Kata terpaksa, yang saat ini terjadi dalam hidupku, hal yang tak pernah ada dalam bayanganku ini, harus ku terima.
Secara tiba tiba takdir merengut mimpiku, dimana harusnya anak seusiaku menikmati sekolah, tapi lihatlah keadaanku saat ini, berada di kota, untuk menyusul orang tua ku, karena paksaan tanteku, aku baru merasakan, rasanya duduk di bangku SMA, tak pernah terbayangkan, aku harus putus sekokah secara tiba tiba.
Adelia Fitriani, atau yang lebih sering dipanggil Lea, seorang gadis yang sedang duduk termenung,ndi dalam kosan berukuran 3x4, yang di huni kedua orang tuanya, dia tak pernah mengira berada disana, Tantenya, yang bernama Lilis, memaksanya untuk ikut pada paman nya, dan menyusul ibunya ke kota, Dengan alasan, bahwa ibunya tak akan pernah kembali, kalau tak di susul olehnya, dan Tantenya, tidak mau di repotkan, bila ia harus menjadi beban, ketika ibunya tak mentransfer uang sepeserpun.
Dalam renungan nya, sebenarnya ia ingin menangis tersedu sedu, pada ibunya, sambil berteriak dan berkata, "bu apa salahku, di mana letak dosaku, padahal sebelum ibu berangkat ke kota, ibu sudah menegaskan, bahwa aku akan tetap bisa menyelesaikan masa SMA ku, tapi apa ini bu, kenapa sekarang aku berada di tempat ini bersama mu karena di paksa oleh kakak mu sendiri bu, bagaimana kehidupan ku selanjutnya bu, seorang lulusan SMA saja sulit mencari pekerjaan lalu apa ini, bahkan aku tak tamat SMA bu, aku baru menginjakan kakiku di SMA selama 2 bulan bu, hari ini bukan kah aku harusnya berada di sekolah, sedang belajar dan bermain, bersama teman teman ku, menikmati masa masa indah ku bu, seperti selayaknya gadis remaja lain nya, kenapa seakan takdir tak berpihak pada ku bu, keadaan macam apa ini bu, aku tak ingin disini bu, bawa aku kembali ke kampung bu, aku ingin bersekolah, hari senin aku sudah ujian, bukan kah ibu sudah berjanji, akan mentransfer biaya ujianku bu, tapi kenapa, aku malah berakhir disini, bersama mu bu," Lea hanya bisa menangis dalam diam, dia tak bisa melakukan apapun, rasanya akan sangat durhaka, jika dia berteriak pada ibunya, sedangkan yang ia jalan ni saat ini, adalah keterpaksaan karena keadaan.
Kita flasback ke beberapa hari sebelumnya.
Suasana malam yang begitu dingin, dirasakan oleh Lea, gadis itu sedikit heran, ketika sang ibu tampak berkemas.
"Bu, mau kemana kemas kemas," ucap Lea, mengerutkan dahinya.
"Nak, maafkan ibu, " ucap bu Romlah, dengan sendu .
"Kenapa bu," ucap Lea, menggenggam tangan ibunya.
"Nak kau tau kan, ibu punya beberapa hutang, bekas membiayai tantemu sekolah, dan itu cukup banyak, bahkan ibu punya beberapa hutang, pada saudara, kemarin saat kau sekolah, ibu bertengkar hebat, dengan kaka ibu, begitupun dengan sodara ibu yang lain, mereka mempertanyakan kapan ibu membayar hutang, sedangkan hutang ibu pada bank bank kecil saja, tak ibu bayar, pada hari itu, ibu sangat sangat terpukul, dan sakit hati, atas perilaku perkataan kakak ibu, bahkan ibu tiri ibu, begitu menghina ibu, padahal uang ayah ibu, yang bahkan harusnya untuk membiayai adik ibu, dia yang pegang dan habis kan,ibu sakit hati, ibu memutuskan akan bekerja di kota," ucap bu Romlah, sedikit tertahan, dengan is akan yang mulai terdengar.
"Maksud ibu bagaimana, ibu akan pergi dari rumah," ucap Lea, tidak mengerti.
"Iya Lea, maaf kan ibu hari ini dengan berat hati, ibu akan pergi," ucap bu Romlah.
"Ibu akan meningalkan aku, bersama adikku bu," ucap Lea sendu.
"Maaf, tapi ibu akan membawa adikmu, nak, kau pasti bisa melewati ini, ibu akan bekerja, hanya sampai hutang ibu lunas," ucap bu Romlah, dengan mengusap punggung Adelia.
"Bu, kenapa ibu tega, seperti ini, apa tidak ada cara lain," ucap Lea, dengan tatapan memohon.
"Nak, ibu mohon maaf, tapi ini jalan satu satunya, malam ini, ibu akan pergi bersama adikmu, ketika suasana sudah sepi, ibu sudah menyuruh orang untuk mengantar ibu," ucap bu Romlah, mencoba mengabaikan tatapan Adelia.
"Bu, bagaimana dengan Lea, bagaimana dengan sekolah Lea bu, Lea dengan siapa disini bu, perlakuan tante, dan nenek, begitu menyakiti ibu, lalu, apa mereka juga tak akan menyakitiku, bu, " ucap Lea, dengan mata berkaca kaca.
"Lea, kau akan tetap sekolah disini, tenang lah Lea, mereka pasti tak akan berlaku hal yang sama, tapi jika itu terjadi, kau pergilah kerumah nenek dari ayahmu, disitu kau akan aman, ini ibu punya uang 200rb, kau cukupkan ya, nanti ibu akan transfer, begitu juga untuk biaya ujian sekolahmu na, na ibu minta, jangan sampai kau putus sekolah, seberat apapun nanti, ujian nya, di depan, jangan sampai kau menyesal suatu saat, ya," ucap bu Romlah, sedikit mengeluarkan air matanya.
"Bu, bagaimana kalau nanti, aku tidak bisa melanjutkan sekolahku bu, bagaimana nanti, kalau mereka benar benar, tidak baik padaku bu," ucap Lea, dengan ragu.
"Kau akan bisa menghadapi nya na, nak, ibu mohon, jangan sampai orang tau, kalau ibu pergi, jangan katakan apapun, pada tantemu, kecuali dia mencari ibu, jangan bilang ibu pergi pada tantemu, nanti ibu akan sering menelponmu ya," ucap bu Romlah, menghapus air matanya.
"Lalu malam ini, aku akan ditinggal sendirian, dan tidur sendiri begitu bu," ucap Lea, sendu.
"Benar na, kau harus tegar, demi sekolahmu, ibu saja bisa menyelesaikan sekolah tantemu, kamu harus yakin, kamu pun akan bisa menyelesaikan sekolahmu," ucap bu Romlah, menguatkan Lea.
"Baik bu, Lea akan sekolah, dengan bersunguh sungguh," ucap Lea, mencoba tegar.
"Nak, ibu akan segera pergi, sepertinya keadaan nya mulai sepi," ucap bu Romlah, menatap arah sekeliling.
"Bu, apa ibu tega, " ucap Lea, mulai meneteskan air matanya.
"Lea maafkan ibu ini adalah jalan terbaik, ibu harap kamu mengerti, ibu mohon, jaga dirimu dengan baik, ingat selalu pesan ibu ya, kau harus tegar dan kuat, yakin semua akan baik baik saja," ucap bu Romlah, dia segera berdiri membawa tasnya, dan mengendong adik Lea yang tertidur.
"Baik bu, hati hati, semoga ibu selamat sampai tujuan, tapi Lea ingin ikut sampai jalan," ucap Lea, mengenggam tangan ibunya.
"Baik, ayo," ucap bu Romlah,mulai melangkah.
Mereka berjalan beriringan, dengan Lea membawakan tas ibunya, lalu setelah di jalan, Lea pun mencium tangan ibu nya, dan ibu nya pun pamit, lalu menaiki motor, Lea menatap ke arah motor, yang membawa ibu nya, dia benar benar ingin menangis lagi, lalu diapun buru buru berlari kerumah nya, ia pun mengunci pintu, lalu setelah sampai di kamar nya, Lea benar benar menangis, tersedu sedu menumpahkan kesedihan nya.
"Ya alloh, bagaimana ini, ibu ku pergi, meningalkan ku ke kota, bagaiamana kehidupanku selanjutnya, kemana aku harus mengadu, selain padamu ya alloh,"ucap Lea, menyembunyikan mukanya dibantal, sambil terus menangis, hingga akhirnya iapun tertidur, sambil menangis.
Keesokan paginya, Lea berangkat sekolah, seperti biasanya, tapi tidak dengan kondisi biasanya, dia berangkat lebih pagi dan tidak bertemu siapapun pagi itu matanya sangat sembab sehingga siapapun yang melihat pasti tau dia habis menangis, karena ia berangkat sekolah memang masih pagi, sehingga sekolah pun masih sepi, dia berjalan menuju kelasnya, dengan langkah yang cepat, bahkan sedikit berlari.
Diapun duduk di kursinya, ia benar benar ingin mengeluarkan air matanya lagi, tapi sekuat tenaga ia tahan, ia tak boleh lemah, orang jangan sampai tau, masalah apa yang menimpanya, diapun melamun memikirkan bagaimana kedepan nya, ia akan tegar atau tidak, yang pasti tuhan yang tau semua ituu.
Tak berselang lama, ada orang yang masuk kedalam kelas tersebut, Lea tidak menatap orang yang masuk, dia melihat ke arah lain, karena ia takut air matanya jatuh.
"Assalamualaikum" ucap orang tersebut.
"Wa'alaikumsalam" ucap Lea, yang mulai mengenali suara orang yang masuk, mereka terdengar melangkah masuk kedalam.
"Haii Lea,"ucap Meidina yang duduk mendekati Lea, tapi tak ada sahutan sedikitpun dari nya. Meidina pun membalikan badan Lea menghadap nya.
"Heii, kamu kenapa nangis, mata kamu sembab," ucap Meidina, tampak panik.
"Iya Lea, kenapa," ucap Rea, yang tadi masuk bersama Meidina.
"Ga papa ko, cuman sembab aja, kurang tidur kaya nya," ucap Lea, mengalihkan, sebisa mungkin, ia tak ingin cerita apapun.
"Lea jujur, kenapa kamu sebenernya, ada masalah sama Artur," ucap Meidina, memegangi wajah Lea.
Lea menurunkan tangan Meidina, lalu dia berkata, "ga papa Mei, tenang aja, aku kurang tidur aja ko, ayo antar aku ke kantin, aku belom sarapan," ucap Lea, mengalihkan, mati matian menahan semuanya, ia mencoba tegar, ia belum kuat, untuk mengatakan banyak hal pada Meidina.
"Kok belom makan, terus tumben lagi, pagi pagi udah ke sekolah," ucap Meidina, memandang heran.
"Yah kebetulan, aku tadi berangkatnya emang pagi, karena buru buru," ucap Lea, beralasan.
"Oh, yaudah yu ke kantin, kasian banget belom sarapan, rea, mau ikut ga, ke kantin," ucap Meidina, mengajak rea.
"G akh, kamu aja, aku mau di kelas aja," ucap Rea, sambil duduk.
"Yaudah, aku ke kantin, sama Lea ya," ucap Meidina, lalu dia berjalan bersama Lea.
"Ya," ucap Rea.
Mereka berdua, berjalan keluar kelas.
"Lea, mening ke kamar mandi dulu aja, cuci muka, kamu kasian banget,aku beneran ga tega liatnya, biar aga segeran, tar orang ngiranya aku nangisin kamu lagi," ucap Meidina, menyarankan.
"Yaudah yu" ucap Lea, pasrah.
Merekapun ke kamar mandi dulu, lalu setelah ke kamar mandi, baru lah mereka menuju kantin, saat menuju kantin, mereka berpapasan dengan Renald, dia menyapa mereka di gerbang.
"Haii Lea, udah kamu udah di sini aja," ucap Renald.
"Iyaa, aku dari pagi," ucap Lea, cuek.
"Masa sih, ko aku ga liat kamu lewat, rumah ku," ucap Renald, memandang heran.
"Kamu belum bangun, kali," ucap Lea.
"Iya kali" ucap Renald.
"Udah lah ren, awas, jangan menghalangi, kita mau ke kantin," ucap Meidina, tampak kesal, Renald sejak tadi menghalangi.
"Yaudah, yaudah Mei, tuh silahkan lewat," ucap Renald, mempersilahkan.
"Iya bay" ucap Meidina, lalu berjalan menggandeng Lea.
Mereka berdua pun berjalan ke kantin, dan mulai belanja, setelah itu, mereka kembali ke kelas, dan berpapasan dengan karlina disana.
Sambil menuju kelas, mereka pun berbincang.
Lea melakukan aktifitas belajar seperti biasanya, tapi dia tidak se ceria biasnya, pikiran nya buncah.
Saat pulang sekolah, dia di antar oleh Mahatur, dia tidak banyak bicara, ketika di antar Mahatur, karena dia takut mengungkap semua kesedihan nya. Saat pulang kerumah, dia merasa hampa, biasnya dia sudah di sambut adiknya, munii, dan bermain bersama adiknya, tapi hari ini, dia sendiri dia kekamarnya, dan dia kembali menangis, selera makan nya juga hilang.
Dia mencoba menelpon ibunya, dan ternyata di angkat.
"Halo"suara di sebrang sana.
"Mama lagi apa,"ucap Lea dengan suara lemah.
"Halo Lea, ini mamah baru selesai beberes, mama mau nyari kerja," ucap bu Romlah.
"Oh gitu ya ma, Lea kesepian disini mah," ucap Lea, sambil terisak.
"Na, yang kuat ya, maafin mamah, ini bukan kemauan mamah, ini semua karena hutang hutang yang mama punya," ucap bu Romlah, sendu.
"Ga papa ma, Lea juga tau, mungkin ini yang terbaik, asalkan Lea bisa sekolah, semoga Lea bisa sukses nanti, bisa bantu mamah, biar mamah ga perlu ngutang lagi," ucap Lea, dengan suara bergetar.
"Iya Lea, mama pasti bakalan doain kamu, semoga sukses, kamu sekolah yang bener ya, sampai lulus, kamu yang sabar ya, kalau kamu ngerasa ke sepian, pergi ke rumah nene mu, ya nak," ucap bu Romlah.
"Iya ma, kalau gitu, Lea matiin ya telpon nya," ucap Lea, memilih menyudahi.
"Iya na, hati hati ya disitu, kunci kunci pintunya," ucap bu Romlah, menasehati.
"Iya ma pasti, assalamualaikum, " ucap Lea, sambil mematikan telpon nya, tanpa mendengar sahutan dari ibunya lagi.
...----------------...
Beberapa hari kemudian, Lea mulai tegar menjalani semuanya, dia berangkat dan pulang sekolah seperti biasanya, namun ketika pulang ia murung, ia tidak makan beberapa hari ini, ia hanya makan di sekolah saja, sore ini, setelah dia pulang, dia tak menangis seperti biasnya, dia mulai menerima yang terjadi, dia berpikir memang mungkin ini jalan terbaik tuhan, dan tuhan punya rencana lain.
Usai melaksanakan solat , tiba tiba pintu rumahnya di ketuk, sambil terdengar suara.
"Romlah buka, ngapain kamu di dalam aja," ucap bu Lilis, tampak emosi.
"Kenapa tante, " ucap Lea, saat membuka pintu.
Bu Lilis langsung masuk begitu saja.
"Mana ibu mu Lea, ko ga keluar keluar, tumben juga ade kamu ga ada maen, sama s bagas," ucap bu Lilis, lalu masuk mengelilingi rumah, "Romlah ayo keluar, bicara lah," ucap bu Lilis ke dapur," heh Lea, kenapa diam saja, mama mu ga ada, kemana dia," ucap bu Lilis, setelah tak menemukan ibu Lea.
"Udah tante, jangan keliling lagi, mama emang ga ada," ucap Lea, dengan tegas.
"Ga ada kemana, ko ga keliatan perginya, lagi nyari pinjaman kemana lagi dia, buat bayar hutang besok, dari pihak pnm, bakal nagih kan," ucap bu Lilis, dengan muka sombongnya.
"Ga tau Lea," ucap Lea, sengaja tak memberi tahu yang sebenarnya.
"Emang mama mu itu ga bilang apa, ke kamu lewat mana dia," ucap bu Lilis, masih memandang sekitar.
"Lea ga tau tante, jangan tanya tanya Lea lagi, udah ya tante, Lea mau istirahat dulu, ini udah sore juga," ucap Lea, pada bu Lilis.
"Yaudah lah istirahat, nanti kalau ada ibu kamu, bilang suruh kerumah, temuin tante," ucap bu Lilis.
"Iya tante," ucap Lea.
Bu Lilis pun pergi, dan Lea menutup pintunya. Lea lalu terduduk di lantai.
"Bu, apa ini alasan sebenarnya ibu pergi, besok ada yang menagih, sedangkan uang ibu tak ada, tapi kemarin ibu dapat pinjaman dari mana, bisa memberikan uang untukku, dan punya ongkos untuk berangkat ke kota," ucap Lea dalam hati sambil air matanya berlinang.
Keesokan harinya..
Lea berangkat kesekolah, seperti biasanya, tapi dia mulai kepikiran, omongan tantenya, kemarin sore, dia lebih banyak melamun di sekolah, Meidina sampai terus selalu bertanya "kamu kenapa sebenarnya Lea", namun dia belum mau berbicara, apapun dia hanya menjawab "tak apa" hingga akhirnya diapun pulang sekolah...
Saat pulang sekolah, dia berjalan, ada tetangga tetangga nya di pinggir jalan, yang tampak menunggunya, mereka semua bertanya pada Lea.
"Lea, mamah kamu kemana?" ucap mereka
"Ada di rumah, kan," ucap Lea, berpura pura.
"Tapi, tadi kita gedor gedor ko ga ada," ucap mereka.
"Mungkin keluar kali, yaudah Lea ke rumah dulu ya, tante semua," ucap Lea.
Lea pun berjalan menuju rumahnya, dan sebelum dia memasuki rumah, dia sudah di hadang tantenya.
" Lea" ucap bu Lilis, sambil berteriak.
"Iya tante" ucap Lea, sedikit bergetar karena kaget.
"Sebenrnya, mama kamu kemana, ga keliatan beberapa hari ini, kemaren pas tante kerumah, juga ga ada, tadi siang tante gedor gedor, ga ada, jawab yang jujur Lea, jangan bohong dan beralasan, kaya kemarin," ucap bu Lilis, dengan berteriak.
"Mama sebenarnya, mama ga ada ke kota," ucap Lea, sambil bergetar, dan memegangi kedua tanganya.
"Hah ke kota, kabur mamah kamu, kabur dari hutang," ucap bu Lilis, membentak.
"Mama ke kota, nyusul bapak," ucap Lea masih bergetar.
"Sejak kapan Lea, kemaren, ko kamu bilang nya ga tau, kenapa kamu bohong," ucap bu Lilis.
"Bukan tante," ucap Lea.
"Terus, pas kapan," ucap bu Lilis, menekuk dahinya.
"Pas 4 hari, lalu," ucap Lea.
"Hah, pantes aja ga keliatan, mama kamu batang hidung nya, teryata dia kabur, hebat juga dia, kabur ninggalin hutang yang banyak, kalau hutang di bank kabur kaya gitu, pasti di anggap lunas la, terus hutang hutangnya sama tante,dan yang lain gimana," ucap bu Lilis, menantang.
"Maaf tante, tante tanya aja sama mama Lea, jangan sama Lea, Lea ga tau apa apa permisi," ucap Lea.
Lalu Lea pun berlalari, dengan kencang, sambil menangis dalam diam. Dia segera membuka pintu rumah nya, lalu dia pun menutup kembali, dan menangis sejadi jadinya.
"Mama, mama tega, Lea dimarah marahin tante Lilis, mama Lea salah apa, mama tolongin Lea, Lea harus berlindung ke siapa, mama," ucap Lea, dalam tangisnya. Dengan masih mengunakan seragamnya, airmatanya terus berderai, dia meringkuk, duduk memeluk lututnya, dibawah lantai, hingga diapun ketiduran dalam tangis nya.
Sore harinya.
Lea terbangun dari tidurnya, dengan keadaan kepala pusing.
"Astagfirullah, aku ketiduran, duh pusing, mana masih pakai seragam lagi," ucap Lea, sambil memegangi kepalanya.
Dia bergegas membuka seragamnya, dan menganti bajunya, lalu diapun ke kamar mandi, mengambil air whudu, dan diapun solat, selesai solat dia menangis bersujud, dan mengadu kepada alloh.
"Ya Alloh, sebenarnya apa rencana mu ini, mengapa begitu terasa menyakitkan, yang aku rasakan ini, kemana tempat ku mengadu, selain pada mu ya Alloh, seperti apa kedepannya, yang aku jalani, kuatkan aku ya Alloh, berikan kesabaran seluas luasnya," ucap Lea, dengan berlinang air mata.
Dia lalu menghapus air matanya, dia pun membereskan mukena nya, mengambil hpnya, dan mulai membuka pesan chat, dia membalas chat dari artur.
^Lea, kamu udah sampai rumah?, Maaf ya, aku ga bisa nganter tadi.
^Iya ka, ga papa.
^Kamu baru aktif, dari mana aja.
^Tadi, aku ketiduran ka.
^Oh gitu.
^Ya ka, ka boleh cerita ga.
^Cerita apa, boleh dong.
^Takdir ko kadang ga adil ya, sama Kita, ka.
^Ga adil, gimana?.
^Ya ga adil, padahal kita ga suka, sama sesuatu yang terjadi di hidup kita, tapi kita dipaksa, harus menerima takdir itu.
^Itu bukan ga adil, itu karena kita, ngerasa ga iklas, dengan apa yang kita terima, dalam hidup,mungkin aja, apa yang kita jalani, adalah yang terbaik, untuk kita, dan mungkin, hanya kita yang mampu.
^Oh gitu ya, ka, berarti karena aku merasa ga iklas ya, jadi keliatan nya, kaya takdir ku ga adil.
^Nah bisa seperti itu, memangnya kenapa?.
^Ga papa ka, cuman aku lagi sedih aja.
^Sedih karena takdir, kenapa emangnya sama takdir yang kamu jalani, saat ini.
^Sebenarnya, mama ku ga ada.
^Maksud ga ada nya, gimana, aku takut salah paham.
^Mamahku, ke kota.
^Terus, kamu sekarang sendiri gitu.
^Iya ka.
^Jadi, ini yang membuat kamu sedih.
^Iya ka.
^Lea, mama kamu juga punya alasan, ningalin kamu, dan pasti itu yang terbaik, dan mungkin mamah mu juga, udah mikirin ini, dengan sangat matang.
^Iya ka, cuman aku ngerasa sendiri aja.
^Ada aku, temen temen kamu, sodara kamu, kenapa kamu harus merasa sendiri.
^Iya yaa, masih ada kalian, aku ga sendirian.
^Aku tau, hidup tanpa adanya ibu itu hampa, tapi, kita harus yakin mungkin semua itu, untuk kebaikan kita.
^Iya juga ya, ka, makasih banyak ya, mau dengerin aku, makasih udah nasihatin aku.
^Iya sama sama Lea, santai aja, setiap kamu merasa sepi, kamu telpon aku aja.
^Iya kalau gitu, makasih ya, udah dulu.
^Iya sama sama.
Lea merasa lega, dengan hal itu, lalu diapun tidak membalas pesan Artur, dan diapun memilih menelpon Meidina, karena dia bisa mencurahkan semuanya, pada Meidina, dia tidak cukup berani, menceritakan semua pada Artur, tapi pada Meidina, sepertinya dia harus menumpahkan segalanya, agar dia makin terasa lega, dan jauh lebih kuat, Meidina ibarat kakak yang selalu ada untuknya.
Dia lalu menekan tombol dan menelpon Meidina, masih berdering, lalu tak lama terdengar suara Meidina.
^Halo assalamualaikum, kenapa Lea.
^Waalaikumsalam.
^Ada apa Lea.
^Mei, mengapa semuanya terasa berat ya.
^kamu kenapa, apa yang terjadi sama kamu, cerita yang bener, aku dengerin ko.
^kamu ingat, beberapa hari lalu, mataku sembab, seperti orang menangis.
^Ya, tapi kau bilang itu bukan menangis.
^Sebenarnya, itu aku benar benar menangis Mei, aku menangis semalaman.
^Apa, yang menyebabkan kamu menangis Lea.
^Mei, malam itu, ibuku pergi ke kota, aku ditinggalkan sendirian.
^Kenapa kau baru cerita, sekarang kau sendirian, lebih baik kau kesini, kerumahku, biar kau tak sendirian, biar tidak merasa berat.
^Tidak, bukan karena itu.
^Lalu apa.
^Mati matian, aku memendam ini pada hari itu, Mei aku sedih, dan berat, bukan hanya ditinggalkan ibuku, kau mau tau.
^Apa, kenapa memangnya.
^Ibuku meningalkan hutang, makannya ibuku pergi.
^Hutang, hutang apa.
^Hutang pada seluruh sodaranya, hutang pada bank bank keliling, semua itu karena demi, menyekolahkan bibiku.
^Kau tau ini, sejak lama.
^Tidak, ibuku memberi tahu, saat ia akan pergi malam itu, kau tau Mei, aku sedih mendengarnya, awalnya aku tak masalah, ibu ku pergi, karena untuk melunasi hutangnya, tapi hari ini.
^Kenapa dengan hari ini.
^Aku sedih Mei, aku sedih, begitu menyakitkan, tanteku memarahiku, habis habisan.
^Karena apa, dia memarahi mu.
^Karena aku tidak berbicara padanya, bahwa ibuku pergi, dia marah, karna ibuku lari dari hutang bank keliling tersebut, lalu Mei, apa salahku, kenapa aku yang disalahkan, kenapa aku yang dimarahi, bukan kah sebagai seorang tante, dia harusnya memberi ku dukungan, karena kasian, aku ditinggalkan ibuku, demi melunasi hutang, tapi dia, kenapa dia malah memakiku Mei, ini benar benar menyakitkan, sakit sekali rasanya.
^Lea, jujur aku sedih,kenapa kau tidak cerita, dari awal, kau bisa tinggal di rumahku, kemari lah, besok bawalah baju mu, kau tinggal saja di rumahku, beberapa hari, ibuku tak akan marah, kau menginap.
^Mei terimakasih, kau begitu baik, tapi kalaupun aku pergi dari sini, aku akan kerumah neneku.
^Apa kau sudah menelpon, ibumu.
^Belom, aku sedih, aku takut, ibuku semakin sedih, dengan apa yang menimpa ku.
^Lea, kau harus ceritakan ini pada ibumu, karena apa, ibumu yang akan lebih memberikan solusi, tentang inim
^Baiklah Mei, nanti malam, aku akan menelpon ibuku.
^Apa kau sudah makan Lea?.
^Belum.
^makan lah Lea, jagalah kesehatan mu, kau harus ingat pada dirimu sendiri, sayangi dirimu, agar nanti kau bisa membantu ibumu.
^Baiklah Mei, terimakasih mau mendengarkan ceritaku ya.
^Tentu, ceritalah padaku segalanya.
^Yaudah Mei, kalau begitu, terimakasih mau mendengarkan aku.
^Sama sama Lea, jangan lupa makan.
^Assalamu'alaikum.
^Wa'alaikumsalam
Lalu Lea, mematikan telpon nya.
Lea duduk, dan meratapi yang terjadi, serta memikirkan,semua yang dikatakan oleh artur dan Meidina.
"Ya alloh, aku ikhlas dengan semua ini, aku akan menerima, apapun yang akan terjadi nanti, benar kata Artur, engkau yang lebih tau, segala yang terjadi pada diri hamba, hamba ikhlas, terlepas dari apapun yang akan terjadi nanti, akan hamba terima dengan lapang dada," ucap Lea.
Dia pun mulai membereskan kamarnya, dan dia juga hendak mencuci pakaian yang tadi ia pakai karena ketiduran. Untungnya besok adalah hari baru jadi dia memakai seragam batik.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!