"Lahirkan anakku dengan selamat! Sebelum anak yang kau lahirkan menjadi sosok yang kuat, kalian jangan pernah menemuiku!!"
Ciiit...ciiit...ciiit...keak keak keak ciiitt...ciitt...terdengar nyanyian riang burung-burung gereja yang hinggap di ranting dan kabel-kabel listrik. Pertanda pagi cerah menyambut musim hujan. Aliran sungai bengawan solo yang jernih membawa kelopak bunga lilac ke hilir.
"Mboke, Lou berangkat dulu ya? Jaga dirimu baik-baik di rumah," kata pemuda desa yang tampan dengan riangnya.
"Jangan lupa kirim surat sesampainya di sana Lou!" jawab simboknya yang sibuk membereskan dapur.
"Beres mboke, bye bye...." sahut Lou memberi salam perpisahan dengan semangat.
Dia, merupakan sosok pemuda tampan yang memiliki IQ tinggi diatas orang-orang seumurnya. Cita-citanya adalah menjadi seorang dokter. Dia ingin sekali bisa melanjutkan kuliah di S. Namun apa daya? Dia hanya putra petani miskin yang kini tidak memiliki bapak. Sejak di dalam kandungan, dia tidak tahu siapa bapaknya. Orang desa lebih menyukai panggilan mboke dan pake.
Hari itu, Lou mendapat tawaran kerja di kota S. Demi cita-citanya, dia rajin belajar dan bekerja. Usahanya tidak sia-sia. Dia mendapat bea siswa dari pemerintah. Dia berjalan menyusuri jalan setapak yang di penuhi rumput bunga dandelion. Dengan secercah harapan yang tertinggal, suatu hari nanti dia ingin menjadi seorang dokter yang sukses. Meninggalkan kampung halamannya.
Pancaran matanya berbinar-binar laksana cahaya rembulan. Dia naik bus menuju ke kota S. Di sanalah kisah perjuangan cinta dan cita-citanya bersemi. Empat jam perjalanan yang dia tempuh dari kota M ke kota S dengan naik bus. Kala itu, jalanan tidak seperti sekarang. Macet, karena full kendaraan. Dulu, jalanan lengang dan lancar. Hanya transportasi umum yang beroperasi. Motor dan mobil pribadi, masih jarang yang punya.
Setelah turun dari bus, Lou langsung naik bemo menuju tempat kos-kosannya. Pemuda riang penuh semangat itu turun dari bemo begitu alamat yang di carinya ketemu. Dia memutuskan jalan kaki menuju ke tempat itu. Sepanjang jalan tampak deretan pohon yang rindang. Angin semilir nan sejuk, menyapa lembut parasnya.
"Hallo bu Ani...hari yang indah ya?" sapanya dengan riang begitu sampai tujuan.
"Untukmu kan tak pernah ada hari yang buruk. Sudah puas pulang kampungnya? Mana ceweknya?" tanya bu Ani dengan nada menggoda.
"Hahaha ada banyak. Nih, di dalam ransel. Ada buku anatomi, ada buku re produksi, ada buku pengobatan dan juga ada buku awet muda," jawab Lou sambil tertawa.
"Jawaban yang payah! Dasar kutu buku! Padahal jatuh cinta itu menarik lho?" goda bu Ani lagi, sambil memicingkan matanya ke arah Lou.
"Ah ibu, belum saatnya memikirkan masalah cinta. Selama saya pergi, apakah ada surat untuk saya bu?" tanya Lou sambil garuk-garuk kepala, menghindari godaan bu Ani yang rasanya tidak mau berhenti.
"Banyak tuh, dari cewek ada 5. Dari Rodrigo ada 1," jawab bu Ani sambil menunjukkan kunci kotak suratnya.
"Wah, trimakasih banyak bu. Rodrigo Alfabama Armando ingat padaku!" jawab Lou dengan girangnya.
"Dapat surat dari laki-laki kok bisa segirang itu? Melebihi girangnya dapat surat dari cewek? Apa kau tidak normal?" Lagi-lagi bu Ani menggodanya.
"Jiaaaa ibuuu....aku normal. Aku bukan gay bu Ani. Kejamnyaa...." Lou pura-pura memasang muka sedih yang perlu dikasihani.
"Huh, akal bulus. Cepat mandi sana, nanti kusiapkan makan siang. Sudah lapar bukan?" tanya bu Ani yang tidak terkecoh oleh wajah memelas Lou yang pura-pura.
"Hehehe tahu aja nih ibu, kalau perutku lapar," Lou membalas dengan senyuman.
Dia menaiki tangga demi tangga. Pintu kamarnya terbuka. Dengan lega, dia duduk di ranjangnya. Dia membuka semua suratnya.
"Waaaah, surat-surat cewek ini mengerikan semua! Isinya mengajak kencan semua. Memangnya profesiku sebagai gigolo ya?" Lou berjingkat dari ranjangnya karena ngeri membaca semua isi surat tersebut. Dia bergegas merobeknya dan membuangnya di tempat sampah.
Dia membuka surat yang terakhir, dari Rodrigo Alfabama Armando. Dia baca isi suratnya sambil tersenyum. Entah apa isi surat itu. Wajah kagetnya berubah menjadi senyuman.
"Hemm...dia nekat sekali. Padahal kurang 4-5 semester lagi dia lulus. Demi orang tua, cita-cita sendiri di korbankan. Haah jadi kesepian tanpa dia. Apakah nasehat bu Ani kuikuti ya? Tapi, cita-citaku bisa ambyar gara-gara cinta."
"Haaah capeknya..nanti malam sudah waktuku kerja. Besok kuliah, mana ada waktu untuk mengurusi cinta? Hari-hari seperti itu terus sungguh melelahkan." Lou merebahkan badannya. Karena lelah, dia pun tertidur.
Dalam tidurnya itulah, dia bermimpi bertemu wanita cantik yang parasnya bercahaya. Wajahnya bersinar, tidak terlihat siapa wanita itu. Namun terdengar suaranya yang merdu bagai lagu. "Beirus...lihatlah...cinta kita terlahir kembali. Dalam keadaan seperti ini, perasaan lebih kuat dirasakan. Badanku seperti terbakar. Perasaan ini tak akan pernah kulupakan. Walau 1000 tahun telah berlalu...walau waktu meninggalkan aku. Kalau cintaku tidak salah. Sampai rantai waktu berkarat dan putus. Sampai semua menerima..sampai semua selesai, perasaan cintaku padamu tak akan berubah. Tunggulah aku Beirus...akulah Aera mu."
"Oh?!" Lou terperanjat dan langsung bangun dari tidurnya. Dia masih termangu di pinggir ranjang. Tangannya menopang dahinya. Keringat dingin keluar dari tiap pori-pori kulitnya. "Apa ini? Mimpi yang aneh. Tapi kenapa aku merasa senang sekaligus takut?"
"Lou!! Hai!! Ayo kita berangkat! Kita kebagian 2 sip nih!!" Terdengar teriakan kencang dari bawah.
"Ya!! Tunggu sebentar!!" teriak Lou dari atas.
"Cepatlah tukang tidur!! Cheeff nanti marah lagi jika kita terlambat!! Orang itu licik sekali, apalagi tukang pukulnya!! Cepaat!!" teriakan dari bawah begitu kencang dan tidak sabaran.
"Iya iya iya dasar bawel!!" jawab Lou turun tangga sambil merapikan dasi kupu-kupu nya. Dia bekerja sebagai bartender di sebuah club terkenal di kota S. Gajinya lumayan besar pada jaman itu. Temannya bergegas menyalakan mobilnya.
"Cihuyyy...ayo berangkaaat...jangan mogok ya mobilku tersayang," kata temannya tadi.
"Huh!! Mobil buntut begini, mogok mulu. Mending rodanya lepas sekalian, biar pensiun," gerutu Lou begitu masuk ke dalam mobil buntut itu.
"Begini-begini teman setia lhoo. Kalau tidak ada mobil ini, kita repot kan? Setidaknya masih bisa jalan. Hehehe...." sahut temanya dengan wajah culunnya.
"Kamunya saja yang bandel. Mobil baru, di modifikasi macam-macam. Akhirnya malah bobrok tanpa bentuk begini," gerutu Lou lagi.
"Aku kan bukan orang alim yang kutu buku sepertimu. Mobil lux mana cocok denganku? Sebenarnya aku sudah bosan jadi bartender," jawab temannya dengan serius.
"Lalu mau kerja apa? Jadi pengangguran?" tanya Lou agak terkejut.
"Aku punya kenalan. Dia orang kaya lho. Pekerjaannya bisa menghasilkan jutaan dolar. Katanya sih, kalau aku mau setia..cabang disini akan diberikan padaku. Kau mau kujadikan partner?" tanya temannya lagi.
"Sepertinya menarik. Bisnis apa? Ingat, aku masih kuliah," jawab Lou dengan santai.
"Kau bersedia Lou? Kalau iya, malam ini adalah hari terakhir kita sebagai bartender," jawab temannya tersebut, sambil menghentikan mobilnya.
"Pekerjaannya apa?" tanya Lou penasaran.
"Bisnis ilegal. Penyelundupan senjata dan narkotika!" jawaban temannya membuat Lou terperanjat tidak percaya. Akankah Lou menyanggupinya?
Bab 2
"Ikutlah denganku!! Kita akan menjadi kaya dengan cepat, Lou!!"
Lou terperanjat mendengar jawaban dari sahabat dekatnya itu. Dengan mantap dan tenang, sahabatnya mengatakan sesuatu yang berbahaya bagi kehidupan Lou. Pekerjaan ilegal yang mempertaruhkan nyawa. Penyelundupan senjata dan narkotika.
"Kau sudah gila ya Bahama?!" Lou melotot kaget. Sahabatnya yang bernama Bahama Putra itu dengan cepat membungkam mulut Lou.
"Kau yang gila, pelankan suaramu. Jika ada yang mendengar, matilah kita!" bisik Bahama dengan hati-hati.
"Aku menolak!!" tangkis Lou dengan tegas.
"Lou, ini sangat menguntungkan," rayu Bahama dengan nada berbisik, supaya tidak ada yang mendengar obrolannya.
"Aku bilang tidak, ya tidak! Seribu kali pun tetap sama, tidak!!" jawaban Lou tetap sama.
"Aku tidak akan menyerah!" bisik Bahama dengan serius.
"Coba saja kalau bisa!! Huh!!" jawab Lou dengan kesal.
Keduanya saling melotot tajam. Kemudian saling membuang muka bersamaan. Melotot lagi, buang muka lagi. Hal itu dilakukan keduanya berulang-ulang. Dalam gudang minuman, keduanya bertengkar. Pertengkaran dengan topik yang sama.
"Kalian berdua sedang apa? Bertengkar? Tapi lucu juga bertengkarnya, seperti lawakan di TV," kata Chef sambil tertawa.
Keduanya tersinggung. Kemarahan dua sahabat itu pun semakin parah. Keduanya melotot dan siap memukul. Dengan sengaja, keduanya menjatuhkan botol minuman yang mereka bawa. Dan pecah. Botol sampange yang sangat mahal itu berhamburan isinya di bawah kaki Chef.
"Hahaha tidak masalah, potong gaji 2 bulan!" kata Cheef dengan tegas tanpa bisa di bantah.
"Ter, terlalu!! Chef lintah darat!! Harganya hanya setengah gaji kita!!" bantah Bahama dengan tatapan tajam.
"Hehehe terserah kalian. Lihat perinciannya, bulan ini kalian datang terlambat sebanyak 10x1 jam x 10000 sama dengan 100.000. Itu perjanjiannya. Ditambah 40.000 untuk gelas pecah ditambah sekarang 300.000. Bukankah gaji 2 bulan kalian cukup buat melunasi? Kalau mau protes, silahkan keluar!" Chef menjelaskan
semua rincian itu kepada Lou dan Bahama.
"Ini sih pemerasan!! Aku menolak!!" sahut Bahama penuh emosi.
"Ini semua kan karena kamu," jawab Lou yang masih tenang-tenang saja.
"Apa kau bilang? Memangnya aku tukang molor?!" bentak Bahama tidak terima atas tuduhan sahabatnya.
"Mobil buntutmu yang suka mogok itu yang sering bikin kita terlambat!" balas Lou sedikit emosi karena Bahama membentaknya.
"Jadi kau menyalahkanku ya? Kau sendiri bagaimana? Tukang tidur, ngrepotin orang dan suka menang sendiri! Kalau mobilku mogok, salah kamu sendiri! Kenapa tidak pergi sendiri saja? Selalu minta dijemput dan diantar pulang layaknya aku kekasihmu saja!!" Omelan Bahama semakin menjadi.
"Bertengkarlah sepuas kalian. Aku hanya bisa menonton saja," balas Chef dengan santai.
"Dasar brengsek!! Saat ini juga, aku keluar!! Mana pesangonku?" Kemarahan Bahama tidak terkendali.
"Pesangon? Jangan mimpi. Gajimu saja belum cukup menutupi kerugianku. Jadi, keluarlah dengan senang hati!" kata Chef dengan senyum liciknya.
"Biadaaaap!!" kemarahan Bahama semakin memuncak. Pukulan kerasnya melayang ke wajah Cheeef. Namun dengan gesit, ditangkis oleh tukang pukulnya. Ganti Bahama yang dihajar habis-habisan oleh kedua tukang pukul itu.
Bahama berusaha membalas pukulan itu. Karena dua lawan satu, dia pun kalah. Lou yang pintar otaknya, tapi bodoh dalam adu jotos tidak berani membela Bahama. Bisa dibilang, dia sosok lelaki pengecut.
"Kau tidak apa-apa Bahama?" tanya Lou yang berusaha menolongnya.
"Jangan sentuh aku!!" gertak Bahama sambil menepis tangan Lou.
Suasana di gudang minuman itu tegang. Wajah Bahama yang babak belur masih berusaha melawan. Kemarahan Bahama sudah sampai ke ulu hatinya. Tatapan matanya penuh emosi dan dendam.
"Kita minta maaf saja." bisik Lou pelan, supaya keduanya aman.
"Akan kubalas kalian!! Bersiap-siaplah untuk menunggu pembalasanku!! Kau juga!! Sekarang kau musuhku!!" kata Bahama dengan keras bernada ancaman yang serius.
Kedua tukang pukul itu pun disuruh Chef menghajarnya lagi. Bahama kesakitan dan terkapar di tanah. Lou yang pengecut dan tidak pandai adu jotos, tidak tahan menyaksikan sahabatnya di aniaya. Lou marah, keberaniannya pun tiba-tiba muncul. Dia membabi buta memukul kedua tukang pukul itu dengan balok kayu.
Namun Lou kalah fisik. Keduanya pun babak belur tak berdaya. Kedua tukang pukul itu menyeret mereka keluar. Karena kesakitan yang hebat, kesadaran Lou pun hilang. Saat pingsan itulah, bayangan wanita cantik bercahaya muncul kembali di bawah alam sadarnya.
"Bangunlah, kau harus kuat agar bisa melindungiku. Ayo bangunlah...dan hancurkan kesombongan itu, agar aku bebas mencintaimu...bangunlah. Aku menunggumu."
"Tunggu...tunggu, siapa kau?" tanya Lou kepada wanita bercahaya itu.
"Kau adalah aku, aku adalah kau. Hihihi...."
"Ja, jangan pergi! Tu, tunggu!!" Lou berusaha mencegah, tapi bayangan itu menghilang.
Lou akhirnya tersadar dari pingsannya. Badannya terasa remuk semua. Dia tidak bisa bergerak leluasa karena rasa sakit di sekujur tubuhnya. Dia terkejut, ternyata Bahama juga pingsan. Dia menepuk-nepuk pipi Bahama untuk membuatnya sadar.
"Ng? Lou? Kenapa kau juga?" tanya Bahama begitu sadar, mendapati sahabatnya yang pengecut tidak pandai adu jotos itu ikut babak belur.
"Demi kamu, aku juga ikut babak belur. Kita berdua pingsan. Aduuh...tulangku ada yang patah. Kedua tukang pukul Chef menghajar kita seperti binatang. Aduh duh duh mending aku dikasih 1000 soal daripada disuruh berkelahi," kata Lou yang masih bisa bercanda di sela-sela rasa sakitnya.
"Tunggu Lou. Bukankah hanya aku yang menyerang mereka? Kenapa kau yang tadinya cuma menonton bisa babak belur juga?" tanya Bahama dengan perasaan heran. Karena dia tahu, Lou seperti banci yang takut pada perkelahian.
"Dasar bawel!! Ugh..aduh duh duh, sudah ditolong tidak tahu terimakasih. Meski aku sudah kau anggap musuh, mana tega aku melihat mereka ingin mematahkan kakimu? Aduh duh duh, baru kali ini aku berantem sekuat tenaga. Aku tidak sanggup mengalahkan mereka. Aww hen hentikan Bahama!" jeritan kesakitan keluar dari mulut Lou, saat sahabatnya memegang lengannya.
"Tenanglah, biar kusanggah dengan kain supaya lenganmu tidak terlalu sakit. Maaf, semua karena aku. Dan trimakasih sudah menolongku. Tahan sebentar..." Bahama melepas bajunya dan disobek jadi panjang untuk menyanggah lengan Lou.
"Wadawww...aduh mbokeee sakiiit!!" Lou teriak histeris karena tarikan kain Bahama yang mengikatnya dengan kencang.
"Selesai, dasar anak mboke!! Tapi kamu beruntung masih punya simbok. Kalau aku, sejak kecil tidak tahu siapa ibuku. Anehkan? Biasanya kebanyakan anak tidak tahu siapa ayahnya. Tapi aku malah sebaliknya. Sungguh takdir yang lucu. Masa ayahku yang hamil diriku?" kata Bahama sambil tersenyum simpul menahan sakit di tubuhnya.
"Hush, mana ada pria hamil? Mungkin ibumu diusir oleh ayahmu atau kakekmu. Seperti di drama, kebanyakan mertua yang jahat," timpal Lou dan keduanya terkikik lucu.
"Hahaha pria hamil. Dunia bisa kiamat. Kalau kau? Apa tidak pernah bertanya siapa ayahmu?" tanya Bahama balik.
"Aib orang tua tidak mungkin aku ceritakan bukan? Biarlah begini, tanpa seorang ayah aku juga bisa hidup. Hehehe," jawab Lou yang terpaksa tersenyum sambil menahan sakit juga.
"Tapi wajahmu mirip orang Tionghoa Lou. Namamu juga keren... Lou Meiyer Antaga. Setahuku kalau orang udik bernama Parjo, Parto, Sugiyo...bla bla bla," ucapan Bahama yang tidak bisa dihentikan membuat Lou terdiam. Hatinya sakit melebihi sakit di tubuhnya. Dia selalu diejek teman-temannya saat dia kecil. Karena wajah dan kulitnya sangat berbeda dengan simboknya. Jika dia bertanya, simboknya selalu menangis.
Bahama terus berbicara tanpa bisa dihentikan. Sedangkan Lou, hanya bisa mendengarkan tanpa komentar apapun. Karena Lou, sibuk dengan pikiran dan hatinya sendiri. Ucapan Bahama ada benarnya, jika dia hanya anak desa pasti simboknya tidak akan menemukan nama sebagus itu. Teka-teki tentang jati dirinya, masih sebuah misteri. Meskipun kini, dia bukan anak kecil lagi.
"Ada apa Lou?" tanya Bahama setelah berpidato banyak hal tanpa bisa dihentikan. Saat melihat ke arah sahabatnya yang tertunduk diam tanpa berkomentar apa-apa, barulah Bahama sadar. Bahwa pidatonya hanya angin lalu belaka.
"Kita ada di mana?" Lou malah balik bertanya setelah mengamati keadaan di sekitarnya. Bahama pun juga heran dengan tempat itu.
"Entahlah, Lou. Aku juga tidak tahu. Karena aku langsung pingsan begitu dua algojo itu menendang perutku," sahut Bahama sambil menggaruk-garuk kepalanya, ia mencoba mengingat kembali kejadian terakhir sebelum ia pingsan.
Lou terus mengamati tempat itu. Matanya tak lepas dari keadaan yang ada di sekelilingnya. Begitu pun dengan Bahama. Samar-samar Lou juga mengingat sesuatu sebelum dua algojo itu juga menendang tubuh rampingnya hingga pingsan.
"Sebelum pingsan, aku ingat samar-samar. Mereka menyeret kita keluar dan dibuang di pinggir jalan. Mungkin ada mobil yang lewat dan membawa kita kemari? Mungkinkah kita di penjara?"
Lou menatap waspada ke arah sahabatnya. Keduanya pun saling melotot dengan perasaan tak percaya. Rasa takut dan cemas pun menghantui pikiran keduanya. Terutama Lou, karena besok dirinya harus masuk kuliah. Jika tidak, bea siswa yang selama ini dia perjuangkan mati-matian akan musnah begitu saja.
"Kelihatannya ini sebuah menara. Kenapa tempat ini tidak asing lagi bagi kita Lou? Ini kan menara Universitas? Orang gila mana yang telah membawa kira kemari Lou??"
Mendadak Bahama terkejut dan juga kebingungan, begitu mendapati dirinya berada di dalam sebuah menara yang tinggi. Lou tetap tenang dan mengamati tempat itu dengan seksama. Lou pun mengetahui bahwa tempat itu bukan menara Universitas.
"Kau salah Bahama! Ini memang menara yang mirip dengan menara Universitas. Tapi cobalah lihat keluar! Sepertinya ini rumah yang mirip benteng!!" jawab Lou dengan tatapan tajam, untuk menguatkan sebuah argumentasinya di hadapan sahabatnya yang sedikit kebingungan. Namun, mendadak Bahama berbinar-binar kegirangan.
"Astaga!! Lou?! Matilah kita!!" pekik Bahama yang girang sekaligus ketakutan, expresinya yang kacau itu membuat Lou mengernyitkan dahinya dan menaikkan kedua alisnya karena tak mengerti dengan sikap yang ditunjukkan oleh sahabatnya itu.
Bahama kemudian tersenyum penuh kemenangan. Dia melihat keluar dari jendela menara. Sementara Lou yang masih bingung, tidak tahu harus bertanya apa. Jadi dia pun hanya menatap tajam ke sahabatnya itu.
"Kenapa?"
"Ini adalah tempat tinggal mafia yang barusan kuceritakan padamu, Lou!!" jawab Bahama dengan begitu antusiasnya sambil menggenggam kuat pundak Lou. Sedangkan Lou, langsung teriak histeris sangking kagetnya.
"Apaaa!!??"
Wajah tampan nan putih itu langsung berwarna merah karena rasa cemas, takut dan kecewa bercampur aduk. Sedangkan wajah Bahama, tersungging sebuah senyuman penuh kemenangan.
"Bagaimana Lou? Nasib baik kini berpihak kepada kita. Dengan begini, keinginanku untuk balas dendam bisa terwujud. Aku, tidak akan mundur lagi Lou!!"
"Aku tak segila dirimu! Tak akan kupertaruhkan hidupku untuk perasaan macam itu!! Sayangilah nyawamu!!"
Lou terkejut begitu mendapati ucapan balas dendam dari mulut sahabatnya itu. Lou langsung sadar, demi mencapai ambisinya Bahama tak akan segan lagi mengorbankan nyawanya dan juga sahabatnya.
"Dasar pecundang!! Jika kau tidak sepaham denganku, carilah sendiri keselamatanmu!!"
Bahama menudingkan jarinya ke arah Lou. Keduanya pun saling menatap tajam. Seperti dua macan yang hendak saling menerkam. Namun, kondisi tubuh keduanya sudah babak belur. Lou langsung membuang mukanya. Dia tidak sudi lagi memandang wajah Bahama yang berambisi balas dendam.
"Lebih baik aku mati, daripada kugadaikan hidupku di lembah hitam!!" jawaban tegas tanpa rasa takut keluar dari mulut Lou.
"Ingatlah simbokmu Lou! Tolong, ikuti aku jika kita mau selamat!! Setidaknya untuk saat ini, karena kita tidak punya pilihan lagi untuk bertahan hidup. Aku sedikit mengenal mafia itu Lou!!"
Bahama terus-terusan membujuk Lou agar bisa sepaham dengannya. Namun Lou tetap teguh dengan keputusannya. Di dalam hatinya, banyak hal yang masih ingin ia lakukan. Ia tidak mau mati secepat itu. Karena ia belum tahu rahasia dan misteri kelahirannya. Lou ingin sekali simboknya mau memberitahukan rahasia itu.
Misteri jati dirinya sepertinya sengaja di rahasiakan darinya. Setiap kali ia mencoba bertanya, simboknya hanya menjawab dengan tangisan. Semenderita itukah kelahiran dirinya bagi simboknya? Lou terus menatap Bahama, begitu sahabatnya itu mengungkit nama simboknya.
"Kau juga masih banyak rahasia yang ingin kau ketahui. Aku ingin menemukan ayahku. Apakah kau juga tidak ingin menemukan ibumu?" tanya Lou dengan wajah tegas dan penuh keyakinan, berharap pertanyaannya itu mampu mengubah keputusan Bahama.
"Jika kita berdua selamat dari tempat ini, barulah kita bisa mencari mereka, bodoh!! Jika kau bersih keras dengan keputusanmu, yang kau dapatkan hanya kematianmu!!"
"Tidak adakah jalan lain, selain mengabdikan diri menjadi anak buah mafia?"
Pertanyaan Lou terdengar putus asa, setelah Bahama mengatakan logikanya. Bahama pun menghela nafas panjang. Dia berusaha menemukan sebuah solusi. Meskipun belum tahu berhasil atau tidak.
"Kita hanya bisa berpura-pura menyetujui kemauan mereka. Kita berdua harus sama dalam berakting!"
Bisik Bahama yang mendekatkan mulutnya ke telinga Lou. Agar rencana yang ia buat, tidak ada yang mengetahuinya. Lou pun menatap ragu ke sahabatnya itu. Otak cerdasnya langsung menyangkal bisikan Bahama.
"Mafia itu tidak bodoh! Jika untuk membuktikan dirimu serius dan menyuruh membunuhku, bagaimana hah!?"
Ucapan Lou yang serius dan mendadak bagi Bahama, bagai tikaman belati tumpul. Meskipun tidak mampu melukai lebih dalam namun rasa sakitnya tak terkatakan. Ucapan Lou ada benarnya. Dan membuat Bahama kehilangan kata-kata.
"Kalian sudah sadar? Cepat jalan, bos ingin bertemu dengan kalian!!"
Pintu besi menara terbuka, dan muncul seorang pria kekar berparas seram berbicara dengan nada kasar dan memerintahkan keduanya berdiri dan keluar dengan segera. Lou mencoba memberanikan diri untuk membantah perintah itu.
"Huh!! Siapa yang ingin bertemu dengan bos kalian?? Cepat, keluarkan aku dari sini!!"
"Sttt...diam Lou!! Kalau masih sayang dengan nyawamu, diamlah!" bisik Bahama sambil menyenggol lengan Lou.
Namun, para algojo mafia itu terlanjur mendengar penolakan tegas Lou. Mereka pun menggeret paksa lengan Lou. Sedangkan Bahama dengan senang hati mengikuti mereka.
"Ugh!!"
Lou kesakitan, karena lengan yang disanggah kain itu ditarik dengan paksa oleh orang-orang yang berpenampilan rapi namun berwajah seram itu. Mereka memaksa kedua orang pesakitan itu untuk mengikuti perintahnya. Dari menara, menyusuri lorong melewati pintu rahasia. Di suatu ruangan yang mewah, bak tempat pertemuan para raja. Seseorang duduk tenang dan penuh wibawa layaknya seorang Kaisar duduk di kursi singgasananya. Mereka semua memberi hormat dengan khusyuk. Aura orang itu begitu menakjubkan.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!