Di sebuah desa kecil yang jauh dari gemerlap kota besar, hidup seorang remaja yang bernama Angga. Dengan sepatu yang mulai menipis dan lapangan yang lebih banyak ditumbuhi rumput liar dari pada rumput hijau, Angga terus mengejar mimpinya. Diusianya yang baru 15 tahun, pemuda dari malang itu sudah tau apa yang ia akan dilakukan dalam hidup; menjadi pemain sepak bola profesional.
"ini sekedar sebuah hobi" pikir Angga sambil berlari mengejar bola dilapangan desa yang sederhana. Dua batang bambu berdiri tegak sebagai gawang, cukup menghidupkan pertandingan disore hari itu.
Angga lahir dari keluarga yang sederhana ayahnya, joko, sebagai petani, dan ibunya, nina, menjual sayur dipasar, mereka hidup cukup, tetapi tidak berlebihan, namun satu hal yang melimpah dirumah meraka adalah cinta terhadap sepak bola, terutama kepada tim kebanggaan mereka, AC Milan. Bahkan, kecintaanya angga terhadap sepak bola bermula dari cerita-cerita sang ayah tentang masa keemasan Milan.
Itu adalah malam tahun 2003, ketika Angga kecil duduk bersama ayahnya, begadang demi menyaksikan pertandingan AC Milan. Disanalah, untuk pertama kalinya, Angga melihat sosok Ricardo Kaka, pemain yang cepat menjadi idolannya, sejak malam itu, Angga tahu, sepak bola adalah bagian dari hidupnya yang tidak bisa dilepaskan.
Sekarang, sambari bermain dilapangan desa, ia terus memikirkan impian besarnya. Tidak peduli lapangan penuh dengan berbatuan, tidak peduli sepatu yang sudah mulai robek, yang peting semangat yang tak pernah padam.
Sore itu, sesuatu yang berbeda terjadi, seorang pria asing, yang sudah beberapa kali terlihat berdiri dipinggir lapangan, memperhatikan gerakan Angga dengan seksama. Ini sudah ketujuh hari pria itu datang, hanya menonton tanpa sepatah katapun. Siapa dia? Apa yang ia cari?
Setelah pertandingan usai, Angga berlari pulang. Rumah sederhana_dinding kayu, atap genting tua, tetapi hangat oleh cinta keluarganya. Diruang tamu yang penuh dengan perabotan sederhana, ia duduk bersama ayahnya, yang masih setia dengan korannya.
......
Dirumah, setelah permainan Angga duduk bersama keluarganya diruang tamu yang sederhana. Ibu nina sedang menyiapkan makan malam didapur, sementara bapak joko duduk dimeja makan, membaca koran.
"Angga, permainanmu hari ini sangat bagus" puji pak joko sambil melipat koran.
"terima kasih, pak" jawab Angga sambil mengelap keringat didahi.
"sepertinya ada yang memperhatikan permainan hari ini" lanjut pak joko
"siapa, pak" tanya Angga penasaran
"seorang pria asing, bapak juga tidak tahu dari mana asalnya, tetapi dia sangat tertarik dengan cara kalian bermain, yah sudah satu minggu hanya memperhatikan kalian bermain saja" jelas pak joko.
ibu nina datang dengan membawa hidangan makan malam kemeja "Angga apa kamu tau tentang pria itu?"
"tidak bu, aku sering melihat nya dipinggir lapangan, tapi aku tidak tau dia siapa, dia hanya berdiri disana dan mengamati" jawab Angga.
Setelah makan malam selesai, Angga duduk bersama orang tua dan adik nya diruang tamu, dan mereka mulai berbicara tentang sepak bola.
" Angga, bapak bangga sekali dengan bakatmu," kata pak joko. " Bapak selalu mengatakan teman-teman bapak disawah, 'Angga itu anak yang berbakat, suatu hari nanti dia pasti akan menjadi pemain yang besar'."
Angga tersenyum, merasa senang dengar pujian dari ayahnya. "bapak bagaimana menurutmu sepak bola di Indonesia saat ini?".
Bapak menghela nafas. "Ada kemajuan tetapi kita masih jauh tertinggal dari negara-negara besar. Tim nasional kita membutuhkan lebih banyak dukungan dan pelatihan yang baik, bapak berharap ada lebih banyak pemain muda yang bisa muncul."
Angga mengangguk. "Aku tahu, pak. Negara kita membutuhkan liga yang profesional, semoga suatu saat aku bisa ikut mengharumkan negara kita di kancah sepak bola."
"bagaimana dengan Kaka, pak?" tanya Angga
Bapak joko tersenyum lebar. "Kaka adalah pemain hebat, bapak pernah bercerita tentang sejarah sepak bola Indonesia dan kebanggan AC Milan. Bapak nyakin kamu pasti bisa mencapai mimpi itu jika bekerja keras."
Angga hanya senyum lebar sambil menimpali. "Aku selalu bahagia saat bapak menceritakan kejayaan AC Milan."
Tiba-tiba pintu rumah diketuk. Angga membuka pintu dan
......
.....
Hayoo siapa kira-kira yang bertamu malam-malam?
Ditunggu bab selanjutnya😂
Tiba tiba, pintu rumah diketuk. Angga membuka pintu dan melihat pria asing yang dia lihat tadi lapangan sekarang berdiri di depan pintu rumahnya bersama seseorang.
"selamat malam," kata pria itu yang berbahasa inggris dengan lancar. "saya Steven dari Jerman, apakah ini rumahnya Angga?"
Seorang pria indonesia yang berada disamping steven dia benama Rudi, dia berusaha menerjemahkan perkataan Steven kepada kedua orang tua Angga.
Angga dan orang tuanya terkejut. " iya, ini rumah kami. Silahkan masuk" kata Angga sambil memberi jalan.
Angga adalah seorang bintang di sekolah, dia juga menguasai bahasa inggris dengan sangat fasih.
Steven duduk dikursi ruang tamu dengan ramah bersama rudi sang penerjemah. "terima kasih. Saya hanya ingin mengatakan bahwa saya sangat terkesan dengan permainan Angga tadi sore. Saya sedang berlibur di sini dan telah melihat angga beberapa kali."
Bapak joko dan bu nina saling memandang dengan rasa ingin tahu. "apa yang bisa kami bantu?" tanya pak joko
Steven menjelaskan. "saya bekerja disebuah akademi sepak bola di jerman dan mencari bakat-bakat muda untuk direkrut. Angga memiliki potensi yang sangat luar biasa, saya ingin mengajak Angga ke Jerman untuk berlatih di akademi kami. Namun, karena Angga masih sekolah, saya paham bahwa dia perlu berbicara dengan orang tuanya terlebih dahulu.
Angga terkejut dengan tawaran tersebut. " tapi, saya masih belum lulus dari SMP. Bagaimana saya bisa pergi ke Jerman sekarang."
Steven tersenyum. "saya tahu ini keputusan penting. Tetapi, kesempatan seperti ini jarang datang dua kali. Jika kamu dan orang tua kamu setuju, kami bisa membuat rencana lebih lanjut untuk pelatihan dan pendidikan di Jerman."
Bu nina memandang Angga dengan penuh perhatian. "Ngga, ini kesempatan yang luar biasa. Apa yang kamu pikirkan tentang tawaran ini."
Angga berpikir sejenak. "ini adalah impian yang selalu kuinginkan. Tapi aku juga harus memastikan bahwa ini adalah keputusan yang tepat. Aku ingin berbicara dengan bapak dan ibu lebih tentang ini."
Pak joko mengangguk. " kami akan mendukung keputusanmu, Ngga. Tetapi penting untuk memastikan bahwa ini adalah langkah yang tepat untuk masa depanmu."
Steven berdiri. "terima kasih, telah meluangkan waktu untuk mendengarkan, ini adalah nomer saya, saya akan menunggu kabar dari kalian. Semoga segala sesuatunya berjalan lancar."
setelah Steven pergi, Angga dan orang tua nya duduk bersama untuk membahas tawaran tersebut. Angga merasa campur aduk antara antusiasme dana kekhawatiran.
Dia khawatir bagaimana dengan kehidupannya disana, uang apa yang akan digunakan untuk berangkat kesana, sementara kehidupan ayah dan ibu nya saja pas-pas an, belum lagi harus memikirkan biaya pendidikan adik nya, banyak hal yang harus Angga pertimbangkan.
Bu nina akhirnya berbicara. "angga, ini adalah kesempatan yang besar untuk masa depanmu. Kami akan mendukung sepenuhnya, tetapi, kamu pastikan memikirkan segala sesuatunya dengan matang."
Terima kasih, bu. Aku akan berbicara dengan teman-temanku dan mempertimbangkan segala hal sebelum membuat keputusan akhir." jawab Angga dengan penuh tekad.
Pak joko tidak banyak berkata-kata tapi dalam hati nya dia berjanji akan mendukung sepenuhnya keputusan anak nya.
Setelah menerima tawaran dari Steven, Angga
merasa hatinya penuh dengan campur aduk antara semangat dan kekhawatiran. Ia mulai mencari saran dari teman-teman sekolah dan guru-gurunya mengenai keputusan besar ini. Sebagian besar dari mereka memberikan dukungan penuh, tetapi ada juga beberapa yang meragukan kemampuanya dan merasa bahwa Angga terlalu percaya diri.
Sampai jumpa di bab selanjutnya para warga hehehe.....
.....
Disekolah, Angga duduk bersama teman-temanya dikantin. Teman-teman dekatnya, Andi dan Sari, tampak penuh perhatian ketika Angga mulai berbicara mengenai keputusan untuk pergi ke Jerman.
"Jadi, kamu benar-benar akan pergi ke Jerman" tanya Andi dengan rasa ingin tahu.
"Ya, Andi. Steven sudah mengonfirmasi semuanya, aku sudah memutuskan untuk menerima tawaran itu" jawab Angga sambil menunjukkan senyum yang penuh harapan.
"Waw, luar biasa, Angga! Kamu pasti akan menjadi pemain hebat disana" puji Sari. "kamu pantas mendapatkan kesempatan ini."
Namun, di sudut lain kantin, beberapa siswa lain nampak meragukan Angga. "Angga Ini terlalu percaya diri," bisik salah satu dari mereka. "bagaimana jika dia gagal disana? Ini hanya impian yang terlalu besar untuknya."
Angga mendengar bisikan tersebut, tetapi ia berusah untuk tidak memperdulikannya. Ia tahu bahwa keputusan ini adalah langkah besar untuk hidupnya, dan dukungan dari orang-orang yang peduli padanya jauh lebih beharga.
Dirumah Angga duduk bersama keluargnya, diruang tamu, membahas persiapan akhir untuk keputusannya. Bu Nina nampak cemas, sementara pak Joko lebih tegas menghadapi situasi ini.
"Angga, apakah kamu sudah siap semua persiapannya nak." tanya bu Nina.
"Iya, bu. Steven sudah memberikan semua informasi yang diperlukan. Tapi, ada beberapa hal yang perlu dilakukan sebelum berangkat." jawab Angga.
"Nanti pak Rudi, penerjemah Steven, akan membantu urusan dokumen dan bahasa disana, kamu hanya perlu fokus latihan dan belajar." tambah bapak Joko.
"Pak Rudi? Oh, iya, aku ingat. Dia yang akan membantu kami dengan semua dokumen bukan." tanya Angga
"Benar sekali, dan Steven juga meminta uang untuk bekal hidupmu di sana. Uang itu akan kamu simpan sendiri dan sisa uangnya kami simpan untuk adikmu," jelas bapak Joko.
Keesokan harinya, Angga bersama orang tuanya pergi kesekolah untuk berpamitan. Angga merasa cemas, tetapi juga semangat untuk memulai babak baru dalam hidupnya.
Disekolah, suasana agak berbeda dari biasanya. Para guru-guru dan teman-teman nya memberikan dukungan penuh kepada Angga. Kepala sekolah, pak Hasan, mengundang Angga dan orang tua nya ke ruangannya.
"Selamat pagi, bapak Joko, ibu Nina," sapa pak Hasan. "Angga, kami mendengar tentang kesempatan besar ini, kami sangat bangga dengan keputusanmu, tapi kami menyayangkan keputusan mendadak ini, karena kamu memutuskan meninggalkan sekolah ini sebelum lulus." lanjut pak Hasan.
"Selamat pagi juga pak Hasan. Terima kasih, pak Hasan, ini adalah langkah besar bagi Angga, dan kami sangat menghargai dukungan dari sekolah." kata bapak Joko
Pak Joko menambahkan, "untuk masalah sekolah, Steven sudah berjanji membatu Angga agar bisa melanjutkan pendidikan nya di sana."
"Baiklah, pak Joko. Angga, jangan lupakan pendidikanmu dimana pun kamu berada. Teruslah belajar dan berkembang. Pendidikan adalah bagian penting dari perjalananmu." pesan pak Hasan sambil memberikan beberapa buku referensi untuk Angga
Angga mengangguk dengan penuh rasa terima kasih. "saya akan terus belajar, pak. Terima kasih atas dukungannya."
Setelah berpamitan di sekolah, Angga dan orang tua nya menuju pulang ke rumah, pak Joko, dengan tekad yang kuat, memutuskan menjual sawah satu-satunya yang mereka miliki demi mendukung impian anaknya. Pak joko mempunyai 4 petak sawah dan beberapa kebun, dia menjual semuanya demi mimpi sang buah hati.
"Nak, kami sudah mengatur semuanya, uang dari hasil penjualan ini kamu buat sebagai bekal hidup di Jerman dan sisanya buat biaya sekolah adikmu." kata pak Joko sambil menyelipkan uang ke amplop. Uang berjumlah 450 juta itu dibagi dalam dua amplop, satu amplop dimasukkan di koper Angga dan satu amplop dimasukkan diransel Angga untuk jaga-jaga.
Dokumen yang di butuhkan dimasukkan kedalam ranselnya.
.....
....
Ditunggu kelanjutannya ya para warga, author lagi ada kesibukan.....
#see you
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!