Hidung mancung dengan bola mata berwarna coklat dan alis yang cukup tebal membuat lelaki itu terlihat sempurna, juga dengan kulit bersih dan gagahnya membuat setiap para wanita meleleh. Belum lagi, kekayaan yang melimpah bahkan sampai tujuh turunan pun tidak akan habis. Namanya juga dikenal baik didalam negeri maupun luar negeri. Banyak wanita berprofesi sebagai model yang selalu mendekat dan mengincar ketampanan,kekayaan bahkan ketenerannya. Sesempurna itukah??
Namanya adalah VARLENDO ALAN MAHENDRA.
ya, kalau menceritakan keluarga Mahendra memang tidak ada habisnya, ayah dan ibunya yang sangat cantik dan tampan sudah banyak dikenal orang dan banyak disegani orang-orang.
Alan Mahendra, sangat disegani dalam bisnisnya lebih dikenalnya sangat sadis. Tak ada yang bisa bermain-main dengannya. Tetapi itu menjadi daya tarik para investor untuk bergabung dengan perusahaannya.
"Sudah bangun?" tanya wanita sang ibunda Alan. TALIA MAHENDRA.
"Sudah mah." Jawabnya dengan posisi masih memeluk ibundanya.
"Jangan kelamaan. Punya papahtu." Celetuk seorang lelaki yaitu ayahnya Alan. RONALD GIANT MAHENDRA.
"Selamat pagi semuanya... kebiasaan. Kakak selalu saja meluk mama. Makanya cepat nikah sana udah umur 26 juga. Mpptttt." Ucap seorang gadis berumur 17th dengan menahan tawa. Namanya Manda Mahendra, anak kedua dari nyonya Talian dan tuan Ronald.
"Sirik aja. " Jawab Alan lalu menggetok kepala Manda yang membuatnya marah. Karena kesal Manda hendak memukul Alan, tetapi Alan dengan cepat berlari.
Bagi Talia dan Ronald, sudah biasa melihat keduanya bertengkar. Memang sangat menghangatkan keluarga.
...
15menit kemudian, Alan sudah tepat berada di depan perusahaannya. Setiap pagi, Prita yang merupakan sekretarisnya setia menunggu bosnya itu.
Alan berjalan memasuki kantornya, aura kepemimpinannya sangat terasa, setiap pegawai yang berpapasan dengannya selalu berkeringat dingin dan memberikan hormat. Apakah dia se seram itu?
Prita sekretarisnya mulai membukakan pintu ruangan Alan , itu merupakan kebiasaan paginya. Diruangan itu hanya ada Alan,Prita dan Ramon tangan kanannya Alan.
Alan duduk dikursi kebanggaannya, sedangkan Prita bersiap membacakan kegiatannya hari ini.
"Untuk hari ini ada berkas yang harus ditandatangani, pukul 10 pagi akan ada rapat mengenai produk baru, pukul 1 siang bertemu dengan kolega bisnis kita Pak Harun." Jelas Prita.
"hmm." Jawab Alan mengerti.
"Pak, hari ini nona Melisa mengundang bapak untuk makan siang dengannya. " Ucap Prita yang tidak di jawab sepatah katapun. Prita sudah bekerja cukup lama, jadi Prita sudah mengenal sikap bosnya itu.
"Pak? ada yang bisa saya bantu pak?" tanya Prita mengagetkan Alan.
"Prita, apa benar para karyawan mengeluh ingin liburan?"
Sontak mata prita membulat, begitupun dengan Ramon. Apa benar ini memang Alan tuan muda mereka? Sejak kapan ia peduli tentang karyawannya, dan sejak kapan ia mengetahui berita itu?
Banyak sekali pertanyaan yang ada pada fikiran Prita.
"Prita." Tegur Alan mengagetkan lamunan Prita.
"Eh, iya pak. Benar pak, para pegawai sudah lama tidak berlibur. " Jawab Prita seadanya.
"Baiklah. Beritahu mereka 3 hari lagi kita akan berlibur kepantai. Semua kendaran dan penginapan ditanggung perusahaan. Anggap saja itu bonus karena kalian telah bekerja keras."
"Baik pak." Jawab Prita yang menyembunyikan ketidak percayaannya.
Setelahnya, Prita memberitahukan informasi itu kepada karyawan lainnya. Mendengar itu membuat keadaan sedikit ricuh karna terlalu tidak percayanya dan gembira.
Bagaimana mungkin Alan bisa bersikap seperti itu?
Tentu saja bukan dari dorongan dirinya sendiri, itu karena ibundanya Alan memaksa untuk mengajak para karyawannya pergi berlibur. Karna Talia tahu, kalau sikap dingin Alan membuat seisi perusahaan tegang.
Tepat pukul 10 pagi, yaitu sudah waktunya untuk rapat. Semuanya sudah bersiap di ruang rapat. Alan melangkahkan kakikanya dengan tegap membuat kharismanya bertambah dan aura kepemimpinannya yang menguasai setiap langkahnya. Semua yang ada diruangan rapat berdiri dan berkeringat dingin seakan melihat singa yang sangat garang.
Seseorang mulai membuka rapatnya dengan sangat hati-hati, lalu bergantian mempresentasikan satu persatu.
Rapat telah selesai, akhirnya para pegawai dapat membuang nafasnya dengan lega.
Alan mulai berjalan dan kembali ke ruangannya. Ditengah perjalanan tiba-tiba seorang wanita cantik merangkul lengannya dengan manja.
"Sayang, kenapa kamu tidak menjawab panggilanku?" ucap manja wanita itu.
"Ponselku sengaja kumatikan. Aku sedang rapat."
"Ohh.. baiklah. oh ya, apa Prita sudah memberitahumu aku mengajakmu makan siang?"
"ya, ayo." Jawabnya.
Yap, Melisa adalah pacar dari seorang Alan Mahendra. Dia adalah model papan atas. Melisa berparas cantik dan tubuhnya yang bagus, memang terlihat cocok dengan Alan. Tetapi hampir semua karyawannya tidak menyukai Melisa, memang di media terlihat sangat baik, tetapi kenyataanya sangat manja dan emosi.
...
Mereka berjalan di sebuah restoran, semua mata tertuju pada Alan. Pesonanya memang tak tertandingi. Bagaimana tidak, penampilannya yang sangat tampan dan berkharisma itu membuat wanita berbisik dan menjerit melihatnya. Alan yang sadar akan pusat perhatiannya sudah terbiasa dengan itu.
Makanan sudah sampai di meja mereka, Alan yang sudah mulai lapar langsung memakannya. Tentunya Alan tidak suka membuang waktunya.
"Kenapa tidak makan? bukannya kamu yang mengajakku." Tanya Alan yang melihat Melisa tidak menyentuh makanan sedikitpun.
"Sayang, aku ingin tas ini."
"Bukannya 2 hari yang lalu sudah kubelikan untukmu?"
"Tapi aku mau yang ini."
"Yasudah pesan saja." Jawab Alan membuat tidak nafsu makan lagi. Sudah Alan tebak, Melisa mengajaknya makan hanya menginginkan sesuatu. Namun, dari pada harus berdebat, lebih baik Alan menuruti permintaannya.
"Ok. Nanti kamu transfer uangnya ya sayang." jelas Melisa.
"Berapa?"
"Hanya 25jt sayang."
"Ok" jawab Alan singkat. Bagi Alan uang bukanlah apa-apa.
Sebenarnya Alan sudah cukup muak dengan Melisa, hanya saja ini bukan waktu yang tepat untuk memutuskan hubungannya.
.
.
.
Hari dimana liburan karyawan ke pantai sudah tiba. Disana sudah terdapat 3 bus pariwisata untuk karyawannya Sedangkan Alan memakai mobil pribadinya dengan disupiri Ramon.
Perjalananpun Dimulai.
●Hutam Rimba
Disisi lain, ada sebuah hutan rimba. Tak disangka disana ada sebuah gubuk yang berpenghuni. Disana terdapat dua orang perempuan dan satu orang laki laki. Dan yang paling menarik adalah, salah satu dari wanita itu bola matanya berwarna biru yang sangat indah dan berkulit putih bersih.
"Cahyu, pergilah. Ibu sudah memberitahumu semuanya. Bukannya ibu sudah tidak mau bersamamu hanya saja lihatlah tubuh kami cahyu, sudah sangat tua. Nanti, jika ibu sudah tiada siapa yang akan merawatmu? dan siapa yang akan menemanimu?" Jelas ibu Marni yang sudah berumur 50th itu.
"Tapi bu, Sekar tidak ingin meninggalkan kalian." Ucap Gadis cantik itu yang berumur 20th.
"Jika cahyu sayang kami berdua, pergilah cari orang tua kandungmu. Bapa tahu orang tuamu pasti sangat merindukan mu dan menghawatirkanmu." Ucap Pak Agis suami bu Mirna yang berumur 55th.
"Tapi sekar tida tahu dimana orang tua kandung Sekar."
"Ambilah saputangan ini dan selalu pakai kalungmu. Itu adalah identitasmu sewaktu kami menyelamatkanmu saat berumur 6 bulan. Dan ingat Jangan tunjukan pada siapapun yang hatimu tidak percayai." Jelas pak Agis yang d jawab anggukan oleh Sekar.
"Kamu ingat jalan yang sudah bapak katakan padamu?"
"Iya pak, Sekar ingat. Kenapa bapak dan ibu tidak ikut sekar?" tanya Sekar yang dijawab pelukan bapak Agis kepada bu Mirna.
"Cahyu, kami senang bisa bersamamu.. sangat senang sekali. Kami merasakan bagaimana mempunyai seorang anak perempuan. Bukannya kami tidak mau ikut denganmu, hanya saja ada sesuatu hal yang tidak bisa bapak tinggalkan disini. Lagi pula, kami berdua sudah berjanji akan selalu bersama sehidup semati." Jelas pak Agis lalu mencium kening bu Mirna dan memeluknya.
Sekar yang mendengar dan melihat itu meneteskan air matanya, betapa terharu dia mendengar pernyataan dari pak Agis. Sekar merasa sangat beruntung bisa bertemu dengan mereka berdua. Ajaran dan didikan mereka sangatlah berarti bagi Sekar.
Sekar melangkah lalu memeluk mereka. Rasanya sangat berat meninggalkan mereka, tetapi ada hal penting yang harus Sekar lakukan yaitu mencari orang tua kandungnya. Sekar berpamitan lalu melangkah pergi.
"Tunggu cahyu." Ucap bu Mirna
"Iya bu."
"Ambil ini, ini adalah liontin berharga kami, jika kamu sudah sampai disana jual dan gunakan uangnya untuk mencari pekerjaan. Setelah itu, cari orang tuamu." Jelas bu Mirna yang lalu berbalik badan dan memeluk suaminya. Seolah tidak rela melihat anak kesayangannya harus pergi.
Air matanya terus mengalir, bagaimana tidak? Sekar adalah anak yang dibesarkannya dengan penuh kasih sayang. Meskipun Sekar bukan anak kandungnya, tetapi bu Mirna sangat menyayanginya.
"Bu, Pak saya pamit. Terimakasih." Ucap Sekar lalu berlari menahan tangisnya. Sekar tidak sanggup jika harus melihat bu Mirna dan pak Agis menangis. Hatinya terasa seakan tersayat-sayat sangat perih.
Sebenarnya, bu Mirna dan pak Agis adalah orang luar seperti biasa. Namun entah dengan alasan apa membuat mereka memilih untuk tinggal disebuah hutan. Bu Mirna selalu menceritakan seperti apa keadaan luar untuk membantu pengetahuan Sekar, karena mereka tahu pada umur 20th mereka harus melepas Sekar. Setidaknya ia bisa bertahan hidup diluar sana dengan sedikit bimbingan dari mereka.
Sekar terus berjalan menuruti perkataan bu Mirna dan pak Agis untuk keluar dari hutan itu.
"Gambar apa ini? " Sekar terus memandangi saputangan itu.
"Seperti huruf R&S. Kenapa ibu baru memberi saputangan ini sekarang?" Sekar terus berpikir dan memandangi saputangan itu hingga ia lupa kalau didepannya terdapat dua jalur. Yaitu, kanan dan kiri. Tanpa disengaja Sekar berjalan ke arah kanan, yang harusnya ia berjalan ke arah kiri.
Setelah berjalan cukup lama, Sekar memasukan kembali saputangannya tanpa menyadari kalau ia sudah berjalan di arah yang salah.
.
.
.
2 Jam sudah berlalu, akhirnya rombongan itu sampai di sebuah pantai. Semua karyawan bersuka ria berlarian menuju pesisir pantai. Banyak sekali kegiatan disana dan terbagi menjadi beberapa kubu. Ada yang sedang berfoto, bermain air, bermain pasir, berduaan, bahkan ada yang sedang memainkan kameranya untuk vlog you*tube mereka. Ada-ada saja. Ya, itu yang ada dipikiran Alan. Semua terlihat senang kecuali Alan. Seperti biasa, Alan tidak menunjukan ekspresi apapun, ia hanya memandang lurus jauhnya lautan.
Alan memutar tangannya untuk melihat jam yang ada di tangannya.
"Masih pukul satu siang. Ramon?"
"Iya tuan muda?"
"Kamu pantau terus situasi disini. Dan Prita suruh dia untuk mengatur semua karyawan. Saya pergi dulu." Jelas Alan.
"Baik tuan. Tuan hendak kemana?"
"Saya hanya berkeliling menikmati suasana pantai ini. Jika pukul 5 sore saya belum kembali. Kamu bisa mencari saya."
"Baik tuan."
Alan mulai melangkahkan kakinya, berjalan menyusuri pesisir pantai. Alan menarik napas dalam lalu mengeluarkannya pelan. Suasana inilah yang Alan sukai, tidak ramai. Deburan ombak yang menghantam bebatuan membuat ia semakin larut dalam pikirannya. Entah sampai kapan ia terus mengingat wanita itu. Sudah 3 tahun Alan berusaha untuk melupakannya, tetapi tetap Wanita itu selalu terlintas dipikiran Alan.
Namun tiba-tiba suara gonggongan an*jing membuyarkan pikirnnya, an*jing itu mulai mendekat. Tanpa berlama-lama Alan berlari secepat mungkin dengan tak tentu arah hingga menggiringnya masuk kedalam hutan.
Brukk!!
"Aww."
Alan menabrak seseorang.
"Tolong, cepat usir an*jing itu." Ucap Alan lalu diam di belakang orang itu.
Dengan cepat orang itu mengambil sebuah ranting yang ada disekitarnya. Lalu ia menggerakan ranting itu hingga membuat an*jing itu berfokus pada rantingnya. Dengan pelan ia menggerakan rantingnya lalu melemparnya sejauh mungkin.
Orang itu menarik tangan Alan lalu mengajaknya berlari. Hingga mereka sampai di tempat yang cukup aman untuk mereka berhenti.
"Hahahaha... kamu takut sama an*jing?" ucapnya dengan tak berhenti tertawa.
"Cihh" balas Alan yang tidak terima lalu pergi meninggalkan orang itu.
"Ehh ... mau kemana kamu. Dasar tidak tahu terimakasih!"
"Pergi. untuk apa juga saya disini."
"Memangnya tau jalannya? Nanti ketemu an*jing itu lagi baru tahu rasa lohhh....mppttt." Ucap orang itu menahan tawa.
Alan sejenak berpikir, benar juga perkataan orang ini. Bagaimana jika ia bertemu lagi dengan an*jing sialan itu.
"Sini ikut aku." Ucap orang itu lalu menarik tangan Alan.
"Lepas. Gak usah pegang tangan. Bisa jalan sendiri. Dasar, cari-cari kesempatan." Jawab Alan ketus.
"Ka-kamu ya.. ditolongin juga. Yaudah terserah." Ucap orang itu kesal lalu meninggalkan Alan.
"Ehh.. tunggu!" jelas Alan lalu mengikutinya dari belakang.
Setelah berjalan cukup lama akhirnya mereka keluar dari hutan itu. Alan yang merasa sudah tidak terancam memilih meninggalkan orang itu.
"Ehhhh.. kamu! Mau kemana? Tunggu.. aw." Ucap orang itu lalu terjatuh.
Sebenarnya Alan tidak ingin memperdulikannya, tapi mengingat dia sudah menolongnya akhirnya Alan membalikkan badannya. Ia tidak mau berhutang budi sedikitpun dan pada siapapun.
"Kamu-" ucapan Alan terpotong ketika matanya tertuju pada bola mata yang berwarna biru. Ya benar, dia adalah Sekar.
Pikiran Alan berhenti sejenak.
(Mata yang indah)
Hanya kalimat itu yang ada dipikrannya.
"Apaa!!!"
"Ti-tidak apa-apa. Ngapain disitu."
"Lagi tiduran."
"Ngapain tiduran disana."
"Ya ampun..orang ini. sudahlah." Ucap Sekar kesal lalu berdiri hendak pergi.
"Mau kemana kamu?" tanya Alan
"Pergilah. Ngapain disini dengan orang aneh."
"Apa katamu?"
"Anehhhhhh Wleee..." jawab sekar dengan ledeknnya menjulurkan lidah.
"Ka-kamu!! Awas kamu! Cih."
Sekar berbalik dan kembali berjalan. Sedangkan Alan masih menahan emosinya.
Namun setelah beberapa langkah tiba-tiba sekar berhenti dan memegang kepalanya, beberapa detik kemudian dia tidak ingat apa yang terjadi setelah itu.
"Hey, kenapa lagi? jangan tiduran disana." Ucap Alan.
"Hey, sudahlah jangan bersandiwara. Aku tidak akan menolongmu." Tambah Alan lalu berbalik dan mulai melangkah pergi. Sesekali Alan melihat kebelakang.
"Masih pura-pura juga dia. Atau-" Alan berpikir sejenak lalu kembali dan berlari menuju Sekar.
"Hey, hey, bangun!" Ucap Alan dengan menepuk-nepuk pipi Sekar.
Karena tidak kunjung sadar, akhirnya mau tidak mau Alan menggendong Sekar menuju tempatnya.
Jam sudah menunjukan pukul 16.58 WIB, tetapi Alan belum juga kembali. Ramon menghawatirkan tuan mudanya, ia terus berjalan mondar-mandir bolak-balik.
"Aduh, Ramon. Diamlah, kau membuatku pusing." Ucap Prita dengan posisi tangan memegang kepalanya.
"Saya sangat cemas, kenapa tuan muda belum juga kembali."
"Kalau begitu ayo kita mencarinya."
"Tidak bisa. Masih ada waktu dua menit lagi. Tuan hanya memperbolehkanku mencarinya ketika sudah pukul 5 sore."
"Yasudah kita tunggu 2 menit lagi. " Ucap Prita dijawab anggukan oleh Ramon.
Ramon terus melihat jam tangannya, hingga saatnya tiba yaitu dua menit telah berlalu. Mengetahuinya Ramon bergegas melangkah hendak mencari Alan bersama Prita.
Baru beberapa langkah Ramon akhirnya melihat tuan mudanya. Tetapi ada yang berbeda, kenapa tuan mudanya tidak sendirian.
"Tuan muda." Ucap Ramon lalu memberi hormat dan diikuti oleh Prita.
"Cepat bantu saya. Prita kamu ambilkan obat P3k."
"Baik pak."
Alan memasuki ruangan kamarnya dan meletakkan Sekar diatas sofanya.
"Merepotkan." Lirih Alan.
"Prita tolong kamu urus dia, pinjamkan bajumu. Apa-apaan dia memakai baju aneh seperti itu." Lanjut Alan lalu pergi meninggalkannya.
"Baik pak."
...
Tak terasa hari sudah malam, Alan terus memandang luasnya lautan, sekali-kali ia menghembuskan nafas beratnya. Dan lagi-lagi pikirannya dipenuhi dengan wanita itu. Wanita yang meninggalkannya disaat Alan akan menikah dengannya satu bulan lagi. Wanita itu tiba-tiba menghilang entah kemana, dan hanya meninggalkan sebuah surat yang berisi.
'Maaf. Aku baik-baik saja. Jangan khawatir.'
Sampai sekarang tidak ada kabar lagi tentangnya. Bagaikan lenyap ditelan bumi.
"Weyy Broo." Ucap Gilang mengagetkan Alan.
"Apaansi lo. Gak bisa pelan-pelan apa." Jawab Alan.
"Eitss tenang bro." Jelas Gilang.
"Sedang apa kalian disini." Tanya Alan dingin.
"Yaelah gitu amat sama sahabat lo sendiri. Kita sengaja kesini, eh lo kenapa gak ajak gue , Gilang sama Reyhan? Tega amat lu." Ucap Bagas.
"Males. Oh ya, si Reyhan kemana? Gak ikut kalian?" tanya Alan.
"Masih banyak urusan dia diperusahaannya. Sok sibuk." Jawab Bagas.
"Lo kenapa lagi, lo pasti lagi mikirin cewe itu. Udah lah, gue tau perasaan lo. Tapi lo juga gak bisa terus begini Al." Ucap Gilang.
"Tapi gue juga gak bisa lupain dia. Gue udah berusaha mengalihkan perhatian gue pada Melisa. Tapi percuma, itu sia-sia semakin gue berusaha semakin sulit untuk melupakan. Dan tentang Melisa, gue akan segera putusin dia. Gue udah gak tahan dengan sikapnya yang selalu mengatasnamakan nama gue." Jelas Alan.
"Gila lo." Ucap Gilang.
...
Bagas, Gilang dan Rey adalah sahabat Alan. Mereka tumbuh bersama dari kecil sampai saat ini. Persahabatan mereka sangat erat.
Mereka berempat adalah pria-pria tampan yang banyak diincar wanita.
Bagas, banyak digilai wanita dan paling pintar merayu.
Sedangkan Gilang, paling banyak digemari wanita dengan ketampanannya dan mudah bergaul.
Lalu Reyhan, orang yang paling kalem dan dewasa diantara mereka berempat. Meski banyak wanita yang mendekatinya Reyhan belum pernah jatuh cinta atau memacarinya.
Dan Alan, paling sempurna diantara mereka. Hanya saja sikapnya yang terlalu dingin,cuek, dan belum bisa move on dari kenangannya. Tetapi dia adalah orang yang paling peduli kepada orang terdekatnya.
...
"Kenapa nona ini belum bangun?" ucap Prita.
"Nona, permisi, bangun non." Sambung Prita berusaha membangunkan Sekar.
"Mmm.. dimana aku?" ucap Sekar yang masih merasa lemas.
"Akhirnya bangun juga ... Matanya-" pekik Prita terkejut.
"Kamu siapa?"
"Saya sekretrisnya Pak Alan."
"Sekretaris? "
"Iyaa.. mata nona sangat indah."
"Terimakasih."
"Sama-sama nona."
"Oh ya, dimana barang barang saya?"
"Ini nona. Saya memasukannya kedalam tas. Ambilah aku berikan untukmu."
"Wahh.. terimakasih.. kamu baik sekali. Aku terima ya." Ucap Sekar senang dan dijawab anggukan oleh Prita.
"Hmm.. boleh aku membersihkan badanku dulu? Ini sangat tidak nyaman."
"Baiklah nona."
"Dimana jambannya?"
"Jam-******?" jawab Prita bingung.
"Ohh itu mm... toilet ya toilet.. kamar mandi." Jelas Sekar malu.
"Oh .. kamar mandinya ada disana. Dan ini pakaian untukmu."
"Terimakasih."
Sekar berjalan menuju kamar mandi. Sekar mulai membuka pintu, Sekar cukup kaget apakah ini yang dinamakan kamar mandi? Kenapa sangat bagus. Itu yang ada dipikirannya saat ini. Sekar dengan pelan memasukinya dan melihat lihat. Disana terdapat sabun, sikat gigi, dan shampo. Sekar sudah tidak asing dengan benda itu. Sekar terus mengotak ngatik apapun yang ada didalam sana, bagaimanapun juga Sekar harus belajar sedikit demi sedikit yang ada diluaran sini.
"Apa ini?" pikir Sekar lalu memutar benda itu.
"Aaaaaaaa-" teriak sekar kaget.
Prita yang mendengar jeritan Sekar bergegas mendekat pintu.
"Ada apa nona?" teriak Prita dibelakang pintu.
"tidak tidak ada apa-apa." Balas Sekar.
"Yaampun ternyata bisa ada hujan didalam sini. Mesin ini cukup canggih juga." Ucap Sekar pelan diiringi tawa lecilnya ... (Shower)
Beberapa menit kemudian....
"Nona? Apa nona tidak apa-apa? kenapa lama sekali."
"Tidak apa-apa sebentar lagi. Oh ya apa kamu bisa masuk?"
"Baiklah. Tapi buka dulu kuncinya nona."
"Oh ya baik-baik." Balas Sekar lalu membuka kuncinya.
"Ada apa nona?"
"Eumm.. bagaimana cara memakai ini? Kenapa celana dan bajunya terhubung?" tanya Sekar polos dengan masih memakai handuk.
"Yaampun saya kira ada apa. Begini nona." Prita menjelaskan bagaimana cara memakainya.
"Baiklah kamu keluar akan saya coba." Balas Sekar.
Prita melangkah keluar dengan kebingungan. Apa yang terjadi sebenarnya?
Sekar telah selesai, Sekar keluar dari kamar mandi dengan keadaan rambut basah yang masih acak-acakan.
"Kemari nona biar saya rapihkan."
"Baik terimakasih. Jangan panggil aku nona, panggil saja Sekar."
Prita dengan telaten menyisir rambut Sekar yang indah itu. Rambutnya berwarna hitam sedikit kecoklatan, sangat cocok dengan wajahnya. Wajahnya semakin terlihat sangat putih dengan rambut berwarna itu. Apalagi matanya, matanya yang biru seakan membuat tenang yang melihat.
"Ehh mau kamu apakan rambutku?" tanya Sekar.
"Saya akan mengeringkan rambut nona, eh Sekar.. dengan hair dryer ini."
"Ohmm.. iya. Mesin yang bagus." Balas Sekar membuat Prita kebingungan.
Prita merapikan rambut Sekar, Prita membuat gaya rambut cepol pada Sekar dengan bagian depan yang sengaja tidak terlaru rapih agar terlihat lebih Natural.. Sangat cocok sekali dengan memakai baju overoll jeans dan kaos pendek putih polos.
"Sempurna." Ucap Prita dengan terkagum.
"Wahh kamu pintar sekali ... saya suka. Terimakasih."
"Sama-sama."
"Boleh aku keluar jalan-jalan?"
"Silahkan."
Sekar berjalan menyusuri pantai, ia berpikir tentang bagaimana hidupnya selanjutnya.
Namun pikirannya teralihkan, dan langkah sekar terhenti ketika melihat kunang-kunang yang begitu banyak dan terlihat indah.
"Kenapa ada banyak kunang-kunang disini? Aku harus menangkapnya." Ucap Sekar dengan senyum jailnya.
Sekar sangat suka menangkap kunang-kunang dan mengumpulkannya lalu melepaskannya kembali secara bersamaan, menurutnya itu sangatlah menyenangkan dan terlihat sangat indah.
Ketika sekar sudah menangkap cukup bayak, ia akan melepaskannya lalu menari membayangkan seperti seorang putri. Di hutan yang begitu lebat, ada sebuah tempat yang indah seperti sebuah taman. Disana terdapat banyak sekali bunga, kupu-kupu dan kunang-kunang . Itulah sebabnya ia ingin menangkap kunang-kunang itu karena ini sangat menyenangkaan baginya.
Sekar berlari dan melompat seperti anak kecil dan itu terlihat sangat imut. Tawanya lalu cara melompatnya dan sikap kesalnya sangat unik dan indah dipandang. Hingga ia tidak menyadari bahwa ada 3 orang laki-laki disana yang sedang memperhatikan Sekar. Semuanya terpana melihat Sekar.
"Siapa dia? Apakah bidadari yang turun dari langit?" ucap Gilang.
"Aku harus mendapatkannya." Ucap Bagas.
"Apa kau bilang?" tanya Gilang tak terima.
"Aku bilang, aku harus mendapatkannya!" jawab Bagas dengan nada menekan.
"Tidak. Dia akan menjadi milikku." Tukas Gilang.
"Milikku." Ucap Bagas.
"Alan?" panggil Bagas dan Gilang bersamaan.
Namun tidak ada respon, ketika mereka berdua melihat ke arah Alan, Alan sudah tidak ada disana.
Sekar terus melompat menangkap kunang-kunang itu, sampai-sampai ia tidak memperhatikan langkahnya, lalu kakinya sedikit tergelincir yang membuat dirinya terjatuh dan merintih kesakitan.
Sekar hendak berdiri, tiba-tiba ada sebuah uluran tangan. Sekar mengernyitkan dahi, lalu ia melihat asal dari tangan itu, betapa terkejutnya ketika ia melihat ternyata laki-laki itu lagi.
"Kemana Alan?" tanya Gilang.
"Sial. Kenapa dia selalu melangkah lebih cepat." Ucap Bagas.
"Apa maksud lo?" tanya Gilang heran.
"Lihat saja sana." Jawab Bagas dengan gerakan dagunya.
"Cih." Hanya dengkusan kesal yang keluar dari Gilang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!