"Bu, apa tidak ada cara lain selain aku harus menikah?"
Yah, wanita bernama Kenzie dipaksa ibunya menikahi seorang pria hasil dari perjodohannya dengan sahabatnya.
"Zie, umur kamu sudah berapa sekarang? Bahkan ibu sudah memberikanmu kesempatan, tetapi belum juga membawa kekasih ke rumah."
Kata-kata ibunya sedikit membuat Kenzie frustrasi. Pekerjaannya yang hanya seorang resepsionis hotel meski kehidupannya sudah lebih dari cukup, Kenzie berharap bisa menikah dengan orang kaya agar di masa depan kehidupannya benar-benar terjamin.
Kenzie pun yang tadinya hendak pergi ke dapur, tiba-tiba berbalik dan menghampiri ibunya. "Bu, apa dia orang kaya? Apa pekerjaannya bisa memuaskanku dalam segi keuangan?" cerocos Kenzie.
"Ini nih kalau mata duitan, kalau begini caranya ... mana ada orang yang mau denganmu kamu," dengus sang ibu pada anaknya.
"Kalau syarat satu dan dua tidak terpenuhi, maka jangan memaksaku untuk menikah!"
Setelah mengungkapkan perihal syarat memiliki suami harus kaya dan tidak pelit, Kenzie pun meninggalkan sang ibu.
"Enak saja, aku sudah miskin kenapa pula harus menjadi istri dari suami miskin juga!" gerutu Kenzie seraya memegang gelas berisikan air untuk diminumnya.
Sedangkan di taman. Dua sahabat yang baru saja dipertemukan, kini sedang bercengkrama dan bukan hanya itu saja. Mereka memang merencanakan perihal perjodohan antara putra-putrinya.
"Jadi, bagaimana dengan putrimu? Apa dia setuju untuk menikahi putraku?" tanya wanita yang terlihat masih cantik meski di usianya yang sudah tak mudah.
"Sepertinya aku perlu mendesaknya karena anakku tipikal orang yang keras kepala," ujar bu Leiha.
"Apa yang diinginkan oleh putrimu?" tanya sahabat bu Leiha lagi.
"Setelah ayahnya meninggal kehidupan kami berdua berubah dan selama ini Kenzie sudah bekerja keras, pernikahan hanya dianggapnya remeh, terlebih tidak memenuhi syarat ...." Bu Leiha menghela napas, menjeda kalimatnya karena jika diteruskan ia takut jika orang di depannya menganggapnya jijik.
"Aku tahu, lagi pula sedikitpun aku tidak mempermasalahkannya selama putrimu mau dengan putraku." Kata bu Lidya.
"Leiha, aku hanya bisa meminta bantuan padamu. Aku tidak tega jika putraku terus saja diperlakukan secara tidak adil," ucap bu Lidya, yang mana sedikit memohon agar putrinya mau menikah dengan putranya.
"Baiklah, sekarang kamu tenang saja. Aku akan mengurusnya untukmu!"
Bu Lidya pun sedikit bernapas lega karena sahabat yang baru saja dipertemukan itu akhirnya bisa berbagi beban bersama setelah lama terpisah.
Di tempat lain.
"Ardi, aku harap kamu mau menuruti permintaan ibu untuk kali ini."
Lelaki yang bernama Ardiansyah sedang menikmati angin malam di balkon. Bu Lidya yang berusaha ingin membuat sang anak bahagia, terpaksa harus menjerumuskannya ke dalam sebuah perjodohan.
"Atur saja jika hal itu membuat Ibu merasa senang." Jawab Ardi tanpa menoleh ke lawan bicaranya.
"Dia putri sahabat Almarhum ibumu dan termasuk aku juga. Meski anaknya sedikit keras kepala, tetapi dia juga adalah wanita yang baik." Bu Lidya pun berusaha untuk menjelaskannya.
"Atur saja, lagi pula tidak ada wanita yang mau menikah denganku karena sebuah kekurangan."
Perkataan Ardi, mampu membuat bu Lidya merasa gagal menjadi seorang ibu. Terlebih tak ada yang menyukainya hanya karena sebuah kekurangan.
"Baik, dalam seminggu ini kamu harus menyiapkan diri!" Setelah mengatakan bu Lidya pun pergi dan berencana akan memberitahu suami serta mertuanya.
Beberapa hari kemudian.
"Zie ... ibu mohon, cuma kamu yang bisa mengubah dunianya!" Kata bu Leiha ketika Kenzie terus mendapat desakan.
"Ibu yakin kalau dia orang kaya dan tidak pelit, 'kan?" Kenzie hanya memastikan jika ibunya tak lagi berbohong.
"Kamu masih saja memikirkan kekayaan. Ingat! Usiamu sudah 27 dan belum juga menikah. Ibu malu jika tetangga terus mengolok-olok, mengatakan kalau kamu itu perawan tua!" dengus sang ibu ketika sudah kehabisan akal.
"Baiklah, aku setuju. Namun, dia juga tidak boleh mengekang atau melarangku untuk berhenti bekerja." Jawab Kenzie.
Wajah binar terpampang jelas, begitu bahagia ketika bu Leiha mendengar Kenzie mengatakan bahwa setuju dalam perjodohan yang diaturnya.
"Tunggu! Pernikahan akan diadakan di rumah ini. Agar semua tetangga bermulut belut itu tahu jika aku menikah dengan orang kaya," jelas Kenzie.
"Tentu, tidak ada masalah dengan itu. Cukup persiapkan hati, pikiran, fisik, dan mental."
Lalu, bu Lidya pun pergi dengan raut wajah berbinar karena usahanya tidak sia-sia.
Hari kian berlalu begitu cepat. Acara pernikahan mewah pun diadakan di kampung tempat tinggal Kenzie. Semua orang memuji ketampanannya. Wajahnya yang rupawan mampu memikat hati siapa pun, termasuk sahabat Kenzie sendiri.
"Zie, bahkan aku syok ketika kamu secara tiba-tiba menikah dengan orang kaya!" Kata sahabat Kenzie yang bernama Lily.
"Maka beruntunglah aku ketika ibu dengan sengaja menjodohkannya denganku," balas Kenzie dengan bangga.
Namun, kebahagiaan tidak bertahan lama karena rombongan mobil mewah memenuhi pelataran rumah bu Leiha. Dengan bingung, semua tamu menatap penuh akan rasa penasaran.
"Mungkinkah itu dari keluarga mempelai?"
"Sepertinya mereka dari rombongan mempelai pria!"
"Kalau begitu ... Betapa kaya menantu bu Leiha."
Maka seperti itulah ucapan demi ucapan para tamu yang hadir.
Ketika semua orang membicarakan perihal tamu VVIP. Lain halnya dengan bu Lidya serta bu Leiha yang kini sedang dirundung ketakutan.
Kenzie pun sempat melihat dan setelah itu melirik ke arah sang suami. "Siapa dia?" tanya Kenzie dengan nada ketus.
"Aku tidak tahu." Jawab Ardi dengan lirih.
"Menyebalkan!" gumam Kenzie.
"Apa yang mereka lakukan di tempat ini? Tapi aku yakin jika dia sengaja ingin mengacaukan acara yang baru saja diselenggarakan," batin Ardi ketika sepasang matanya menatap dua lelaki dan dua wanita berjalan maju dengan angkuhnya.
Bi Lidya yang melihat itu pun langsung menghampiri sang suami. Berharap tidak membuat masalah bagi anaknya di saat acara pernikahannya.
"Mas, bukankah kamu bilang tidak sudi datang di hari pernikahan putramu---."
"Diam!" bentak suami dari bu lidya.
Bahkan lelaki tua itu pun terus melangkah maju hingga sampai di hadapan Ardiansyah.
Satu tamparan mendarat tanpa meminta persetujuannya. Hingga, semua mata memandang dengan tanda tanya. 'Apa yang sebenarnya terjadi'?
"Mas, lebih baik kamu pulang dan kita akan membicarakannya di rumah." Kata bu Lidya yang mana berusaha menenangkan sang suami.
"Apa wanita itu tahu seperti apa anak ini? Aku tidak pernah menyangka jika kamu seberani ini terhadapku!" pekik pak Surya seraya menunjuk ke arah Ardi.
Kenzie yang melihat pemandangan itu pun dibuat bingung dan malu karena di acara pernikahannya malah terjadi sebuah keributan.
Bu Lidya pun hanya bisa tertunduk ketika pak Surya memarahinya dan tiba-tiba saja, seorang wanita tua dengan berani menamparnya meski di depan orang banyak.
"Bu, kenapa Ibu menamparku!"
"Itu karena kamu sangat berani. Terlebih telah membuat malu nama keluarga!" seru mertua bu Lidya.
Kenzie yang tidak tahan akhirnya memilih membubarkan acara tersebut, karena merasa dirinya sudah cukup malu oleh tamu yang tak diundangnya.
Setelah membubarkan semua, kini hanya ada keluarga inti. "Sekarang, bicara dengan baik. Aku tidak mengerti akar permasalahan kalian, tapi setidaknya jangan memukul mukaku dengan tingkah kalian yang sangat memalukan." Suara tegas Kenzie, serta amarahnya yang meletup-letup. Akhirnya bisa di keluarkan secara langsung.
"Kalau begitu pilihanmu tepat Lidya, satunya cacat satunya banyak omong!" Suara dari sang mertua. Membuat bu Lidya hanya bisa menghela napas dengan berat.
"Apa maksud kalian?"
Sungguh Kenzie tidak mengerti dengan ucapan yang diyakini sebagai ayah dari suaminya saat ini.
Bukannya menjawab justru paruh baya itu tersenyum kasihan pada Kenzie. Merasa telah ditipu oleh anak dan istrinya.
"Saya tidak akan menjelaskan karena kamu akan tahu sendiri," ujar pak Surya dan tanpa permintaan maaf. Keempat orang tersebut meninggalkan pesta yang sudah dikacaukannya.
Ardi pun tak acuh, karena ia yakin jika sebentar lagi Kenzie akan meminta cerai kepadanya. "Kita lihat saja, kamu akan meminta cerai setelah mengetahui semuanya." Dalam hati Ardi berkata.
Bu Leiha merasa bersalah, lantas meminta Ardi untuk pergi istirahat. Sedangkan untuk bu Lidya juga diminta pulang, karena ia tahu jika suami dari sahabatnya akan semakin menjadi sesampainya di rumah.
Semuanya sudah pergi termasuk Ardi juga, yang diminta untuk istirahat. Namun, Kenzie seketika menghentikan langkahnya. "Berhenti!"
Ardi menoleh lalu melangkahkan kakinya lagi.
"Aku bilang berhenti! Apa kamu tuli?"
Ardi pun kembali berhenti dan memutar tubuhnya. Lantas, Kenzie pun berniat menghampiri lelaki tersebut untuk mencari sebuah kebenaran.
"Bicara!" titah Kenzie lagi.
"Apa yang perlu kamu tanyakan," ujar Ardi dengan wajah dingin nyaris tanpa ekspresi.
"Aku bertanya padamu, bagian tubuh mana yang tidak berfungsi?" tanya Kenzie seraya menatap tubuh dari lelaki di hadapannya saat ini.
Tanpa ragu, Ardi pun menyilakan rambutnya yang terdapat di telinga. Barulah terlihat alat di mana menutupi pendengarannya. "Apa ini sudah lebih dari cukup?"
“Bukan hanya itu, mungkin aku juga tidak bisa mempunyai keturunan.” Lanjut Ardy.
Kenzie melangkah mundur seketika karena syok. Tidak mengira jika dirinya menikahi pria Tunarungu. "Tidak, ini tidak benar, 'kan?"
"Zie ... maaf," ucap bu Leiha.
"Bu, aku ingin menikah. Namun, tidak seperti ini juga!" seru Kenzie karena merasa benar-benar dijebak.
"Kamu tidak bertanya—."
"Setidaknya berikan aku yang normal," sahut Kenzie.
"Memangnya ada yang mau sama kamu? Apa lagi syarat yang kamu ajukan membuat lelaki berpikir ulang untuk menikahimu," balas bu Leiha tidak mau kalah.
"Sudahlah, aku capek jika terus berdebat dengan Ibu."
Kenzie pun memilih menyerah dan langsung pergi ke kamar. Merasa lelah dengan segala sesuatu untuk hari ini.
Sesampainya di kamar, di mana sesuai hari sakral bagi mereka yang menikah. Ruang istirahat pun di dekorasi dengan sangat indah. Kelopak bunga mawar menghiasi tempat tidur, lilin-lilin berjejer di lantai membentuk hati. Nyatanya sekarang hati Kenzie-lah yang hancur berkeping-keping.
"Oh lihatlah, begitu indah, tetapi sayangnya hatiku hancur untuk saat ini."
Ardi yang melihat pemandangan itu pun langsung angkat bicara. Meski pernikahan ini hanya sebuah perjodohan, tetapi ia juga tidak ingin wanita di hadapannya sekarang merasa buruk. "Jika masih kesal, maka kamu boleh meminta cerai padaku saat ini juga!" Dengan tegas Ardi berkata.
"Apa? Aku! Di mana otakmu sekarang, apa kamu pikir setelah pernikahan belum genap dua jam, lantas ingin menjadikanku janda!" Dengan emosi menggebu, dengan lantang jika Kenzie menolak ucapan Ardi.
"Lalu, apa rencanamu? Bukankah kau malu karena aku seorang lelaki tuli," ujar Ardi dengan wajah penuh ketenangan.
"Apa yang aku rencanakan? Memangnya aku harus berbuat apa lagi!"
Kenzie benar-benar frustasi, ia pikir jika lelaki yang dijodohkannya adalah pilihan tepat untuknya. Ternyata semua itu salah, dibalik wajah tampan, rupawan dan berkarisma. Ia pun menelan kekecewaan, karena nasi sudah berubah menjadi bubur dan sekarang dengan terpaksa menjalani kehidupan satu atap dengannya.
"Itu artinya kamu tidak ingin berpisah denganku," ujar Ardi.
"Memangnya aku mengatakannya padamu? Dasar sial," balas Kenzie dengan sisa emosinya.
"Baik, aku anggap kau menyetujuinya dan besok kita pindah—,"
"Apa kamu gila!" sahut Kenzie seketika.
"Jangan membuat semua rumit hanya karena kamu bermulut plin-plan," dengus Ardi.
"Sampai kapan pun, aku tidak akan pindah dari sini." Dengan keras Kenzie pun menolak.
"Bukankah kamu mengatakan tidak ingin bercerai dariku," ujar Ardi.
"Itu hanya semata-mata untuk formalitas, karena aku tidak ingin menjadi janda dalam semalam." Jawab Kenzie dengan jelas.
"Itu sama halnya kamu menyetujui apa pun yang aku katakan, tidak ada penolakan karena ini juga bagian dari peraturan ketika menjadi istriku."
Ardi bangkit, lalu meletakkan alat bantunya. Merebahkan tubuh dengan sempurna, tidak peduli bahwa Kenzie sedang memakinya sekali pun.
"Benar-benar gila ini orang. Aku sedang bicara, bisa-bisanya dia tidur tanpa rasa berdosa!" gerutu Kenzie bahkan hari sudah tengah malam. Namun, matanya enggan untuk dipejamkan.
Tidak terasa, hari pun telah berganti.
"Apa aku mimpi? Sungguh kenapa begitu menakutkan karena mempunyai suami tuli," gumam Kenzie tanpa sadar seseorang menatapnya.
"Benar-benar mengerikan," ucapnya lagi dan sekarang Kenzie berniat untuk mandi karena tubuhnya begitu capek.
"Apa kamu menganggap ini cuma mimpi?"
Kenzie terlonjak seketika karena terkejut mendapati seseorang berada di sampingnya. "Kamu ... apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Kenzie dengan wajah penuh ketakutan.
Ardi pun tidak langsung menjawab, melainkan memilih mendekat dan menempelkan satu jarinya ke dagu Kenzie.
"A-apa yang kau lakukan, bajingan!" seru Kenzie.
"Memangnya apa yang ingin aku lakukan," tukas Ardi.
"Lepaskan," ucap Kenzie.
"Bersikaplah sedikit lembut, nanti malam kita diundang ke rumah keluarga Surya!" Setelah itu, Ardi melepaskan Kenzie dan keluar dengan wajah tanpa ekspresi.
"Sungguh hubungan yang menakjubkan," batin Kenzie setelah mendengar penuturan dari Ardi.
Siang hari, di mana tiba saatnya makan. Tak ada percakapan, tetapi bu Leiha tahu betul kalau Kenzie sedang kecewa berat. Berusaha membujuk sang anak untuk bersikap baik pada sang suami, karena merasa jika Ardi sama sekali tidak bersalah.
"Oh ya, Bibi—."
"Panggil aku 'Ibu' karena sekarang kamu bagian dari keluarga," sahut bu Leiha.
"Baik, Ibu ... nanti sore saya berniat untuk pindah dan meminta izin membawa putri Ibu," ucap Ardi.
Bu Leiha tersenyum.
"Bawalah, karena sekarang dia bukan tanggung jawabku." Jawab bu Leiha.
"Bu, bagaimana bisa aku pergi dengan si tuli ini—."
"Kenzie, cukup! Meski dia seorang yang tidak sempurna. Bukan berarti kamu berkata kasar terhadapnya!" bentak bu Leiha karena merasa jika anaknya begitu keterlaluan.
Kenzie yang mendapat amukan seketika diam, untuk kali pertama ibunya memarahinya hanya karena membela lelaki yang ada di sebelahnya.
"Hormati dia, karena sekarang nak Ardi adalah suamimu." Lagi ... bu Leiha tidak sampai di situ saja, beliau terus memberikan kata-kata mutiara terhadap Kenzie.
Di samping itu. Ardi hanya bisa diam, melihat anak dan ibu sedang berselisih paham. "Memangnya siapa yang mau menikah dengan lelaki tuli sepertiku," batin Ardi, tanpa peduli keduanya berdebat, ia pun memilih meninggalkan mereka.
Beberapa jam kemudian.
"Aku setuju untuk pindah. Dengan begitu tak ada yang tahu jika aku begitu membencimu!" seru Kenzie pada saat Ardi bersiap untuk pergi.
"Terserah, bahkan aku tidak peduli." Jawab Ardi dengan sikap dinginnya.
"Jangan melarang ke mana aku pergi. Jangan ikut campur terhadap urusanku, kamu harus tahu sebagaimana seorang suami sepertimu berada!"
Bahkan Ardi tidak berniat untuk meladeni celoteh istri satu harinya itu.
Hari yang ditunggu-tunggu telah datang. Kini, sepasang pengantin baru sudah di depan rumah. Tak ada yang istimewa, tampak dari depan rumah tersebut sangatlah sederhana.
"Oh ya, aku bertanya-tanya, bukankah kamu adalah turunan dari orang kaya, tetapi kenapa kehidupanmu berbeda sendiri?" Pada saat Kenzie memulai dengan sebuah percakapan, Ardi masih tetap enggan untuk memberi komentar soal pertanyaan tersebut.
Ardi hanya melirik sekilas, lalu mengabaikan istrinya kembali dan melanjutkan langkahnya.
"Apa dia tidak memakai alat pendengar makanya mengabaikan pertanyaanku," lirih Kenzie.
"Sudahlah, masa bodoh dengannya karena lebih baik seperti ini." Seraya mengangkat kedua bahunya Kenzie bicara sendiri.
Kebetulan hari ini gilirannya masuk shift pagi. Lantas Kenzie juga sudah bersiap untuk keluar dari pintu. Namun, suara yang jarang didengar kini sedang memanggilnya. "Aku sudah membuatkanmu sarapan!"
Kenzie yang sempat mendengar hanya bisa melongo tidak percaya ketika diajak bicara lelaki tersebut hanya bisa diam, tetapi pada saat dirinya hendak pergi bekerja justru menawarkan sarapan.
"Aku tidak lapar." Jawab Kenzie.
"Jika mau bawalah bekal ini, entah kamu buang atau diberikan pada kucing." Kali ini Ardi menyodorkan kotak bekal kepada Kenzie. Wanita itu pun sedikit ragu, tetapi melihat wajah datar suaminya. Membuatnya langsung mengambil tanpa mengatakan apa pun.
Pada saat Kenzie sudah sampai di hotel. Semua teman menatapnya dengan wajah menjijikkan, suara satu sama lain saling bersahutan dan ucapan demi ucapan diperuntukkan kepadanya meski tidak secara langsung.
"Eh, kamu tahu tidak. Beberapa hari yang lalu aku menghadiri pesta pernikahan temanku, ku kira tamu itu tamu spesial, tapi siapa sangka kalau orang itu dari mempelai lelaki." Sosok perempuan dengan teman yang lain sedang mengobrol.
"Memangnya kenapa? Bukankah itu bagus?" sahut temannya.
"Bagus dari mana, ternyata suaminya adalah anak tidak dianggap karena tunarungu!" balas temannya lagi dengan antusias.
"Beginikah rasanya dipermalukan," batin Kenzie dalam hati, meski wanita itu berusaha masa bodoh. Namun, tetap saja telinganya mendengar.
Ketika rekan-rekan Kenzie sedang asyik dengan berita pernikahannya, tetapi tamu tiba-tiba datang dan hal itu pula menjadikan mereka berhenti untuk bergosip.
"Setidaknya mereka sudah berhenti menggosipkanku," batin Kenzie lagi.
Lelah seharian bekerja dan kini saatnya pulang, meski sedikit malas, tetapi tak ada tempat lain selain rumah barunya.
Sesampainya di rumah, dengan helaan napas panjang tangannya menyentuh gagang pintu. Membukanya dengan hati yang dongkol karena merasa jika pernikahannya benar-benar sebuah kesialan.
Ketika Kenzie mulai merebahkan tubuhnya di sofa. Ia melihat sosok lelaki yang tak asing baginya. Entah dari mana Kenzie juga tidak ingin tahu akan suami tulinya itu, bukan hanya tuli, tetapi lebih parahnya mandul. Pantas meski wajah mumpuni sayangnya itu tak berarti apa-apa.
"Berhenti!" Kenzie yang teringat pun langsung menghentikan langkah Ardi.
"Ada apa?" tanya Ardi dengan wajah dinginnya.
"Jika ibu tidak memaksaku, mungkin aku tidak akan menikahi suami tuli sepertimu, terlebih mandul! Aku muak dengan orang² yang mencemoohku karena menikahimu adalah suatu kesalahan terbesarku."
"Bukankah kemarin aku sudah menawarkan perceraian? Tapi kamu menolak," ujar Ardi dengan santai.
Kenzie berdiri, lalu mendekati Ardi dengan wajah penuh sesal serta amarah yang meletup. "Apa kamu pikir aku tidak punya otak, huh! Siapa yang mau jadi janda dengan pernikahan belum genap dua hari. Apa yang mereka katakan tentangku lagi? Kamu ... dasar lelaki brengsek!" Dalam kekesalan, Kenzie terus menyalahkan Ardi dan merasa jika lelaki itulah sumber masalahnya.
"Apa sudah selesai? Jika sudah, ingat ... jam enam kita ada acara!" Setelah berucap Ardi meninggalkan Kenzie dengan wajah yang sama, sedikitpun lelaki seperti dia tidak membalas ketika istrinya berusaha menjatuhkan mentalnya beberapa kali.
"Huh! Sepertinya dia tidak tahu malu dengan memberikan wajah tetap sama," ucap Kenzie seraya menggeleng dan karena heran dengan sikap lelaki tersebut.
Beberapa saat kemudian.
Waktu yang ditunggu sudah sampai, kini tiba saatnya untuk datang ke rumah keluarga Surya. Meski begitu, terasa berat. Namun, jikalau tidak turut hadir mungkin saja keluar itu akan semakin mencemoohnya.
Bau harum semerbak aromanya, sedikit membuat Kenzie masuk ke dalam ilusi. "Kenapa baunya begitu menenangkan?" pikir Kenzie dengan bersusah payah untuk tetap sadar.
"Jika sudah selesai cepatlah naik dan jangan memasang wajah seperti itu," tukas Ardi ketika mendapati Kenzie melamun dengan kedua mata tak berkedip.
Kenzie pun langsung tersadar dengan wajah gelagapan. Naik ke atas motor dengan wajah tak bersahabat.
"Sialan," umpat Kenzie dengan wajah tak bisa di artikan.
Tak ada obrolan, di sepanjang jalan. Hanya ada keheningan yang menemani mereka, meski jalanan dilewatinya cukup ramai akan lalu lalang kendaraan, tetapi bagi keduanya begitu terasa asing.
Satu jam telah berlalu dan kini mereka sudah di depan rumah mewah dengan pagar yang cukup tinggi.
Ketika keduanya benar-benar sudah di depan mata. Pikiran Kenzie kian berkecamuk dan rasa penasaran itu mulai tumbuh untuk mencari sebuah jawaban.
"Jika ada yang berbicara kasar, jangan biarkan emosi menguasaimu." Seraya berjalan Ardi pun mengingatkan kembali Kenzie agar tidak meladeni tuang rumah.
Kini mereka sudah sampai di depan pintu dan sosok wanita tengah berdiri menunggu seseorang yang kini di hadapannya.
"Ardi ... akhirnya kamu datang juga!" ucap wanita itu dengan mata berkaca-kaca.
"Hmm, aku datang untuk Ibu." Jawab Ardi.
Sejenak, bu Lidya menatap wajah sang menantu. Ia pikir jika wanita di belakang Ardi akan marah dan tidak mau menemani anaknya datang, tapi siapa sangka ... untuk kali pertama putranya datang bersama sang istri.
"Kenzie, maaf jika aku terlalu egois dan sedikit memaksa agar kalian bersatu." Wajah itu, wajah di mana seorang wanita mengusap buliran air mata.
"Bu, jangan bersedih. Aku tidak marah karena semua itu sudah terlanjur," ucap Kenzie dengan senyuman penuh kepalsuan.
"Aku hanya ingin jika putraku bisa mendapat kebahagiaan dan kehidupan layak bersama seseorang." Bu Lidya tersenyum, tampak lega setelah Kenzie mengatakan.
Belum sempat Ardi bertanya soal kabar ibunya. Seseorang dari dalam sana datang menghampiri dengan memasang wajah tidak suka.
"Aku tahu kalau kedatanganmu ke sini untuk meminta harta, 'kan? Jangan harap dengan membawa wanita rendahan seperti dia bisa membawa—."
"Cukup dengan omong kosong ...!" Kalimat Kenzie terhenti ketika tangannya ditarik oleh Ardi.
"Apa yang ingin kamu katakan, coba ulangi."
Namun, Kenzie tidak berani bersuara ketika Ardi memintanya untuk tidak terkecoh oleh ucapan dari neneknya.
"Bu, bisakah kita masuk karena makanan sudah siap!" ajak bu Lidya yang tak mau anak dan neneknya akan bertengkar.
"Boleh, tapi jangan biarkan mereka membawa pulang makanan yang ada di meja." Jawab mertua bu Lidya.
"Sehina itukah di mata mereka sampai harus berkata sedemikian," batin Kenzie dengan hati mulai memanas.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!