Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi, seperti biasa Lintang sudah memulai aktivitas pagi dengan menyiapkan keperluan anak-anaknya.
Putri, anak pertama Lintang berusia 9 tahun dan sekarang duduk di bangku sekolah dasar kelas 3. Lintang baru selesai membantu Putri mandi dan menyisir rambutnya, dilanjut dengan sarapan pagi. Putri nampak menikmati sarapan dengan lahap sekali, Lintang selalu membiasakan anak sulungnya itu untuk makan sendiri.
Rahma, anak kedua Lintang berusia 3 tahun, nampak masih berada di atas kasur. Balita itu masih terlelap dalam tidurnya. Tiba-tiba saja ia terbangun dan menangis dengan kencang, air matanya terus mengalir sambil memanggil ayahnya. "Ayah, ayah, hu hu hu ... Ayah gendong".
Lintang yang sedang membantu Putri menyiapkan bekal kue yang akan dibawa ke sekolah langsung berlari ke kamar untuk melihat kondisi Rahma.
"Sayangnya ibu sudah bangun ya, kenapa menangis?" tanya Lintang sambil menggendong Rahma.
"Ibu... Ayah, ayah ... Mau ayah ..." jawab Rahma sambil terus menangis.
Lintang sedikit terkejut mendengar jawaban anak bungsunya itu yang tiba-tiba teringat ayahnya yang sudah tiada. Rupanya Rahma tadi bermimpi bertemu ayahnya dan ia ingin sekali digendong oleh ayahnya.
Bayu Sagara adalah suami Lintang sekaligus ayah dari kedua anaknya, telah meninggal setahun yang lalu karena kecelakaan kerja di pabrik tempat suaminya itu bekerja. Bayu bekerja sebagai buruh pabrik di sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang industri baja. Saat itu Bayu sedang sibuk memotong baja kecil bersama rekan setimnya. Tanpa mereka sadari dari atas ada balok baja besar yang sedang diikat menggunakan tali sling untuk dipindahkan posisinya ke tumpukan baja yang siap akan dikirim ke perusahaan lain tiba-tiba putus. Balok baja itupun meluncur ke bawah dan mengenai tubuh Bayu, akhirnya Bayu dilarikan ke rumah sakit namun nyawanya tak tertolong lagi saat baru saja sampai di lokasi rumah sakit.
Lintang yang mengingat kematian suami tercintanya meneteskan air mata, apalagi si bungsu menangis memanggil ayahnya saat bangun tidur.
"Rahma sayang, ayah kan sudah di surga sekarang. Tadi Rahma mimpi bertemu ayah ya?" tanya Lintang sambil terus menenangkan si bungsu.
"Gendong ayah... Mau gendong ayah... Ibu, mau ayah ... " tangis Rahma belum juga berhenti.
"Gendong ibu saja ya, nanti Rahma ikut ibu ke toko ya. Disana banyak kue, Rahma boleh makan kuenya. Nanti ibu belikan kue enak ya," bujuk Lintang supaya anaknya diam tidak menangis lagi.
Rupanya Rahma pun tertarik dengan kue yang dijanjikan ibunya, maka diapun diam tidak menangis lagi. Lintang pun lega karena anaknya sudah mau diam.
Akhirnya Lintang selesai memandikan Rahma dan memakaikan baju Rahma. Sedangkan Putri sudah siap pergi ke sekolah.
Setiap hari Lintang harus mengantar Putri dulu ke sekolah sebelum menuju toko kue tempatnya bekerja. Sedangkan Rahma biasanya dititipkan di rumah bibinya dan dijemput setelah Lintang pulang kerja.
Namun karena pagi ini Rahma rewel, akhirnya Lintang mengajak Rahma ke toko. Ia khawatir kalau Rahma menangis lagi saat di rumah bibinya, hingga bisa merepotkan bibinya itu.
in
Lintang naik motor peninggalan suaminya menuju ke sekolah Putri lebih dulu dan dilanjutkan ke toko kue tempatnya bekerja. Rahma nampak tenang sekarang saat diajak ibunya bekerja dan menikmati perjalanan naik motor.
"Pagi mbak Sari," sapa Lintang pada bosnya sekaligus pemilik toko kue.
"Pagi Lin, eh, Rahma ikut ibu ya," ucap Sari sambil mengulurkan tangannya mengajak Rahma bersalaman.
"Maaf mbak Sari, saya mengajak Rahma bekerja, karena dari tadi rewel saat bangun tidur," kata Lintang minta ijin pada bosnya.
"Iya tidak apa-apa Rahma sesekali diajak ke toko. Itu ambilkan kue untuk Rahma, pasti dia belum sarapan kan ?" Ucap Sari tanpa ada rasa marah saat tau Lintang membawa anaknya ke toko.
"Saya ambil kue yang potongan saja mbak, nanti pulangnya saya bayar ya mbak Sari," Lintangpun mengambilkan sepotong kue talam untuk Rahma.
"Sudah tidak perlu bayar, biar untuk Rahma saja. Kan Rahma juga jarang ke toko. Ya sudah mumpung masih ada waktu setengah jam lagi toko buka, kamu ajak Rahma sarapan kue dulu. Mbak mau lanjut buat kue lagi di dapur ya," ucap Sari dan dijawab anggukan oleh Lintang sambil menyuapkan kue ke mulut Rahma.
Waktu terus bergulir, tak terasa hari sudah siang, toko nampak rame pembeli. Lintang dan dua temannya nampak sibuk melayani para pembeli. Sesekali Sari ikut membantu melayani pembeli dan kembali ke dapur jika sudah agak sepi pengunjung.
Rahma tidur di kasur lipat yang selalu disiapkan oleh Sari untuk beristirahat jika dia atau karyawannya yang ingin rebahan saat istirahat di toko.
Tiba-tiba Rahma bangun dan menangis lagi seperti tadi pagi sambil memanggil ayahnya. Lintang segera menggendongnya dan memberikan susu formula yang sudah disiapkan dari rumah jika Rahma rewel lagi.
"Cup cup cup... Kenapa sayang, Rahma mimpi lagi ya? Tidur lagi ya, ini minum susunya," Lintang mengusap kepala Rahma dengan lembut dan akhirnya Rahma pun tidur kembali.
"Rahma kenapa menangis Lin?" tanya Sari pada Lintang sambil setengah berbisik takut mengganggu tidurnya Rahma.
"Ini mbak, tadi dia bermimpi lagi dan memanggil ayahnya," jawab Lintang.
"Oh, mungkin dia rindu ayahnya," ucap Sari sambil memandang wajah Rahma yang sudah terlelap.
"Iya mbak, sepertinya begitu. Biasanya aku juga beri foto ayahnya kalau dia rindu ayahnya, pasti dia langsung tertawa," cerita Lintang pada bosnya itu.
"Tak terasa sudah setahun ya Lin suamimu meninggal," ucap Sari sambil mencicipi roti.
"Benar mbak, sudah setahun suamiku meninggalkan kami semua. Semoga aku sehat selalu supaya bisa terus menghidupi kedua anakku," ucap Lintang sambil ikut mencicipi roti buatan Sari.
"Lin, apa kamu tidak ada rencana untuk menikah lagi? Supaya anak-anakmu punya ayah lagi," tanya Sari hati-hati takut menyinggung perasaan Lintang, karena ia tahu jika Lintang begitu mencintai suaminya.
" Aku belum memikirkan ke arah itu mbak. Biarlah aku bersama anak-anakku dulu, selama aku masih bisa menghidupi mereka maka aku akan usahakan untuk bekerja lebih keras lagi," jawab Lintang.
"Tapi kamu juga harus bisa menjaga kesehatan tubuh kamu sendiri Lin. Kasihan anak-anak kalau kamu sakit," ucap Sari penuh perhatian pada Lintang dan anak-anaknya.
"Iya mbak, terima kasih atas perhatiannya selama ini," kata Lintang yang begitu menghormati Sari sebagai atasannya. Sudah banyak Sari membantu Lintang jika Lintang sedang mengalami kesulitan keuangan, dan Saru melakukan tanpa imbalan sama sekali. Sari sudah menganggap Lintang seperti adiknya sendiri.
"Iya Lin, sama-sama. Kita kan sudah seperti saudara sendiri, saling membantu dan memberikan dukungan satu sama lain. Begitu juga dengan teman-teman yang lain. Ya sudah, kalau Rahma sudah tidur lagi, kamu bisa ke depan bantu yang lainnya ya," Sari memberikan perintah pada Lintang dan diapun kembali ke dapur membuat roti resep baru.
Lintang begitu bersyukur memiliki atasan yang baik hati. Tak terasa hari sudah sore, Lintang sengaja memilih waktu bekerja sampai sore saja supaya bisa meluangkan waktu lebih banyak bersama anak-anaknya di rumah.
Lintang pulang kerja jam 5 sore, dia segera meluncur naik motor menuju rumah bibinya untuk menjemput Putri terlebih dahulu kemudian melanjutkan perjalanan menuju ke rumahnya.
Hari beranjak malam, di luar rumah angin berhembus kencang dan terdengar gemericik air jatuh di atas genteng. Rupanya malam ini turun hujan, Lintang segera menutup semua pintu dan jendela supaya air hujan tidak masuk ke dalam rumah terbawa angin.
Si sulung, Putri, sedang belajar di dalam kamar sambil menemani adiknya yang sedang tidur pulas. Sedangkan Lintang mencuci piring bekas makan anak-anaknya sekaligus membersihkan dapur supaya bersih dan rapi.
Suara kencangnya geluduk dan petir yang menyambar membuat Rahma, si bungsu, terbangun dan menangis ketakutan. Putri yang sedang belajar jadi terganggu dengan suara tangisan adiknya.
"Rahma, diamlah jangan menangis ya. Kakak sedang belajar nih," kata Putri pada adiknya.
Putri merupakan anak perempuan yang pemberani, dia tidak merasa takut dengan suara geluduk dan petir yang menggelegar.
Rahma masih saja menangis ketakutan, membuat Putri mencari ibunya ke dapur. "Ibu, ibu dimana? Rahma menangis terus itu Bu," teriak Putri mencari ibunya.
"Ibu di dapur sayang, kenapa adikmu menangis Put?" tanya Lintang pada anak sulungnya itu.
"Sepertinya dia takut suara geluduk dan petir, sudah kusuruh diam tapi dia tidak mau. Putri kan jadi terganggu belajarnya," jawab Putri dengan suara yang tegas.
Lintang yang sudah selesai membersihkan dapur segera masuk kamar dan mendekati Rahma yang sedang menangis. "Ssstt ... Adik kenapa menangis? Cup cup, sudah ya tidak nangis lagi ya, kan sudah ditemani kak Putri tadi," Ucap Lintang menenangkan anaknya yang masih menangis sesenggukan.
Tapi tak lama kemudian tangisan Rahma mereda, akhirnya ia tertidur kembali. Lintang masih menemani Rahma tidur disampingnya sambil menepuk pelan bagian atas kaki Rahma yang sudah menjadi kebiasaan Rahma jika mau tidur minta kakinya ditepuk-tepuk.
Setelah menidurkan Rahma, kemudian Lintang beralih menuju Putri yang sedang belajar. Setiap hari Lintang selalu mendampingi dan mengontrol belajar Putri, jika anak sulungnya itu mendapatkan kesulitan maka Lintang segera membantunya.
Sifat Putri menurun dari ayahnya, sikapnya tegas, pemberani, mandiri dan otaknya cerdas. Setiap kali Lintang meminta bantuannya pasti Putri selalu siap membantu, termasuk mengasuh adiknya jika ibunya sedang mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Malam semakin larut dan hujan mulai reda, Lintang sudah merasa ngantuk dan ia segera berbaring di kasurnya untuk tidur. Kedua anaknya sudah tidur di kamar mereka. Sejak mereka kecil sudah dibiasakan oleh Lintang dan Bayu untuk tidur di kamar mereka sendiri hingga kini.
Lintang merasa badannya sangat letih hari ini, karena pembeli di toko tadi begitu banyak ditambah Rahma juga ikut dirinya bekerja.
Namun rasa letih itu seketika hilang jika sudah berkumpul bersama kedua anaknya di rumah. Sudah menjadi tanggung jawabnya sebagai orang tua tunggal untuk mencari uang guna memenuhi kebutuhan sehari-hari dan anak-anaknya.
Disaat Lintang sudah tidur, terdengar suara ketukan di pintu kamar Lintang. Rupanya Putri sedang membangunkan ibunya sambil mengetuk pintu, "Bu, ibu, buka pintunya Bu... Adik Rahma menangis lagi Bu !" seru Putri dari luar kamar.
Sayup-sayup terdengar suara Putri memanggil dirinya, maka Lintang segera membuka matanya dan bangun dari peraduannya. Lintang membuka pintu kamarnya dan dilihatnya Putri ada di depan kamar. "Ada apa Put panggil-panggil ibu dari tadi?" tanya Lintang pada anak sulungnya itu.
"Bu, Rahma menangis lagi Bu, tidak mau diam dari tadi," jawab Putri pada ibunya.
"Baiklah, ayo kita tengok adikmu!" ajak Lintang pada Putri, kemudian berjalan menuju ke kamar anaknya.
"Rahma sayang, kenapa nak, kenapa kau menangis lagi sayang?" tanya Lintang dengan lembut sambil menggendong Rahma.
Saat Lintang menyentuh dahi Rahma, terasa panas suhunya. Kemudian Lintang menuju kotak obat mengambil alat termometer untuk mengukur suhu tubuh Rahma.
"Ya ampun anak ibu panas rupanya, diukur dulu ya suhu tubuhnya," ucap Lintang sambil meletakkan termometer di ketiak Rahma yang sudah terbaring lagi di kasur.
Suhu tubuh Rahma saat ini sedang meningkat, pada alat termometer itu menunjukkan angka 37,5° C. Kemudian Lintang memberikan obat penurun panas anak-anak berbentuk sirup pada Rahma.
Oleh karena malam ini Lintang harus mendampingi Rahma yang sedang sakit, maka ia meminta pada Putri untuk tidur sendiri di kamar. "Putri, malam ini kakak tidur sendiri ya. Badan Rahma panas, jadi harus ibu pindahkan ke kamar ibu supaya ibu bisa mengecek suhu tubuhnya sewaktu-waktu. Kak Putri tidak apa-apa kan tidurnya sendiri?" ucap Lintang pada anak sulungnya.
"Iya Bu, Putri tidak apa-apa kok tidur sendiri di kamar. Semoga Rahma cepat sembuh ya Bu," ucap Putri sambil mencium pipi adiknya.
"Aamiin, terima kasih do'anya ya kak. Ya sudah kalau begitu Putri harus segera tidur kembali ya, besok kan harus ke sekolah," tutur Lintang penuh kasih sayang pada Putri sambil memasang selimut untuk menutupi tubuh Putri.
Putri sudah terlelap tidur dan Lintang segera kembali ke kamarnya sambil menggendong Rahma. Kemudian Rahma ditidurkan di atas kasur dan tidak lupa keningnya dikompres supaya suhu tubuh Rahma kembali normal.
Keesokan harinya Putri sudah siap untuk berangkat ke sekolah. Namun Rahma masih tidur karena suhu tubuhnya masih hangat. Tentu saja Lintang tidak bisa meninggalkan Rahma sendirian di rumah dalam kondisi sakit seperti saat ini. Sedangkan Putri harus segera ke sekolah, membuat Lintang berfikir bagaimana caranya dia menyelesaikan masalah pagi ini.
Akhirnya Lintang menelpon Derry, anak bibi Lintang yang biasa mengasuh Rahma saat ia bekerja. Lintang meminta tolong Derry untuk menjemput Putri ke rumah dan mengantarkan ke sekolah.
"Hallo Derry," kata Lintang saat menelpon Derry.
"Ya kak, ada apa tumben pagi-pagi sudah menelpon?" tanya Derry.
"Begini Der, dari semalam Rahma sakit panas. Kakak harus menjaga Rahma di rumah, tapi Putri harus segera berangkat ke sekolah. Apakah kakak bisa minta tolong kamu untuk menjemput Putri dan mengantarkan dia ke sekolah?" pinta Lintang penuh harap pada Derry.
"Baiklah, sebentar lagi aku menjemput Putri ya kak. Tunggu sampai aku datang," jawab Derry atas kesediaannya menjemput dan mengantar Putri ke sekolah.
"Terima kasih ya Der, " ucap Lintang.
"Iya kak, sama-sama. Santai saja, kita kan bersaudara sudah pasti saling membantu satu sama lain," ujar Derry yang kemudian segera berangkat ke rumah Lintang.
Lintang merasa lega sekali karena Derry, sepupunya itu mau diminta tolong olehnya. Lintang merupakan anak tunggal, kedua orang tuanya sudah meninggal karena kecelakaan lalu lintas tiga tahun yang lalu. Ayah Lintang adalah Abang dari ibunya Derry.
Lintang begitu dekat dengan keluarga bibinya, dia sudah dianggap anak sendiri oleh bibi dan pamannya. Sepuluh tahun yang lalu dia menikah dengan Bayu Sagara, teman saat di sekolah menengah atas sekaligus Bayu adalah pria pilihan hatinya. Lintang dan Bayu berpacaran selama dua tahun dan akhirnya memilih menikah setahun setelah mereka lulus sekolah.
Saat itu Bayu sudah bekerja di pabrik sedangkan Lintang membantu ibunya menjaga warung kopi keluarganya. Ayah Lintang bekerja di pabrik yang sama dengan Bayu.
Tok ...
Tok ...
Tok ...
Suara ketukan pintu depan membuat Lintang terkejut dan langsung terjaga dari lamunannya mengenang suaminya yang sudah meninggal.
Lintang membukakan pintu dan ternyata Derry sudah datang. Kemudian Derry berpamitan untuk mengantar Putri ke sekolah.
"Der, kamu tidak minum dulu?" tanya Lintang pada sepupunya itu.
"Tidak kak, takut Putri kesiangan sekolahnya," jawab Derry.
"Ya sudah kalau begitu, terima kasih ya Der sudah mengantar Putri ke sekolah. Hati-hati ya bawa motornya di jalan!" ucap Lintang sambil melihat Putri yang sudah siap di atas motor milik Derry.
"Kak, kalau mau antar Rahma ke dokter biar kuantar setelah dari sekolah Putri ya," teriak Derry yang sudah mulai menjalankan motornya.
"Baiklah, kakak tunggu ya. Hati-hati di jalan!" seru Lintang membalas teriakan Derry.
Lintang pun kembali masuk ke dalam rumah dan menyiapkan segala keperluan Rahma untuk dibawa ke dokter. Lintang juga tidak lupa sudah minta ijin pada Sari kalau dia tidak bisa masuk kerja karena Rahma sakit.
Lintang segera menyiapkan segala keperluan Rahma untuk dibawa ke dokter, suhu tubuh Rahma kembali panas seperti semalam. Lintang masih menunggu Derry yang sedang mengantar Putri ke sekolah.
Derry memang sering diminta tolong oleh Lintang untuk mengantar dirinya atau anak-anak jika dia tidak bisa berangkat sendiri dan membutuhkan bantuan, karena hanya Derry yang punya waktu luang. Derry baru lulus sekolah dan ingin melanjutkan kuliah di perguruan tinggi, namun dia harus menunggu hasil tes penerimaan mahasiswa baru terlebih dahulu.
Akhirnya yang ditunggu-tunggu pun tiba. Derry masuk ke rumah Lintang setelah memarkirkan motornya di teras rumah. "Kak, jadi kita ke dokter?" tanya Derry pada Lintang.
"Iya, tapi masih satu jam lagi klinik dokter baru buka," jawab Lintang pada sepupunya itu.
"Ya sudah kalau begitu sambil menunggu waktu, aku sarapan sebentar ya kak," Derry minta ijin pada Lintang.
"Iya, sarapan dulu sana. Dari pada kamu kelaparan di jalan, kakak malah makin panik nanti," ujar Lintang sambil tersenyum menggoda Derry.
"Bisa saja kak Lintang ini," ucap Derry sambil terkekeh.
"Wah, kakak masak nasi goreng ya. Buat aku ya kak," kata Derry lagi.
"Iya, habiskan Der nasi gorengnya. Tadi kakak sudah makan kok," jawab Lintang sambil menggendong Rahma yang agak rewel.
Derry langsung melahap nasi goreng yang masih ada di atas meja hingga habis tak tersisa.
"Bagaimana kak, apakah kita berangkat sekarang?" tanya Derry.
"Baiklah, sebaiknya kita berangkat sekarang saja. Kamu masih ingat kan jalan ke kliniknya?" ucap Lintang pada Derry.
"Iya, masih dong kak. Yuk !" seru Derry sambil menunggu Lintang naik ke atas motor.
Akhirnya mereka berangkat menuju ke klinik dokter spesialis anak langganan Lintang jika memeriksakan anak-anaknya jika sakit.
Jarak rumah ke klinik tidak terlalu jauh, hanya dengan waktu 10 menit saja mereka sudah tiba di klinik. Dan saat itu klinik masih sepi pasien, baru ada satu pasien anak-anak yang antri kemudian Lintang antrian kedua.
Lintang mendaftar lebih dulu ke loket pendaftaran dan kemudian menunggu di kursi tunggu pasien untuk dipanggil.
Sepuluh menit kemudian pasien pertama sudah keluar dari ruang periksa dan nampak petugas memanggil nama Rahma untuk giliran berikutnya.
Lintang segera masuk sambil menggendong Rahma. Dokter menanyakan keluhan yang dialami Rahma pada Lintang, dan kemudian diperiksa oleh dokter.
Suhu tubuh Rahma tiba-tiba meningkat lagi dan setelah diukur ternyata mencapai 38°C. Lintang sudah terlihat panik dengan kondisi Rahma, apalagi Rahma menangis terus menerus.
Akhirnya dokter memberikan saran untuk segera diperiksa lebih lanjut di rumah sakit, karena klinik tersebut tidak memiliki ruang laboratorium. Sedangkan Rahma perlu cek darah lengkap untuk mengetahui penyakitnya yang menyebabkan suhu tubuhnya menjadi panas dan belum turun juga panasnya.
Lintang pun menyetujui saran dari dokter, kemudian dokter memberikan surat rujukan untuk keperluan pemeriksaan lebih lanjut di rumah sakit. Setelah mendapatkan surat rujukan dari dokter klinik, akhirnya Lintang langsung membawa Rahma ke rumah sakit diantar oleh Derry yang dari tadi masih menunggu di klinik.
Sesampai di rumah sakit, Lintang membawa Rahma ke ruang gawat darurat karena tubuh Rahma masih panas. Tidak lupa Lintang menyerahkan surat rujukan dari dokter klinik, kemudian Rahma langsung dibawa oleh perawat masuk ke dalam ruang pemeriksaan dan segera ditangani oleh dokter melalui observasi terlebih dahulu.
Lintang menunggu di luar ruangan bersama Derry, dokter melarang masuk karena dokter dan tim masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Tidak lupa Derry juga memberikan kabar pada kedua orang tuanya tentang kondisi Rahma saat ini. Tidak berapa lama kemudian Paman Ramli dan Bi Rosma datang ke rumah sakit menjenguk Rahma.
"Lintang, bagaimana kondisi Rahma?" tanya Bi Rosma dengan wajah panik.
"Paman, bibi, terima kasih kalian sudah datang. Rahma masih ditangani oleh dokter di dalam ruangan. Panasnya tinggi lagi Bi," jawab Lintang tentang kondisi anaknya sambil terisak-isak.
"Semoga Rahma baik-baik saja," ujar Paman Ramli menenangkan diri Lintang.
"Iya paman, semoga dia baik-baik saja. Aku tidak bisa membayangkan dia menangis di dalam, tapi dokter melarang aku untuk masuk karena dokter masih melakukan observasi terhadap kondisi Rahma," ucap Lintang masih dengan uraian air mata.
"Iya Lin, kamu yang sabar ya," kata bi Rosma sambil mengusap bahu keponakannya itu.
Tidak berapa lama kemudian dokter nampak keluar dari ruangan pemeriksaan. "Keluarga pasien ananda Rahma?" tanya dokter Heni, dokter yang menangani kondisi Rahma.
"Saya ibunya dok, bagaimana kondisi anak saya dok?" Lintang segera mendekati dokter Heni menanyakan kondisi Rahma.
"Anak ibu sudah melalui beberapa observasi, dan kami sudah mengambil sampel darahnya untuk diperiksa di laboratorium. Untuk itu ananda Rahma harus opname untuk memudahkan kami menangani penyakitnya. Hasil laboratorium akan selesai nanti sore ya Bu," tutur dokter Heni memberikan informasi pada Lintang.
"Baiklah dok kalau memang anak saya harus dirawat saat ini juga, saya ingin anak saya bisa sembuh dok," jawab Lintang.
"Ibu jangan khawatir, kami akan memberikan pertolongan yang terbaik untuk pasien. Kalau begitu silakan ibu segera ke ruang administrasi untuk mendaftar ruang inap bagi pasien ananda Rahma," dokter Heni memberikan arahan pada Lintang.
"Dok, apakah saya sudah bisa menemani anak saya?" tanya Lintang.
"Iya Bu, anaknya sudah bisa didampingi sekarang. Kalau begitu saya permisi dulu ya Bu," ucap dokter Heni dengan ramah.
"Baik dokter, terima kasih banyak," jawab Lintang penuh hormat.
Kemudian Paman Ramli menyuruh Lintang segera menemui anaknya, sedang dia dan bi Rosma pergi ke bagian administrasi untuk menyelesaikan keperluan administrasi rawat inap Rahma.
Lintang pun segera membuka pintu ruangan tempat Rahma tadi diperiksa oleh dokter. Lintang duduk di bangku sebelah brankar Rahma, tangannya mengusap kepala anaknya yang sedang tidur pulas karena pengaruh dari obat.
Beberapa menit kemudian Rahma dipindah ke ruang inap anak-anak oleh petugas rumah sakit. Lintang, paman Ramli, bi Rosma dan Derry mengikuti petugas tersebut mendampingi Rahma.
Kabar tentang Rahma opname sudah sampai juga di telinga Sari, atasan Lintang. Tadi Lintang sudah mengajukan cuti beberapa hari karena harus menjaga Rahma di rumah sakit.
"Lintang, kamu makan siang dulu. Tadi bibi beli makanan buat kita makan siang bersama. Jangan sampai kamu tidak makan," tutur Bi Rosma sambil membuka nasi bungkus yang tadi sempat dibeli di kantin rumah sakit.
"Baik bi, maafkan Lintang sudah merepotkan bibi dan paman," kata Lintang pada bibinya.
"Bicara apa kamu ini, kami sama sekali tidak merasa direpotkan," jawab Bi Rosma.
Akhirnya mereka berempat makan bersama mumpung Rahma masih tidur pulas. Lintang merasa terharu karena bibinya begitu sayang padanya seperti anak mereka sendiri. Apalagi dia adalah anak tunggal, jadi hanya pada bibi dan pamannya itu dia selalu minta bantuan apapun selama tidak merepotkan mereka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!