"Ibu, Anna antar makanan buat bapak dulu ya,"ucapku sambil menenteng sebuah rantang yang sudah kusiapkan untuk bapak.
"Iya nduk, hati-hati dijalan ya?"sahut ibu.
"Iya," jawabku singkat.
Disepanjang perjalanan aku menyapa beberapa tetangga yang tengah melakukan kegiatan dipagi hari, ada yang tengah menjemur pakaian, membersihkan halaman juga beberapa ibu-ibu yang tengah berbelanja sayur.
"Anna, mau ke ladang ya?"tanya ibu sari salah satu tetangga kami rumahnya pun hanya terhalang beberapa rumah dari gubukku. "Iya Bu, mau antar makanan buat bapak," jawabku seraya tersenyum manis. "Mari Bu," timpalku.
Beberapa menit perjalanan akhirnya sudah samapta di ladang tempat bapak bekerja, dari kejauhan punggung bapak sudah terlihat tengah mencangkul tanah. Hatiku merasa tidak tega setiap kali melihat pengorbanan bapak bekerja berpeluh keringat bercucuran membasahi tubuh. Bahkan aku bisa melihat dengan jelas di kejauhan pakaian bapak sudah basah karena peluh padahal ini masih terbilang pagi tapi bapak sudah bermandikan keringat demi mendapatkan sesuap nasi demi keluarganya.
"Ya Allah bapak,"tidak terasa buliran bening lolos begitu saja melihat pemandangan seperti itu.
"Nduk,"tegur bapak sudah menyadari kehadiran ku dibelakangnya. Aku pun segera mengusap air mataku tidak ingin bapak melihatnya. "Bapak,"Ku hampiri laki-laki paruh baya itu dengan senyuman.
"Pak, liat aku bawain makanan buat bapak, ini aku yang masak loh, makan yuk pak nanti dilanjut lagi kerjanya,"ajakku melepas satu persatu tumpukan rantang yang ku bawa. Bapak pun terlihat begitu senang dan segera menepi membersihkan tangan serta kakinya yang berlumuran tanah. "Wah, kalo anak bapak yang masak pasti wenak tenan Iki," puji bapak.
"Iya dong, pasti enak buatan siapa dulu Anna," aku berbangga hati, mendengar pujian kecil dari bapak rasanya membuat hatiku bahagia
"Kamu sudah makan, nduk?" tanya bapak.
"Belum pak, Anna takut bapak keburu laper nanti bapak gak bisa minum obat tepat waktu jadi gak sempet,"ucapku sambil mengeluarkan secarik plastik berisi kan obat.
"Loh, gimana toh? kenapa gak makan dulu bapak kan bisa nanti. Ya udah temenin bapak makan ya, nanti kamu sakit." bapak memberikan separuh nasinya untukku saat itu terharu sekali melihat bapak walaupun sedang capek dan lapar masih saja memperhatikan anaknya.
"Ya Allah berikanlah bapakku kesehatan dan umur yang panjang, aku ingin membahagiakan nya." batinku rasanya ingin menangis tapi aku harus bisa menahannya tidak mungkin aku menangis didepan bapak apa pikirnya nanti aku tengah menangisi karena sesuatu.
"Loh kok malah bengong,"
"Iya pak Anna makan," tanpa berpikir lagi aku menerima suapan demi suapan dari tangan bapak.
Seketika bapak tiba-tiba terdiam menatapku penuh arti yang begitu dalam didalam matanya terlihat berkaca-kaca nyaris air mata itu jatuh dari wajah bapak. "Bapak, nangis?" Ucapku mengejutkan bapak dari lamunannya.
"Enggak nduk, bapak cuma bahagia punya anak seperti kamu, kamu sudah besar sudah dewasa sebentar lagi anak bapak ini bakal ada yang ngambil dan pergi ninggalin bapak sama ibu," bapak menatap jauh kedepan dengan suara sendu membuatku ikut sedih mendengar ucapan bapak.
"Bapak kenapa ngomong gitu, Anna gak akan kemana-mana. Anna akan tetap disamping ibu sama bapak." Sahutku menghibur bapak yang terus termenung. Aku sadar ucapan bapak mengarah kemana saat ini dia mengkhawatirkan ku disaat nanti aku akan berumah tangga namun, sayangnya aku belum berpikir sejauh itu. Memang benar umurku sudah matang bagi gadis-gadis desa seperti ku untuk segera berumah tangga.
Tapi saat ini yang ada didalam pikiran ku hanya ingin membahagiakan bapak sama ibu saja. Aku ingin memberikan kehidupan yang jauh lebih baik untuk mereka meskipun aku belum tahu kapan itu bisa terwujud.
"Nduk, besok bersiaplah teman bapak akan datang dia mau menjemput kamu. Katanya dia mau ajak kamu kerja," ucap bapak mengalihkan pembicaraan.
"Bukanya kamu ingin bekerja kekota?" Tanya bapak. Aku mengangguk pelan tapi, siapa dia?
"Kalo Anna pergi bapak sama ibu bagaimana?"lirihku mengingat mereka hanya memilikiku. "Gak usah khawatir, ibu sama bapak baik-baik aja kok." Seraya tersenyum.
Tanpa banyak bertanya lagi aku mengiyakan, sembari mengemasi sisa makan aku hanya bisa terdiam melihat bapak begitu bersemangat bekerja lagi. Kasian melihat bapak saat itu sedangkan aku tidak bisa membantu banyak baginya.
Sepanjang perjalanan pulang aku pun terus berpikir keras dan akhirnya memutuskan untuk bekerja dengan teman bapak yang tadi pagi bapak bicarakan, setelah tekadku bulat aku ingin menjadi orang yang berhasil dan membanggakan ibu juga bapak agar bapak tidak akan susah payah bekerja di ladang begitupun ibu.
Tiba-tiba saja aku yang tengah ketermenunganku dikejutkan oleh seseorang yang sudah tidak asing lagi, laki-laki yang mengharapkan sesuatu dariku dia baik bahkan dia tidak segan untuk membantu kesulitan keluargaku.
Sayangnya, dia memiliki orang tua yang kejam sering kali menghina dan merendahkan keluarga ku karena mereka yang terlahir dari keluarga berada.
"Bang Imran?" Batinku.
"Anna, baru pulang dari ladang ya?" Tanya bang Imran. Aku mengangguk pelan seraya tersenyum kecil. Terkadang ada rasa takut jika Imran menghampiri ku, takut jika akan ada seseorang yang melihat kami berjalan berdampingan karena akan menimbulkan hal yang tidak mengenakan nantinya.
"Abang antar pulang ya?" Ucap Imran menawarkan diri.
"Tidak usah, nanti juragan Anton lihat."tolakku secara baik-baik agar Imran tidak salah paham.
"Kamu gak usah khawatir, bapakku tidak akan tahu. Lagian aku tidak takut sama bapak hatiku masih sama seperti dulu sama kamu, na. Aku akan tetap membela kamu meskipun bapak melarang keras aku tidak bisa membohongi perasaanku sendiri." Ungkap Imran terlihat tatapan nya penuh ketulusan namun entah kenapa aku masih tidak merasakan hal yang sama meskipun dia berulang kali mengucapkan hal demikian.
"Maaf bang, Anna.." mendadak bibirku terasa berat untuk mengucapkan sesuatu. Namun belum selesai mengucapkan nya Imran sudah menyela pembicaraan. "Aku tahu kok, jawaban kamu. Dan aku akan tetap nunggu jawaban itu,"tersenyum.
"Ya Allah bang Imran apa yang kamu lihat dari saya? Saya sudah menolak kamu bukan sekali dua kali tapi sudah sering, masih juga jawaban kamu begitu." Batinku berbicara betapa teguh nya keinginan Imran untuk mendapatkan cintaku. Entah itu memang ketulusan nya ataukah memang ada maksud lainnya.
"Anna?"panggil Imran pelan.
"Iya,"sahutku.
"Anna, baru pulang dari ladang ya?" Tanya bang Imran. Aku mengangguk pelan seraya tersenyum kecil. Terkadang ada rasa takut jika Imran menghampiri ku, takut jika akan ada seseorang yang melihat kami berjalan berdampingan karena akan menimbulkan hal yang tidak mengenakan nantinya.
"Abang antar pulang ya?" Ucap Imran menawarkan diri.
"Tidak usah, nanti juragan Anton lihat."tolak ku secara baik-baik agar Imran tidak salah paham.
"Kamu gak usah khawatir, bapakku tidak akan tahu. Lagian aku tidak takut sama bapak hatiku masih sama seperti dulu sama kamu, na. Aku akan tetap membela kamu meskipun bapak melarang keras aku tidak bisa membohongi perasaanku sendiri." Ungkap Imran terlihat tatapan nya penuh ketulusan namun entah kenapa aku masih tidak merasakan hal yang sama meskipun dia berulang kali mengucapkan hal demikian.
"Maaf bang, Anna.." mendadak bibirku terasa berat untuk mengucapkan sesuatu. Namun belum selesai mengucapkan nya Imran sudah menyela pembicaraan. "Aku tahu kok, jawaban kamu. Dan aku akan tetap nunggu jawaban itu,"tersenyum.
"Ya Allah bang Imran apa yang kamu lihat dari saya? Saya sudah menolak kamu bukan sekali dua kali tapi sudah sering, masih juga jawaban kamu begitu." Batinku berbicara betapa teguh nya keinginan Imran untuk mendapatkan cintaku. Entah itu memang ketulusan nya ataukah memang ada maksud lainnya.
"Anna?"panggil Imran pelan.
"Iya,"sahutku.
"Apa kamu mau menikah dengan ku?" Ucap imram.
Uhuk.. uhuk..
Seketika aku tersedak oleh salivaku sendiri rasanya sulit untukku telan.
"Hah? Bang Imran gak salah bicara?" Tanyaku lagi pada Imran yang sangat berhasil membuat kedua mataku nyaris keluar.
"Abang gak salah bicara, Abang serius sayang sama kamu." Ucap Imran mencoba meyakinkan ku.
Entah apa yang harus ku jawab tiba-tiba saja Imran melamar ku, tidak bisa di percaya anak juragan tembakau juga memiliki hektaran sawah yang sudah di kenal banyak warga orang terpandang juga terkaya di desa tersebut melamar ku.
"Bang Imran maaf sebelumnya, Anna benar-benar belum bisa menerima Abang jadi pasangan Anna."tolak ku amat berhati-hati takut jika Imran akan tersinggung nantinya.
"Gak usah buru-buru, na. Pikirkan aja dulu, atau barang kali kamu sudah punya pasangan?" Ujar Imran yang sepertinya ingin mengetahui alasanku tidak secara langsung.
Aku hanya bisa menghela nafas panjang, dan memalingkan wajahku dari tatapan Imran. Semakin tidak nyaman posisi ku saat ini berhadapan dengan laki-laki ini. "Bukan itu bang, Anna belum memiliki pasangan atau siapa pun tapi Anna masih ingin mengejar tujuan Anna demi membayar hutang bapak sama ibu. Anna juga ingin segera melunasi hutang bapak pada juragan, Abang tau kan kalo keluarga Anna punya hutang sama juragan, Anna gak mau sampai juragan marah-marah lagi seperti tempo hari." Ucapku beralasan.
"Tapi, na .."
"Maaf bang Anna harus segera pulang ibu pasti lagi butuh bantuan Anna, permisi." Aku segera bergegas pergi mempercepat langkahku dari Imran.
Sebaiknya memang seperti itu aku menghindarinya sebelum masalah baru datang.
"Bu, Anna pul ..-" sejenak aku seketika tertegun melihat ibu menangis dengan bersamaan disana sudah berdiri juragan Anton yang tengah memarahi ibu.
"Ibu! Ibu kenapa nangis?" Aku segera membangunkan ibu yang sudah tersungkur ke lantai. "Apa yang juragan lakukan sama ibu ini tidaklah membuat juragan terhormat!"bentak ku karena aku merasa laki-laki kejam itu sudah sangat keterlaluan berprilaku seenaknya dan semena-mena terhadap keluargaku.
"Anna, oh .. Anna. Calon istriku apa kabar sayang? Kamu semakin cantik saja."ucapnya juragan Anton yang hendak menyentuh wajahku namun beruntung aku segera menghindar.
"Jangan sentuh putriku," kata ibu memeluk erat tubuhku.
"Jangan lupa Ratih perjanjian kita jika hutangmu belum juga kamu lunasi sampai jatuh tempo, kamu tahu kan artinya .. " tatap juragan Anton seakan ingin memangsa ku saat itu begitu pun ibu yang terus memintaku untuk tetap berdiri dibelakangnya. "Tidak, aku tidak akan menyerahkan putriku pada laki-laki seperti kamu." Cetus ibu.
Rupanya Anton semakin tidak suka mendengar penolakan dari ibuku karena tidak ingin memberikan anaknya sebagai jaminan. Bahkan aku pun tidak tahu jika tertera didalam surat perjanjian itu apabila ibu dan bapak tidak segera melunasi nya lebih dari jarak jatuh tempo aku harus menikahi lintah darat itu. Rasanya membuat ku sangat hancur jika masa depanku harus jatuh pada laki-laki hidung belang seperti dia.
Kami memiliki hutang piutang yang cukup besar beserta bunganya namun, sayangnya kami tidak tahu jika didalam surat perjanjian ada hal yang lain yang sengaja Anton ganti untuk menjebak kami. Menjijikkan!
"Juragan tolong saya minta waktu beberapa bulan lagi, saya akan mengembalikan semua uang juragan beserta bunganya tapi tolong kasih saya waktu sampai saya mendapatkan pekerjaan."pintaku memohon kepada laki-laki kejam itu.
"Sayang, kamu tidak perlu repot-repot bekerja hanya demi mengembalikan uangku. Kamu bisa jadi istri ke tiga ku saja dan aku pastikan hutang ibu bapakmu lunas juga bunganya jadi kamu tidak perlu bersusah payah, kan sayang jika kulit indah mu ini menjadi kasar." Bujuk Anton Mendayu-dayu.
"Saya akan tetap bekerja, dan mengembalikan uang juragan secepatnya." Ucapku tegas.
"Keras kepala! Oke kalo begitu saya kasih waktu kamu tiga bulan jika hutang ibu dan bapak kamu tidak kamu lunasi, lihat saja aku pastikan orang tua kamu akan tidur dijalanan. Dikasih hidup enak malah gak mau!" Umpat juragan Anton seraya meninggalkan rumah kami.
*****
Bisakah aku mengumpulkan uang 100 juta dalam jangka tiga bulan apalagi bunga yang di berikan juragan lintah darat itu cukup besar. Apa aku menyerahkan diri saja untuk dinikahi laki-laki hidung belang itu tapi jangan kan menikahinya mendengar namanya saja sudah membuatku merinding ngeri.
Apa yang akan dipikirkan Imran nantinya jika dia tahu bapaknya juga menginginkanku untuk menjadi istri ke tiganya. Memikirkan nya membuat ku semakin tidak Sudi untuk di peristri laki-laki seperti dia.
"Pak, Bu."
"Iya, nduk. Belum tidur, nduk?"sahut bapak.
"Anna gak bisa tidur, pak Bu."
"Kamu memikirkan ucapan juragan Anton?"tebak ibu yang sudah tahu isi kepalaku. Aku pun mengangguk pelan karena memang itu yang saat ini memenuhi otakku.
"Nduk, jangan paksakan diri kamu untuk menuruti juragan biarkan urusan juragan Anton menjadi urusan ibu sama bapak. Perjalanan kamu masih panjang, nduk. Bapak sama ibu tidak mau, tidak rela melihat anak semata wayang kami menjadi istri lintah darat itu. Pergilah nduk kejarlah mimpi kamu untuk menjadi orang sukses, besok teman bapak akan datang buat jemput kamu."ucap bapak.
Aku hanya bisa terdiam tanpa bicara apapun lagi mengenai hal juragan jika bapak dan ibu sudah memutuskan maka, aku harus berhasil dan sukses demi ibu sama bapak.
"Jangan cemas, nduk. Kamu percayakan saja sama bapak." Ibu membelai rambutku penuh kelembutan. " Ya udah Bu, Anna akan dengerin ibu sama bapak doain Anna supaya Anna berhasil dan segera melunasi hutang sama juragan Anton." Pintaku pada ibu.
Hari semakin larut semua orang sudah mulai terlelap saat ini hanya terdengar beberapa orang yang masih terjaga di sekitar luar yang sedang menjalani jadwal ronda malam ini.
Sementara aku masih belum bisa memejamkan mataku, bahkan ucapan juragan Anton masih terngiang di telinga jika aku tidak bisa melunasi hutang ini maka siap tidak siap aku harus menjadi istri ketiga si lintah darat itu.
"Ya Allah, tolong bantu keluargaku ini."batinku.
Tidak terasa hari sudah pagi segera aku bersiap seusai melaksanakan ibadah subuh, segera kuambil satu persatu pakaian yang ku punya kedalam tas juga beberapa keperluan lainya yang mungkin saja akan di butuhkan.
Beberapa cemilan ibu masukan kedalam tas, agar disana tidak perlu membeli lagi makanan. Namanya kota harga barang maupun makanan tidak akan sama sebagaimana di kampung.
Sejenak aku tertegun melihat makanan yang di masukan ibu nyaris aku kesulitan untuk menelan Saliva. "Bu apa cemilannya gak kebanyakan? Anna kan bukan mau piknik." Protesku sembari kulihat isi tas yang cukup mengembul penuh.
"Hahaha ... Ibu Bu tidak mau kalo kamu kelaparan dijalan, nduk." Tawa bapak.
"Kalian ini, putriku akan pergi ke kota entah kapan dia bisa pulang, pak. Makanya ibu gak mau Anna beli makanan sembarangan di Jakarta." Sahut ibu tegas.
"Iya Bu, tidak perlu marah bapak kan cuma bercanda." Lirih bapak.
"Yaudah nduk, bawa saja. Sambil nunggu Pak Kasim datang kita sarapan dulu yuk?" Ajak bapak. Aku pun Mengiyakan ajakan bapak mungkin ini akan menjadi sarapan terakhir ku bersama bapak dan ibu. Setelah ini mungkin akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk kembali bertemu lagi dan berkumpul seperti ini.
Beberapa menit sesudah sarapan.
Dittt...didtttt....
Tiba-tiba terdengar klakson mobil di depan rumah.
"Mobi siapa pak?" Tanya ibu.
"Mungkin itu Kasim, bapak coba lihat dulu ya."benar saja Pak Kasim teman bapak sudah berada didepan rumah.
"Assalamualaikum," ucap salam seseorang.
"Waalaikumsalam," kamipun membalas salam pak Kasim.
"Marwan! Apa kabar mu? Maaf aku terlambat sedikit," ucap pak Kasim.
"Tidak apa, maaf Kasim jika aku merepotkan. Aku titip putriku dia satu satunya putri kami, dia belum pernah ke kota tolong jaga dia ya," lirih bapak begitu berat dari nada bicaranya untuk melepaskan ku pergi.
"Haduh, kamu ini sepertinya aku sudah tidak dianggap keluarga." Goda pak Kasim .
Semua tersenyum.
"Anna sudah seperti putriku sendiri, jangan bicara seperti itu. Tenang saja aku akan menjaganya jangan khawatir, kalo dia nakal aku akan cubit hidungnya sampai merah. Seperti dulu.." tawa mereka pecah seketika candaan antara teman bapak dan bapak membuatku merasa senang.
"Maaf ya Kasim mbak merepotkan kamu harus bekerja sambil jaga Anna,"ucap ibu.
"Tenang mbak, Anna akan baik-baik saja kok. Serahkan semuanya sama saya. Ya sudah kita berangkat sekarang soalnya kalo macet nanti sampai nya bisa-bisa kemalaman." Sahut pak Kasim melihat jam tangannya .
Perpisahan yang mengharukan ibu tidak bisa menahan kesedihannya sehingga aku bisa melihat air matanya yang sudah mengalir di kedua pipinya. Begitupun bapak ku tatapannya yang penuh harap tidak ingin sampai harapan nya hilang.
"Pak, Bu, doakan Anna ya," batinku didalam hati.
Rumah kecil yang banyak tersimpan kebahagiaan kini sudah tidak terlihat lagi. Mobil yang kami naiki sudah menjauh dari pandangan mata.
Sepanjang perjalanan kami berdua berbincang-bincang bersama, menghilang kan rasa canggung dan suntuk. Bercerita di masa kecilku yang sering kali menangis karena ingin ikut pa Kasim sampai akhirnya dipertemukan lagi disaat ini. Cukup lama sampai aku pun lupa bahkan tidak mengenali nya lagi mungkin terlalu lama tidak pernah bertemu lagi. Sekarang pak Kasim seorang laki-laki paruh baya rambutnya sudah hampir semua memutih, dia kini tidak lagi muda umurnya sudah kepala lima seumur dengan bapakku. Wajar saja aku tidak mengenali nya lagi bukan dari faktor usianya saja bahkan wajah dan tubuhnya saja sudah jauh berbeda.
......
......
Sesampainya, perjalanan cukup menghabiskan waktu terlebih di perjalanan sangatlah macet benar saja apa kata pak Kasim kami akan tiba kemalaman dan memang itu benar Kami datang jam 8 malam.
Kami masuk kesebuah perumahan elit terdapat banyak rumah-rumah mewah dan megah, halaman yang luas rumah bak istana hingga melihatnya saja aku begitu terpukau
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!