NovelToon NovelToon

Tiba-tiba Jadi Istri Dan Ibu

Cerita Kaluna awal

Kaluna seorang wanita yang berusia 26 tahun, ia tinggal bersama kedua orang tua dan adiknya. Keluarga nya lumayan banyak dan selalu mendesaknya untuk segera menikah, karena teman seusia dirinya sudah ada yang memiliki 2 anak. Kaluna bekerja di salah satu perusahaan yang cukup terkenal saat ini, maka dari itu ia sering sekali lembur dan pulang pada malam hari.

"Capek banget kerja, kapan sih aku nikah?" Pertanyaan nya sendiri saat teman-teman yang lain ditunggu pasangan nya pulang dari kantor.

"Kal, gue duluan ya. Suami gue udah jemput."

"Iya duluan aja, gue belakangan." Kaluna membereskan lembaran kertas yang ia susun akan segera pulang.

"Kal, gue juga duluan nih pacar gue udah di depan." Pamit nya satu teman lagi, membuat Kaluna menghela nafas panjang.

"Iya, jangan ada lagi setelah ini. Yaiyalah kalau ada lagi berarti hantu." Kaluna bergidik ngeri lalu menyambar tas nya dan pergi untuk keluar dari kantor. Masih banyak orang di kantor, hanya saja di ruangan nya hanya ada mereka bertiga.

"Mbak, Kaluna." Sapa security yang berjaga.

Kaluna menjawab dengan ramah menunduk, ia tersenyum menyapa orang-orang dengan senyuman walaupun dirinya sudah lelah seharian kerja. Ingin berhenti dari kerjaannya, namun gaji juga lumayan mahal. Hanya badan yang hampir terasa hancur. Jika bukan buatan Tuhan, dan made in negara-negara mungkin sudah hancur berkeping-keping.

Kaluna menuju mobilnya, ia menyalakan mesin dan menyimpan tas nya terlebih dahulu sambil memposisikan tubuhnya dengan benar agar tidak salah posisi dalam menyetir. Kaluna mulai melajukan mobilnya karena jam juga sudah menunjukkan pukul 8 malam, ia merasa sedikit gerah dan akan segera mandi ketika telah sampai.

"Beli apa dulu ya, pengen makan enak tapi di rumah masakan mama juga lebih enak." Adiknya masih sekolah dan kedua orang tuanya juga biasa-biasa saja yang hanya seorang guru, walaupun mulia tapi guru tidak ada apa-apa nya dengan yang punya perusahaan besar menurut nya.

Jalanan saat ini terbilang cukup sepi, mungkin cuaca yang sedikit dingin dan musim hujan mengakibatkan orang malas untuk keluar rumah. Kaluna sendiri jika tidak bekerja mungkin dirinya memilih untuk istirahat saja dirumah.

Mobil melaju cukup cepat dari depan dengan lampu sorot yang sangat terang membuat siapa pun yang melihatnya silau. Kaluna menyetir dengan baik namun sedikit cepat karena sudah kepikiran akan segera mandi, hanya saja tiba-tiba mobilnya ke kiri menabrak pembatas jalan dan mengakibatkan mobil itu terlepas dari pembatas jalan tersebut, lalu masuk begitu saja ke rerumputan yang membuatnya terombang ambing. Kaluna menjadi panik sendiri di dalam mobil, ia membuka pintu mobil dan itu sangat susah.

"Ma, pa, dek, maafin Kaluna ya, sepertinya tidak bisa lagi bersama kalian." Kaluna masih ingat dengan orang tua dan adiknya, walaupun terasa tubuhnya mulai sakit semua.

"Nasib ku, bagaimana aku mati dalam keadaan jomblo begini." Ucapnya saat mobilnya mulai masuk ke dalam jurang, pintu mobil juga susah untuk ia buka. Kaluna sudah ikhlas dengan hidupnya yang akan pergi untuk selamanya tanpa merasakan punya pasangan dan buah hati seperti teman-temannya, ia memilih memejamkan matanya dan pasrah ia ingin pergi dengan tenang.

Kaluna sudah tidak bisa di selamatkan, mobilnya yang masuk ke dalam jurang itupun meledak dan hancur berkeping-keping.

Tit tit tit....

Seorang perempuan membuka matanya cepat, ia merasa bahwa dirinya berada di rumah sakit.

"Ternyata aku masih hidup? Siapa yang sudah menyelamatkan ku dan membawaku kesini?" Semua pertanyaan ia ajukan pada dirinya sendiri, kepalanya tiba-tiba pusing dan sekelebat bayangan muncul di dalam ingatannya.

"Siapa pria itu? Anak kecil itu, siapa?" Kepalanya terasa sakit, ia menoleh saat suara pintu terbuka.

"Nyonya sudah sadar?" Tanya nya membuat wanita yang mendengar itu pun bingung.

"Nyonya? Maaf anda salah kamar, mungkin anda akan masuk ke kamar sebelah." Wanita itu menunjuk ruangan sebelahnya.

"Tidak, saya tidak salah kamar. Anda adalah nyonya saya. Tuan menempatkan anda di ruangan VVIP."

Wanita itu terkejut mendengar penuturan yang diucapkan oleh orang setengah baya.

"Tidak, papa sama mama tidak mungkin merawat ku sampai di VVIP. Aku pasti sedang mimpi, iya aku pasti sedang mimpi." Wanita itu adalah Kaluna, ia bingung melihat orang di depannya yang menyebut dirinya nyonya.

"Mama," mata Kaluna beralih pada anak kecil usia 3 tahunan yang sepertinya takut untuk mendekat, ia melihat anak yang ada di ingatan nya itu.

"Si-siapa kalian? A-aku mungkin salah kamar." Kaluna sekarang yakin bahwa dirinya salah masuk kamar rawat.

"Nyonya tidak mengenal bibik dan tuan kecil?" Tanya nya mendekat, Kaluna merasa kepalanya berputar-putar beberapa ingatan dari pernikahan nya hingga memiliki anak.

Karena terlalu memaksa akhirnya Kaluna tidak sadarkan diri.

"Nyonya,"

"Mama"

Teriak mereka melihat Kaluna yang tiba-tiba pingsan.

Bibik itu membawa anak kecil yang selalu memanggil mama tadi, ia ingin memberitahu dokter dan akan segera menghubungi tuannya.

Tak lama setelah diperiksa dokter, laki-laki dengan postur tubuh tinggi tegap berjalan cepat untuk melihat bagaimana istrinya telah sadar.

"Bagaimana keadaan istri saya dok?" Tanya nya dengan nada khawatir.

"Istri anda sepertinya mengalami syok, entah apa yang membuat nya seperti ini, namun menurut pembantu anda, beliau tidak mengingat siapa pembantu dan putra anda."

"Jadi istri saya lupa ingatan dok?"

"Sepertinya memang begitu pak, tapi mungkin ini hanya sementara, karena menurut yang saya periksa tidak ada luka yang parah."

Kaluna kembali membuka matanya, ia melihat sekeliling masih sama seperti pertama kali ia membuka mata.

"Ara, kamu sudah sadar?" Tanya nya sambil memegang tangan nya, nama istri nya adalah Tifara glenna.

Kaluna melepaskan tangan pria itu.

"Maaf, siapa kamu?" Saat istrinya berucap seperti itu dirinya merasa sangat sakit.

Acuh dan sedikit tidak peduli dengan suaminya, tidak membuat pria yang bernama Mikael aryan itu menyerah, entah mengapa sejak istrinya melahirkan membuat Tifara tidak peduli lagi dengan suaminya bahkan anak nya yang sampai berusia 3 tahun. Tifara kembali bekerja sebagai model yang membesarkan namanya sebelum dirinya menikah.

"Sayang, aku suami kamu." Kaluna mengingat lagi ingatan itu memang ada orang di depannya ini.

Kaluna dengan tidak sopannya mengambil ponsel yang ada di tangan pria itu, lalu mengarahkan layarnya untuk ia berkaca.

"Arghhh

Trak duk.. Bunyi ponsel pria tersebut, anggap saja bunyinya begitu dari pada trang tong teng nong duk ser..

Pria itu justru mengabaikan ponsel nya, ia lebih khawatir dengan istrinya yang terlihat kaget.

'Aku dimana ini? Aku transaksi? Aduh apa namanya lagi, ah ya transformasi.' Kaluna asal menyebutkan saja, dirinya lupa apa itu yang berpindah ke tubuh seseorang.

"Sayang," pria itu menyentuh wajah Tifara, (sekarang Tifara bukan lagi Kaluna) namun tetap Tifara menjauhkan tangan Aryan dari nya.

"Kau juga melupakan Elzan? Dia anak kita." Aryan menunjuk Elzan yang ada di gendongan bibik, Elzan memang tidak mendapatkan kasih sayang itu dari mama nya.

"A-aku tidak mengingat kalian." Tifara memilih mengatakan jika lupa ingatan, padahal potongan-potongan ingatan yang selalu melintas sudah membuatnya yakin jika dirinya tau semuanya.

Terdengar helaan nafas panjang dari Aryan, ia begitu mencintai istrinya ini, namun ada juga raut bahagia di wajahnya karena ia akan mengatakan jika hubungan mereka baik-baik saja dengan keluarga kecilnya.

"Tidak apa sayang, yang terpenting kamu tau bahwa aku suami mu dan Elzan anakmu." Laki-laki itu tersenyum membuat Tifara terpesona, bos di kantor nya saja kalah dengan tampannya suaminya.

'Kalau begini menang banyak gue, dapat laki tampan plus anak lucu.' Kaluna menganggap dirinya sangat beruntung mendapatkan mereka ini.

Selalu dukung othor bebu sayang, annyeong love...

Baca juga cerita bebu yang lain.

IG : @istimariellaahmad98

See you...

Pulang dan sekamar

Tifara sudah di perbolehkan pulang setelah 3 hari dirinya sadar, suaminya selalu mendampingi nya dan membantu nya untuk kembali ke rumah nya. Bibik juga bersama Elzan, walaupun jarang ia menggendong nya dan jalan sendiri, Elzan nampak mengerti orang tuanya. Tidak dapat kasih sayang mama nya, ia tetap dapat dari papa dan bibik.

"A-aku bisa sendiri." Tifara yang memang jiwa dari Kaluna merasa salting saat suaminya itu membukakan pintu mobil dan selalu menatap tersenyum padanya.

Tifara merasa gugup sejak tadi saat keluar dari rumah sakit hingga ke mobil dan sekarang dirumah.

Tifara melihat sekeliling rumahnya lumayan besar untuk keluarga kecil mereka, ia tersadar dari lamunannya saat tangannya di raih oleh Aryan.

"Aku akan membantu mu masuk." Tifara hanya mengangguk, karena tubuhnya juga tidak terlalu fit masih sedikit lemah.

"Mau langsung ke kamar atau duduk disini dulu?" Tanya nya.

"Tunjukkan saja kamarku, aku akan ke kamar sendiri." Mendengar hal itu Aryan kembali terkekeh dengan tingkah istrinya.

"Ara, mungkin maksud kamu kamar kita, ayo aku antar ke kamar."

"Jadi kita satu kamar?" Tifara terkejut karena ia pasti akan canggung berada berdekatan dengan Aryan.

"Tentu saja satu kamar, kita itu suami istri. Kamu tidak mau tidur di kamar kita?" Aryan menatap Tifara dengan penuh tanya.

"A-aku

"Tidak apa sayang, aku tau kamu tidak mengingatku. Tapi bisakah kita tidur di kamar dan ranjang yang sama?" Permintaan Aryan membuat Tifara panas dingin, bagaimana tidak tiba-tiba mengajak satu kamar sedangkan yang ada di dalam jiwanya adalah gadis yang belum pernah menikah.

"Mama," Lirih Elzan walaupun takut ia akan mencoba untuk mendekati mamanya.

Tifara menoleh ke arah Elzan, bibik memegang tubuh tuan kecilnya, ia tidak mau jika nyonya nya akan berbuat kasar.

"Elzan, ya? Kesini sayang, maaf mama tidak bisa mengingat kamu." Aryan dan bibik saling pandang, ia takut jika Elzan akan dimarahi oleh Tifara seperti dulu saat akan memeluk nya.

"Biar tuan kecil dengan saya, nyonya." Bibik menahan tubuh tuan kecilnya, walaupun sepertinya Elzan tertarik untuk mendekati mama nya.

"Kenapa bik? Saya memang tidak mengingat nya, saya juga tidak apa-apa untuk menggendong nya." Tifara merasa aneh namun dia mengingat lagi jika raga itu selalu menyakiti anaknya dan tidak peduli dengan keadaan nya.

Bibik kembali menatap tuan nya, Aryan mengangguk menyuruh bibik melepaskan Elzan.

"Sayang, tidak mau memeluk mama?"

'Anjay mama gak tuh.' Batin Kaluna menertawakan dirinya sendiri saat menyebut dirinya sendiri mama.

Tubuh Elzan kecil berjalan perlahan mendekati mamanya, ia sudah lama ingin memeluk tubuh wanita itu.

Tifara tersenyum saat tubuh mungil sangat menggemaskan itu mendekati nya.

Grepp

Tifara menggendong tubuh Elzan ke pangkuannya, ia mencium pipi gembul anaknya dengan memeluk erat.

'Kenapa aku merasa sangat senang dengan memeluk dan menciumnya.' Buliran bening jatuh dari matanya, apakah itu perasaan dari Tifara asli yang menyesal telah menyia-nyiakan anak segemas Elzan atau dari dirinya yang berhati lembut.

"Mama kenapa nangis?" Tanya Elzan saat melihat Tifara berhenti mencium nya.

"Mata mama terkena rambut kamu tadi, jadi berair." Jawab nya sambil mengelap air matanya.

"Sayang, kamu beneran nangis?" Aryan berjongkok untuk mensejajarkan posisi nya menatap wajah istrinya.

Tifara menggelengkan kepalanya, "tidak, Elzan salah lihat. Aku tidak menangis seperti yang dikatakan."

"Kamu bau acem, ayo mama mau mandiin kamu." Tifara beranjak dari duduknya sambil menggendong tubuh Elzan.

"Tidak!" Bibik malah yang melarang membuat Tifara menoleh bingung. Sedangkan Elzan merasa senang jika mama nya akan memandikan dirinya.

"Sayang, kamu sebaiknya istirahat saja, biar bibik yang mandiin Elzan." Aryan sepertinya juga belum percaya jika Tifara akan melakukan nya dengan baik, walaupun sekarang istrinya sedang tidak ingat.

"Elzan aja mau, kenapa kalian seperti tidak suka jika aku ingin memanjakan anakku." Aryan dan bibik seperti gelagapan mendapatkan pertanyaan dari Tifara.

"Bukan begitu sayang, tapi-

"Elzan mau mandi sama mama." Tifara tersenyum dan mencium wajah gembul itu dengan gemas.

"Mau mandi dimana sayang? Di kamar mama atau kamar kamu?"

"Memangnya kamu ingat kalau Elzan punya kamar sendiri?" Aryan menatap menyelidik, ia takut jika istrinya akan menyakiti anaknya.

"Memangnya Elzan gede gini gak ada kamar sendiri? Memangnya Elzan masih satu kamar sama mama dan papa?" Tanya nya menatap Elzan.

Elzan menggelengkan kepalanya, "Elzan punya kamar sendiri, biasa nya cuma bibik yang ke kamar."

Tifara melirik suami nya, "jadi papa sama mama gak pernah ke kamar kamu?"

"Papa-

"Sayang, ayo kita ke kamar aja biar Elzan mandi di kamar kita." Aryan tidak ingin istrinya berpikir berat saat tidak mengingat apapun.

"Sini sama papa sayang." Aryan ingin mengambil alih Elzan, namun sepertinya anak itu memeluk erat mama nya karena menurut nya ini kesempatan bisa dekat dengan mama nya.

"Biar aku yang gendong."

"Sayang, kamu masih sakit." Aryan tidak mau melihat istrinya lelah apalagi berpikir yang terlalu berat."

"Tunjukkan saja kamarnya, nanti aku beneran lelah jika terus berdiri seperti ini." Aryan mengambil tas yang di bawanya dari rumah sakit, ia berjalan lebih dulu untuk menunjukkan jalan pada sang istri, ia tidak mau dimarahin istrinya.

Kamar yang cukup besar terlihat saat Aryan membuka pintu kamarnya, terpampang lumayan besar di atas tempat tidur besar itu foto pernikahan Aryan dan Tifara.

Tifara mencoba memejamkan matanya, ia memang merasa masih ada sedikit rasa pusing.

"Ara," Aryan menyentuh bahu nya.

"Aku tidak apa-apa." Tifara berjalan dan menurunkan Elzan di ranjang itu, ia melihat sekeliling tempat yang begitu nyaman dan tenang berada di kamar itu.

Kepalanya kembali berputar ingatan saat Tifara menolak untuk memberikan hak nya pada Aryan. Tifara hanya tidur di ranjang yang sama namun tidak membolehkan Aryan menyentuh nya setelah melahirkan.

'Keterlaluan kamu Ara.'

"Ara," Aryan menahan istrinya saat akan tumbang.

Tifara menatap wajah Aryan, ia merasakan sakit hati itu tapi mengapa sepertinya Aryan tidak peduli dan tetap mencintai Tifara.

Tifara menangis saat Aryan memeluk nya, ia merasa sangat sakit menjadi Aryan di ingatan nya.

"Aku minta maaf." Kaluna mewakili Tifara, ia berjanji tidak akan menyakiti Aryan dan Elzan.

"Kamu tidak salah, kenapa kamu minta maaf." Aryan mengelus punggung Tifara, ia mengecup kepala istrinya dengan sayang sambil menatap Elzan yang masih duduk melihat kedua orang tuanya.

Tifara melepas pelukan nya, ia mengelap air mata serta ingusnya. Ia menatap Elzan yang masih terus melihat adegan menangis dan berpelukan orang tuanya.

"Ya ampun maaf sayang, mama lupa kalau Elzan mau mandi." Tifara kembali menggendong Elzan untuk dibawa ke kamar mandi, ia akan cepat memandikan anaknya.

"Papa suruh bibik ambilkan baju Elzan, kamu bawa aja Elzan tapi hati-hati ya." Tifara tersenyum dan mengangguk lalu masuk ke kamar mandi.

"Sayang, buka baju nya dulu ya." Tifara dengan telaten membuka baju dan celana yang dipakai Elzan.

Aryan keluar untuk meminta bibik mengambilkan baju Elzan di kamarnya, namun bibik tampak gelisah apalagi tuan nya itu keluar dari kamar sendiri.

"Bibik, tolong ambilkan baju Elzan di kamarnya, bawa ke kamar."

"Tuan bagaimana dengan nyonya? Kenapa tuan meninggalkan mereka berdua."

"Bibik tenanglah, Ara tidak akan menyakiti Elzan."

"Tapi tuan-

"Tidak akan bik, percaya saja bahwa Ara sudah lebih baik." Sebenarnya Aryan tidak tau hanya saja dengan Tifara lupa ingatan akan membuat istrinya tidak akan seperti sebelumnya.

Bibik hanya mengangguk dan berjalan untuk mengambil baju tuan kecilnya.

Aryan kembali ke kamarnya, ia mendengar suara ketawa istri dan anaknya dari kamar mandi.

"Aku berharap Ara akan menyayangi ku dan Elzan selamanya, sampai kapanpun aku juga akan tetap mencintaimu, istriku." Aryan duduk di sofa memainkan ponselnya sambil menunggu Tifara dan Elzan keluar.

Selalu dukung othor bebu sayang, annyeong love...

Baca juga cerita bebu yang lain.

IG : @istimariellaahmad98

See you...

Mama Aryan

Mama Aryan datang pagi-pagi untuk melihat anak dan cucunya, ia sudah malas dengan sikap menantunya yang seakan tidak mau mengurus cucunya.

"Nyonya besar," Bibik keluar dari dapur melihat mama Aryan datang.

"Apakah Aryan dan Elzan masih tidur?" Tanya nya.

"Masih belum keluar dari kamarnya, saya tidak berani juga karena disana mereka bertiga, nya." Bibik menunduk saja dan mama Aryan langsung berjalan menuju kamar anaknya.

"Aryan, Elzan." Teriak nya dari luar, ia sudah hilang respect untuk menantunya.

Namun setelah dirinya masuk ke dalam kamar anaknya, ia melihat mereka bertiga sedang tidur sambil berpelukan.

"Aku tidak mungkin mengacau di pagi yang menyenangkan untuk mereka." Walaupun tidak suka dengan Tifara, namun ia masih mementingkan kebahagiaan anak dan cucunya, sebenarnya dirinya juga tidak terlalu membenci menantunya karena dirinya dulu yang mengizinkan Aryan menikah dengan Tifara. Hanya saja ia tidak terlalu menyayangi nya seperti dulu saat tau jika anak dan cucu nya tidak dipedulikan.

Mama Aryan kembali ke dapur untuk melihat apa yang di masak oleh bibik.

Saat mereka sibuk untuk memasak, Tifara kr dapur untuk meminta bantuan bibik.

"Maaf bik, Ara ingin minta tolong." Suara lembut Tifara kembali terdengar di telinga mama Aryan. Ia menoleh menatap menantunya. Tifara sepertinya belum sadar jika ada orang lain disana.

"Ada apa nyonya pagi-pagi minta tolong?"

"Ara mau minta bantuan bibik untuk siapkan air panas, di kamar airnya kurang panas bik. Elzan minta susu." Matanya beralih menatap wanita yang hampir seumuran dengan bibik, namun lebih terawat dan cantik.

Mata mereka bertemu membuat Tifara tersenyum, ia tidak tau jika itu ibu mertuanya, ia segera berbalik setelah bibik memanaskan air dan meletakkan botol yang sudah berisi susu.

"Tidak sopan, dia tidak menyapaku sama sekali." Mama Aryan geram dengan tingkah menantunya, tapi tunggu, kenapa Tifara peduli sampai akan membuatkan susu untuk Elzan pikirnya.

"Maaf nyonya, tapi nyonya Ara hilang ingatan." Bibik mengatakan hal itu agar nyonya nya tidak berpikir buruk, walaupun dirinya juga sama sebelumnya.

"Apa? Tidak mungkin. Tapi apa dia tidak mengenalku?"

"Bukan hanya nyonya, tapi semuanya. Nyonya Ara tidak mengenal siapapun saat sadar, ia malah pingsan karena syok."

Mama Aryan menatap kamar anaknya yang memang terlihat dari dapur, apa benar jika menantunya itu lupa ingatan? Tapi dia memang tidak menjenguk selama beberapa hari di rumah sakit karena masih sangat kesal dengan tingkah laku yang tidak peduli dengan anak dan cucunya. Menurut yang diceritakan Aryan memang kecelakaan yang dialami istrinya membuat kepalanya luka cukup parah dan mengeluarkan banyak darah.

Sedangkan dikamar Tifara duduk sambil menepuk-nepuk bokong anaknya, ia berpikir siapa perempuan sebaya bibik diluar?

"Sayang," Aryan baru bangun dan menatap istrinya sedang melamun, ia mengucek matanya dan ikut duduk.

"Diluar ada orang, aku cuma senyum aja tadi gak nyapa. Aku minta tolong bibik air panas untuk susu Elzan, tapi dia kayak natap aku gak suka." Mendengar penuturan istrinya ia mengernyitkan dahinya bingung, siapa yang seperti itu.

"Biar aku yang ambil susu Elzan, kamu sebaiknya mandi dulu sebelum Elzan bangun lagi dan kamu susah untuk mandi. Aku mau lihat siapa orang itu." Aryan sudah turun dari ranjang untuk keluar, ia akan melihat siapa yang ada di dapurnya. Tifara hanya mengangguk sebelum ke kamar mandi untuk mandi.

Aryan berjalan ke dapur untuk melihat siapa yang datang pagi-pagi begini.

"Mama," Aryan melihat mamanya di dapur.

"Aryan, kamu sudah bangun?"

"Jadi mama yang datang? Soalnya tadi Ara bilang ada orang di dapur saat dia minta air panas, tapi dia gak kenal apalagi pas lihat mama katanya natap Ara kayak gak suka."

"Jadi Ara beneran lupa ingatan? Apa itu hanya akal-akalan dia supaya bisa pergi jauh." Karena yang mama nya Aryan tau bahwa model terkenal seperti Tifara akan pergi berkeliling negara.

"Stop it! Ara sedang tidak baik-baik saja sekarang, mama jangan semakin menambah beban pikiran nya." Aryan tidak suka walaupun mama nya sendiri yang mengatakan hal itu, apapun yang membuat Tifara senang dan suka akan ia wujudkan.

"Kamu sudah terkena oleh tipu daya nya Aryan, kamu sudah jadi budak cinta nya si Ara."

Aryan hanya menghela nafasnya, ia meminta bibik untuk memberikan susu yang sudah diminta oleh istrinya tadi.

"Benar-benar anak itu, istrinya itu sungguh buat aku marah. Beraninya dia membuat anak ku percaya padanya." Mama Aryan tidak mau jika anaknya menjadi suami yang bodih dan mudah di tipu daya oleh Tifara.

Aryan masuk sudah tidak ada anak dan istrinya, sepertinya mereka mandi bersama di dalam. Aryan merapikan ranjang nya, ia akan menunggu istrinya selesai mandi.

Tak berapa lama mereka berdua sudah keluar, Tifara memakai bathrobe dan Elzan di balut handuk.

Kepala Tifara masih terbalut perban dan darah bercampur obat masih terlihat disana, istrinya itu sepertinya hanya membasuh sedikit wajahnya agar tidak terkena luka yang basah.

Aryan langsung mengambil alih Elzan, ia yakin istrinya itu belum pulih.

"Kamu pakai baju saja, aku yang akan memakaikan baju untuk Elzan." Tifara mengangguk dan mencari lemari dimana baju nya. Karena tadi malam bajunya disediakan oleh sang suami.

"Em kenapa disini baju kamu semua, aku tidak tau baju ku." Aryan kembali terkekeh dengan istrinya.

"Di lemari itu memang semua baju ku, baju kamu di lemari sini sayang." Aryan menggeser lemari yang seperti dinding menurut Tifara.

Lemari yang seperti dinding dan sangat luas, tertata pula sangat rapih dan banyak.

'Gila, lemari nya orang kaya beda banget. Gue kira tembok mulus gini, eh ternyata ada gagang nya.' Jiwa miskin Kaluna meronta, ia tidak pernah memiliki lemari seperti itu apalagi sebesar di hadapan nya ini, dulu kadang dia berbagi lemari dengan adiknya.

"Sayang," Aryan menyadarkan Tifara, istrinya itu selalu saja seperti melamun saat melihat sesuatu yang baru menurut nya.

"Ini semua baju-baju ku?" Tanya Tifara menatap polos.

"Iya, memangnya kamu juga lupa jika kamu seorang model? Jadi kamu juga punya banyak pakaian."

"Model? Aku model?" Tanya nya sekali lagi.

Tifara memejamkan matanya, ia memang banyak diberikan ingatan dan bekerja dengan pakaian yang bagus, namun tidak tau jika seorang model. Tifara ingin mengetahui apakah dirinya bisa kembali mengingat semuanya.

Namun yang ia lakukan membuat Aryan khawatir.

"Sayang," Aryan memegang bahu dan sesekali mengusap lembut wajah istrinya.

"Aku hanya berusaha mengingat saja, tapi aku tidak mengingat apapun." Saat ini memang tidak ada ingatan yang muncul, namun beberapa ingatan yang lain ada sebelum nya.

"Tidak perlu memaksa, nanti kamu akan kesakitan. Sekarang kamu cari saja baju yang cocok untuk kamu pakai sarapan, aku mau pakaikan Elzan baju dulu." Lagi-lagi Tifara melupakan Elzan, dan dengan pintarnya anak itu juga duduk di ranjang dengan handuk yang masih melilitnya.

"Pintar sekali anak mama, anteng ya." Elzan tersenyum pada mama nya yang tersenyum manis padanya, tidak ada lagi kata kasar dan tatapan tajam di wajah mama nya.

Cup

Aryan mengecup kening Tifara, membuatnya mematung saat mendapatkan kecupan mendadak dari suaminya.

"Kamu lucu sekali, seperti tidak pernah mendapat kecupan selamat pagi saja." Aryan langsung menghampiri anaknya dan mengambil baju untuk Elzan pakai, karena semalam ia meminta 2baju pada bibik.

'Jantung gue mau copot di cium abang ganteng, ini memang pertama kalinya gue dicium orang.' Tifara memegang dadanya, detak jantung nya juga tidak stabil.

Namun ia mencoba tenang dan mengambil baju untuk ia pakai.

Menunggu Aryan mandi baru mereka akan keluar bersama-sama, Tifara juga menyiapkan baju untuk Aryan membuat Aryan mencium pipi Tifara dengan sayang. Karena selama ini ia selalu menyiapkan semuanya sendiri, ia begitu senang istrinya lupa ingatan. Tifara selalu saja berdebar di dekat Aryan apalagi dengan bertelanjang dada keluar dari kamar mandi.

Mereka keluar dari kamar dengan Aryan memegang tangan Tifara, tangan sebelah nya menggendong tubuh mungil Elzan.

"Selamat pagi cucu oma."

'Oma?' Tifara menatap suaminya.

"Sayang, ini mama ku, mama mertua kamu." Aryan tau istrinya akan bertanya itu.

"Maaf, Ara tidak mengingat apapun." Ucapnya sambil tersenyum.

"Syukurlah jika kamu lupa, lebih bagus seperti itu karena kamu tidak akan menyakiti anak dan cucuku." Mama Aryan memang tidak suka dengan sikap menantunya yang berubah setelah melahirkan.

"Mama, hentikan! Jangan membuat Ara sakit."

"Cih, dia saja tidak peduli kamu sakit atau tidak." Mama Aryan mendecih tak suka.

Tifara hanya menarik sudut bibirnya dengan paksa, ia juga orang baru menurutnya.

'Sikap kamu sepertinya memang sangat keterlaluan, Ara. Mertua kamu saja tidak suka walaupun sekarang kamu tidak ingat.'

"Mama, sebaiknya kita mulai sarapan." Tidak ada lagi jawaban dari mamanya, Elzan juga ingin di gendong oleh mama nya walaupun papa nya melarang tapi Tifara malah yang menolak, karena dirinya ingin dekat dengan Elzan.

Tifara mengambilkan suaminya makan, sambil menyuapkan makan untuk Elzan. Ia membaginya makan dari Elzan untuk dirinya. Sesekali ia memegang kepalanya yang memang masih terasa sakit.

Melihat itu Aryan menyuapi Tifara dan memberikan minum, ia sangat khawatir saat istrinya merasa sakit.

"Nanti biar dokter yang kesini untuk melihat luka di kepala kamu, jika tidak ditangani dengan benar bisa infeksi dan bahaya untuk kesehatan kamu."

"Terserah kamu saja, aku bersama Elzan disini." Sesekali ia mencium pipi gembul Elzan, mama Aryan sedikit tersentuh melihat cucunya sangat senang mendapatkan perhatian lebih dari mama nya.

"Aku akan ke kantor sampai siang saja, aku akan segera kembali."

"Lalu bagaimana dengan kantor jika kamu pulang awal?"

"Di kantor orang kepercayaan papa juga banyak, lagipula kantor masih atas kendali papa. Istriku sedang sakit dan aku tidak akan meninggalkan dia dengan bekerja di kantor." Hati Tifara kembali meleyot, ia merasa suaminya itu sangat romantis sekali.

"Istri mu ini sudah dewasa, mengurus dirinya sendiri dia juga mampu, Aryan." Mama Aryan ingin melihat sampai kapan Tifara akan bersandiwara.

"Aku gak apa disini, kamu pulang seperti biasanya saja. Lagipula bibik akan membantu jika aku butuh." Aryan menghela nafas berat, ia ingin istrinya kembali mencintai nya dalam keadaan hilang ingatan sekalipun.

"Baiklah, hati-hati jangan selalu menggendong Elzan." Aryan tau anaknya semakin berat, khawatir anaknya terluka dan istrinya kembali sakit. Tifara mengangguk mengerti.

Tifara mengantar keluar sambil menggandeng tangan Elzan, Aryan mencium kening Tifara dan bergantian dengan Elzan. Mereka berdua adalah semangat untuk Aryan, apapun yang diinginkan oleh mereka akan ia lakukan walaupun nyawa sekalipun.

Selalu dukung othor bebu sayang, annyeong love...

Baca juga cerita bebu yang lain.

IG : @istimariellaahmad98

See you...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!