Panas begitu terik saat Letnan Kibar Maharaja Sambas sampai di lapangan militer gabungan. Malam ini akan di adakan konser band besar terkenal ibukota. Dengan penampilan 'gembel' nya, pria yang kini menyandang pangkat Letnan satu itu ikut bergabung di tengah masyarakat yang berantusias melihat penampilan band tersebut.
"Saya tidak mau ada kericuhan, nanti kalian menyebar dan menjaga di tengah mereka. Biarkan yang pakai seragam PDL menjaga di depan panggung dan sekelilingnya." Arahan pria yang akrab dengan sapaan Let Kima atau Let Rama agar mudah penyebutan namanya. Dengan tegas ekor matanya menyisir ke segala penjuru lapangan. "Laki dan perempuan pasti bergabung, usahakan kurangi resiko apapun..!!"
"Siap.. Dan..!!"
-_-_-_-_-
Ekor mata Bang Rama menangkap sosok gadis sedang menangis sembari meneguk minuman dari botol. Kadarnya memang tidak terlalu besar namun cukup memabukan bagi yang tidak terbiasa.
Nampak gadis itu galau di tengah banyaknya kumpulan laki-laki. Sebagai seorang laki-laki jelas Bang Rama paham bagaimana isi otak pria yang rata-rata tidak mungkin akan jauh berbeda dengannya.
Langkah besar Bang Rama pun segera menghampiri gadis itu. Bang Rama segera mengambilnya.
"Dengan siapa kamu kesini???" Tanya Bang Rama. "Kenapa kamu bisa lolos membawa minuman keras?????"
"Apa urusanmu??? Jangan mengurusiku..!!!" Ujar gadis itu.
Bang Rama mengedarkan pandangan ke sekeliling dan disana sudah banyak pria terhanyut oleh suasana konser, apalagi music koplo membuat mereka bagai lupa daratan.
"Ayo keluar dari sini..!!" Ajak Bang Rama menggandeng gadis itu untuk keluar dari kerumunan tapi gadis itu menolaknya.
"Jangan sembarangan, Nadila sudah punya pacar." Nadila terus memutar pergelangan tangannya sembari mengibaskannya dengan seluruh kekuatannya yang tidak seberapa.
Kesal karena pria di hadapannya tidak juga melepaskannya, Nadila pun menggigit tangan pria tersebut.
"Aawwhh.. kau ini manusia atau tikus?????" Bentak Bang Rama. "Dimana pacarmu?? Bisa-bisanya melepaskan manusia merepotkan sepertimu..!!!!!!!"
Nadia menangis sesenggukan, tatapan matanya kosong. Entah sadar atau tidak, gadis itu memeluk Bang Rama dengan erat. "Siapa perempuan itu??? Nadila tidak suka." Gumamnya.
Masih belum usai rasa terkejut Bang Rama, gadis itu kembali menggigit bahunya.
"Aaawwhh.. Allahu Akbar..!!! Dasar siluman kera..!!!!!" Pekik Bang Rama.
Tanpa di duga seorang pria tiba-tiba melompat dan membawa botol kemudian menghantam ke arah Bang Rama namun karena Nadila terlalu usil hantaman tersebut meleset pada kepala Nadila.
prrkkk... pyyyyrr..
Terpaksa Bang Rama mengambil HTnya. "Colibri satu, amankan wilayah disisi kiri panggung..!!!"
:
Sepuluh orang anggota rata mendapatkan tamparan keras dari Bang Rama. Dirinya mempertanyakan tentang penjagaan di area pintu masuk sampai bisa kecolongan ada yang membawa minuman keras.
"Kamu lihat itu, ada perempuan bawa miras. Kalau saya tidak melihat dia dan dia sampai pingsan di tempat, bisa habis perempuan itu jadi bahan prasmanan. Itulah kenapa saya puluhan kali katakan. Ketatkan pengamanan..!!" Tegur keras Bang Rama.
"Siap.. salah, Dan..!!"
"Ijin, Abang."
Bang Rama menoleh saat adik tirinya menyapa. "Kenapa?" Responnya pada Bang Riffat.
"Ijin.. penyerangan tersebut murni karena mabuk."
"Nanti laporkan ulang. Muran ada dimana?" Tanya Bang Rama. Meskipun dirinya tidak begitu banyak berinteraksi dengan Elmuran tapi rasa sayang pada adiknya itu tetaplah kuat.
"Di kantin, dengan ajudan Abang."
"Kenapa kamu titipkan sama Decky???? Dia tidak pernah tau kalau Muran itu adikmu." Tegur keras Bang Rama. "Kau pantau gadis itu sampai sadar..!! Abang mau jemput Muran..!!"
"Lho Bang.. ini kan si Nadila..!!!" Kata Bang Riffat.
"Kamu kenal??"
"Dia pacarnya Bang Gege..!! Sudah mau lamaran, Bang." Jawab Bang Riffat.
"Masa??? Sekarang dimana Bang Ge?? Kenapa pacarnya ada disini??"
"Abang nggak tau?? Mereka pacaran tapi setiap hari ribut." Kata Bang Riffat.
"Perkara apa Fat? Tadi Abang dengar dia bergumam. Karanya pacarnya selingkuh. Apa iya Bang Ge selingkuh??" Rasanya Bang Rama tidak percaya kalau Abangnya itu punya bakat selingkuh, tapi setiap mengingat kelakuan ayahnya di masa lalu hatinya menjadi ragu.
"Entahlah Bang. Tapi Abang lihat sendiri, Nadila saja masih berusia delapan belas tahun, sedangkan Bang Ge sudah tiga puluh tahun. Bang Ge suka wanita dewasa malah dapat modelan Dora begini."
Bang Rama terus menatap wajah gadis itu, terlihat lugu. Tangisnya tadi sungguh menyedihkan. Ia menyentuh bahunya yang sudah mendapatkan 'tanda cinta' dari gadis itu.
"Usia tidak bisa di pakai sebagai patokan kedewasaan atau langgengnya hubungan seseorang. Kalau cinta ya cinta saja, tidak pernah banyak alasan." Bang Rama segera meninggalkan tempat dan menemui adiknya.
...
Muran terus bergelayut manja pada Bang Rama. Ia merengek meminta di ijinkan untuk melihat konser dan terus terang rengekan Muran membuat Bang Rama jengah.
"Ayolah Bang..!!"
"Nggak ada yang jaga, Ran. Abang juga sibuk. Bagaimana kalau kamu tergilas banyaknya laki-laki disana. Nggak ada yang tanggung jawab. Kamu yang salah kalau nyelip di tengah mereka." Kata Bang Rama.
"Bang Ge kemana sih?" Tanya Muran.
"Mana Abang tau."
Tak lama berselang, Bang Rama melihat Bang Panggih sedang menggadeng seorang wanita di sisi luar pagar pengamanan konser.
"Bukan main, disana pacarnya galau sampai pingsan. Disini dia enak-enakan gandeng perempuan lain. Anak Hanggar yang satu ini pandai sekali bertingkah." Gumam Bang Rama kemudian menghampiri Abang tirinya. "Manis betul kau yaa.. disana pacarmu pingsan dan disini kau gandeng perempuan lain."
"Jaga bicaramu, Ram. Jangan bikin malu kamu..!!" Bentak Bang Panggih.
.
.
.
.
Bang Rama tersenyum sinis kemudian meninggalkan Bang Panggih bersama kekasihnya.
"Sebenarnya ada apa Bang?" Tanya Hima, kekasih Bang Panggih.
Bang Panggih meraup wajahnya dengan gusar. Ia memeluk Hima dan mengecup kening gadis yang begitu di sayangi nya.
"Tidak ada apa-apa." Jawabnya dengan wajah sendu.
***
Nadila tersadar, kepalanya masih terasa pening. Matanya terbuka lebar saat melihat langit-langit kamar berwarna putih bersih, jarum infus juga terpasang di punggung tangannya.
"Ini dimana?? Rumah sakit??" Nadila panik karena dirinya sama sekali tidak memiliki uang sepeser pun. Ia membelikan seluruh uang yang ia punya untuk membeli minuman keras dan berharap dirinya akan langsung mati setelah meminumnya.
Terdengar suara ricuh di luar sana. Suara membahana yang memekakkan telinga. Suara garang yang membuatnya agak sedikit takut.
Tak lama tidak ada lagi suara disana dan pintu pun terbuka. Ingin rasanya bersembunyi namun seorang pria sudah melihatnya dalam keadaan duduk.
"Bang.. dia sudah bangun.. tolong cek keadaannya sekali lagi..!!" Pinta Bang Rama.
Mau tidak mau dokter senior pun menuruti permintaan Lettu Rama daripada harus ada keributan yang bisa saja akan mengganggu ketenangan pasien lain.
"Bagaimana??"
"Baru juga stetoskop nya nempel, Ram." Kata dokter menghadapi juniornya yang sumbu pendek. Entah darimana sifat pemarahnya itu muncul.
"Bagaimana??" Tanya Bang Rama lagi.
"Hasilnya tetap sama, Ram. Tidak berubah, kamu sendiri sudah membaca hasil cek darahnya. Dia......"
"Oke Bang, cukup..!!" Bang Rama mengurut keningnya. "Abang bisa lanjutkan pekerjaan yang lain. Terima kasih banyak atas bantuannya..!!"
Bang Rama turut mengantar dokter untuk keluar dari ruang rawat kemudian mengarahkan anggota yang lainnya.
Nadila yang ketakutan segera melepas jarum infus dan mengendap keluar dari kamar.
:
"Tidak ada???" Bang Rama semakin sakit kepala memikirkan harinya. Melihat wajah Bang Panggih membuat moodnya berantakan kini malah harus berurusan dengan wanita yang di sinyalir adalah kekasih kakak tirinya itu.
"Siap.. tidak ada, Dan..!!"
"Aseeeemm.. kemana perginya Nadila? Pikiranku jadi semrawut memikirkan Nadila." Gumamnya bagai kehilangan kesabaran.
"Daan.. Mbak Nadila ada di ujung jalan. Meringkuk kedinginan, sendirian." Laporan Prada Decky pada Bang Rama.
"Bagaimana jalan pikiranmu??? Lalu kenapa kau ada disini??? Seharusnya kau amankan Nadila." Bentak Bang Rama kemudian segera mencari keberadaan Nadila.
:
Nadila melihat ada mobil berhenti tak jauh darinya. Tau ada beberapa orang turun dari mobil tersebut, Nadila pun segera berlari.
"Astaga Tuhan, kenapa malah lari??????" Bang Rama pun segera mengejar Nadila dan mendekapnya.
"Lepaskan.. lepaskaaaann..!!" Jerit Nadila.
"Saya baru akan melepaskan kamu kalau kamu bisa tenang..!!!" Bang Rama sampai melotot mengancam Nadila.
Nadila mengatur nafasnya hingga denyut jantungnya pun sedikit lebih tenang.
"Ada hubungan spesial apa di antara kamu dan Bang Ge??" Selidik Bang Rama.
"Jangan ikut campur, Om tidak kenal siapa Bang Ge. Dia itu tentara, galak..!!"
"Saya tidak peduli. Kamu hanya tinggal jawab, ada hubungan apa kamu dengan Bang Ge????" Tanya Bang Rama lagi.
"Dila pacarnya Bang Ge. Bang Ge berjanji mau menikahi Dila tapi satu bulan ini Bang Ge begitu sulit di hubungi dan hanya menjawab semaunya saja." Jawab Nadila.
"Kamu ini memang tergila-gila dengan tentara atau memang bo*oh??"
"Awalnya Dila tidak tau kalau Bang Ge adalah seorang tentara tapi setelah semua terbongkar, Bang Ge malah menghilang." Kata Dila.
"Sekarang kamu ikut saya..!!" Bang Rama menarik tangan Nadila.
...
Papa Hanggar usai menunaikan sholat subuh. Di hari yang masih pagi buta, Bang Rama datang bersama Nadila.
Nadila yang melihat rumah sebegitu besarnya menjadi kecil hati. Ingin rasanya kembali kabur, tapi kakinya seakan sulit untuk di gerakkan.
"Ada apa kamu kesini? Tumben." Kata Papa Hanggar pada putra keduanya.
Tak lama Bang Panggih datang ke rumah sang Papa. Ia tidak paham maksud dan tujuan Bang Rama mengajaknya kesana tapi sungguh dirinya terkejut saat melihat Nadila ada disana.
Bang Rama menyerahkan hasil pemeriksaan dokter pada Papa Hanggar. Wajah Bang Panggih pun berubah menjadi gelisah dan panik tapi ternyata saat itu Nadila segera merebutnya.
"Apa-apaan kamu Dila??????" Bang Rama kesal melihat tingkah Nadila padahal dirinya hanya ingin membantu gadis itu.
"Na_dila hamil Pa." Jawab Bang Panggih mencoba untuk tenang.
"Hamil????? Rama menghamilinya????" Papa Hanggar sungguh kaget karena sepengetahuan beliau, putranya itu sedang menjalin hubungan dengan putri Arpuraka sahabatnya.
Sontak raut wajah Bang Panggih dan Bang Rama panik secara bersamaan. Papa Hanggar yang mendengarnya seketika naik darah.
Papa Hanggar menghajar putra keduanya habis-habisan. Mungkin amarahnya itu bisa meremukan tulang putranya.
Nadila pun lemas tanpa kata. Bibirnya terasa kelu. Ingin mengatakan banyak hal namun tak satupun isi hatinya keluar untuk berucap.
"Papaaaaa.. sudah Pa." Mama Arlian menghambur memeluk putra keduanya. Tangis Mama Arlian pecah. "Mama sudah bilang, jangan memukul Rama. Sampai kapan Papa akan terus ringan tangan. Hati Mama sakit, Pa." Teriak Mama Arlian.
Bang Panggih tersenyum kecut lalu keluar meninggalkan ruang tamu. "Bela saja dia, Ma..!!"
Bang Rama tidak bisa mengendalikan emosinya. "Kalau aku menghamilinya memang kenapa???? Bukankah kamu juga menghamili Mamaku tanpa belas kasihan?? Sampai Mamaku menjadi patok beton pun kamu tidak pernah mencintainya padahal Mamaku tidak pernah menikah lagi hanya demi laki-laki b*****t sepertimu..!!"
Nadila menarik ujung pakaian Bang Rama. "Om.. jangan bicara begitu."
"Diam kau, Dila..!!! Apa pedulimu??? Kamu tidak tau apa yang kurasakan..!!! Wanita ini tidak benar mencintaiku..!!!"
Nadila berdiri dengan seluruh tenaganya lalu memeluk Bang Rama dan mengajaknya keluar dari rumah.
"Aku pantang di tantang. Karena aku yang 'menghamilinya', mulai detik ini tidak ada yang boleh 'menyentuh' anak ku..!! Tidak Panggih, tidak juga kau. Dia anak ku..!!!!" Ucap tegas Bang Rama. Sifat kerasnya tidak ubahnya sang ayah.
.
.
.
.
"Tidak perlu sampai seperti itu, Om. Saya bisa mengurus diri sendiri..!!" Kata Nadila.
Bang Rama terus menatap jalanan. Matahari mulai menampakan sinarnya dan ia enggan berangkat ke kantor karena pikirannya sedang terlalu penuh.
"Om......."
"Kau ini bisa diam atau tidak????? Kenapa wanita di dunia ini selalu membuat kacau segala hal." Ucap geram Bang Rama.
"Siapa yang meminta Om untuk membawa saya kesana??? Om tidak perlu repot memikirkan saya. Saya bisa menanganinya sendiri..!!" Jawab Nadila dengan kesal.
"Kamu mau apa??? Anak itu perlu status. Bang Ge tidak akan memberimu status karena saya tau dia juga akan menikah."
Nadila bersandar lemas. Nyaris tak ada kata yang bisa keluar dari bibirnya. Bang Rama yang merasakan kepalanya terasa pening segera menepikan mobilnya.
"Oomm.."
"Kepala saya sakit sekali, tiba-tiba mual." Kini Bang Rama turut bersandar pada jok mobilnya. Ia memejamkan sejenak matanya yang terasa panas. Entah kenapa dirinya menjadi begitu lemah.
Tanpa perintah, Nadila memijat kedua pelipis pria yang nampaknya masih begitu kesal dengan kejadian tadi.
Terlihat jelas bekas luka di sela bibir Bang Rama, Nadila pun menghapusnya. Tak disangka Bang Rama melemah dan meringkuk dengan tangisnya. Bang Rama nampak bergetar dalam
Nadila membiarkan waktu bergulir beberapa saat hingga pria di sampingnya berangsur tenang.
"Saya akan membuat keluarga itu menyesal." Ucap geram Bang Rama. Kepalan tangannya begitu kuat.
"Saya tidak mau merepotkan semua orang. Saya akan menggugurkan kandungan ini..!!" Kata Nadila sembari menggunakan seluruh kekuatan tenaganya membuka kepalan tangan Bang Rama. Namun ternyata kekesalan itu semakin menjadi.
Bang Rama bangkit dan menatap kedua bola mata Nadila. "Berani sekali kau berbuat seperti itu."
"Saya tidak punya siapa-siapa di dunia ini. Jika saya harus membawa bayi ini juga, bayi ini akan menderita. Saat ini, sepeser pun saya tidak punya uang." Nadila menarik kedua kantong roknya, ia juga membongkar tas kecilnya. "Itulah sebabnya saya kabur dari rumah sakit. Saya tidak punya uang untuk membayar biaya rumah sakit itu."
"Tapi saya tidak mengijinkan kamu 'menangani' bayi itu."
"Saya tidak punya cara lain, Om." Pekik Nadila, terlihat gadis itu begitu kalut dengan keadaannya.
"Saya yang akan tanggung jawab..!!" Bentak Bang Rama mendiamkan Nadila.
//
"Minta Rama pulang, Pa..!! Dia pasti salah paham dengan sikap Papa tadi." Kata Mama Arlian.
"Dia tidak pernah menghormatimu, Ma. Untuk apa aku menyuruhnya pulang." Jawab Papa Hanggar.
"Bawa Rama pulang..!! Jangan memusuhi anak ku, Pa..!! Di dalam perut gadis malang itu ada cucu kita..!!" Tangis Mama Arlian terdengar begitu pilu.
Muran yang sejak tadi mendengarkan kekisruhan itu sampai tidak tahan mendengarnya. Ia segera meminta salah seorang anggota kawal di rumahnya untuk mengantarnya ke Batalyon.
...
Bang Rama menutup ponselnya. Ia meminta pada salah seorang anggota untuk menangani sesuatu.
"Dimana kost mu..!! Saya mau tau dimana kamu tinggal..!!" Ajak Bang Rama.
Nadila tidak bisa berbuat apapun. Pria berkulit hitam bergaya punk itu membuatnya cukup takut. Ia tidak tau kenapa Bang Panggih yang seorang tentara bisa mempunyai saudara yang notabene adalah 'gembel'. Ia mengira mungkin karena pilihan hidupnya tersebut, Bang Rama jadi terusir dari keluarga.
:
Bang Rama hanya bisa mengelus dada melihat gadis itu mengontrak di kawasan se kumuh itu. Dengan kata lain selama ini Panggih memang tidak pernah memperhatikan gadis itu.
Sebagai manusia normal jelas Bang Rama merasa trenyuh, banyak hal yang belum ia ketahui dari gadis ini tapi melihat setiap gerak gerik, tata bahasa dan sikapnya jelas menunjukkan bahwa sebenarnya gadis itu memiliki perangai yang baik.
"Kita pindah ke kontrakan saya..!!"
"Nggak bisa, saya belum kerja untuk cuci baju ibu kost. Dua bulan saya tidak bisa bayar kontrakan ini." Tolak Nadila.
"Berapa?"
"Empat ratus ribu, dua bulan." Jawab Nadila. Nafasnya semakin berat. Tidak akan ada yang bisa membantunya saat ini.
"Dimana ibu kost mu? Biar saya lunasi plus bunganya, kita pergi sekarang juga..!!"
Nadila ternganga. Yang berdiri di hadapannya adalah pria yang tidak meyakinkan. Dirinya saja yang tidak hidup di jalanan harus mati-matian banting tulang untuk hidup.
"Om.. punya uang??"
Bang Rama sampai ternganga mendengarnya, matanya melotot seolah tak percaya dengan pertanyaan konyol Nadila. Agaknya gadis itu kini sungguh menyangkanya adalah seorang tunawisma tanpa masa depan.
"Apa penampilan saya begitu menyedihkan??" Tanya Bang Rama.
Kini Nadia yang merasa tidak enak dengan pertanyaan Bang Rama.
"Eghm.. itu.. nggak sih. Om Rama hanya seperti gelandangan." Jawab Nadila.
"Whaaatt?? Gelandang?????" Bang Rama langsung menatap dirinya pada pecahan cermin yang terpampang di dinding.
Bang Rama memperhatikan dirinya dari segala sisi.
"Ayo dah kita ke salon..!!" Ajak Bang Rama.
"Buat apa?" Tanya Nadila lagi.
"Kamu harus lihat bagaimana gantengnya saya. Saya ini di perebutkan banyak wanita, tapi tertolak." Kata Bang Rama.
"Siapa yang tertolak??" Nadila mengerutkan keningnya.
"Saya." Jawab Bang Rama singkat padat dan jelas.
.
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!