

"Lalu apakah dia pikir aku mau dibayar? Apa aku semudah itu?" tanyanya lagi pada orang-orang dalam ruangan dengan wajah yang sangat tersakiti.

Mr.Hanz yang melihat para junior tidak mampu menghadapi perubahan suasana di ruangannya segera menghentikan Catty. "Stop, Cat. Kau tidak perlu curhat disini. Cukup katakan poin nya saja."

Catty mengerjapkan matanya, "Ah, benar. Maafkan aku," ucapnya pada junior-juniornya yang masih saja terperangah.

"Kalian sudah boleh keluar," ujar Mr.Hanz mempersilahkan.

Catty mengangguk pada mereka, mengizinkan mereka keluar lebih dulu meninggalkan ia dan Mr.Hanz dalam ruangan. Setelah kepergian juniornya, dia dengan semangat menatap kembali atasannya. Melanjutkan kembali cerita yang merangkap laporan. Dimulai dengan tersambung nya kembali earpiece nya ketika dia berpura-pura mengurut lehernya dan mengambil pisau dari balik jaket nya untuk mengalihkan perhatian mereka.

******

"Aku tidak tahu pasti, tapi feeling ku mengatakan jika polisi yang dimaksud Wanita itu pasti Ayahku, Sir," tekan Catty pada Mr.Hanz.

Tidak banyak yang tau tentang keluarganya. Dari segelintir banyaknya manusia disekitarnya, Mr.Hanz menjadi salah satunya. Atasannya ini mengetahui alasan nya memasuki sekolah agen dan mendidik Catty menjadi yang terbaik di angkatan nya.

"Jangan terburu-buru dulu, Cat. Aku akan membantumu memastikan kembali siapa saja anggota kepolisian yang pernah berhubungan dengan mereka," ujar Mr.Hanz menenangkan anak didiknya.

Catty mengangguk pasrah.

"Keluarlah, masih banyak yang harus aku kerjakan. Kau selalu membuat ku bekerja ekstra, Gadis nakal," usir nya pada Catty.

Catty hanya tertawa kecil menimpali usiran terhadapnya. Dia segera beranjak dari kursinya dan melangkah ke pintu. Tangannya sudah hampir menarik daun pintu jika saja seruan pria itu menghentikan nya.

"Ah, Catty. Liburan mu hanya tiga hari. Aku tidak menerima bantahan. Anggap saja ini merupakan kebaikan hati ku."

"What the—?!" sungguh bola mata Catty hampir keluar dari rongganya. Tiga hari? Tiga hari katanya?

"Aku memotong dari hukuman mu, Cat! Kau boleh memperjuangkan hari libur mu jika kau mau."

"Ha.ha.ha" Catty tersenyum lebar. "Tentu saja aku tidak akan menolak, Sir. Kau memahami ku bukan?" Percayalah, hanya bibirnya saja yang tersenyum. Hatinya? Jangan tanyakan. Sangat jengkel.

Mr. Hanz mengangguk, "Sangat paham, Cat!" tekan nya lagi. Lalu tangannya mempersilahkan anak didik nya untuk keluar, "Jangan lupa tutup kembali pintunya."

Catty tersenyum lagi lalu melanjutkan langkahnya yang sempat tertahan.

'BRAK!'

Hempasan kasar pada pintu membuat pria yang di dalam ruangan memejamkan matanya dengan pasrah. Dia sangat tau jika itu bentuk kekesalan Catty yang tidak disuarakan kepadanya. Apa gadis itu pikir hanya dia yang kesal? Tentu saja orang tua ini juga. Bayangkan bagaimana dia harus terus-menerus membela gadis itu di depan para dewan. Benar-benar membuatnya mati berdiri.

Ah, sudahlah. Memangnya jika bukan orang tua ini yang membela gadis itu, siapa lagi?

******

Catty menyeruput kopi dingin nya dengan kuat. Ketara sekali jika dia sedang kesal. Atasannya benar-benar gila. Apa yang harus dia lakukan dengan libur yang hanya tiga hari?

Ddrrrrrtt Ddrrrrrtt

Janessa is calling you....

Tangannya meraih handphone nya dengan kasar dan mengusap layar nya ke icon bewarna hijau, "Hm?" sapanya pada seseorang di seberang sambungan.

"....."

"Aku di cafetaria,"

"....."

"Hm, kemarilah," ujar nya lalu menutup sambungan telepon.

******

Cuss buru follow, vote n komen di lapak ini.

Love u All,

Kak Sera<3

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!