NovelToon NovelToon

Andi X Sarah 2

1. Andi si GoodBoy

Andi si GoodBoy

Kelas dua belas merupakan masa yang paling membosankan di antara ketiga tingkat masa SMA. Bagaimana tidak bosan jika saban hari harus fokus belajar buat menghadapi ujian akhir nanti. Padahal, kelas dua belas hanya berjangka waktu tidak sampai sembilan bulan. Lebih singkat dari biasanya, namun terasa lama karena banyak hal yang membosankan untuk dikerjakan.

Kenalin, namanya Andi Fernanda. Kalau kalian udah kenal sama ni anak, berarti udah baca cerita sebelumnya. Sekarang, dia sudah duduk di kelas dua belas. Sedikit demi sedikit, terjadi perubahan antara sesama anak Amak, terutama Andi sendiri.

Sebagai ketua dari geng Anak Amak dengan slogan nakal boleh tapi durhaka jangan, ia harus memberi contoh kepada teman-teman satu gengnya.

Kini, ia mulai meruqyah mandiri dirinya dengan cara banyak belajar dan mengurangi kenakalan-kenakalan lainnya. Tapi, kalau ngerokok tetap aja jalan kaya kereta api, asalkan jangan narkoba aja. Soalnya narkoba mahal. Coba aja narkoba murah, udah teler tiap detik si Andi.

Enggak ini becanda. Kok.

Sebagai menjadi remaja yang sehat, bermartabat, dan rajin menabung, Andi kini mulai banyak mengikuti kegiatan-kegiatan di sekolah, seperti penyuluhan-penyuluhan bersifat sosial. Penyuluhan Anti narkoba termasuk salah satu dari kegiatan yang Andi ikuti. Selain itu, ia dijadikan sebagai remaja anti pornografi.

Sumpah, guru-guru udah salah milih orang. Yang sering nonton bokep, tapi malah dipilih jadi duta anti pornografi. Andi cuma ketawa dalam hati ketika mendengar pengumuman pemenang duta anti narkoba. Padahal, waktu itu Andi lagi minta bokep sama Nanang lewat aplikasi sher'it.

Pokoknya, secara keseluruhan sudah banyak perubahan baik yang terjadi pada Andi. Apalagi semenjak pacaran dengan Sarah. Dia semakin sering ke rumah Sarah dengan alasan belajar, walaupun sebenarnya cuma modus aja buat ketemuan.

Inilah keanehan sejagat ini yang terjadi antara Andi dan Sarah. Padahal dulu saling hina, saling ejek, saling benci, eh ujung-ujungnya jadi cinta. Dulu bilanya Sarah jelek kaya huluk lagi eek di kali. Ga tau tuh gimana e'ek-nya huluk segede apa, kan?

Kalau pepatah Minang, kan Andi orang Minang.

Indak-indak, nio juo, arti\=bilangnya enggak, tapi mau juga.

Yaa ... Andi memang kaya gitu. Terima aja ya ....

Ujian akhir semakin mendekat, tentu saja Andi mengejar pelajarannya yang banyak sekali ketinggalan. Demi menjaga kode etik keberandalannya dulu, terlalu banyak pelajaran yang ia tinggalkan. Kini, Andi sedikit menyesal dengan itu, tapi dikit aja. Enggak banyak-banyak.

"Lima dikali lima kan dua lima. Jadi akar dari dua puluh lima adalah lima." Sarah menunjuk buku tulisnya ketika Andi sedang belajar dengan Sarah. "Sama kaya akar-akar yang lain."

"Aduh ... sebodoh-bodohnya gue, tetap aja enggak ngerti soal MTK," jawab Andi.

Apaan sih? Sarah udah mulai muak dengan Andi.

"Pindah pelajaran IPA dong. Bab reproduksi juga boleh," rayu Andi.

"Kalau reproduksi lo cepat, anjir." Sarah mementung kepala Andi. "Reproduksi dulu otak bokep lo itu."

"Iya, sayang."

Andi tahu kalau Sarah diginiin pasti berhenti marahnya. Sarah itu sering malu-malu anjing kalau dibilangin kaya gini. Mukanya merah kaya dikasih bon cabe.

"Jangan sayang-sayangan di kelas," balas Sarah pelan.

"Di luar boleh, kan?" tanya Andi.

"Tetap aja enggak boleh."

"Kenapa?"

"Bolehnya bilang cayang ...."

***, kan? Tolong ... Authornya jombs sejagat.

Mereka saling berdekatan kaya ABG yang lagi mojok di pinggiran semak. Sementara itu, teman-teman sekelas mereka udah pingin muntah karena dengerin gombalan gaje dari mereka.

Dari jendela terlihat larian segerombolan babi yang menerobos masuk ke kelas Andi. Dengan senyuman lebar mereka memanggil Andi yang lagi mesra berdua dengan Sarah.

"Andi ... Andi ... main yok ...," panggil Agus di pintu kelas.

"Eh ... lagi sama majikannya. Mana bisa pergi nih." Nanang menyelipkan kepalanya di antar Felix dan Agus.

"Ndi ... cari angin yuk," panggil Felix.

Andi menatap ragu kepada teman-temannya itu. Soalnya Sarah pasti tahu kalau mereka pasti pergi cabut, kalau enggak ngerokok di WC sekolah. Mata Andi menatap wajah Sarah yang udah kaya om-om yang ngelarang anaknya buat pergi main keluar.

"Belajarnya nanti aja ya, Sar." Andi menutup bukunya. "Ada panggilan negara."

Sarah menepuk meja. "Negara-negara kepala nyokap lo! Mau pergi ngerokok lo, kan? Mau cabut, kan?"

"Santai dikit napa?" Andi agak cemas kalau Sarah udah mulai jadi huluk lagi.

Di pintu, teman-teman Andi hanya bisa diam tanpa bisa berkutik kalau Sarah lagi marah-marah.

Kan anjingnya kena marah sama majikan.

Udah gue bilang, Andi lagi mode bucin.

Itulah kenapa gue milih jomblo.

Emang ada yang mau sama lo, gus?

Yaa ... enggak siih .....

"Janji gue janji pelaut." Andi pura-pura meludah ke tangannya kaya janji pelaut gitu.

"Udah sana ...." Sarah mendorong Andi. "Gue ngambek, nih."

"Ngambek bilang-bilang." Andi membelai rambutnya beberapa kali. "Tenang aja ... Abang pasti pulang, kok."

"Bawain martabak," pinta Sarah.

"Mana ada martabak di sekolah."

"Enggak mau tahu gue ... pokoknya lo balik, martabak udah masuk ke mulut gue. Pake JO-Food kek ... apa kek."

"Iya ... iya ..."

Sekarang Andi sedikit mendapatkan julukan baru, yaitu Andi si Bucin. Yaa ... kadang Sarah sering minta yang aneh-aneh, kaya yang tadi. Andi mah terima-terima aja diginiin sama sang pacar. Katanya sih mumpung masih sayang. Andi juga kepikiran Sarah cuma pingin menarik perhatiannya.

Lapar banget, anjir ..... Sarah membenamkan kepalanya ke meja. Kakinya lagi mager ke kantin dan sedikti bosan sama makanan kantin.

Andi dan teman-temannya berangkat ke tembok sekolah yang udah mereka ngejebol tembok buat dijadikan tempat cabut. Ngejebolnya cuma dibagian atas, ya kali mereka ngejebol tembok yang tebal itu. Paling mereka udah kena keluarin dari sekolah. Sebenarnya mereka belum sepenuhnya tobat. Tetap aja sifat berandal mereka yang enggak bisa ditinggalkan, mungkin enggak bisa dihilangkan.

Tampak sebuah kedai soto yang menjadi tempat faforit murid-murid berandalan buat cabut. Kebanyakan hanyalah anak-anak cowok, namun ada juga sedikit anak perempuan yang berani manjat pagar. Tentu saja anak perempuan yang cabut merupakan anak kelas 12 yang udah mulai bosan dengan sekolah. Adik-adik kelas 10 dan 11, terutama yang cewek, tidak ada yang berani manjat pagar.

"Minjam hape lo buat mesan Jo-Food," pinta Andi kepada Felix.

"Kita kan mau makan soto, ngapain lo mesan Jo-Food segala?" Felix menyerahkan handphone-nya.

"Sarah pengen martabak ... lo tahu sendiri kan kalau Sarah itu bisa lapar tiba-tiba." Andi menekan aplikasi Jo-Jek di handphone. "Kadang gue kepikiran kalau Sarah sering makan, ntar malah gemuk."

"Gimana mau gemuk kalau tiap hari dia latihan karate dan lari lima kilometer setiap sore," balas Nanang.

"Ditambah lagi dia suka numbukin anak-anak berandalan di sekolah. Makin kebakar tuh lemak-lemak Sarah," lanjut Agus.

"Iya ... waktu itu gua enggak lihat lipatan lemak di pinggang Sarah," balas Andi.

Semuanya hening menatap Andi. Sebuah kalimat ambigu telah diucapkan oleh Andi. Jangan-jangan Andi udah skidipapap sawadikap asoy digeboi sama Sarah.

"Lo ngelihat Sarah buka baju?" tanya Agus.

"Iya ...waktu itu─" Kalimat Andi dipotong Nanang.

"Astofirulloh ... lo ngeue sama Sarah?" tanya Nanang. "Zina cuk ... ngeue itu zina, kecuali udah lo halalin."

"...." Felix mundur beberap langkah setelah mendengar percakapan aneh mereka. Anak ini memang enggak terlalu suka pembicaraan seperti ini. Maho kali ya ....

"*** juga lo pada ya .... Waktu itu kan gue lagi ke rumah Tami. Kan bisanya gue masuk-masuk aja ke kamar Tami. Eh ... kebetulan ada Sarah yang lagi buka baju di sana. untung aja enggak lagi ngehadap ke gue."

"Lo napsu kan waktu itu?" tanya Nanang.

"Sumpah demi Allah ... gue enggak tega kali gituin Sarah. Gue masih sayang dia." Andi menyerahkan handphone kepada Felix. "Setelah itu gue lari dan pura-pura enggak terjadi apa-apa sama Tami."

Agus dan Nanang memasang muka datar. Padahal mereka berharap lebih dari Andi. Tapi mereka tahu kok, sebandel-bandelnya Andi, sebangsat-bangsatnya Andi, dia enggak mungkin gituin Sarah.

Mereka duduk di sebuah meja segi empat setelah memesan soto ayam dengan ekstra daun bawang. Suasana warung begitu ramai dan bersempit-sempitan antara mejanya. Tidak hanya murid SMA yang datang ke sini, namun juga bapak-bapak yang buka partai ngopi pagi. Tau sendiri bapak-bapak kalau ngopi. Rokoknya pasti rokok kretek yang baunya nyengat banget. Beda kelas sama rokok Anak Amak yang cuma rokok ringan yang beli ketengan. Pengap banget, sampe Andi sedikit mual.

"Andi, driver-nya nge­-chat tuh ...." Tangan Felix kembali menyerahkan handphone-nya kepada Andi.

Jo-Jek Chat

Driver : Ohayougozaimasu ... watashi wa babang Jojek-san ... apakah ada tambahan toping martabak Andi-chan?

Andi : Wibu ***!!!

Driver : Santeuy euy ... ada tambahan enggak?

Andi : Ada bang ... watashi mau toping ekstra keju sama susunya banyakin.

Driver : Wibu ***!!! Susunya mau merek cap tiga kaki atau indomilik?

Andi : Cap tiga kaki? Emang larutan penyegar bang? Indomilik aja.

Driver : Oke ...

Andi : Kalau bisa susu murni yang dari kemasan yang menarik bang.

Driver : Bisa aja lo, taplak meja.

Andi : Oke bang ... hati-hati ya. Jangan ngebut-ngebut. Ingat keluarga di rumah. Muach :*

Andi menggeser handphone milik Felix. Baru kali ini dapat driver wibu yang akrab dan asyik kaya ini.

"Eh ... udah pada dapat nomor adik kelas ga?" tanya Agus.

"Udah dong ....." Nanang menepuk sombong dadanya. Tangannya merangkul Felix. "Sudah saatnya lo nyari cewek. Dari pertama kita kenal, gue enggak pernah siapa yang lo suka."

"Gue lebih suka sendiri dan ngurus bisnis gue," balas Felix dengan cuek.

"Jangan sampe orang-orang ngira lo itu maho." Nanang membalas.

Felix menatapnya datar. "Kalau gue maho ... dari dulu udah gue tusbol lo lo pada kalau lagi tidur di rumah gue."

"Kayanya anak kelas 10 sekarang enggak ada yang berandal. Pada cupu semua. Takutnya enggak ada penerus Antophosfer. Cuma Arman generasi terakhir kita yang bikin geng beradalan. Itu pun sekarang dia udah kelas 11," ucap Agus.

Mereka bertiga mengangguk. Benar kata Agus, anak kelas 10 sekarang mayoritasnya anak-anak baik. Ada sih beberapa anak bandel, namun enggak ada yang bergaul sama kakak kelas. Susah banget kalau diajak ngumpul dan digabungin ke Antophosfer. Persatuan anak berandal SMA mereka itu harus ada penerus.

"Tapi, gue denger kalau dari anak cewek kelas 10, ada yang bikin geng gitu. Tapi gue enggak tahu yang mana orangnya," balas Nanang.

"Yang CBS-CBS itu ya? Cantik, Bohai, Seksi," tanya Andi. Ia pernah mendengar istilah itu dari Sarah.

"Nah itu dia ... gue tahu dari group chat kelas gue. katanya semua anak CBS itu memang cantik, bohai, dan seksi. Jumlahnya cuma empat orang."

Agus berdiri menyambut soto mereka yang udah datang. "Pas banget tuh dibagi-bagi sama Anak Amak yang jumlahnya empat orang."

"Sorry .... Gue udah punya Sarah. Lo mau Sarah cakar-cakaran sama mereka? kita aja kalah ... apalagi cewek-cewek itu."

"Hahahah ... bener juga, ya. Sarah itu─"Alangkah terkejutnya Agus melihat wajah Andi yang berlumuran jus mangga.

Andi diam sesaat karena belum sadar cairan apa yang sedang menjalar ke bawah di kepalanya. Wangi harum manis mangga tercium ketika jus itu menyentuh hidungnya.

"***!!!! SIAPA BERANI GINIIN GUE??!!!" Andi menepuk meja hingga seluruh pengunjung warung melihat kepadanya.

Mata Andi mengarah tegas kepada seorang wanita berseragam SMA yang baru saja menumpahkan jus mangga ke wajahnya. Wajah wanita itu tetap datar tanpa berekspresi. Ia malah berlipat tangan ketika beradu pandangan kepada Andi, tanpa takut sedikit pun. Padahal Andi sudah seperti ingin mencengkram wajah kecilnya, tidak peduli bahwa lawannya kali ini merupakan seorang wanita.

"Maaf ... gue enggak sengaja." Ia mengambil gelas jus yang baru saja ia jatuhkan secara tidak sengaja. "Ya ... salah lo juga kali. Udah tahu orang rame, eh malah main maju-mundurin kursi. Kan kaki gue jadi kesandung."

Anak ini!!!!!! rasanya Andi ingin mencabik-cabik bajunya cewek itu. Tangannya mengepal dengan kuat. Baru kali ini ada cewek yang berani seperti ini kepadanya, kecuali Sarah.

"Lo itu enggak tahu gue siapa?" Andi mendekatkan wajahnya. "Lo itu baru anak kemarin sorr ..... eh, eh, aduh ... siapa nih lagi yang ngejewer gue!?"

Andi berbalik kebelakang. Ternyata Sarah udah berhadap-hadapan dengannya. Wajahnya yang garang sekaan ingin berubah menjadi huluk kembali, padahal udah lama Sarah enggak keluarin jurus huluknya. Sementara itu, Agus dan yang lain udah lari kebirit-birit karena Sarah datang. Mereka udah janji enggak cabut lagi sebelumnya.

"Lo itu Andi yang udah janji enggak cabut." Sarah menarik telinga Andi hingga Andi ikut melangkah. "Ayo balik."

Andi hanya bisa menatap cewek *** itu yang tengah tersenyum licik padanya. Tatapan wanita itu seakan sudah mengalahkan Andi berkali-kali. Sakit hatinya belum terlampiaskan. Mau gimana lagi ... kalau dia ngamuk, eh malah diamuk balik sama Sarah. Mending dia enggak ngamuk deh.

"Awas pembalasan gue!!!" Andi menunjuk wanita itu.

Cewek itu menjulurkan ujung lidahnya sembari memberi tos kepada temannya yang berada di samping.

SIALAN!!!!

"Pembalasan-pembalasan apaan, hah? Pemabalasan dari gue???" tanya Sarah.

"AGUS ... NANANG ... FELIX TOLONG GUE!!!!!"

GA MAU!!!!!! Teriak Anak Amak yang lain di dalam hati.

***

2. Turnamen PABJI

Turnamen PABJI

Semenjak anak Kodomo udah tamat dari sekolah, Andi dan angkatannya menjadi kasta tertinggi dalam pergelutan di SMA-nya. Tidak ada lagi yang Andi cemaskan seperti dahulu. Dulu mereka sering sekali bergesekan dengan Kevin dan teman-temannya. Namun, sekarang mereka bisa bergerak dengan leluasa. Terutama untuk menguasai tempat-tempat di sekolah, seperti WC buat ngerokok, kantin buat makan, UKS buat tidur kalau lagi malas sekolah, parkiran, lapangan basket dan futsal, bekal anak mami di sekolah, sempaknya adik kelas kalau lupa bawa **, dan banyak lagi.

Walaupun sudah tobat, mereka tetap aja tuh ngelakuin hal-hal berandal. Namun, bedanya cuma di kadar keberandalannya yang agak nurun dikit. Mungkin, udah sadar kalau mereka lagi di kelas 12 dan bentar lagi mau ujian UN.

Sekolah Andi lagi booming-nya game PUBG. Ya mungkin karena arus perkembangan game yang sekarang lagi booming-nya PUBG, terutama semenjak ada mobile version. Oleh karena itu, untuk mendukung perduniaan game di sekolah, anak-anak OSIS bidang olahraga mengadakan turnamen PUBG. Alasannya sih biar murid enggak cuma main game gitu aja, tetapi harus ada prestasinya. Akhirnya kepala sekolah menyetujui hal tersebut.

Anak Amak laugh in hidden ....

Padahal, semua itu cuma akal-akalan Anak Amak, terutama Andi yang pingin banget ikutan turnamen PUBG. Andi kan agak berpengaruh gitu di sekolah, jadi adik kelas pasti manut tuh kalau dipaksa sama Andi buat ngegelar sesuatu. Selain itu juga, adik-adik OSIS juga sering minta saran event bagus buat diadain.

Beberapa hari ini mereka sudah menggelar turnamen PUBG dengan sistim hitung point. Misalnya siapa yang bisa mendapatkan kemenangan atau chicken dinner, maka ia mendapatkan sejumlah point. Selain itu jumlah kill per tim juga dihitung.

Sialnya mereka ketika di permainan sebelumnya, tim Anak Amak cuma bisa mendapatkan peringkat 9 dari 12 tim yang ikut serta. Terpaksa mereka digusur dari peringkat pertama perolehan poin oleh tim lain.

Di antara mereka berempat, orang yang paling berpengalaman main game ialah Felix. Memang sih dari kecil Felix udah hobi main game, terutama main di warnet. Nah, kebetulan bokapnya pengertian sampe dibelikan PC biar main gamenya di rumah.

"Kita harus optimis menang kali ini, dan tim DJNCK jangan dibiarkan chicken dinner," ucap Andi di dalam WC.

Ceritanya mereka lagi ngerokok di WC. Mumpung guru-guru enggak ada, soalnya turnamen ini digelar tepat di tanggal merah. Namun, tetap banyak anak-anak murid yang ikut datang buat mendukung tim mereka. live streaming-nya juga ditontonkan bersama-sama, sehingga teman-teman yang lain bisa merasakan keseruan tim kesayangan mereka.

"Ini tim siapa, sih? DJNCK ... parah amat namanya." Agus menghembuskan pelan asap rokoknya ke bawah.

Nanang mengangkat bahu. "Gue juga baru tahu ada tim ini."

"Itu tim yang mainnya di kelas sebelah. Tapi, gue enggak tahu siapa orang-orangnya. Yang pasti, mereka anak kelas 10. Turnamen se-kota kemarin, mereka dapet peringkat 3. Parah, kan?" balas Felix dari WC sebelah. Soalnya Felix lagi boker.

"Udah belom bokernya? Bau nih ***!" Andi melempar puntung rokok ke WC sebelah.

"WOI ***!!!! Ampir kena itunya gue!" teriak Felix.

Nanang keluar dari WC. Rokoknya juga sudah dihabiskan. "Emang sehebat apa mereka?"

"Sehebat apa? peringkat 3 se-kota lo bilang enggak hebat?" tanya Felix.

"Tenang ... kan ada gue." Andi menepuk dadanya. "Sehebat apa pun mereka, kita harus menang."

"Alah ... omong lo aja yang besar. Lo yang sering mati pertama," balas Agus menyindir.

"Itu kan karena jaringan gue ...."

"Makanya beli keltomsel ... sampe alam kubur tetap ada jaringannya," lanjut Nanang.

Mereka berangkat ke kelas yang dijadikan tempat turnamen. Dua belas tim dibagi ke dalam dua kelas. Hal itu untuk menghindari keributan yang terjadi, karena pemain dibebasin buat saling berkomunikasi satu sama lain.

Andi dan yang lain memasang posisi di salah satu meja yang disusun. Mereka mendengarkan dengan seksama salah satu panitia memberikan arahan untuk pertandingan terakhir ini. Setelah semuanya paham, barulah mereka memasuki room yang sudah dipersiapkan di dalam game.

"Turun di mana, gaizz?" tanya Andi.

"Military Base aja," balas Agus.

"Ah ... jangan, pasti rame. Gimana kalau paradise?" tanya Nanang.

Sebuah pukulan anti kegoblokan melayang kepada Nanang. Felix kesal, sedikit aja.

"Salah map, goblok. Kita maen di Erangel." Ia mengatur beberapa pengaturan game. "Udah ... follow aja gue. Gue lebih berpengalaman di sini daripada mereka."

Game dimulai. Bunyi dengung pesawat terdengar ketika mereka melewati angkasa langit Erangel. Terlihat pula hijau pegunungan, serta indahnya pegunungan para penoton cewek yang ngelihat dari jendela. Andi udah masang wajah terganteng, walaupun dia tau kalau pastinya mereka enggak lagi mandangin dia.

"Turun di kota Primorks aja. Tetap sama-sama, jangan misah" Felix menggerakkan kursor game ke arah kota yang dia maksud.

Terlihat beberapa squad yang turun di tempat yang sama. Felix udah panas dingin dengan keadaan kali ini karena tidak seperti yang diduga. Bukan karena Felix takut mati, tetapi mikirin temannya yang enggak terbiasa di tempat rame. Selama ini yang ngegendongin mereka main kan cuma Felix. Bisa dibilang, ketiga temannya itu beban.

Tempat mereka turun sudah dihinggapi dengan musuh. Terpaksa Felix membawa teman-temannya ke tepi. Setelah turun, mereka bergegas membuka rumah-rumah terdekat untuk mencari senjata.

"Dapat senjata sniper, kasih ke gue ***," pinta Felix.

"I got supplies ....." Andi sedikit melihat keadaan ke luar jendela rumah. "Gue ada SCAR L, tapi pelurunya dijual terpisah. Gue make."

"OTW ... gue masih make pistol," balas Nanang.

"Gus, jangan pergi jauh-jauh. Lo mati, gue yang repot, ***." Felix menyenggol tangan Agus.

"Nyari senjata, gue masih pake sotgan."

Alanglah terkejutnya ketika mereka melihat tanda nama dengan motif. Pemberitahuan di sebelah kiri layar pertanda bahwa orang itu sudah melakukan kill kepada musuh yang lain. Felix yakin kalau pertempurannya itu terjadi di tempat mereka turun karena suara tembakan seiring dengan pemberitahuan killing.

"DJNCK?" tanya Felix. "Itu team yang ngebunuh kita kemarin, kan?"

"Iya, mereka yang ada di puncak klasemen karena udah ngerebut chicken dinner dari kita," balas Andi.

"Mereka di sini, hati-hati. Gue cek ombak dulu ke sana," ucap Felix.

Andi, Agus, dan Nanang tidak pernah membantah perkataan Felix. Mereka tahu jika Felix sudah berpengalaman di turnamen game. Bahkan, Felix yang selalu meng-cover mereka bertiga kalau mereka lagi di dalam pertempuran.

"***!!!!" Andi terbungkuk di lantai rumah. "GUE KENA HEADSHOT!!!!"

"Cepat cover Andi. Gue agak jauhan nih!!!" balas Felix.

Andi ngesot di lantai rumah untuk menyembunyikan diri. Sementara itu, suara step lawan mulai datang kaya suara kaki emak kalau ngeciduk anaknya di warnet. Nanang dan Agus belum juga datang.

"Gue udah mulai gelap, bro." Andi sudah mulai pasrah dengan keadaan. "Sampaikan salam gue kepada Sarah."

"Tenang ... gue datang!" Agus dan Nanang memberikan bom asap ke daerah Andi terkapar.

Andi mulai ditolong oleh Nanang untuk melakukan revive. Agus berjaga di ujung tangga biar kalau musuh datang, dia bisa nembak kepalanya sampe mampus.

"Itu yang nembak lo squad DNCK ...." Felix bersembunyi di balik pohon. Matanya melihat seorang musuh sedang mengintai di tepi rumah. "Hati-hati dia masuk."

Andi sudah kembali pulih dan langsung mengisi darah. Suara step lawan mulai terdengar keras. Hingga terdengar suara tembakan yang ngebuat Agus ngesot-ngesot di tangga.

"Tolong!!!!" Agus menekankan suaranya di nada yang rendah. "ANJING!!! ***!!! DJNCK SIALAN!!!!"

Suara tembakan terdengar lagi, Nanang tidak berdaya oleh peluru UMP yang ditembakin oleh musuh dengan nama DJNCK.Nailacantique.

"Naila?" Andi membaca nama musuh yang lagi nembakin mereka.

Masa gue kalah sama cewek? Ini pasti cewek yang mereka ceritain itu, ucap Andi dalam hati.

Dengan segenap keberanian, walaupun tangan sedikit gemetaran, keringat dingin mulai bercucuran, dan ** mulai kebasahan, Andi keluar dari kamar rumah dan turun ke lantai pertama. Andi langsung berjumpa dengan musuh yang bernama DJNCK.Naila itu. Tembakan dilancarkan dengan membabi buta.

Eh? Andi tidak percaya, ia terkapar kembali dan langsung di-end sama musuh bernama Naila itu.

"Kalian mati gara satu musuh? Nub banget *****," hina Felix.

Felix menelusuri rumah dan berupaya menumpas musuh yang udah ngeratain ketiga teman noob-nya itu. Namun, sebuah tembakan senjata sniper melayang ke kepala Felix ketika Felix sedang menyelinap ke dalam rumah. Penempak itu juga berasal dari squad DJNCK.

"*****!!!!"

Andi menepuk meja dengan keras hingga para panitia menatap ke mereka. Harapan mereka meraih piala akhirnya gugur. Sudah dipastikan mereka tidak bisa bertahan di tiga besar klasemen akhir.

"Bang ... peserta dilarang menepuk meja." Salah satu pantia datang memeringati.

Wajah Andi auto pasang mode sangarnya. Udah tahu lagi kalah, eh junior malah datang dengan peringatan. Auto naik darah ... auto ngegaslah ....

"Ga boleh? Hah?" tanya Andi.

Panitia itu mundur sedikit. Tampak mukanya udah pucat ngelihat Andi marah. "Kalau untuk abang boleh ...."

"Nah, gitu dong. Gue lagi emosi nih. Jangan macam-macam," balas Andi.

Tidak lama kemudian terdengar suara chat dari musuh yang telah meratakan mereka semua. Andi mendengarnya dengan seksama suara wanita tertawa terbahak-bahak dan mengatai jika team Andi itu noob parah.

"SAMLEKOM!!!! Ini gue Naila ... yang ngebunuh lo lo semua. Siapa tuh yang namanya Andi? Nub banget. Gayanya aja sok-sokan pake baju mahal, tapi enggak punya skill. Udah deh ... gue mau cari mangsa lagi. Sampai berjumpa di pembagian piala. Kami pasti megang turnamen semester ini."

Andi mengepal tangan sekuat-kuatnya dan bertanya-tanya siapa gerangan cewek sialan yang udah bikin dia Up blood kaya gini.

UP BLOOD? Apaan tuh, thor?

Naik darah. Up artinya naik, blood artinya darah. Kalau digabungin jadi naik darah.

Aduh ... ngapain aja waktu sekolah dulu, sih???

Ya ... ga jauh beda tuh sama Andi.

3. Namanya

Namanya

Andi mencari-cari siapa gerangan wanita itu. Mereka berempat cabut dari arena turnamen setelah diratakan oleh satu orang saja. Bangsatnya lagi, satu orang itu merupakan seorang wanita. Rasa penasaran Andi membawanya untuk melihat wanita itu. Alangkah terkejutnya abang terheran-heran ketika melihat cewek itu adalah cewek yang udah numpahin jus ke kepala Andi.

Muka Andi kecut melihat jari tengah wanita itu mengarah kepada Andi.

"Woi anjing lo!" teriak Andi kepada cewek itu. "Siapa nama si *** itu?"

Agus menempeleng kepala Andi karena udah frontal banget bilangin anjing di depan supporter yang sama-sama ngelihat dari jendela. "Lo bisa nyante dikit ga?"

"Iye ... maap. Lo ga liat apa dia ngeginiin gue tadi?" Andi memperagakan jari tengahnya kepada Agus.

"Kalau dari nickname gamenya, kayanya nama cewek itu adalah Naila," balas Felix sembari memperhatikan gerak jemari Naila yang lagi serius main game di sana.

Andi menoleh ke sampingnya. Ada adik kelas cewek yang lagi jinjit ngelihatin teman-temannya di dalam arena turnamen.

"Dek ... boleh nanya, ga?" tanya Andi sembari memasang muka cool.

"Maaf bang .... Gue udah punya pacar," balas adik kelas itu.

"Eh, kuah rendang, gue mau nanya cewek itu siapa namanya?" Andi menunjuk Naila. "Bukan ngajakin lo *****, anying"

"Muka abang udah kaya ngajakin gue pacarin, sih," balasnya lagi.

Andi menepuk jidat. "Siapa juga yang mau sama lo?"

"Banyak, bang. Liat aja tuh di belakang." Ia memonyongkan bibirnya untuk menunjuk Agus dan Nanang lagi 'dada-dadaan' kepada dirinya.

Wajah Andi memasang pose datarnya. Kadang dia mikir kenapa bisa temenan sama orang *** kaya mereka.

"Plis, deh ...," ujar Andi kepada Agus dan Nanang.

Agus dan Nanang mengerti dan agak mundur selangkah.

"Jadi, siapa nama cewek itu?" tanya Andi.

"Abang enggak tanya nama gue?" Ia melipat tangannya.

Lagi-lagi Andi menepuk jidatnya. Kenapa bisa dia ngomong sama orang absurd kaya dia.

Ni anak minum apa sebelum ke sekolah, yak? Antimo satu plastik?

"Ngapain juga gue nanyain nama lo, *** ...."

Alis adik kelas itu turun. Matanya melihat ke garis-garis lantai. "Kadang gue heran kenapa enggak ada abang kelas yang mau nanyain nama gue. Padahal gue pengen loh."

"Lah, lo bilang tadi udah punya pacar? Gimana, sih?" Andi mulai agak panas nih.

"Pacar gue itu kurang perhatian akhir-akhir ini. Katanya dia lagi fokus ngegedein otot dada."

"Dua tiga bola melesat, kaga peduli gue ***!" balas Andi.

Sebelum suasana makin memanas, alangkah sebaiknya Andi pergi dari sini. Andi menarik Agus dan Nanang yang mulai ngegodain adik kelas di sekitaran. Sementara itu, Felix agak kesal ditarik Andi karena lagi fokus ngelihat layar yang menayangkan live pertandingan.

"btw, nama gue jumin, bang," teriak adik kelas itu. "Telpon aja ke nomor gue kosong lapan tiga satu bla bla bla bla."

Andi ngos-ngosan lari dari cewek ga jelas yang baru aja dia temui. Teman-temannya juga ikut-ikutan lari ngelihat Andi yang kebirit-birit.

"***, lo ngapain lari?" tanya Agus yang juga ngos-ngosan.

"Gue baru ngelihat cewek yang lagi mabok selendang kuntilanak," jawab Andi.

"Ada-ada aja lo," balas Agus.

Nanang ngeluarin kotak rokoknya di kantung celana. "Kuy, ngerokok lagi."

"KUY!" ucap mereka sama-sama

Kejadian di sekolah masih menjadi dendam tersendiri bagi Andi. Ia ingin sekali membalas wanita itu jika diberi kesempatan untuk bertemu lagi. Baru kali ini ada yang berani melakukan hal itu padanya. Kevin saja yang termasuk orang dengan muka sangar bak anak semester akhir yang ga kelar-kelar skripsinya, tidak pernah melakukan itu. Bahkan, Kevin mungkin berpikir dua kali untuk itu.

"**!" ucap Andi ketika memarkirkan motor supra modifikasi di garasinya.

Andi ngegass anying ...

Artinya apaan Bang Jai?

Jangan dicari tahu, deh ...

"Samlekom ...," ucap Andi ketika memasuki rumah.

Hidung Andi mengendus-ngendus kaya **** ketika menyium sesuatu yang tidak asing lagi. Andi kan memang begitu, suka ngendus-ngendus bau yang enggak jelas. Di antara anggota Anak Amak, hanya Andi seorang yang memiliki keahlian pengendusan yang ampir sama dengan anjing brimob.

"Gue kenal baunya." Andi mengendus lagi menyelusuri tangga rumah. "Lah ... kok malah ke kamar gue, ya."

Ia mencari mamanya dengan melihat ke lantai satu, namun tidak ada tampak batang hidungnya. Pintu terbuka begitu saja, tidak biasanya mamanya keluar dengan keadaan pintu tidak terkunci. Kalau bisa, mamanya make laser yang bisa ngeluarin senjata kalau ada orang yang mengenainya.

Ketika ia memasuki kamar, terdengar suara gemericik air dari kamar mandi. Ia menebak-nebak siapa gerangan orang yang tengah memakai kamar mandinya. Ia teringat jika Mama meminta Andi untuk membersihkan kamar mandi. Udah dua bulan enggak dibersihin. Tahu sendiri gimana kotornya kamar mandi yang udah dua bulan enggak dibersihin. Apalagi banyak bekas-bekas colay yang ditumpahin di sana.

"Ma ... manga dibarasiahan? Lai kan Andi barasihannyo ...," ucap Andi dengan berbahasa Minang.

Ma .... Kenapa dibersihkan. Bakalan Andi bersihin, kok.

Udah sering begini. Jika Andi enggak juga ngebersihin kamar mandinya, mamanya sendiri yang bakalan ngebersihin. Setelah itu, Andi kena semprot dengan siraman hujatan yang mendidik dari mamanya sendiri. Tau sendiri orang Minang kalau udah marah, mulutnya pedih banget.

Tangan Andi membuka gagang pintu kamar mandi. Alangkah terkejut abang terheran-heran ketika Andi mendapati Tami sedang berdiri dengan dibalut handuk tipis berwarna putih.

"AAAAAA ....." Andi teriak kaya banci dikejar satpol PP. Ia langsung membanting pintu kamar mandi dan menjauh ke sudut kamar.

Tami keluar dengan santai tanpa rasa bersalah sedikit pun. Tami hanya berjalan santai sembari menatap Andi yang berdiri di sudut kamar.

"Air di rumah aku lagi rusak. Jadi aku mandi di sini." Tami membuka lemari Andi untuk mengambil pakaian milik Andi. "Oh, iya ... Mama kamu pergi wirid ibu-ibu PKK."

"Plis ... deh. Jangan sembarangan masuk ke kamar gue." Tangan Andi melemparkan selimut besarnya ke tubuh Tami. Dia udah enggak bisa ngelihat Tami dengan berbalutkan handuk tipis. Bisa-bisa nanti kelepasan. "Dan jangan mandi di kamar gue. Kan di bawah juga ada kamar mandi."

"Kalau aku sukanya mandi di kamar kamu, emangnya enggak boleh?" tanya Tami dengan polosnya.

"Yaa ... enggak gitu juga kali, Tam. Lo itu cewek, dan gue ini cowok. Bisa terjadi hal-hal yang diinginkan nanti!"

"Kan itu pemikiran kamu aja. Lagian, aku sering mandi di sini dulu. Malahan kita mandi bareng." Tami menunjukkan kaos yang ingin ia pinjam. "Aku pakai, ya?"

Andi menangguk. "Itu kan kita masih kecil. Sekarang lo udah gede, udah pake beha."

Tami tidak menjawab. Ia keluar dari kamar untuk memakai pakaian di kamar sebelah. Sementara itu, Andi masih deg-degan sembari menahan wajahnya yang kemerahan. Kadang, Tami masih terbawa kebiasaanya dulu sewaktu kecil. Hal itu acap kali membuat Andi kesal. Namun, hal itu juga yang membuat teman-teman Andi iri karena diginiin tiap hari.

"Andi, turun yuk. Gue udah buatin mie goreng." Tami membuka kembali pintu kamar. "Mie goreng dabel dengan sosis panggang dan telor setengah matang kesukaan Andi, yang dimasak seperti anak sendiri."

Dengan diiringi suara TV kartun spombob, Tami tertawa sendiri sembari menyendokkan mie goreng ke mulutnya. Andi tidak ingin terlalu berekspresi, ia masih canggung dengan kejadian tadi.

Ni anak cantik-cantik tapi mukanya tebel baget, ya. Kaya enggak ada yang terjadi, ucap Andi dalam hati.

Mata Tami mengarah ke sebuah foto keluarga yang terpampang di ruang keluarga. Terdapat foto Andi yang masih sangat belia berfoto tanpa sedikit pun berekspresi. Sementara kedua orang tuanya tersenyum lebar menyambut jeprean foto. Ia tersenyum ketika melihat seorang anak perempuan berumur dua tahun yang sedang digendong oleh mamanya Andi.

"Apa kabar Aisyah?" tanya Tami.

"Gue rasa baik-baik aja," jawab Andi dengan singkat

"Lo enggak rindu sama dia?" tanya Tami lagi.

Andi enggak menjawab.

Jadi, gini ... Andi itu punya satu saudara perempuan yang beda dua tahun lebih muda darinya. Andi dan Aisyah enggak terlalu dekat karena memang jarang ketemu. Bahkan, Andi enggak terlalu mengenal adiknya sendiri. Sekarang, Aisyah tengah mondok di pesantren yang berada di daerah Padang Panjang, Sumatera Barat. Bahkan, sejak dari SD adiknya itu sudah memilih bersekolah agama di salah satu yayasan pendidikan agama yang masih milik kerabat keluarga Andi.

Aisyah cuma ketemu sama Andi sekali setahun karena Aisyah baru akan pulang dari pesantren sewaktu Hari Raya Idul Fitri. Walaupun diizinkan pulang sebulan sekali, Aisyah hanya akan pulang ke rumah neneknya di daerah Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Kadang, Aisyah dijemput oleh Papa dan dibawa ke Padang, kota tempat papanya bekerja.

"Ya, rindulah. Namanya juga kan dia adik gue."

"Gimana ya wajahnya Aisyah sekarang. Gue penasaran banget. Pasti cantik mirip Tante," balas Tami.

"Kata Mama, Aisyah bakalan pindah ke sini semester ini. Tapi, enggak tahu kapan. Mama ngerasa kesepian karena kami cuma tinggal berdua di sini. Ditambah lagi Papa kerjanya jauh di Padang." Nada Andi terdengar merendah.

"Wah, ide bagus tuh."

"Yaa ... tapi kan masih wacana. Soalnya Aisyah itu kecil-kecil udah punya pendirian yang kuat. Bisa jadi dia nolak karena milih sekolah di pesantren."

Andi jadi teringat sedih karena Mama yang sering kesepian karena anak perempuannya itu terlalu jauh dari dirinya. Padahal, sebagai anak bungsu harusnya selalu berada di sisi seorang Ibu. Namun, Aisyah lebih memilih menjadi mandiri dengan bersekolah yang jauh dari orang tua, bahkan semenjak dari kecil.

Aisya, pulanglah ....

Tapi jangan sampe kenal sama temen-temen gue yang *** sekaleeeee ...

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!