Pada malam sebelumnya kesibukan melanda Gedung Pertemuan, Janasaran- Lamakintan. Bagian HanKam, Nasutaran
Markas Besar Seksi-TS yang merupakan Seksi Telik Sandi alias Dinas Rahasia Nasutaran.
Denting lonceng membangunkan Jaka Satya dari kelelapannya pada jam tiga pagi.
"Kau akan bertugas kembali, Satya!" saat itu Jaka Satya diberitahu. Dua puluh menit kemudian sebuah kereta bendi hitam, menjemput Jaka Satya di pesanggrahannya yang terletak di lingkaran cincin kedua kota gaib Janasaran.
Selang beberapa saat kemudian Jaka Satya telah berhadapan dengan Senopati Wirabumi-Kepala Seksi-TS, seorang pria setengah baya dengan perawakan kecil.
"Semalam Sheik Yusuf. Emir dari Rahbain, telah berpulang, Jaka! Tewas dibunuh. Dan negerinya sedang dilanda kemelut !"
"Siapa yang menjadi dalang dari gerakan itu Senopati?" Jaka Satya mengajukan pertanyaan.
"Kita belum mengetahuinya. Tapi apakah kau pernah mendengar Putri Kesepuluh?"
Jaka Satya mengangguk, "Puteri Layla, salah seorang keturunan Ottoman dari Kirtu yang kini menjadi isteri Sheik Zeid, putera mahkota Rahbain, Sheik Zeid yang akan menjadi pengganti ayahnya."
"Bila dia cukup beruntung Sheik Zeid akan menjadi Emír Rahbain. Namun kini huru hara meledak di Rahbain, sebagian rakyat berteriak di jalanan agar Putri Layla digantung. Kau tahu sendiri betapa orang Bara membenci Kirtu di masa bertakhtanya keluarga Ottoman."
"Tapi mereka tak ribut-ribut ketika Sheik
Zeid mempersuntingnya," Jaka Satya memberikan komentar.
Wirabumi mengetuk-ngetuk daun meja dengan ujung jarinya. "Sheik Zeid dikenal oleh rakyat sebagai seorang playboy, Satya. Semula masyarakat tak peduli apa yang akan dilakukannya. Namun kini dia akan menjadi penguasa negeri mereka.
"Kemungkinan kita bisa menyelamatkannya sebelum negeri itu meledak menjadi neraka, namun itu artinya kita harus mengungsikan Putri Layla ke luar negeri untuk sementara waktu sampai Sheik Zeid berhasil membenahi kemelut yang melanda Rahbain."
"Apakah panjenengan berpendapat bahwa orang-orang yang merancang pembunuhan terhadap Sheik Yusuf telah memanfaatkan kehadiran Puteri Layla untuk menimbulkan kekeruhan di masyarakat?"
"Hmm, kira-kira demikian! Mereka telah melancarkan hasutan kepada rakyat agar kondisi dalam negeri berada dalam suhu yang panas."
"Kemungkinan Puteri Layla takkan bersedia meninggalkan Rahbain," ujar Jaka Satya.
"Ya, memang itu menjadi masalah. Namun tugasmu adalah meyakinkannya, Satya!" cetus Senopati Wirabumi.
"Tentu ada orang lain yang lebih cocok untuk membujuk Puteri Layla itu. Mengapa anda menugaskan aku, Senopati?"
"Kau adalah kawan dari ibunya, yang dahulu bernama Charllotte, bukan??"
"Namun dengan andalan persahabatan seperti itu takkan menyakinkan," Jaka Satya mengomentari.
Wirabumi mengerutkan dahinya. "Hmm, Charllotte beranggapan kau pasti menolongnya, Satya!"
"Dia meminta bantuanmu. Ia bilang bahwa suaminya, Pangeran Amir, dan Sheik Zeid telah menolak permohonannya agar Putri Layla diungsikan keluar Rahbain."
"Zeid sangat mencintai Layla, tak ingin berpisah dari isterinya dan menjadi tanda tanya besar mengapa Amir membiarkan saja putrinya diancam bahaya!"
"Nampaknya, Pangeran Amir khawatir Layla takkan dapat kembali lagi ke Rahbain. Ia tak ingin putrinya kehilangan mahkota," Jaka Satya berkomentar.
"Bagaimanapun kaulah satu-satunya yang akan melaksanakan tugas ini, Satya! Charllotte akan merintis jalan agar kau dapat bertemu dengan putrinya."
"Harus kau sendiri yang akan membawa
Putri Layla ke luar dari Rahbain," cetus Wirabumi sambil menudingkan tongkat hitamnya yang berisi senjata rahasia di dalamnya.
"Dan camkan dalam benakmu," Wirabumi menambahkan,
"Bila kaum radikal berhasil mengambil alih kekuasaan di Rahbain maka berarti mereka akan menggunakan sumber minyak di sana, yang mempunyai cadangan nomor enam di dunia itu sebagai alat pemerasan politik yang akibatnya tak dapat dibayangkan lagi!"
"Satu-satunya kesempatan untuk menyelamatkan negeri itu tergantung dari berhasil atau tidaknya menyeret Layla keluar dari bulan-bulanan cercaan dan ajang pertikaian politik. Pasti kaum radikal akan berusaha menghalanginya ,Satya! Karena menghilangnya Layla dari Rahbain berarti mereka kehilangan juga sasaran untuk menghasut rakyat. Pokoknya keluarkan Puteri Layla dari Rahbain, Satya!" Wirabumi menekankan dengan suara yang tegas.
"Keluarkan dia dengan seribu satu cara!"
Dengan wajah yang suram muram Jaka Satya menjawab: "Aku akan berusaha dengan segala kemampuanku, Senopati!"
"Dan satu hal lagi yang perlu kuperingatkan, Jangan sampai Sheik Zeid mengetahui rencana ini semua."
"Seandainya terkuak, maka dia takkan pernah memaafkannya. Dan itu artinya kita mengalami pukulan dari kedua belah pihak!"Senopati Wirabumi menambahkan.
Dengan pesawat Cakram Nubiri. Jaka Satya lepas landas dari lapangan terbang Internasional Janasaran, Lamakintan dengan tujuan negeri hujan dan kabut, Siggrin.
Di sampingnya duduk seorang wanita muda berambut hitam dengan paras yang menawan.
Jaka Satya menduga, Senopati Wirabumi pasti menugaskan gadis itu untuk menemaninya. Tapi dia tidak menyukai jika harus bekerja secara tim. Dia lebih suka bekerja sendirian tanpa orang lain, apalagi yang belum dikenalnya.
"Hemm, rasanya kita telah kenal lama." gadis di samping Jaka Satya membuka percakapan sementara pesawat Cakram Nubiri melayang jauh diatas awan yang terhampar keputihan.
"0h, ya? Jaka Satya menanggapi dengan nada datar. Ia selalu bersikap waspada, menyadari bahwa lawan dapat muncul dari bérbagai macam bentuk.
Seorang anak pembunuh bayaran yang menyamar sebagai orang tolol atau seorang wanita cantik seperti yang berada di sampingnya ini.
Gadis itu tak menghiraukan sikap dingin yang diperlihatkan oleh Jaka Satya.
"Yah, anggap saja kita telah bertemu sebelumnya. Boleh kan?" ia tersenyum renyah.
"Siapa namamu?"
"Lasmini."
Gadis itu tampaknya tak berbahaya. Sebuah cincin kawin terlihat melilit jari manisnya. Dan Lasmini sama sekali tak menanyakan kembali siapa gerangan nama Jaka Satya.
Pesawat Cakram pemberian warga Nubiri telah menukik dan akhirnya mendarat di lapangan terbang Wortheah yang jaraknya dua puluh mil dari pusat Siggrin.
Gadis berambut hitam yang duduk di sebelahnya berdiri lebih dahulu, dan Jaka Satya kemudian menyadari bahwa Lasmini berdiri tertegun disampingnya sehingga menghalangi gerakannya.
la melontarkan senyumnya ke arah Jaka Satya sebagai pertanda mengajaknya turun.
Lasmini menempel terus namun Jaka
berhasil menghindarinya dengan cepat dan langsung menuju Pabean.
Di luar gedung bandara tampak deretan kereta kuda yang diparkir, Jaka menatap kearah kiri kanan.
Tak seorangpun menunggu kedatangannya, Namun kemudian si rambut hitam muncul kembali, kali ini ia telah mengenakan kaca mata hitam model terbaru.
Gadis itu melihat Jaka Satya yang sedang berdiri dan langsung mengayunkan langkah ke arahnya.
Tapi dengan cepat Jaka Satya melompat masuk ke dalam sebuah kereta kosong dan langsung meluncur pergi.
Kereta kuda yang ditumpanginya meluncur disela-sela kesibukan lalu lintas yang ramai,
Meskipun tak melihat tanda-tanda yang mencurigakan bahwa dirinya dibayangi namun kemudian Jaka Satya beralih ke jalur kereta kuda bawah tanah yang membawanya sampai Marble Arch,
Beberapa saat kemudian ia telah mengayunkan langkahnya di taman Dyhe. Dalam hatinya ia berharap tak seorangpun yang membuntutinya.
Hujan mulai tercurah. Penduduk bergegas menaungkan diri di bawah payung hitamnya, berlalu lalang di sepanjang kaki lima. Jaka Satya berlindung di bawah teritis sebuah kedai menunggu kereta kuda yang lewat.
.
Satu-satunya hal yang dipahami Jaka Satya untuk langkah selanjutnya dari tugas ini ialah sebuah kamar yang telah dipesankan di penginapan Fordheri.
"Pihak negeri El-Sira ingin juga mengetahui situasi yang sebenarnya di Rahbain, Satya!" terngiang kembali kata-kata Senopati Wirabumi di telinga Jaka Satya.
"Mereka tak mempunyai perwakilan Rahbain, tak ada basis operasinya. Kau harus menyediakan penyamaran bagi penyusupan mereka."
"Ah, lebih baik tidak!" cetus Jaka Satya.
"Siapa tahu bisa-bisa mereka menagih hutang jasa kepada kita."
Dengan kesal Jaka Satya menanggapi.
"Namun hal itu akan menambah resiko pada tugas utamaku, Senopati!"
"Tapi Kepala Prajurit Gabungan telah memutuskan hal tersebut, demikian pula Gedung Janasaran. Kau akan dihubungi agen El-Sira di kota Donlon."
"Hmmm, rupanya panjenengan tak memberikan pilihan lain!"
"Jangan khawatir, dengan yang satu ini kau sudah cukup, Jaka Satya!" kata Senopati Wirabumi.
Setelah mendaftarkan diri di bagian resepsionis Penginapan Fordheri, Jaka Satya menelepon dari lobby penginapan yang terkesan antik.
Kemudian Jaka Satya melangkah menuju lift yang membawanya ke tingkat sepuluh.
Selama beberapa saat ia meneliti pintu kamarnya namun tak ada goresan atau bekas ketokan di dekat tombol pintu yang menunjukkan pintu telah dịbuka dengan secara paksa.
Pintu masih dalam keadaan terkunci.
Dengan hati- hati Jaka Satya memutar kunci kemudian mendorong daun pintu dan dengan cepat menyelinap masuk kedalam sambil menekan tombol lampu yang berada di samping pintu, tak terjadi suatu ledakan ataupun serangan dadakan!
Jaka Satya melemparkan koper pakaiannya di atas tempat tidur bertilam sprei berwarna hijau lembut dan sesaat ia menoleh ke arah jambangan dengan bunga mawar yang masih segar.
Kemudian dengan sikap waspada Jaka Satya memeriksa kamar mandi dan lemari pakaian, keris batu bintang merah berada dalam genggamannya.
Jaka Satya adalah seorang pria berperawakan sedang dan kekar namun gerakannya sangat lincah. Wajahnya tampan dengan bola mata yang kecoklatan, terkadang berubah kelam bila perasaannya dilanda kemarahan.
Meskipun tubuhnya sedang dan besar tapi ia dapat menyusup cepat di antara kerumunan manusia bila ada seseorang yang membayangi gerakannya.
Satya sanggup melumpuhkan dengan berbagai cara...mulai dari pukulan bela diri Sundang, menggunakan bela diri silek atau hanya sebuah gulungan surat kabar.
Dan keris batu bintang merah dengan ukiran lidah-lidah api merupakan senjata andalannya.
Jaka Satya berdiri tertegun di tengah ruangan.Tampaknya, kamar 101 aman tak ada yang mencurigakan.
Pandangannya melekat pada jambangan bunga sementara telinganya berusaha menangkap suara dari arah koridor.
la memperhatikan bunga itu dengan seksama, namun tak ada kartu ucapan. Mungkin memang sengaja disediakan oleh pemilik Penginapan, pikir Jaka Satya.
Kemudian ia melanjutkan pemeriksaannya terhadap meja lampu duduk, alat telepon dan lampu dilangit- langit kalau-kalau telah ditanam alat penyadap suara.
Setelah puas dan tak menemukan sesuatu yang mencurigakan Satya menghela napasnya dalam-dalam, dan kembali memandang jambangan bunga.
Benda itu tak mungkin dipakai untuk menyembunyikan alat penyadap suara karena terlalu kentara, namun Satya tak mengabaikannya.
Ia membungkuk kemudian menyibakkan tangkai bunga dengan maksud memeriksa bagian dalam jambangan.
Namun....terdengar suara benda jatuh.
Klotak...!
Suatu benda jatuh dari dalam jambangan. Dan tiba-tiba mata serta hidungnya disengat bau yang sangat tajam dan pedih!
Pernapasan Satya terasa bagai dicekik, ia terhempas ke atas lantai sambil mengusap-ngusap matanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!