NovelToon NovelToon

Sampai Bertemu Malam Ini

Chapter 1 : Hari Pertama

"Galang sudah bangun?" ibuku bertanya dari balik pintu kamarku sambil diselingi suara ketokan pintu.

Aku tidak tahu sudah berapa lama ibuku membangunkanku dari balik pintu itu. Aku harap belum terlalu lama.

"Iya bu aku sudah bangun, sebentar lagi aku keluar," jawabku dengan suara khas bangun pagi dan kesadaran yang masih setengah.

"Jangan lama-lama ya...Jangan sampai telat. Ini kan hari pertamamu masuk SMA," ucap Ibu.

"Iya bu," jawabku singkat.

Seperti biasa, ibuku membangunkanku setiap pagi. Jarang sekali rasanya aku bangun lebih dahulu sebelum ibuku datang dan mengetuk pintu kamarku sambil bertanya apakah aku sudah bangun atau belum.

Sambil menunggu moodku untuk mandi datang, sepertinya aku akan membaca novel sebentar, mungkin sekitar 10 menit. Lagi pula aku bangun lumayan tepat waktu hari ini, jadi masih ada banyak waktu sebelum sekolah masuk.

Akhir-akhir ini aku sedang membaca novel berjudul "Jason" yang bercerita tentang seorang remaja yang selalu sendirian. Bahkan sejauh yang kubaca, ia belum memiliki teman. Setiap kali ia pulang sekolah, ia langsung mengunjungi kakek neneknya yang sudah sangat tua. Dia lebih memilih untuk menemani kakek neneknya yang kelihatan kesepian dari pada harus menghabiskan waktunya untuk bermain bersama teman sebayanya. Bahkan sampai ia sendiri tidak mempunyai teman. Terkadang aku sampai meneteskan air mataku karena terharu atas pengorbanannya.

***

"Galang kamu tidur lagi kah?" ibuku kembali mengetok pintu sambil bertanya.

"Engga bu, ini aku mau mandi sekarang," jawabku.

Untung saja ibuku bertanya lagi, kalau tidak, mungkin aku akan telat di hari pertamaku masuk SMA. Aku lagi-lagi larut dalam cerita novel itu sampai lupa waktu. Tanpa sadar aku sudah membaca novel itu sekitar 20 menitan. 10 menit lebih lama dari yang aku rencanakan dari awal.

Setelah itu aku langsung keluar kamar dan langsung mandi.

***

Setelah selesai mandi, aku langsung menuju ke meja makan untuk sarapan. Di sana sudah duduk ibuku dan adik perempuanku yang baru beusia 10 tahun. Namanya Hana. Hana artinya bunga dalam bahasa Jepang. Ibuku memang sangat suka sekali bunga. Mungkin karena itu ia memberi nama "Hana" pada adik perempuanku.

"Kakak telat nih sarapannya," adikku bicara dengan muka agak cemberut.

"Hehe maaf ya, kakak janji besok engga telat lagi."

"Yasudah cepat kalian habiskan sarapannya," kata ibuku.

"Baik buu," jawab adikku dengan nada yang lucu.

***

Setelah selesai sarapan, aku dan adikku berangkat. Jarak sekolahku dan rumahku tidak terlalu jauh, sekitar 1 km. Aku pun memutuskan untuk jalan kaki saja untuk menuju ke sekolah.

"Kami berangkaaatt," aku dan adikku kompak.

"Hati-hati di jalan... Jangan berjalan terlalu ke tengah Hana, di pinggir saja...," ibuku terlihat sedikit khawatir saat mengucapkannya.

"Iyaa tenang sajaaa...," Hana menjawab dengan senyum lebar di wajahnya dan nada bicara yang ceria.

***

Kebetulan arah sekolahku dan adikku sama. Jadi, kami berangkat bersama. Adikku seperti tidak pernah diam. Saat berjalan saja, dia masih bernyanyi dan melompat kecil-kecil. Wajahnya pun terlihat sangat gembira.

"Kamu suka bernyanyi Hana?" tanyaku sambil tetap menggandeng tangan kanannya agar ia selalu berada di sisi pinggir jalan.

"Hana suka bernyanyi, Hana suka menari, Hana juga suka menggambar hehe," jawab Hana dengan ceria.

"Hahaha benar juga yah, kamu sering dimarahi ibu karena sering menggambar di tembok kamarmu kan?" aku sedikit meledek.

"Ibu tidak pernah memarahikuuuuu. Ibu selalu menyayangiku sepanjang waktu. Pokoknya ibu tidak pernah dan tidak akan pernah memarahikuuuuu...," Hana terlihat sedikit cemberut. Sepertinya aku berhasil sedikit meledeknya.

Tak terasa aku dan Hana sudah sampai di depan gerbang sekolahnya. Aku dan Hana pun berpisah dari sini.

"Bye bye kak, sampai bertemu nanti," Hana langsung berlari menuju ke kelasnya. Mungkin dia ingin sekali bertemu teman-temannya.

***

Sekitar 50 meter lagi, aku akan sampai. Dari titik ini, aku sudah bisa melihat pintu gerbang sekolahku. Banyak wajah yang belum pernah aku lihat sebelumnya saat aku melihat siswa-siswa yang sedang berdatangan ke sekolah. Ada yang berjalan kaki, naik angkutan umum, bersepeda, dan ada juga yang menaiki sepeda motor.

Wajah-wajah baru yang aku lihat, mungkinkah itu teman sekelasku? Atau teman satu angkatan? Atau kakak kelasku? Entahlah. Di SMA, sepertinya sulit mengetahui mana yang kakak kelas atau satu angkatan hanya dari wajah mereka. Mungkin lebih mudah dibedakan dari seragam mereka. Teman satu angkatanku pasti memakai seragam baru, jadi terlihat berbeda dibanding dengan seragam kakak-kakak kelas.

Aku terus berjalan menuju pintu gerbang sekolah. Akhirnya masa SMAku akan segera dimulai. Aku harap tidak ada banyak hal merepotkan yang akan terjadi.

Akhirnya aku sampai tepat di depan pintu gerbang sekolah. Aku berhenti sejenak dan memandang gedung sekolah dari depan sini. Setelah beberapa detik berhenti, aku kembali melanjutkan langkahku.

Kali ini, tujuanku adalah ruang kelasku. Aku harus mencari tahu dulu di mana namaku tertulis. Aku memang belum tahu aku masuk kelas apa. Jadi, aku harus memeriksanya dari kelas 10-1 sampai 10-9.

***

Aku memeriksa daftar nama yang tertempel di dekat pintu kelas 10-1 dan aku belum menemukan namaku.

Aku melanjutkannya ke kelas 10-2. Aku pun tidak menemukan namaku.

Lalu 10-3, 10-4, 10-5 semua sudah aku periksa tetapi belum menemukan namaku.

Lanjut ke kelas 10-6. Lagi-lagi aku tidak menemukan namaku.

Kali ini 10-7. Akhirnya aku menemukan namaku di daftar. Aku pun langsung masuk ke kelas itu.

Saat aku masuk ke kelas, aku belum berani menatap wajah siswa-siswa lainnya. Aku hanya mencari kursi yang masih kosong. Di SMA ini, setiap siswa duduk sendiri-sendiri. Itulah mengapa aku memilih SMA ini agar aku tidak harus berbagi meja dengan siswa lain.

Akhirnya aku menemukan satu kursi dan meja yang masih kosong. Tepatnya pada barisan keempat paling kiri dekat dengan jendela. Aku pun langsung duduk dan meletakkan tas ku di meja.

Saat aku duduk, aku melihat jam dinding yang terpasang tepat di atas papan tulis. Waktu sudah menunjukkan pukul 07.25. Sekitar 5 menit lagi hingga bel berbunyi.

Aku melihat sekeliling ruangan kelas. Aku mendapati masih ada satu kursi yang kosong. Aku penasaran apakah siswa baru itu akan terlambat? Ataukah ia akan datang tepat sebelum bel berbunyi? entahlah aku hanya penasaran.

Selain ada kursi yang masih kosong, aku juga mendapati bahwa beberapa siswa sudah ada yang terlihat sudah akrab, beberapa seperti sedang berkenalan, dan beberapa ada yang sudah berada di luar ruangan kelas untuk mengikuti upaca.

Suara bel akhirnya sudah berbunyi. Kursi yang masih kosong itu pun masih belum di tempati. Sepertinya ada siswa yang terlambat.

Setelah mendengar suara bel, semua siswa langsung menuju ke lapangan upacara. Upacara pertamaku di SMA sebentar lagi akan dilaksanakan.

***

Bersambung

Chapter 2 : Satu Kalimat

Setelah upacara selesai, kami para murid baru akan melaksanakan Masa Orientasi Siswa. Setelah aku amati sebentar, banyak sekali wajah familiar yang aku lihat. Mungkin wajah-wajah familiar itu, dulu satu SMP denganku. Walaupun aku hafal wajah-wajah itu, tetapi aku tidak bisa menyebutkan namanya. Bukannya aku lupa, tapi memang aku benar-benar tidak tahu.

Sewaktu SMP aku seorang yang apatis, tidak suka bersosialisasi, atau bahkan sekedar mengobrol bersama teman sekelas. Aku lebih suka menghabiskan waktuku sendiri sambil membaca novel atau sekedar melamun menatap keluar jendela.

Setelah diingat-ingat lagi, waktu SMP aku hanya punya satu teman yaitu Tora. Bahkan, aku mengenal Tora bukan karena kami satu SMP, tetapi karena memang kami sudah saling mengenal sejak kecil.

Selain Tora, aku masih ingat nama ketua kelasku dulu waktu kelas 9, namanya Angel. Aku mengingat namanya karena sewaktu di kelas, namanya sering di panggil oleh guru. Karena terlalu sering mendengar namanya dipanggil oleh guru, tanpa sadar aku jadi mengingatnya sampai sekarang. Akan tetapi, aku belum melihat Angel sejauh ini. Apakah ia berbeda sekolah denganku? Entahlah.

Lebih sedikit berbicara dengan orang lain semakin sedikit pula masalah yang aku terima. Itulah pemikiranku.

***

Sebelum memulai orientasi siswa, kami dikumpulkan terlebih dahulu di kelas masing-masing. Kami dijelaskan tentang seluk beluk sekolah hingga sangat rinci. Setelah itu, kami baru diajak keliling sekolah untuk melihat-lihat seluruh ruangan dan fungsinya.

Yang bertugas untuk memandu kelasku adalah kak Mega dan kak Alice. Aku rasa aku baru pertama kali melihat mereka, jadi mungkin mereka bukan dari SMP yang sama denganku dulu.

Setelah selesai berkeliling kami pun kembali dikumpulkan ke kelas kami masing-masing. Kami akan menerima arahan untuk kegiatan besok. Sepertinya setelah arahan selesai, kami akan boleh diperbolehkan untuk pulang.

"Apakah kalian sudah saling mengenal satu sama lain?" tanya kak Alice dari depan kelas.

ada yang menjawab "sudah", "belum", "sebagian", dan ada juga yang diam tidak menjawab sama sepertiku.

Semenjak aku pertama kali masuk ke kelas ini pagi tadi, aku belum sekalipun berbicara dengan siswa yang lain. Meskipun, ada sekitar 5 orang yang wajahnya familiar. Dan sepertinya memang berasal dari SMP yang sama denganku.

"Kelihatannya ada yang sudah akrab ada juga yang belum ya... Gapapa, nanti seiring berjalannya waktu kalian pasti akan akrab," tambah kak Alice.

Sebenarnya aku kurang setuju dengan kata "pasti" dari kalimat kak Alice barusan. Manusia tidak bisa menjamin 100% hal yang diyakininya akan terjadi di masa depan. Begitupun dengan kalimat "pasti akan akrab". kurasa kalimatnya kurang tepat, karena aku rasa aku tidak akan akrab dengan siswa di kelasku. Bukannya aku membenci mereka, aku hanya tidak suka bersosialisasi saja. Aku juga lebih menikmati waktu saat sendirian.

"Jadi, untuk besok kegiatannya adalah pentas seni sekaligus penutupan masa orientasi sekolah. Setiap kelas harus menampilkan minimal satu penampilan. Boleh menyanyi, drama, komedi, dance, atau apapun yang bisa kalian tampilkan. Sampai sini apakah ada pertanyaan?" lanjut kak Alice.

"Untuk penampilannya kalian putuskan sendiri. Silahkan setelah ini kalian bisa berdiskusi tentang penampilan besok. Oiya sekedar mengingatkan lagi, kalian juga harus menentukan struktur kelas yah. Apakah ada pertanyaan?" kali ini kak Mega yang menjelaskan.

"Tidak kak," seisi kelas serempak menjawab.

"Kalau tidak ada pertanyaan, kakak rasa pertemuan kita hari ini sudah cukup. Jangan lupa kalau kalian berjumpa kakak entah di jalan atau masih di lingkungan sekolah silahkan sapa kakak yah hehe. Baiklah, terima kasih untuk hari ini. Sampai jumpa besok. Dahhh," tutup kak Alice.

Setelah itu kak Alice dan kak mega pergi meninggalkan kelas. Tiba-tiba ada salah seorang dari kami yang maju kedepan kelas.

"Selamat siang semuanyaaa. Perkenalkan nama aku Ayu, lengkapnya Ayu Maharani. Salam kenal yah. Tadi kan kak Alice dan kak Mega udah menjelaskan tentang agenda besok. Bagaimana sebelum kita mulai berdiskusi, kita adakan perkenalan diri kita masing-masih dulu? Supaya kita bisa lebih akrab. Gimana setuju?" ucap murid perempuan yang tiba-tiba maju kedepan tadi.

"Setujuuuu...," jawab seisi kelas serempak.

"Kalau begitu silahkan dimulai dari meja paling depan dari sisi kanan," lanjut murid yang maju kedepan itu.

Setelah itu, para siswa di kelasku mulai memperkenalkan diri mereka masing-masing. Rata-rata mereka menyebutkan nama, alamat, dan asal SMP mereka. Tetapi, beberapa ada juga yang menambahi menyebut hobi mereka.

Akhirnya giliranku tiba.

"Namaku Galang Samudra," ucapku singkat dan dengan nada yang datar.

Setelah aku selesai menyebutkan namaku tadi, seisi kelas hening sesaat sebelum siswa di sebelahku kembali melanjutkan untuk memperkenalkan diri. Mungkin mereka agak heran dengan cara perkenalanku tadi yang hanya menyebutkan nama dan dengan nada datar. Tapi aku tidak memperdulikan hal itu. Aku cuek saja.

Setelah semua siswa selesai memperkenalkan diri, aku baru sadar bahwa kursi yang tadi pagi sebelum upaca masih kosong, sekarang juga masih kosong. Berarti siswa ini bukannya telat tetapi memang tidak datang. Sejujurnya aku penasaran kenapa siswa itu tidak hadir di hari pertama SMA. Apakah ia sakit? Ataukah ia ada urusan yang sangat penting? Entahlah. Aku mencoba untuk melupakan hal itu.

Walaupun semua siswa telah memperkenalkan diri mereka masing-masing, tetapi aku masih belum mengingat satu pun nama dari mereka. Bahkan nama gadis yang tadi berbicara di depan aku sudah lupa.

"Baiklah semuanya sudah memperkenalkan diri yah..," lanjut gadis yang berada di depan kelas, "sekarang kita tentukan dulu siapa yang akan menjadi ketua kelas. Apakah ada yang mau mencalonkan diri menjadi ketua kelas?"

Seisi kelas tampak saling menatap satu sama lain. Sepertinya tidak ada yang ingin menjadi ketua kelas. Atau bisa jadi ada yang mau, tetapi kurang percaya diri untuk mencalonkan diri mereka sendiri.

"Bagaimana kalau yang menjadi ketua kelas Ayu aja? Gimana teman-teman? Setuju?" teriak salah seorang siswa.

"Wah setuju-setuju."

"Ya Setuju."

"Bagus itu, aku setuju."

Seisi kelas nampak setuju dengan ide tersebut. Begitu juga aku. Selain itu, aku juga jadi ingat kembali nama gadis yang berada di depan kelas itu. Namanya Ayu.

"Wah wah yakin nih aku yang jadi ketua kelasnya?" tanya Ayu dengan nada sedikit ragu.

"Yakinnnn," lagi lagi seisi kelas menjawab dengan kompak.

Setelah itu, mereka memutuskan Aji menjadi wakil ketua kelas, Agatha menjadi bendahara, dan Wita menjadi sekretaris. Setelah struktur kelas sudah terbentuk, mereka langsung mendiskusikan penampilan untuk pentas seni besok. Beruntung ada yang mengajukan diri untuk tampil mewakili kelas.

Namanya Risa. Rencananya ia akan menyanyi untuk penampilan besok. Aku senang karena ada yang mengajukkan diri untuk tampil. Jadi, kami tidak usah repot-repot berdiskusi lagi.

Setelah semuanya beres, kami pun pulang. Meskipun, masih ada beberapa siswa yang masih berada di kelas. Mereka terlihat asik mengobrol dengan yang lainnya.

Aku sedikit terkejut tadi mereka tidak membahas bangku yang masih kosong itu. Apakah mereka tidak menyadarinya? Atau mungkin karena mereka tidak peduli? Entahlah. Aku juga baru menyadari bahwa selama hari pertamaku di sekolah tadi aku hanya menyebutkan satu kalimat yaitu "Namaku Galang Samudra."

***

Bersambung

Chapter 3 : Hidup Bertiga

Siang itu setelah sampai rumah, aku langsung menuju dapur untuk mencari sesuatu untuk dimakan. Sayangnya, aku tidak menemukan apapun. Sepertinya ibuku belum sempat membuat makan siang, persediaan cemilan juga habis. Akhirnya, aku putuskan untuk pergi ke minimarket karena aku sudah lumayan lapar setelah seharian di sekolah.

Minimarket terdekat dari rumahku sekitar 1 km. Aku selalu berjalan kaki jika ke sana. Aku lebih suka berjalan kaki dari pada naik sepeda atau yang lainnya.

***

Setelah sampai, aku langsung mencari cemilan dan sereal. Lalu aku mencari susu sapi cair. Setelah semuanya terambil, aku langsung menuju kasir.

"Eh Galang kan?" tanya seorang gadis dari samping yang masih memakai seragam.

"Iya aku Galang. Maaf kamu siapa ya?" aku balik bertanya. Aku benar-benar tidak tahu siapa gadis itu dan kenapa dia bisa tahu namaku.

"Ehhh kamu gak ingat? Aku teman sekelasmu lohhh, Erni," jawab gadis itu yang kini malah terlihat terkejut karena aku tidak mengingatnya.

"Oh maaf. Aku tidak pandai dalam mengingat wajah orang dan namanya. Apalagi kita baru bertemu satu kali kan?" jawabku dengan nada datar.

"Ehhhhhh sekali? Kita ini kan juga satu SMP Lang astagaaaa," wajahnya terlihat lebih terkejut dari sebelumnya.

"Eh benarkah? Sungguh? Wah aku benar-benar tidak mengingatnya. Sekali lagi maaf yah. Yaudah aku duluan yah," aku langsung menuju kasir dan langsung meninggalkan minimarket itu.

Aku benar-benar tidak mengingat gadis itu tadi. Aku sedikit merasa tidak enak padanya. Bahkan, sekarang aku sudah lupa lagi siapa nama gadis itu. Hanya saja, aku masih sedikit mengingat wajahnya.

***

Ibuku memang sering terlambat membuat makan siang, bahkan tak jarang ia menyuruh kami untuk makan di luar saja. Ibuku punya usaha toko bunga tepat di samping rumah kami. Jadi, ibuku selalu sibuk jika siang hari.

Setelah pulang dari minimarket tadi, aku berencana mampir sebentar ke toko bunga ibuku untuk sekedar melihat-lihat koleksi bunga ibuku. Sebenarnya, aku juga cukup suka melihat bunga.

Saat aku sudah hampir sampai di toko bunga, tiba-tiba ada anak kecil yang memelukku dari belakang.

"Doorrr," anak kecil itu berteriak saat memelukku. Sepertinya ia berusaha untuk mengagetkanku. Dari suara anak kecil itu, aku langsung bisa mengenali bahwa itu adalah Hana.

Aku pun pura-pura kaget, lalu perlahan berbalik.

"Eh Hana kamu mengagetkanku haha."

"Hahaha kakak mau ke toko bunga juga?"

"Iya ini mau lihat-lihat bunga sebentar."

"Kakak udah makan?"

"Belum, tadi pas kakak pulang di dapur belum ada makanan. Ini kakak habis dari minimarket beli cemilan."

"Ehhh belum makan? Nanti sakit lohh. Ayo pulang dulu saja biar Hana yang masak buat kakak. Habis itu kakak baru boleh liat bunga," wajah Hana berubah khawatir. Hana sangat terlihat menggemaskan saat memasang wajah khawatir seperti itu.

"Iya deh ayo. Mau masak apa emangnya?" tanyaku.

"Hehe liat aja nanti," jawab Hana.

Kami pun langsung kembali ke rumah tanpa mampir ke toko bunga.

***

"Kakak jangan ngintip yaaa. Terus tutup mata kakak sampai Hana benar-benar selesai memasak," ucap Hana sambil menggoreng.

"Iyaa kakak engga ngintip kok," ucapku sambil terus duduk di meja makan. Sejujurnya aku sudah tahu apa yang sedang dimasak Hana dari baunya. Hana pasti sedang masak telur dadar. Bukan hanya dari baunya saja, setahuku Hana juga baru bisa masak telur dadar.

"Selesaiiii.. Silahkan tuan, makanan anda sudah siap. Anda boleh membuka mata sekarang. Maaf menunggu lama," Hana menirukan suara pelayan yang sedang melayani pelanggan.

"Hahahaha apa-apaan itu," aku tertawa kecil mendengar ucapan Hana itu. Hana memang sering menirukan apapun. Terkadang iya menirukan adegan komedi yang dilihatnya di TV. Kadang ia menirukan adegan iklan suatu produk, dan apapun yang menurutnya menarik. Saat ia sedang menirukan sesuatu aku pasti langsung tertawa. "Hana... makasih ya makanannya."

"Sama-sama tuan. Kepuasan anda adalah prioritas kami," Hana masih terlihat menirukan pelayan.

***

Sambil menunggu matahari tenggelam, aku menghabiskan waktuku dengan membaca novel. Berbeda dengan adikku, terkadang ia menghabiskan waktu senjanya untuk membantu ibuku. Mereka akan pulang ke rumah saat jam makan malam tiba setelah menutup tokonya.

***

"Kami pulaaangg," teriak Hana setelah membuka pintu depan. Seperti biasa, ia pulang bersama ibu.

"Kakak hari ini kita makan sate loo. Tadi ada pedagang sate keliling yang lewat depan toko, jadi kita beli deh...," seperti biasa Hana selalu terlihat bersemangat.

"Wah enak nih kayaknya," ucapku sambil membuka bungkus sate.

"Selamat makan," ucap kami bertiga bersamaan.

"Tadi gimana sekolahnya Lang? Lancar?" tanya ibuku sambil mengunyah makanannya.

"Mmm biasa aja. Gak ada yang sepesial. Hanya saja, tadi ada siswa yang gak masuk. Aku sedikit penasaran kenapa ia gak masuk."

"Tidak ada yang membawa surat keterangan untuknya kah?" tanya ibuku lagi.

"Tidak, tidak ada keterangan apapun."

"Apa kamu sudah dapat teman baru?"

"Belum hehe. Tapi aku sudah ingat beberapa nama mereka loo. Aku ingat Ayu sama Risa."

"Tapi lebih baik lagi kalau kamu bisa berteman baik dengan teman sekelasmu loh Lang. Cobalah untuk mendapatkan satu atau dua teman dekat. Pasti itu sangat membantu untuk melewati masa SMA mu."

"Ya, kalau ibu berkata seperti itu, besok aku coba untuk bisa akrab dengan mereka."

"Tapi kalau memang kamu tidak nyaman tidak usah dipaksakan ya Lang."

"Baik bu."

Setelah selesai menyantap makan malam. Aku dan Hana yang membereskan meja makan dan kemudian mencuci alat makan yang kotor.

Setelah itu, kami pergi ke kamar kami masing-masing.

"Selamat malam kaaakk," ucap Hana dengan suara yang terdengar sudah mengantuk. Hana selalu mengucapkan selamat malam padaku. Aku senang mempunyai adik seperti Hana. Itu seperti memberiku energi kehidupan.

***

Aku sangat bersyukur mempunyai adik seperti Hana dan ibu seperti ibuku. Mereka selalu membuat hidupku menjadi lebih berwarna. Aku tidak bisa membayangkan jika harus kehilangan salah satu dari mereka. Aku berharap mereka bisa hidup selamanya.

Hana selalu memberikan energi yang cerah, sementara ibuku membuat suasana semakin nyaman. Ibu belum pernah sekalipun memarahiku ataupun Hana. Ibuku selalu tersenyum jika salah satu dari kami berbuat kesalahan. Aku pun baru sekali melihat ibuku menitikan air matanya, Yaitu ketika Ayah meninggal karena kecelakaan sekitar 7 tahun yang lalu.

Di Hari itu, ibuku terlihat sangat sedih. Ia pun terlihat sangat lemas, bahkan beberapa kali jatuh pingsan.

Adikku saat itu masih terlalu kecil untuk mengerti apa yang sedang terjadi. Sehari setelah pemakaman ayah, Hana pun masih mengira bahwa ayah masih akan pulang.

Seminggu setelah ayah pergi, Hana baru meneteskan air matanya karena rindu. Ia mungkin sudah sadar bahwa kali ini ayah sudah tidak bisa pulang setelah dijelaskan oleh ibuku pelan-pelan. Setelah itu, kami hanya hidup bertiga hingga hari ini.

***

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!