NovelToon NovelToon

Jadilah Tempatku Untuk Pulang

Bab 1 Ayna

***

"Ya Tuhan, Nona Alea! Lihatlah dirimu! Sungguh cantik dan mempesona ya, seperti bidadari!

Alea, itulah gadis yang selalu dielu-elukan oleh gadis-gadis muda seusianya. Dia berusia 19 tahun, dimana setelah kelulusannya sebagai anak SMA, dan tepat di hari keesokannya lulus dari SMA, ia berulang tahun.

"Hehehe, terima kasih teman-teman!" ucapnya dengan penuh semangat ria.

salah satu sahabatnya, Tyas, membawakan kue ulang tahun yang bertingkat tiga. Semuanya terpana dengan apa yang dilihatnya. Kue bertingkat tiga dengan dekorasi bunga mawar putih serta ornamen-ornamen yang nampak indah dan menggugah selera di saat yang bersamaan.

"Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga!"

"Sekarang juga, sekarang juga!"

Alunan lagu ulang tahun mengiringi hari penuh kegembiraan itu. Senyuman Alea tak sedikitpun meluntur. Bahkan kedua orang tuanya pun juga turut bergembira ria.

"Ayo Alea. Ucapkan permohonanmu!" ucap Tyas.

"Hooh. Mungkin, suatu saat ada pangeran tampan menjemputmu. Ihiiikkk!"

"Ah. Bisa saja kamu, Nana." Alea mengikik geli saat mendengar fantasi Nana yang selalu berlebihan.

"Eehhhh, tapi itu benar loh! Dirimu yang cantik begini, sudah tentu harus ada pangeran tampan yang menjemputmu." ucap Tyas yang menyetujui ucapan Nana.

"Om dan Tante pasti setuju kan dengan apa yang kita berdua ucapin?"

Kedua orang tua Alea, Robi Dirandra dan Yuliana Fadillah, terkekeh. Namun, raut wajah mereka tak dapat dibohongi kalau mereka juga setuju dengan apa yang dikatakan Nana.

"Hahaha. Ya sudahlah, nanti dibicarakan lagi ya. Alea, tiup lilinnya sekarang dan ucapkan permohonanmu." ucap Robi.

"Uhm!"

'Tuhan. Aku ingin, Pangeran tampan, baik, dan kaya raya bisa menjemput ku. Dan kita akan hidup bersama dengan bahagia. Dan semoga, 'hama' itu bisa menyingkir segera dari kehidupanku.'

Alea merapalkan harapannya dalam hatinya. Setelah itu, ia meniupkan lilinnya.

PROK

PROK

PROK

"Horeeee! Selamat ulang tahun yang ke-19 tahun, Alea!"

Semuanya bertepuk tangan, mereka kembali menyelamati Alea yang sudah menginjak usia 19 tahun.

"Apa yang kamu harapkan tadi?" Tanya Tyas penasaran.

"Kepo."

"Cih. Ngga seru kamu Alea!"

Suasana kala itu, memanglah bahagia dan terberkati. Tapi tidak semuanya. Ada seorang anak lainnya yang juga berulang tahun di hari yang sama seperti Alea.

"Selamat ulang tahu Ayna!"

"Selamat menginjak umur 20 tahun, Ayna cucuku!"

"Wuaahhh kakek, nenek... Terima kasih banyak!"

Walaupun tak semewah pesta Alea, gadis muda ini tetap merayakannya dengan rasa penuh syukur.

Ah benar, siapakah gerangan yang bernama Ayna ini?

"Maaf ya. Hanya nasi kuning yang kakek dan nenek siapkan. Kami ngga punya cukup uang untuk-..."

"Kakek, nenek. Jangan begitu dong. Apapun yang kita dapatkan, patut kita syukuri. Toh, Ayna ngga meminta apapun yang berbau mewah. Bisa hidup sehat dan berumur panjang sudah buat Ayna senang."

Pasangan tua itu terharu dengan ucapan Ayna. Walaupun Ayna bukan cucu mereka berdua, tetapi mereka sudah menganggap Ayna sebagai bagian dari keluarga, apalagi Ayna seperti seorang cucu kesayangan uang begitu manis.

"Hahaha, memang benar ya, cucu satu ini. Ya sudah, ayo berdoa nak. Apa yang kamu harapkan sekarang?"

Sang kakek menanyakan harapan serta doa Ayna di hari ulang tahunnya ini. Ayna segera mengadahkan tangannya dan berdoa...

'Ya Allah, Ayna sangat bersyukur dengan apa yang Ayna dapatkan di hari ulang tahun ini. Ayna berharap, bisa keluar dari sini bersama kakek dan nenek, agar kami bisa hidup lebih layak dan bisa memiliki uang yang banyak. Semoga juga, kami diberi kesehatan serta umur yang panjang. Amiiinnn...'

Selesai berdoa, Ayna mengambil sendok nasi dan mengambil nasi uduk itu untuk kakek dan nenek. Mereka makan bersama, diselingi canda tawa yang begitu hangat dan menggelikan.

***

Malam harinya...

Ayna yang sudah merasa kenyang, kembali ke kamarnya yang kecil dan sedikit sempit. Kamarnya ada di tingkat atas, jadi ia harus menaikinya dengan tangga walaupun harus bersusah payah.

"Aduuuuhhh, mana kakiku sakit lagi. Kudu naik ke atas pula. Mantap sekali ngga tuh?"

Langkah demi langkah, ia usahakan untuk naik anak-anak tangga itu. Simbahan keringat bercucuran di sekitar dahinya, tanda ia benar-benar berusaha sekarang untuk sampai ke dalam kamarnya sendiri.

Dari kejauhan, di balik tembok...

"Kan apa sudah kubilang? Harusnya kita paksa dia untuk tidur di kamar kita, Bang Chairul. Nak Ayna kesusahan itu jalannya, Ya Allah... Cucuku..."

"Tiana. Mau kita paksa pun, yang ada dia tetep menolak. Kamu tahu kan? Sedari awal dia masuk kesini, kaki kanannya itu sudah... Ah, aku ngga mau mengingat itu. Tuan besar memang kejam. Kalau saja bukan karena penyamaran..."

Entah apa yang membuat kedua pasangan tua ini serasa... Misterius. Tapi yang pasti, pikiran mereka masih berisikan Ayna. Mereka khawatir dengan keadaan Ayna ke depannya apabila jika diteruskan begini.

"Bagaimana dengannya? Apa dia sudah kembali dari Inggris?" tanya kakek itu, Chairul.

"Kemarin siang Adam kembali dari Inggris, dan lusa dia akan menjemput kita. Tapi, aku sudah bilang kalau nantinya kita akan membawa Ayna bersama kita. Aku ngga mau, Ayna menderita sendirian disini." jawab nenek, Tiana.

"Hm, baguslah. Kalau dia ngga mau, kugetok kepalanya pakai panci nantinya."

"Kali ini, istrimu setuju denganmu, Abang."

***

Di dalam kamar Ayna...

Selesai melaksanakan sholatnya, Ayna bergegas untuk tidur. Entah kenapa, tubuhnya begitu lelah setelah membereskan hasil berantakan pesta ulang tahun Alea, bahkan ia yang membereskannya sendiri.

"Kenapa paman sebegitu bencinya kepadaku ya? Kalau dari dulu sudah benci, kenapa aku dibawa kemari, ke rumah ini? Bahkan bibi dan Alea saja bilang, jijik kepadaku karena kakiku ini. Padahal, salah siapa yang sudah membuat kakiku menjadi cacat begini?"

Ayna mengambil pigura foto yang ada di nakas samping tempat tidurnya. Pandangannya menyendu, karena dalam foto itu, siluet dirinya dan juga kedua orang tuanya yang sudah tiada, begitu bahagia tanpa ada rasa kesedihan sama sekali.

"Entah bagaimana ya rasanya dicintai itu. Aku sudah sangat lupa bagaimana rasanya dicintai maupun disayangi. Kalaupun bersama kakek Chairul dan Nenek Tiana... Aku ngga tahu juga, tapi rasanya dada begitu geli dan hangat. Apa aku mencintai dan menyayangi kakek dan nenek ya? Secara mereka... Menganggapku cucunya..."

Karena lelah dengan pikirannya, Ayna tertidur dengan pigura foto yang masih dipeluknya erat. Tanpa terasa pula, jika hari keesokannya adalah hari dimana penderitaan sebenarnya... Dimulai.

***

Keesokan harinya...

"Apa? Padahal bukti sudah ada, dan kalian berdua tetap ngga mau mengakuinya?!"

Pagi itu, menjadi huru hara. Karena Yuliana kehilangan kalung mutiaranya yang berharga, dan itu ditemukan di lemari di kamar Chairul dan Tiana.

"Maaf Nyonya. Itu bukan kami yang melakukannya. Demi Allah, kami..."

"Halah! Mengaku saja kamu Chairul, Tiana! tambah tua, bukannya memperbanyak tobat, malah mencuri. Kalau kalian ingin, ya beli!" hardik Yuliana yang masih kesal.

"Astaghfirullah hal adzim, Nyonya. Kami ngga melakukan itu semua. Kami tadi malam tidur dan ngga keluar sama sekali dari kamar." ucap Chairul yang sebenarnya.

Robi, yang sedari tadi menyaksikan, meminta kepada anak buahnya untuk menyerahkan sebuah rekaman CCTV nya.

"Ini Tuan. Saya sudah mendapatkannya, dan ternyata benar mereka yang mencurinya."

Rekaman CCTV itu menampilkan Chairul dan Tiana yang diam-diam masuk ke dalam kamar Robi dan Yuliana, lalu mereka membuka lemari dan setelahnya kembali ke kamar mereka sendiri.

Chairul dan Tiana yang melihat rekaman itu, terkejut luar biasa. Padahal semalaman, ia dan istrinya hanya mengawasi Ayna yang menaiki tangga dan kembali lagi ke kamar untuk beristirahat.

"N-Ngga, itu semua ngga benar. Tuan besar, k-kami ngga melakukan itu..." lirih Tiana, dan ia bersimpuh di kaki Robi.

"Ngga melakukan? Lalu ini apa? Hantu yang melakukannya? IYA?"

BRAAAKKKK

Tablet dibanting oleh Robi sampai hancur tak berbentuk, menandakan ia benar-benar murka sekarang.

"Tuan besar, kami... Kami ngga melakukan itu. Percayalah kepada kami..." Chairul juga ikut bersimpuh di kaki Robi, dan memintanya untuk percaya kepada mereka berdua.

"Heh, orang kalau sudah ketahuan mencuri, ya begini ini. Memohon-mohon ngga jelas." Alea menyaksikan pemandangan di depannya dengan sinis. Ia benar-benar muak dengan pasangan tua itu.

"Kakek! Nenek!"

"Yaahhh, pahlawan kesiangan datang akhirnya."

Ayna datang dengan berlari walaupun tertatih-tatih. Ia mendekati Chairul dan Tiana.

"Paman. Bibi. Hentikan ini semua. Kenapa paman malah percaya hanya dengan rekaman itu? Padahal bisa saja itu rekaman palsu. Kakek dan nenek bukan pencurinya." Ayna membela Chairul dan Tania, dan ia mengatakan yang sejujurnya kalau Chairul juga Tania bukan pelaku yang sebenarnya.

"Heh, anak cacat! Mending minggir kamu! Atau kamu akan kami buat menderita sama seperti mereka?" Yuliana menyerahkan cambuk kepada suaminya, dan Robi sudah benar-benar menyiapkan apa yang akan digunakannya sekarang untuk menghukum Chairul dan Tiana.

"Ngga. Saya ngga akan minggir sebelum paman dan bibi menyelidiki lebih lanjut mengenai pencuri yang sebenarnya."

Chairul dan Tiana terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Ayna. Habis sudah, setelah ini Ayna akan dihukum kembali dengan berat.

"Tuan Robi. Ada tamu yang mencari Nona Alea." tiba-tiba saja, salah satu pelayan pria melaporkan ada tamu yang mengunjungi rumah mereka.

Alea yang ada di atas tangga, langsung turun cepat. Ia tahu siapa yang datang.

"Huh, tunggu sebentar. Alea, kamu sambut dia dulu sebentar. Dan buatmu Chairul, Tiana. Kalian kupecat secara tidak hormat dari rumah ini! Kamu Ayna, karena kamu sudah membela kedua pelaku ini, hadapilah hukuman beratmu di belakang sana."

~Bersambung~

Bab 2 Dihukum

**

"Hendry!"

Siapakah tamu gerangan yang datang mengunjungi rumah mewah itu? Ternyata dia adalah Hendry Ananta Dirawan, kakak kelas Alea dan juga calon tunangan Alea.

Alea begitu bahagia ketika calon tunangannya datang, sampai ia memeluknya dengan erat.

"I Miss you so much! Kapan balik dari Inggris?" tanya Alea yang masih bergembira.

"Hahaha, serindu itukah kepadaku? Aku baru kemarin balik dari Inggris. Maaf ya ngga mampir ke ulang tahunmu, aku tiba-tiba mengalami flu." jawab Hendry.

"Flu? Are you okay now?" dengan rasa khawatir yang dibuat-buat, Alea memutari tubuh tinggi Hendry.

"Okay, semuanya okay. Lagian, aku kesini cuma buat mengantar hadiahmu, sekalian aku mau menemui om dan Tante. Oh ya, om dan Tante ada di rumah kan?"

"Hendry."

Robi dan Yuliana muncul dari tangga. Senyuman mereka berdua begitu ramah, seakan-akan sangat menyambut kedatangan pria muda itu.

"Om Robi, Tante Yuliana. Selamat siang." sapa Hendry.

"Selamat siang." balas dua orang paruh baya itu.

"Tumben kamu sendirian datangnya, kamu ngga datang bersama kedua orang tuamu?" tanya Yuliana.

"Ngga Tante. Mereka berdua masih belum sampai, mungkin nanti malam baru sampai rumah." jawab Hendry.

"Oooo, eh iya. Tante baru denger kalau kamu kena flu. Ayo duduk dulu, kasihan nanti kepalamu sakit. Alea, kamu ini gimana sih? Calon tunangan sakit begini, harus dilayani. Gimana kalau nanti waktu menikah?"

"Ihhhh mama! Apa sih? Masih calon kok, belum tunangan juga..." Alea menyembunyikan wajahnya di balik punggung ayahnya, ia begitu malu mendengar ucapan ibunya itu.

Tetapi, tidak memungkinkan juga kalau ia tidak bahagia. Ia sangat bahagia. Akhirnya, pangeran yang sangat ia impikan akan datang menjemputnya, dan itu adalah calon tunangannya sendiri.

"Hahaha! Ya sudah, kalian berdua sana duduk dulu ya. Om sama Tante mau ke belakang. Na, ayo." Robi menarik tangan istrinya untuk mengikuti ke belakang, dan Yuliana menurutinya.

"Kayaknya, Tante sama Om lagi sibuk ya hehehe."

"A-Ahahaha, I-Iya..."

Suasana mendadak hening, dan beberapa detik kemudian Hendry angkat bicara.

"Alea, aku... Mau ngomong sesuatu ke kamu."

"M-Mau ngomong apa?" jujur, saat Alea melihat tatapan Robi yang mulai serius, jantung Alea berdetak kencang tak karuan.

"Kamu... Jangan kaget ya. Tapi aku yakin, kamu pasti akan senang dengan apa yang mau aku katakan ini."

"Iya iya..."

Hendry menarik nafas dalam-dalam, lalu ia menatap lurus Alea.

"Daripada bertunangan, kenapa kita ngga langsung menikah saja?"

"Eh?"

"EEEHHHHHH?"

***

BRUK

"AAKKHHH."

"ABANG!"

"KAKEK!"

Di gerbang belakang, secara tidak hormat dan sangat kasar pula, para pengawal rumah itu mendorong tubuh ringkih Chairul sampai terjatuh. Dirinya juga Tiana akan diusir dari rumah itu.

"Pergi kalian berdua dari sini! Dan jangan pernah menampakkan diri lagi dari penglihatanku"! Robi meneriaki dua pasangan tua itu untuk segera pergi dari sana, ia benar-benar muak!

"T-Tuan, jangan begini. S-Saya dan istri ngga mengambil perhiasan Nyonya. Demi Allah, kami ngga melakukan itu..." lirih Chairul sembari menangis.

"Paman... Bibi... Kakek dan nenek ngga melakukan itu... Tolong percayalah... Mereka adalah orang jujur..." Ayna memohon kepada paman bibinya untuk mengampuni serta meminta kepada mereka untuk melepaskan dua pasangan itu.

"Halah! Kamu itu sama saja! Tahu diri harusnya. Sudah cacat, ngga sopan, membela pelaku pula. Harusnya kamu berterimakasih suda hidup enak disini! Bersihkan rumah kek apa kek, malah leha-leha goyangkan kaki." Yuliana menoyor kepala Ayna, menuduh gadis muda itu tidak melakukan perintah apapun di rumah itu.

"Bibi. Kakek dan nenek ngga melakukan itu..."

"Paman. Saya mohon... Tolong percaya-..."

PLAK

Tamparan keras melayang di pipi kanannya, sampai membuat Ayna terdiam. Robi, telah menampar Ayna.

"Ayna! Kenapa Anda melakukan itu?!" Chairul tidak terima, ia yang sudah menganggap Ayna sebagai cucunya, tidak terima jika Ayna dibegitukan.

"Ternyata, kamu itu sama bodohnya dengan adikku itu. Ngga ayah ngga anak sama saja! HARUSNYA AKU MEMBIARKANMU MATI DI JALANAN SAJA! DASAR CACAT! ANAK NGGA TAHU DIRI!"

"KALIAN! KURUNG AYNA DAN JANGAN BERI DIA MAKAN! BIAR SAJA DIA MATI KELAPARAN!"

"DAN KALIAN! KELUAR SEKARANG!"

Tubuh mungil nan kurus Ayna diseret bagaikan binatang. Teriakannya yang parau serta tangannya merentang berusaha menggapai Chairul dan Tiana, seakan tak membuat Robi, Yuliana ataupun beberapa penjaga itu sakit telinga.

"Ayna! Aynaaaa!"

"Kakeeekkk! Neneeeekkk!"

***

"Hiks hiks.... Huhuhu... Kakek... Nenek..."

Atas perintah sang tuan besar, Ayna dikurung di sebuah gudang kosong yang minim pencahayaan.

Semuanya serba tertutup, ia benar-benar kehilangan dua jiwanya sekarang.

Ia mengingat kebersamaannya bersama Chairul dan Tiana, saat ia baru bertemu dengan mereka di usia 12 tahun. sekian lama setelah kehilangan kedua orang tuanya, akhirnya ada orang yang sangat mencintainya, bahkan rasa hangat serta kenyamanannya senyaman kedua orang tuanya.

Rasa itu... adalah rasa yang sudah lama terpendam dan Ayna menemukan kembali di dalam Chairul dan Tiana. Bahkan, mereka juga sangat menyayangi Ayna dan menganggapnya sebagai cucu.

"Ah kakek, nenek... Kenapa aku baru menyadari sekarang... Kalau kalian berdua itu seperti rumah buat Ayna? Kenapa Ayna ngga mengatakan itu ya sedari dulu?"

"Ayna... Ayna juga bodoh. Kenapa ngga ngomong dari dulu kalau Ayna sayang kalian berdua? Harusnya... Hiks... Harusnya Ayna bilang dari dulu... Maaf, maafkan Ayna yang sering membuat kakek dan nenek menderita, kerepotan, apalagi Ayna yang kadang masih ngga percaya kepada kalian... Ayna... Ayna menyesal... Huhuhu...."

Tangisan pilu terdengar di gudang gelap itu. Tak ada satupun yang dapat mendengar tangisan pilu itu, tak ada. Hanya decipan cicak serta suara jangkrik yang mengalun samar-samar dari luar jendela itu.

"Ayah... Ibu... kepala Ayna sakit...."

***

"Kenapa pula aku harus menolong gadis itu? Kan dia masih termasuk dalam keluarga ngga berguna itu kan?"

"Adam. Apa yang kamu dengar ini adalah hal yang kamu ngga pernah lihat sebelumnya. Kakek dan nenek sudah menyamar dengan dalih bekerja disana selama bertahun-tahun, dan kami melihat semuanya. Apa ngga ada rasa empati di hatimu?"

"Tiana benar. Ayna bukan gadis arogan seperti sepupunya, Alea. Selamatkan dan ambil itu Ayna kenapa sih? Kakek dan nenek ngga minta kamu buat merawatnya, tapi kami yang akan merawatnya."

Pria di depan pasangan tua itu mengusap wajahnya dengan kasar. Sudah ia kerepotan dengan permasalahan internal perusahaan, sekarang pula ia mendapati kakek dan neneknya yang terusir dari rumah mewah itu dan tersesat di jalanan. Untung saja, sekretarisnya kenal dan langsung menyelamatkan mereka berdua.

"Kek Chairul, Nek Tiana. Sebenarnya cucumu ini aku atau yang namanya Ayna itu? Lagian, kenapa kita harus mengikut campuri urusan orang lain? Toh, dia nanti-..."

PLAK

Kesabaran Chairul habis, ia menampar Adam dengan keras sampai semua pelayan disana menutup mulutnya dengan terkejut.

"Anak kurang ajar! Apa selama bekerja disana kamu belajar yang bersifat negatif hah?! Kenapa kamu bisa bersikap seperti ini?! Padahal, kamu mendidikmu untuk menjadi pribadi yang cerdas dan waspada tapi memiliki rasa empati yang tinggi. Dan ini yang kami lihat?! Percuma saja kalau perusahaanku akan terwariskan di tanganmu kalau kamu begini! Cih, aku ngga Sudi jika kamu mewarisi perusahaan ini kepada cucu berandalan semacam ini!"

Chairul bangkit dari duduknya. Ia melangkah naik tangga menuju ke kamarnya. Sebelum ia benar-benar naik tangga...

"Kakek beri kesempatan kepadamu, Adam. Selamatkan dan bawa Ayna kesini, atau perusahaan akan kakek jual ke perusahaan besar lainnya."

Setelah mengucapkan itu, Chairul langsung naik ke tangga dan langsung masuk ke dalam kamarnya.

Kini, di ruang tamu itu tersisa Adam dan Tiana. Tiana sama seperti suaminya, ia benar-benar marah kepada Adam. Dirinya masih menatap datar kepada cucu satu-satunya itu.

"Lakukan perintah kakekmu itu, jika kamu ngga mau kerja kerasmu ini sia-sia selama di Inggris." hanya begitu saja, Tiana langsung menyusul suaminya ke kamar.

Setelah perdebatan itu, Adam langsung mengehela nafasnya dengan kasar. Ia benar-benar marah serta bingung. Kenapa harus menyelamatkan keponakan dari musuh besar perusahaan? Toh, gadis itu masih bagian dari keluarga itu. Memusingkan memang.

Adam mengambil handphonenya, ia menghubungi sekretarisnya untuk mencari tahu siapa Ayna.

"Cari tahu gadis yang bernama Ayna. Dia ada di rumah Robi Diandra. Cari tahu secepatnya."

"Baik Tuan."

Setelah sambungan itu terputus, ia masuk ke dalam kamarnya sendiri. Di atas ranjang itu, pria muda berusia hampir 30 tahun itu mengingat kilas baliknya dahulu. Dimana saat berusia 20 tahun, ia terluka parah di bagian lengannya sampai ada gadis cilik berusia sekitar 10 tahun yang mengobatinya.

Ia tersenyum mengingat masa-masa itu. Pertemuan yang tidak sengaja, bahkan Adam ingat dengan ciri-ciri gadis cilik itu. Rambut hitam panjang terkepang, lesung Pipit kanan yang manis, serta gigi gingsul kiri. Oh jangan lupa, mata hazel yang lebar, hidung mancung, serta bulu mata yang lebat.

"Dan aromanya... Seperti stroberi. Namanya... Ayna. Sama seperti yang kakek dan nenek ingin aku jemput."

"Haaahhh gadis kecil. Jika benar kamu adalah Ayna yang dimaksud kakek dan nenek, kumohon... tetaplah hidup. Aku sangat ingin bertemu denganmu, gadis kecil."

***

"A-Apa? Menikah?"

Ada berita yang sangat mengejutkan Robi dan Yuliana. Hendry melamar Alea untuk menikah dan menjadi istrinya.

"S-Sebentar... Ngga terlalu muda apa?"

~Bersambung~

Bab 3 Hampir Sekarat

A-Apa? Menikah?"

Ada berita yang sangat mengejutkan Robi dan Yuliana. Hendry melamar Alea untuk menikah dan menjadi istrinya.

"S-Sebentar... Ngga terlalu muda apa?"

Robi terbata-bata mendengar penuturan Hendry. Nampak pria muda berusia 20 tahunan itu serius dengan ucapannya.

"Om Robi. Saya serius dengan Alea. Memang terkesan kecepatan tapi saya... Saya sangat serius dengan Alea. Lalu, ini mungkin situasi yang agak susah buat saya."

"Kenapa nak? Coba katakan ada masalah apa denganmu. Mungkin kami berdua bisa membantu. Apalagi kamu sekeluarga juga sudah membantu kami ini kan buat mengembangkan perusahaan." Ucap Robi lembut.

Hendry menghela nafasnya dengan berat, lalu menatap tiga orang di depannya dengan lurus.

"Perusahaan Triantara, perusahaan yang sudah didirikan oleh kakek saya lalu diteruskan oleh ayah saya... Akan diwariskan kepada kakak saya yang merupakan ahli waris sebenarnya. Tapi... Keadaan sekarang begitu genting karena ayah mulai meragukan kakak saya. Saya ngga bisa menjelaskan kenapa karena ini masalah pribadi. Makanya, ayah sangat berharap kepada saya buat meneruskan perusahaan ini dengan catatan saya harus menemukan calon pendamping hidup. Kebetulan pula, ada Alea. Makanya, saya melamar Alea untuk menjadi pendamping hidup saya. Saya-..."

"Aku mau!" belum juga Hendry menyelesaikan ucapannya, Alea langsung menyela dan menjawab permintaan dari Hendry itu.

"Alea! Husshhh mulutnya!" tegur Yuliana.

"Ihhh apa sih mama? Kan aku juga suka dengan kak Hendry. Aku juga cinta sama dia! Ya kan kak?"

Hendry hanya tersenyum geli mendengarnya, tapi wajahnya tak dapat dibohongi kalau ia tak menyangkan apa yang didengarnya. Ia senang.

"Hahaha, yaahh kalau itu siihhh... Tergantung dengan jawabannya Alea ya. Kamu bagaimana Alea? Mau jadi istrinya Hendry?" tanya Robi.

"Iya ayah! Tentu Alea mau!" ucap Alea semangat.

Robi dan Yuliana tersenyum senang. Tidak mereka sangka, hadiah ulang tahun Alea yang sudah berlalu adalah hadiah lamaran dari seorang penerus perusahaan yang lumayan besar. Apalagi, Robi sudah berinvestasi disana. Sungguh, benar-benar mujur.

"Jadi... Mau direncanakan kapan pernikahannya ini?"

***

"Sayang. Bukankah ini berita bagus ya? Akhirnya Alea kita dilamar oleh anak kedua dari CEO Triantara Corporation. Aku dengar ya, Hendry itu juga anaknya berprestasi di kampusnya dan nilai-nilainya selalu A! Wah wah, sudah pasti masa depannya gemilang dan anak emas kita bakal terjamin hidupnya!"

Yuliana terbayang akan kehidupan Alea, dimana akan bergelimang harta yang banyak serta menjadi pasangan dari calon penerus perusahaan.

"Hohoho, tentu saja aku juga senang istriku. Cuma ya... Aku agak penasaran."

"Kenapa memangnya?" tanya Yuliana.

"Maksudku... Kenapa kakaknya Hendry itu ngga menjadi penerus perusahaan ya? Masalah apa yang dialaminya? Kenapa juga aku melihat Hendry nampak tenang-tenang saja sewaktu menceritakan kesulitan kakaknya?" Robi memikirkan tentang kakak dari Hendry, yang mana harusnya menjadi pewaris perusahaan tapi hak ahli warisnya dicabut. Entah masalah apa itu...

"Ck, ngapain pula kita pikirkan itu? Mau masalah dia besar kek kecil kek, itu bukan urusan kita. Huh, sudah pasti urusannya panjang itu. Makanya Hendry tenang-tenang saja. Lah kakaknya yang kudengar itu orangnya payah dan ngga ada bakat." istrinya meminta Robi untuk tak terlalu memikirkan hal itu.

Robi hanya mengangguk pelan. Ia lalu duduk di ujung ranjang dan meregangkan otot-otot nya yang mulai kaku.

"Lebih baik aku memikirkan si sampah itu. Apa dia masih meraung-raung atau bagaimana?" tanya Robi yang teringat dengan Ayna.

"Ngga tahu tuh. Ngapain juga kita urus? Mau mati kelaparan ya ngga apa-apa. Biar beban kita berkurang. Tinggal buang saja mayatnya ke jurang." ucap Yuliana yang sedikit kesal.

"Hmm, lusa saja aku lihatkan."

***

Sudah menuju hari kedua...

Malam itu, dalam gudang terbengkalai... Tidak ada lagi teriakan parau dari Ayna. Ia sudah tidak mampu berteriak karena keadaanya yang semakin melemah.

Perutnya sakit, kepalanya berkunang-kunang, bahkan bagian punggungnya yang sakit sudah mulai tak ia rasakan. Inilah ajal buatnya?

"Ayah... Ibu... Ayna kangen... Apa ayah dan ibu... Akan menjemput Ayna? Rasanya... Ayna sudah ngga sanggup..."

Pandangan Ayna mulai menggelap. Ia sudah pada batasnya. Tubuhnya yang sekarat sudah tak mampu lagi menahannya. Ia kehilangan kesadarannya.

BRAAAKKK

Tiba-tiba, pintu terdobrak begitu saja. Ayna tida terkejut saat pintunya terdobrak karena ia saja tidak ada tenaga. Seorang pria berjaket kulit hitam masuk ke dalam gudang terbengkalai itu. pandangannya teralihkan pada tubuh wanita muda yang terkulai lemas.

DRAP

DRAP

DRAP

Suara langkah sepatu mendekati tubuh Ayna. Tangannya yang berurat terulur, mengelus wajah Ayna. Kemudian, ia menyentuh leher Ayna. bisa terlihat pula wajahnya begitu terkejut.

"Tuan Adam. Semuanya aman."

Pria bernama Adam itu mengangguk. Segera ia mengangkut Ayna dan membawanya keluar dari sana. pandangannya semakin mendingin di dinginnya udara malam hari.

Di depan sana, bawahannya sudah menunggu. Ia membuka pintu mobil dan mempersilahkan Adam untuk masuk ke dalam mobil.

"Kita kembali ke rumahku. Panggil si gila itu buat periksa gadis kecilku ini." titah Adam.

"Eh? Tidak kembali ke rumah Tuan Besar dan Nyonya Besar?"

Kesalahan besar. Sopir bertanya sesuatu yang mengundang amarah Adam. Aura dingin dan mencekam seisi mobil sampai membuat sopir itu keringat dingin.

"Kamu ingin aku pecat atau aku cambuk 100 kali?" ancam Adam.

"T-Tidak Tuan, tidak. B-Baik, kita kembali ke rumah."

"Hm. jangan bilang hal ini kepada kakek dan nenek. Bilang saja, kamu ngga tahu apa-apa." pesan Adam.

"Baik Tuan."

Mobil mewah itu langsung melaju meninggalkan gudang itu. Letaknya memang tepat di belakang mansion milik Robi tetapi jaraknya cukup jauh dan dipisahkan dengan jalanan.

Selama perjalanan pulang kembali ke rumah, Adam tak henti-hentinya memandang Ayna. pandangannya begitu sendu dan juga melega. Kembali ia elus pipi Ayna dengan lembut dan diciumnya dahi Ayna.

"Gadis kecil... Akhirnya kita bertemu lagi. Andaikan waktu bisa diputar kembali..."

***

Ayna dibaringkan di ranjang Adam. Seorang dokter kepercayaan Adam sudah datang dan ia sedang memeriksa keadaan Ayna. Dengan teliti, wanita bertato itu memeriksa Ayna.

"Hmm, begitu ya..."

"Bagaimana? Dia ngga apa-apa kan?" tanya Adam khawatir.

"Beruntung kamu cepat memanggilku, Adam. Dia mengalami dehidrasi berat, lambungnya juga bermasalah karena ngga ada asupan nutrisi yang masuk ke dalam. Tekanan darahnya tadi lumayan rendah dan aku periksa lebih lanjut baru saja, dia mengalami vertigo. Sekarang keadaanya mulai stabil dan aku sudah memasangkan infus untuk menormalkan kembali cairannya."

Dokter itu bernama Berta. Berta membetulkan kecepatan infusnya agar cairan infusnya bisa menetes dengan normal. Setelahnya, ia memberikan beberapa obat kepada Adam untuk Ayna minum saat sadar nanti.

"Sebenarnya dia ini siapa? Dan kamu apain dia sih? Lalu, bukannya kamu ngga suka wanita ya?" untuk kalimat yang terakhir, Berta sedikit mengejek Adam.

"Ck, kamu pikir aku gay apa? Aku masih normal ya." celetuk Adam kesal.

"Hehehe, ya kan hanya dugaan. Oh ya, kamu ngga mau menjawab nih pertanyaanku?"

Dengan terpaksa, Adam menjelaskannya darimana dia menemukan Ayna. Tetapi apakah ia kenal Ayna atau tidak, Adam tak menjawabnya.

"Oh my Lord... Ternyata si tikus got itu. Benar-benar... Aku akan membunuhnya suatu saat nanti..." selesai mendengar kilas baliknya, giliran Berta yang mengamuk.

"Hei Adam. Kalau kamu sudah bosan dengan ini wanita, bawa ke aku ya. Kurawat dia jadi adikku dan kujadikan wanita tercantik dan termanis sedunia!. Ughhh ini cewek semanis ini, ngga mungkin di sia-siakan hehehe..."

"Cih. Ngga Sudi! Pulang sana kamu!"

***

Sepulangnya Berta kembali ke apartemennya, kini Adam kembali dengan kesendiriannya. Sebenarnya tidak sendirian, karena ada Ayna disana yang masih tidak sadarkan diri.

Adam duduk di kursi sofa merah yang tepat berada di samping ranjang. Pandangannya lurus menghadap Ayna, ia masih dengan setia menunggu Ayna sadar.

"Sebentar. Kakek bilang, kakinya cacat. Ah, Adam. kenapa kamu ngga sekalian saja tadi minta si gila itu periksa sekalian?"

Adam menyibak selimut bawah dan benar saja. Lutut kanan Ayna seperti hampir rata serta betisnya nampak bengkok. Nafasnya tertahan, apa yang sudah diperbuat oleh sang paman sampai membuat keponakannya, Ayna, seperti ini?

"Benar-benar, kalian benar-benar iblis. Kalian yang selalu mengatakan kami adalah orang kejam dan iblis... Tapi apa yang kulihat ini?"

"Haahh, belum saatnya. belum saatnya aku harus menyerang mereka itu. Tapi gadis kecil, jangan khawatir. Kamu akan aman disini, ngga ada ancaman dari keluarga toxic itu. kamu akan baik-baik saja disini, bersamaku."

Setelah melihat kaki Ayna, Adam merebahkan kepalanya di samping tubuh Ayna. Tangan besarnya menggenggam erat tangan mungil Ayna, menjaganya agar tetap aman dan nyaman. Sejenak, ia tersenyum geli saat melihat tangan Ayna.

"Sungguh, mungil sekali."

~Bersambung~

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!