NovelToon NovelToon

Kulepas Dengan Ikhlas

Prolog

Shintia Azka Nabila, atau biasa di panggil Nabila atau Nabil oleh teman-temanya. Anak satu-satu nya dari pasangan bapak Arkan wijaya dan ibu Arina. Merupakan seorang pengusaha di bidang kuliner, yang cabang restoran nya sudah bercabang kemana-mana.

Terlahir ketika usia kedua orangtuanya merangkak paruh baya, membuat dia lebih terlihat seperti seorang cucu dari pada Anak di keluarga tersebut. Bahkan kehadiran nya sempat tak disadari oleh kedua orangtuanya, yang pada saat itu memang sudah pasrah dengan keadaan. Karena sudah lama membina rumah tangga namun tak segera dikaruniai seorang buah hati di dalam nya.

Hingga setelah menunggu sekian lama, akhirnya Allah SWT memberikan juga kepercayaan itu dengan menghadirkan sosok Nabila kecil dalam keluarga tersebut.

Cantik, murah senyum, pintar, dan sholehah. Merupakan sedikit dari definisi untuk menggambarkan betapa mengagumkan nya seorang Nabila selama ini. Hidup dalam limpahan kasih sayang layak nya anak tunggal pada umum nya.

Mereka bilang, Nabila anak kesayangan yang selalu dimanja dalam keluarganya. Padahal kenyataan nya tak seperti apa yang mereka bayangkan selama ini. Sebab selain kasih sayang, dia juga diajarkan kemandirian sejak dini, dan itu terbukti dari niatan nya yang sangat ingin merasakan hidup mandiri di Pondok Pesantren. Jauh dari jangkauan orangtuanya.

" Woi Bil !! Asyik banget baca buku nya. Jangan serius-serius napa? Udah mau lulus juga, masih aja! Lo gak bosen apa, setiap hari di depan tulisan muluk " Ucap seorang gadis remaja bernama Vika. Merupakan salah satu sahabat Nabila yang amat sangat terkenal dengan sikap teledor dan mulut nya yang Asbun (asal bunyi).

Nabila terpaksa menutup buku nya dengan kasar, kemudian melirik sedikit kearah gadis cantik berambut merah terurai itu dengan tatapan jengah. " Apa-apaan sih lo Vik, berisik tau gak? Mending pulang aja sana! " Usir nya jengkel.

Beginilah kehidupan Nabila setiap hari yang kudu harus menambahkan kesabaran agar kuat menghadapi gempuran dua sahabat nya yang selalu bikin rusuh. " Astaghfirullah, sabar.... " Gumam nya lirih.

Vika pun hanya mendengus kesal, lalu memicingkan matanya sebelah sambil melihat ke arah Nabila dengan berdecak lirih. " Ini bagaimana sih konsep nya? Baru juga datang, udah main usir-usir aja, gak asyik lo ah! "

" Siapa suruh? Baru dateng udah bikin rusuh. Dasar! Kebiasaan buruk." Sahut Nabila sembari mengangkat buku yang dibaca nya tadi untuk mengipasi diri, sebab tiba-tiba saja kantin sekolahan mendadak panas dan bikin gerah." Ini juga si Zahra, kemana aja sih dia? Beli bakso dari tadi kok ndak balik-balik, lama bener. Mana udah haus banget lagi! " Omel Nabila tiada henti.

" Ya mana ku tahu? Lagi apel mungkin." Jawab Vika acuh, memilih mengabaikan ocehan Nabila dengan menggeser salah satu kursi di sebelah gadis itu dan langsung asyik berselancar ke dunia maya, berniat Mengupload beberapa foto selfi yang sudah di ambil nya tadi ke Instagram milik nya. " Ya ampun, cantik nya gue. " Ucap Vika dengan kepercayaan setinggi langit yang hanya mendapatkan lirikan acuh dari Nabila.

"Gila ya? Punya temen gini amat kelakuan nya. " Sindir Nabila dengan nada jengah.

"Ih, biarin. Suka-suka lah, wajah-wajah gue. " Balas Vika sewot.

Setelah sukses Memposting tiga foto selfi yang menurut nya cantik, Vika pun menaruh Handphone miliknya ke atas meja. Kemudian mengedarkan pandanganya untuk mencari-cari keberadaan satu temanya lagi yang sedari tadi masih saja belum kelihatan batang hidung nya. Padahal Vika kalau sudah urusan memilah milih foto untuk ia upload di sosial media cukup memakan waktu yang lama loh! Tapi kenapa ini si Cicak satu itu masih tak kunjung datang juga.

"Emangnya si Cicak lo suruh beli bakso di mana sih Bil ? Nyasar apa bagaimana nih orang ! Lama bener baliknya" Tanya Vika yang juga mulai bosan menunggu.

" Ya di tempat biasa nya lah, emang mau di mana lagi? kan yang jual bakso di kantin ini cuman satu orang doang. Beneran Ngapel dulu kayak nya nih orang sama pak Azam!"

Mendengar kata Pak Azam di sebut, entah mengapa membuat gadis penyuka gosip itu langsung On. Bergegas beringsut mendekat ke arah wajah Nabila. " Ah, yang bener Bil? jadi mereka beneran udah pacaran?

Wah...Akhirnya, si Cicak luluh juga dengan pesona pak Az....... "

Tuk!

"Akh! "

Belum sempat Vika menyelesaikan ucapan nya, Nabila keburu menyentil dahi Vika dan mendorong kepala si Ratu gosip itu agar menjauh darinya, menggunakan satu jari telunjuk dengan tatapan kesal.

" Sakit banget anjir.... Lu lama-lama mirip banget kayak Algojo ya Bil, setiap hari kerjaan nya main pukul mulu. Heran gue?" Vika membulatkan matanya marah pada Nabila. Mengusap-usap dahinya kasar untuk menghilangkan rasa sakit sembari menggerutu.

“Sukurin! Emangnya enak kena Jitak. Mau lagi gak? Biar gue tambahin kalau kurang.” Sahut suara cempreng dari arah belakang, yang tak lain dan tak bukan adalah Zahra. Orang sedari tadi menjadi perbincangan mereka berdua.

Akhirnya, Gadis penyebab dari kekesalan merekapun muncul dari arah belakang. Zahra melirik kesal ke arah Vika dengan tatapan sengit seperti musuh. Kemudian menaruh dua buah mangkok yang berisi bakso super pedas beserta es teh manis kesukaan mereka ke atas meja, dengan sedikit membantingnya.

"Ish... Apaan sih lo Ra? Pelan-pelan kan bisa. " Sahut Vika langsung.

" Lo yang apaan! Udah tahu punya temen mirip Preman, masih aja berani ngegosip dibelakang! lo gak takut gue begal setelah pulang sekolah heh? " Balas Zahra tak kalah sengit, tapi justru malah menarik kursi disebelah Vika dengan santai.

Vika pun menoleh, menggeleng kecil sembari menampilkan senyum cengengesan. Mengangkat jari telunjuk dan tengahnya tinggi-tinggi membentuk pola V di tangan kanan nya. " Ya elo sih, beli

bakso aja lama bener! Berasa beli di Amerika tau gak? Padahal mang ujang aja mangkalnya masih di situ-situ aja, belum pindah."

"Hu'um, bener tuh. " Sahut Nabila ikut menimpali. Membuat Zahra sedikit emosi.

“ Eh, kalian berdua. Emang lu kira beli itu gak pakai ngantri apa? Gak lihat, mang ujang nya aja sampek gak kelihatan kayak gitu.” Jawab Zahra sewot, “ Lagian siapa juga yang lagi ngapel sama Pak Azam? Ngarang aja kalian. ” Gumamnya lirih, lalu mulai menyendok kan kuah Bakso favoritnya itu sedikit-demi sedikit kedalam mulutnya.

Nabila terdiam, memilih menggidikan bahu. Malas untuk berdebat. Sedangkan Vika, mana bisa dia sehari saja tidak berdebat. Bisa-bisa dunia akan sunyi kalau tuh cewek satu diam.

" Ya udah sih...gitu aja marah-marah." Balas Vika yang kini sudah fokus kembali ke layar Handphone milik nya.

Nabila hanya bisa menghembuskan napas nya jengah melihat pertengkaran ke dua nya, heran juga dengan kelakuan mereka. Padahal jika salah satu nya gak ada saja pada sibuk nyariin, Eh...giliran ketemu selalu bikin pusing. Tapi ya sudahlah.. mending dia makan bakso aja dari pada ngelihatin mulut manyun Vika yang selalu bikin sakit mata.

“ Hemmm...Masya Allah, kok bisa sih ada Bakso se_enak ini?” Puji Nabila pada makanan berkuah tersebut, mencoba mencairkan suasana yang mulai hening .“ Lo mau Vik? nih..”

Nabila mencoba menawarkan sedikit Baksonya kepada Vika, namun hanya dibalas dengan gelengan kecil. Masih betah menampilkan muka cemberutnya “ Gak Bil, makasih. Gue gak lapar!” Jawabnya ketus sambil mencuri lirik ke arah Zahra.

Nabila menghela napasnya lelah, ternyata perang dingin antar ke duanya masih berjalan pemirsa. Dan kali ini Nabila memang harus jadi wasit sementara untuk mendamaikan mereka.

Di tatap nya Vika dan Zahra secara bergantian. " Udahlah...kalian itu

pada ngapain sih? Ngeributin hal-hal yang gak penting kayak gini! Gue pusing tau gak! ngelihat nya. Kepala gue berasa mau pecah." Ucap Nabila mencoba menengahi.

Vika dan Zahra pun saat ini justru malah kompak menggidikan bahunya acuh secara bersamaan, Zahra kembali sibuk dengan baksonya. Sedangkan Vika justru Asyik dengan Hp miliknya.

“ Oke, oke! gue minta maaf. Tadi itu gue cuman ngasal ucap aja mengenai Lo dan pak Azam Ra. Habisnya bikin nunggu lama sih. ” Ucap Nabila mencoba menjelaskan, lalu beralih menghadap ke arah Vika.“ Dan buat lo Vik, gue gak mau minta maaf ya karena gue salah.”

“ Loh, kok gitu? padahal jidat gue sakit loh Bil kena sentil. ” Sela Vika tak terima karena merasa sakit nya terabaikan.

“ Ya anggap saja itu balasan buat elo yang terlalu Kepo!.” Sahut Zahra langsung.

Nabila melirik keduanya dengan senyum yang terlipat ke dalam. Tertawa dalam hati diam-diam

melihat ekspresi muka kedua sahabatnya yang alih-alih marah, malah justru terlihat sangat menggemaskan.

"Ih.... Sebenernya masih sebel. Tapi ya udah deh, gue maafin. " Ucap Zahra akhirnya.

Vika dan Zahra. Dua orang sahabat yang ikut andil mewarnai hari-harinya. Meski membuatnya pusing tujuh keliling dengan segala perdebatan mereka berdua yang tak penting. Namun selalu jadi orang terpenting dalam Hidup Nabila. Yah, begitulah berarti nya mereka berdua.

" Ekhm... Btw tumben banget belum pulang Vik? Bukanya supir lo selalu tepat waktu jemput nya? " Tanya Nabila basabasi untuk mengalihkan topik pembicaraan.

" Iya, tumben banget, biasanya anak Mami udah bobok siang jam

segini? " Timpal Zahra meledek.

Vika mendengus kesal mendengar ledekan Zahra. " Tuh kan? Si Cicak mulai lagi tuh Bil! " Rengek gadis itu meminta pembelaan.

Nabila menggeleng heran dengan kelakuan keduanya, baru saja didamaikan, kini sudah mulai lagi. " Ra.. Stop! Please. jangan godain Vika lagi." Mohon nya pada Zahra agar berhenti menggoda gadis manja itu.

Vika tersenyum pongah, merasa menang. " Yes.... akhirnya ada yang belain juga. Makan tuh bakso sendiri, Nabila sekarang temen gue ya. "

" Issh..... dasar bocah! Pulang sana. "

Astagfirullah...sepertinya cukup perdebatan untuk kali ini, karena alih-alih menyahuti ucapan Zahra, kini Vika justru malah mengeluarkan sebuah kertas yang dilipat kecil ke atas meja dan menyodorkan nya tepat dihadapan Nabila.

" Nih, buat lo Bil. Siapa tahu minat. "

Nabila mengernyit bingung. "Apa nih? " Tanya Nabila penasaran.

Zahra ikut melirik kertas tersebut dengan memicingkan salah satu matanya." Surat cinta lagi? " Tebak nya yakin, karena memang hampir setiap hari Si Nabila mendapatkan itu dari para penggemar nya di sekolah ini.

Vika menggeleng cepat. " Bukan, ya! Enak saja. Udah baca aja sendiri Bil."

Nabila mengambil kertas tersebut lalu membuka dan membacanya dengan teliti. Seketika matanya terbelalak tak percaya. Dia sama sekali tak menyangka jika kertas yang dibacanya saat ini ternyata adalah selembaran brosur yang berisi tentang persyaratan pendaftaran Pondok Pesantren Nurul Quran impian nya, yang merupakan salah satu Pesantren Modern yang terletak di pinggiran kota Jawa Timur.

" Lo dapat dari mana Vik, ini brosur! Alhamdulilah banget, akhirnya nemu juga. Gak nyangka gue bisa dapet ini dari lo. " Tanyanya pada Vika dengan nada antusias.

Vika tersenyum jumawa" Ya iyalah siapa gitu loh! Gak sia-sia usaha gue ngintilin nyokap ke pengajian

kemaren sore." Jawab Vika sambil minum es teh manis milik Zahra dengan santai.

Zahra berdecak lirih melihat kelakuan Vika sahabatnya yang main serobot saja. Tapi ya memang begitulah si Vika. " Tumben ikut pengajian? Biasanya aja selalu jadi tim rebahan. Habis dapet Ilham dari mana! Sampai hati lo bisa tergerak gitu" Sindir Zahra yang sukses membuat wanita slebor itu terpancing emosi kembali.

" Bisa gak sih sehari aja lo gak menghujat? Adem tentram pasti hidup Sultan gue Ra. "

" Bodoh amat! Kalo mau ngadem, siram aja itu kepala pakai air keran, dijamin gak hanya bikin lo adem tentram tapi juga demam! " Jawab Zahra sewot tak mau kalah, lalu merebut kembali gelas es teh manis miliknya dari genggaman tangan Vika.

Keduanya kembali terpancing emosi saling mengejek satu sama lain yang kali ini hanya dibiarkan saja oleh Nabila. Serah kalian aja lah….! yang penting gue lagi bahagia.

Senyum manisnya kini terpampang nyata di wajah ayu Nabila. Dia merasa lega sekaligus bahagia

karena sebentar lagi ia akan bisa mewujudkan salah satu keinginannya.

Mengabaikan dua orang makhluk yang sedari tadi masih saja sibuk adu argument tiada henti, tak ada satupun yang mau mengalah.

Ck!! sungguh pertemanan yang sangat banyak menarik urat nadi dan melelahkan. Tapi ya.. mau

bagaimana lagi? justru ini lah keseruan dari apa arti persahabatan itu sendiri, yang kalo gak berantem ya gak rame!

Itulah mereka. Saling bilang berisik padahal diri mereka sendiri juga sama berisiknya. Tapi tenang, mereka saling sayang kok. Cuman ya gitu...

" Oh ya Bil, dapat salam tadi dari kak Veri.“ Lalu Kemudian mengerlingkan matanya ke arah Zahra malas-malas an “ Dan buat elo Ra, dapat salam dari Pak Azam. " tutur Vika yang memang seperti pos berjalan untuk keduanya, karena setiap hari ia akan menjadi tempat bertukar salam antara fans Nabila dan juga Zahra selama tiga tahun terakhir ini. Rekor banget emang mereka berdua! Yang jadi idola siapa? yang susah juga siapa? Resiko jadi buruk rupa ya gini, jadi POS aja Udah titik, gak pakai koma.

" He’em. " Dehem Vika dan Nabila berbarengan.

Merasa tak ditanggapi serius oleh keduanya Vika pun mendengus kesal. " Ish..! Heran gue sama kalian berdua. Udah jelas-jelas banyak banget yang suka tapi kenapa masih tetap aja di anggurin, kan sayang! "

Nabila menggeleng tak habis pikir " Ngapain sih Vik, bahas-bahas begituan males tahu gak? "

" Iya ih, gak penting banget ngurusin masalah cinta-cinta an kayak begitu, gue gak punya waktu ya? Buat kegalauan kayak lo. " Sahut Zahra ikut menimpali jawaban Nabila.

" Loh... loh.. kok jadi gue? Asem banget!!"

Keduanya hanya diam, malas menyahuti gerutuan si gadis slebor itu dan lebih memilih mengeksekusi bakso mereka kembali agar segera sampai kedalam perut. Enggan meladeni ucapan Vika yang sudah mulai ngalor ngidul gak jelas kayak biasanya.

Tiba-tiba Vika berteriak sambil menyipitkan matanya menatap mereka berdua "Tunggu dulu!"

Kedua wanita itupun berhenti makan, memicingkan matanya ke arah Vika

lamat-lamat.

" Kalian normal kan? " Tanya Vika ngawur.

Uhuk!! Uhuk!!

Nabila tersedak. Dengan cepat tangan nya mencari-cari letak gelas es teh manis nya di atas meja, sedangkan Zahra dengan sigap menyodorkan minumnya kehadapan Nabila dan

menepuk punggung wanita itu dengan pelan. Kemudian menatap Vika dengan pelototan tajam.

" Lo ngomong apaan sih Vik? gak jelas bgt banget. Bisa diam aja gak lo!" Sarkas Zahra dengan marah.

Wajah Vika mendadak Congo, mengusap kecil hidung nya untuk menyembunyikan senyuman kecil

di sana. Rasain! gue bales lo berdua.

Setelah dirsa lega, Nabila juga melirik kesal kearah Vika, lalu menoyor dahi sahabat nya itu dengan gemas. “ Begini banget…punya sahabat gila!”

" Nabila !! " Peringat Vika gak terima.

"Apa? " Jawab Nabila jengah.

"Lama-lama gue makin Oon jika setiap hari kena toyoran kalian berdua kayak gini ! Heran deh.... hobi banget ngebully! "

Tuh kan mulai lagi? Emang dasar mulut nih Anak. Minta di cabein Kayaknya.

" Lagian siapa suruh pikirannya selalu traveling kemana-kemana, padahal kita masih disini-sini aja. Nih gue tambahin. " Timpal Zahra menambahi toyoran lagi ke dahi Vika dengan gregetan.

Vika langsung berdiri sambil menghentakkan satu kakinya kesal.

" Ish! Kalian tega!, Ini itu udah termasuk KDS ya? " Protesnya dengan wajah memberenggut marah yang diiringi nada manja dan sembarangan.

"KDS? " Ulang Nabila memastikan.

" Iya, Kekerasan Dalam Sekolah! " Jawab Vika ngawur.

Nabila dan juga Zahra mendengus kasar. Menggelengkan kepala karena merasa jengah dengan

kelakuan satu sahabatnya yang kelewat sok tahu dan selalu Asbun.

“Terserah lo aja deh Vik! kita berdua menyerah dan pasrah. Udah gak kuat lagi. SUMPAH!”

Langkah Awal

Udara subuh yang dingin menggigit. Membuat seorang gadis berusia delapan belas tahun itu menggeliat lucu di bawah selimut tebal untuk mencari-cari kenyamanan dalam tidur nya. Mengabaikan suara Muadzin yang sedari tadi terus menggema menyerukan suara Adzan.

Sebenarnya Nabila sudah terbangun sejak lantunan merdu itu pertama kali di kumandangkan, namun ia masih saja bermalas_malasan di atas tempat tidur. Memejamkan mata nya kembali setelah mematikan dering Alarm di ponsel nya. Hingga gedoran kencang dari pintu kamarnya terpaksa membuatnya terbangun dan membuka mata.

duh…drug…dug.

“Bil!! Bangun. Buka pintunya! Ini gue.” Teriak suara cempreng seorang gadis yang jika terus di biarkan, mungkin sanggup memecahkan gendang telinga jika tak segera disuruh untuk berhenti.

Brak…..! brak….!!

Seketika Nabila membuka mata, tapi bukanya beranjak dari tempat tidur kini ia malah menarik bantal di samping nya untuk menutupi telinga. “ Apa_apaan sih tuh Anak, Subuh-subuh begini udah bikin onar aja di Rumah orang!” Gerutunya kesal. Mencoba mengabaikan.

“ Woi Bil ! Bangun woi !! Ya elah …lo tidur apa semaput sih? Lama bener bukain nya. “ Teriak si pemilik suara cempreng itu lagi dengan tak sabaran.

Nabila mendengus kesal, bersumpah dalam hati tak akan membukakan pintu tersebut sampai kapanpun, namun tetap saja melangkahkan kaki nya ke arah sumber suara dengan keadaan setengah sadar.

Ceklek !

Pintu terbuka. Menampilkan sosok Zahra yang kini juga masih sama berantakan nya dengan dirinya.

Muka bantal, rambut kusut acak-acakan, dan jangan lupakan baju Piyama kedodoran bergambar

doraemon. Mirip sekali gembel kesasar !

“ Lo ngapain sih Ra? Pagi buta kayak gini udah sampai sini aja! gangguin tidur gue tahu gak Lo!”

Harusnya saat ini Nabila masih bergulung di selimut tebal itu dan mendapat kehangatan lagi

dalam tidur nya, Bukanya malah apes kayak gini! Mendapatkan teriakan lantang dari suara cempreng mirip toa mushola. Bikin kepala nya di landa migren seketika !

“ Loh, loh! kok marah? Bukanya lo yang nyuruh gue datang pagi-pagi sekali tadi malem?”

Nabila hanya menatap sahabatnya itu dengan jengkel, lalu membiarkan pintunya terbuka lebar. Kemudian membalikan tubuh nya yang lunglai berjalan kembali ke arah tempat tidur “ Ya gak harus subuh-subuh juga kali Ra! Jam enam kek atau setengah tujuh kan bisa? ” Jawab nya malas_malasan.

Lagian bagaimana dia tidak marah? Jika harus di bangunkan dengan teriakan yang memekakkan telinga

sepagi ini. Emang dasar tuh cicak satu ! Ngeselin juga lama-lama! Bener kata si Vika.

Zahra hanya bisa nyengir tanpa dosa saat mendengarkan segala ocehan dari temanya itu, mengikuti langkah Nabila dari belakang dan menutup pintu kembali dengan pelan. “ Ya kan maksud gue biar gak kena macet Bil, kan lo tahu sendiri jalan raya kalau pagi sesak nya kayak apa? “

“ Auk ah!! Gelap. Serah lu aja deh. Bangunin gue lima menit lagi. ” Balas Nabila yang kini sudah membaringkan tubuh nya kembali di atas kasur king Size nya. Dan tak lupa mencuri lirik ke arah Zahra yang ternyata masih saja berdiri di depan pintu dengan tatapan datar ke arah nya.“ Masuk! Ngapain lo masih berdiri di sana? Mau jadi penjaga Kamar gue lo?!”

Zahra akhirnya bisa tersenyum lega, dan tanpa menunggu lama lagi ia pun melesat masuk semakin ke dalam saat sang empunya sudah memberikan nya izin. Kemudian ikut merebahkan badan nya di samping Nabila. Merentangkan kedua tangan nya dengan sengaja. “ Ah….nyaman nya…….”

“Aouw! Ishh….” Desis Nabila marah sembari menyingkirkan tangan Zahra dari muka nya. “ Awas ih! Jauh-jauh gak lo? ” Peringat nya kesal.

Zahra hanya menoleh, mengabaikan segala protes Nabila dan malah menarik hidung bangir Nabila sampai Memerah. “ Bangun! Jangan tidur lagi, subuhan dulu.” Goda Zahra sambil terkekeh ringan. Setelah itu mengganti posisi nya yang terlentang, menjadi menyamping menghadap kearah Nabila dan langsung memeluk nya erat.

“Lo itu kenapa sih Ra? Gue sesek napas nih! Lepasin gak?”

Zahra menggeleng. “ Gak mau! “ jawabnya dengan suara manja dan Malah semakin mempererat pelukan nya. “ Pagi-pagi udah marah –marah aja terus, gue sumpahin keriput baru tahu rasa lo.”

Nabila meronta minta di lepaskan, menolehkan kepala nya kesamping menatap Vika datar “Pagi-pagi udah ngeluarin sumpah serapah aja, balik ke diri sendiri baru tahu rasa lo!.” Ulang Nabila membalikan ucapan Zahra.

“ Ya habis nya lo kayak gak seneng gitu gue samperin, Padahal butuh perjuangan banget loh buat sampai ke sini Bil. Sampai-sampai gue harus mempertaruhkan jiwa dan raga tahu gak lo!” Jelas Vika mengebu_gebu.

“ Emang nya lo kira Rumah gue medan perang apa? Sampai harus mengorbankan Jiwa dan Raga segala!”

Zahra mendengus kesal mendengar jawaban sahabat nya itu yang terkesan meremehkan nya. “ Ya udah

kalau gak percaya, gue gak maksa juga.”

Padahal Zahra yakin, kalau sampai Nabila tahu perjuangan nya tadi buat sampai ke sini itu hampir saja membuat nyawa nya melayang karena kecelakaan. Dia yakin sahabat nya itu pasti akan langsung menangisi nya tanpa henti. Se_sayang itu memang Nabila pada nya.

“ Dasar Lebay! Bisa gak sih gak usah pakai nge_drama subuh subuh kayak gini?”

Zahra hanya menggidikan bahu nya acuh, kemudian bangun dari rebahan nya. Lalu berjalan ke arah balkon kamar Nabila untuk membuka jendela kaca gadis itu. “ Udah sana lo bangun! Wudhu, cuci muka atau apa lah. Yang bisa bikin mata lo melek! “

Kenapa jadi dia sendiri yang seperti tamu sih di kamar nya sendiri. “ Oke. oke! gue bangun sekarang. Tapi….Btw tadi yang bukain pintu buat lo siapa Ra?” Tanya Nabila kemudian. Mendudukkan tubuh nya di pinggiran tempat tidur sambil Mengucek mata nya lesu.

“ Om Arkan sama Bunda. Pas banget tadi pas gue mau pencet Bel, eh gak tahu nya mereka udah buka Pintu duluan. Kata nya sih mau Jama’ah subuh di Masjid.”

Nabila mengangguk saja menanggapi, kemudian menggelung rambutnya asal sebelum berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengambil air wudhu. “Lo apa gue dulu yang mau pakai kamar mandi nya Ra?” Tanya Nabila saat melihat Zahra juga sudah berdiri.

“ Lo dulu aja deh Bil, gue mau ke depan bentar. Markirin Motor sekalian ambil barang-barang.”

“ Oh…Ok!”

...…...

Nabila sekarang ini sedang berdiri di balkon kamar nya. Menikmati udara di pagi hari, sembari menunggu Zahra yang masih saja belum beranjak dari sajadah nya.

Dia merentangkan kedua tangan dengan memejamkan mata. Menyambut kedatangan sang surya serta menikmati setiap hembusan angin yang melambaikan rambut panjang nya.

“Bil.” Panggil Zahra. Membuat Nabila seketika membuka mata.

“Heemb…kenapa Ra?”

“ Nih kebaya pesanan lo.” Zahra menyodorkan sebuah bingkisan berwarna merah muda pada Nabila.

Dan seketika tersenyum saat melihat nya.

“ Alhamdulilah, warna nya sama kan seperti punya lo?”

Zahra mengangguk “ Iya, model nya aja yang gue bedain. Sesuai sama arahan yang lo kasih.”

Sebenar nya hari ini adalah hari kelulusan untuk mereka, dan itu sebab nya Nabila menyuruh Zahra

untuk datang pagi-pagi sekali. Karena dia ingin di dandani oleh sahabat nya itu, yang sangat terkenal akan kemampuan nya dalam mengaplikasikan Makeup.

“ Asyik!! Bakalan cantik banget nih kita.” Kata Nabila sambil membuka bingkisan tersebut dengan tak sabaran.

Nabila yakin, mereka berdua akan sangat mempesona dengan baju kebaya yang sudah di rancang

langsung oleh Mama Puspa, selaku orang tua dari sahabat nya Zahra yang memang sudah ahli nya dalam Urusan Jahit menjahit.

“ Ya iyalah, Nyokap siapa dulu gitu loh? Emak gue mah gak ada lawan kalau masalah beginian.” Seru Zahra yang membanggakan orang tua nya.

“ Ter The Best emang nyokap lo Ra! Gue ikutan Bangga.” Sahut Zahra mengakui.

Zahra terkekeh renyah saat mendengar pujian untuk ibu nya. “ Ya udah tunggu apa lagi? Cobain gih.”

Nabila mengangguk, lalu berjalan menuju kearah meja rias dan sudah berdiri di depan kaca. Mencondongkan badan nya

ke kanan dan ke kiri, seperti menari-nari sembari menempelkan kebaya tersebut dengan sesekali bersenandung.

“Bil.” Panggil Zahra tiba-tiba.

“ Hem?” Jawab Nabila tanpa mengalihkan pandanganya dari cermin yang ada dihadapan nya.

“ Lo beneran jadi mau Mondok di Pesantren Nurul Qur’an yang bertempat di Jawa Timur itu?” Tanya Zahra serius.

“ Insya Allah jadi. Tadi malem gue udah izin sama Bunda dan Ayah, Dan syukur alhamdulilah mereka menyetujui nya. ” Jawab Nabila yang kini sudah beralih menatap ke arah Zahra.“ Kenapa memang nya Ra?”

Zahra menggeleng lemah. “ Gak, gue cuman nanya aja, emang nya tak boleh?”

“Ya boleh_boleh aja sih? cuman rada kaget aja, Lo tiba-tiba tanya begitu. Biasanya kan acuh tak acuh. "

Sebenarnya Nabila rada heran dengan pertanyaan yang di lontarkan Zahra, tumben sekali dia membahas keinginan nya yang ingin masuk Pesantren. Padahal kan biasanya dia selama ini masa bodoh saja soal ini.

“ Tapi bil. Kalau lo jadi masuk Pesantren, terus bagaimana dengan cita-cita lo yang mau jadi seorang Dokter? ” Tanya Zahra lagi.

Nabila sempat mengernyit bingung, namun sedetik kemudian justru malah tersenyum kecil, ia sekarang paham bahwa Zahra mungkin sekarang ini sedang khawatir dengan masa depan dan cita-cita nya. So sweet banget emang sahabat nya yang satu ini.

Nabila menaruh kebaya nya di atas tempat tidur, kemudian berjalan menghampiri Zahra yang masih berdiri di balkon kamarnya “ Ya gak gimana-gimana lah Ra, kan niat nya gue cuman sementara aja mondok di sana. Hitung-hitung memanfaatkan waktu luang, agar tak hilang sia-sia. Lagian mau ngapain diem di Rumah? Mending di buat untuk memperdalam ilmu Agama saja sembari menunggu ijazah kita keluar.”

“oh...jadi lo masih mau wujudin cita-cita lo itu kan Bil?” Tanya Zahra memastikan.

“Tentu saja. Itu kan cita_cita gue? Dan impian lo juga kan. Tenang aja gue masih ingat kok.”

Dan jawaban Nabila akhirnya bisa membuat Zahra bernapas lega saat mendengarnya. Karena jujur saja ia takut jika Nabila melupakan cita-cita itu setelah mendapatkan impian ya yang lain. “ Alhamdulilah Bil kalau begitu, berarti kita jadi mewujudkan cita-cita itu barengan kan? Gue kira lo bakalan lupa sama janji kita."

Nabila terkekeh mendengarnya.” Ya gak mungkinlah yang bener aja, kalau bisa Wujudin impian dan

cita-cita itu secara bersamaan, kenapa enggak? Mondok itu adalah impianku. Sedangkan menjadi dokter adalah cita-citaku. Gue gak mau lagi Ra, Buang-buang waktu dengan menyianyiakan kesempatan yang ada.”

Zahra langsung mengangkat dua jari jempolnya dengan semangat 45.

“ Good. Gue bangga sama lo Bil.”

“Harus donk! Oh ya Ra, Lo masih ingat gak? sama Surat Al Ashar ayat 1 sampai 3? Yang pernah dibahas sama pak Azam dikelas tempo lalu itu?”

Zahra mengetuk-ngetuk dagu dengan jari telunjuk nya seperti berfikir “ Yang menjelaskan tentang manfaat waktu itu gak sih?”

Nabila mengangguk. “ Iya, yang mengajarkan manusia agar mau berlomba-lomba memanfaatkan waktu, dengan Sebaik-baik nya untuk hal terpuji sesuai ajaran islam.”

“ Oh iya, ya? Ada apa memang nya dengan surat tersebut Bil?”

“ Lo mau gak Ra, bersama-sama manfaatkan waktu sebaik mungkin agar tak terbuang sia-sia. Sayang

banget loh, kalau sampai kita tak menggunakan nya dengan benar. Sebab waktu tidak akan pernah terulang kembali meski sedetik saja. Membuat kita rugi sendiri jika sampai tak menjalankan hidup dengan sebaik-baiknya sesuai petunjuk Agama. ” Jeda sebentar yang di gunakan Nabila untuk mengambil napas, “ Bukannya gue sok agamis atau bagaimana, cuman ya… Selama kita bisa dan mampu untuk menghandle nya kenapa enggak? Iya gak sih? ”

Sejenak Zahra berfikir, namun satu detik kemudian ia mengangguk mengerti dan menyetujui perkataan sahabat nya tersebut.” Iya Ra, tapi….”

“ Oh ya, kalau lo sendiri mau menghabiskan liburan panjang ini kemana? ” Sela Nabila penuh siasat.

“ Yah….lo kayak gak tahu gue aja sih Ra? Paling juga sibuk ngebantuin emak gue potongin kain, atau kalau enggak gue cari aja kerjaan di rumah makan nya Pakde Jarwo, Nyuci piring atau apalah yang penting dapat uang. Lumayan kan buat bantuin nyokap?”

Tiba-tiba Nabila sudah menjentikkan jarinya berbinar, membuat Zahra terjingkat kaget melihat nya. “ Gue punya ide!”

“ Astagfirullah !! “ Pekik Zahra.

“ Apaan sih? Bikin kaget aja tahu gak lo?”

Nabila tersenyum penuh arti pada Zahra, yang langsung mendapat pelototan tajam darinya.” Jangan

Aneh-aneh deh Bil!” Katanya penuh peringatan.

“ Enggak! Gak aneh-aneh kok. Lo Su’udzon mulu bawaan nya deh Ra. Heran gue, kapan positif thinking nya sih? "

“ Siapa suruh bikin kaget sama pasang wajah horor kayak gitu? Ngeri gue ih, lihat nya.”

Nabila mendorong pundak Zahra jengkel sampai hampir membuat perempuan itu terjengkang.“ Yee…enak eja lo! Muka cantik kayak bidadari gini kok lo Katai horor sih. Emang lo kira gue setan apa? ” gerutunya kesal.

“ Udah ah, cepetan ngomong! Muter-muter mulu dari tadi. Kayak sepur aja.”

Nabila menghembuskan napas nya kasar sebelum berbicara.“ Begini Ra, Gimana kalo lo ikutan Mondok aja di sana, di samping bikin otak lo tercerahkan dan dapat ilmu. Hitung-hitung juga bisa

nemenin gue biar berasa gak sendirian di sana.”

“ Hah? Yang bener aja deh lo Bil”

“ Kok Hah? Bilang Alhamdulilah dong!!”

Zahra terlihat berfikir, menimang-nimbang usulan Zahra yang memang ada benarnya juga. Namun setelah di tunggu…….

Satu detik….

Dua detik…

Tiga detik….

Sampai empat detik…..

Tak lantas ada jawaban IYA, yang keluar dari mulut Zahra. Membuat Nabila tidak sabar dan malah

menoyor dahi perempuan itu agar segera tersadar dari lamunan nya.

“Aow….Isshhh sakit Bil!” Desis Zahra kesakitan.

Nabila hanya bisa menatapnya jengkel “ Biarin, kelamaan mikir sih lo. Di ajak ke jalan kebaikan, malah kebanyakan alasan. Giliran cari uang aja lo semangat bener, Dasar! Mata duitan. Gue ogah temenan sama lo lagi.“

“ Loh? kok jadi Maksa?! “

“ Ya sekarang lo pikir aja deh, katanya mau berteman sama gue sampai ke surga? Mana ada pintu

surga akan ke buka untuk manusia yang bentukan nya kayak lo gini? Nutup aurat aja ogah-ogahan kayak gitu! Ingat Ra, di surga itu gak ada yang mengumbar rambut kayak gini. “ Omel Nabila dengan menyentuh rambut bergelombang sepinggang milik Zahra.

Tiba-tiba saja Zahra langsung meloncat ke pelukan Nabila dengan

mengerucutkan mulutnya maju beberapa senti dari tempatnya.

“ Gak mau…” Zahra menggeleng manja, “ Gue maunya sama lo terus. Oke. Iya, iya. Gue setuju deh ikut lo mondok di Nurul Qur’an, tapi…gak janji yah, soal nya kudu ijin dulu sama nyokap. "

Nabila tersenyum merekah penuh kemenangan, lalu menarik kepala Zahra dari pelukannya.

“ Beneran ya, nanti gue bantu mintain izin deh sama tante Puspa. Di jamin pasti beliau bakalan setuju. Thanks ya Ra. "

"Hem." Zahra hanya mengangguk lucu, gemas sekali.

Sungguh, Nabila senang sekali pagi ini, gak menyangka Zahra yang awal nya sangat acuh sekali terhadap rencananya itu kini malah menjadi orang satu-satu nya yang mau ikut menemani menggapai impian bersama-sama.

"Ra? "

"Apa."

"Makasih sudah mau jadi sahabat gue ra. Lagian kalau gak ada lo Surga mana Rame? ”

Pondok pesantren

Suasana Pondok Pesantren begitu sangat kental terasa. Sayup-sayup suara para santri yang sedang mengaji mengusik kedalam jiwa. Membuat kedua sahabat itu tersenyum bahagia, meski hanya di tempatkan di ruangan kecil berukuran 3x2 meter. Sangat berbeda jauh dari ukuran kamar yang selama ini Nabila tinggali, tapi sudah sangat biasa bagi Zahra yang memang kehidupan nya biasa_biasa saja.

Saat ini Nabila sedang menyibak kan kain korden berwarna biru lusuh ke arah samping, lalu membuka jendela kecil yang berada di sudut ruangan dengan perlahan. Seketika bau harum tanah basah bekas guyuran hujan semalam, langsung saja menguar kepermukaan. Semakin membuat tenang pikiran.

"Akhirnya kesampaian juga kita Mondok di Pesantren ini ya Ra? " Ucap Nabila sembari menghirup udara pagi yang menyejukkan dalam-dalam.

"Iya Bil, dan gak terasa kita sudah menempati ruangan ini bersama-sama selama seminggu. Gue masih berasa kayak mimpi tau gak? Bisa hanyut ke sini ngikutin lo ! " Sahut Zahra yang kini sibuk memasukan baju milik nya yang sudah terlipat rapi ke dalam almari kecil di sudut ruangan.

”He’em.” Timpal Nabila hanya dengan deheman saja, tanpa mau menoleh sedikitpun ke lawan bicara nya.

Zahra hanya menggeleng dan tersenyum kecil melihat nya, entah kenapa sahabat nya itu bisa suka sekali dengan hujan beserta ***** bengeknya.

“ Ck…dasar si putri salju.” Gumam Zahra lirih.

Setelah dirasa cukup puas menikmati suasana dan keadaan sekitar, Nabila sedikit menolehkan kepalanya ke kebelakang. Guna memastikan jika sahabatnya itu masih ada di sana, dan tersenyum lebar saat mendapati Zahra yang sampai saat ini ternyata masih ada di tempat nya. Ini semua bukan Mimpi!!

Masya Allah. Nabila masih tidak menyangka bahwa Zahra kini ikut bersama nya, menutup aurat nya yang semakin membuat nya terlihat cantik dengan balutan hijab nya.

“ Lo ngelipatin baju se Pondok Pesantren atau bagaimana sih Ra? Dari tadi kok ndak selesai-selesai! Gak capek apa? ” Goda Nabila seraya menjatuhkan kepalanya di atas pangkuan Zahra yang sedang menyelonjorkan kaki nya.

Zahra langsung menunduk, memperhatikan wajah Nabila dengan mendengus kesal “ Apa sih Bil? Minggir sana jangan gangguin gue! Mumpung lagi sregep nih “

“ Gak mau! Enakan gini.” Kata nya santai sambil memperhatikan sederetan kuku cantik nya.

Dan okay! untuk kali ini Zahra akan membiarkan nya saja. " Serah lu aja deh Bil, tapi gue sambil lanjut ya? Awas! Turunin dikit kepala lo.”

Nabila terkikik geli melihat ekspresi Zahra yang kini sudah cemberut, Ada rasa kepuasan tersendiri dalam hati nya ketika sukses mengerjai sahabat nya yang satu itu.

“ Oh ya Ra, Ngomong- ngomong kapan ya kita mulai ngaji nya? Gue udah gak sabar mau ketemu Ustadz jomblo di Darul Qur'an ini yang katanya Masya Allah gantengnya. " Tanya Nabila sembari memainkan ujung jilbab Zahra dengan gerakan memutar.

Zahra memicingkan mata nya penuh selidik ke arah Nabila “ Jadi niatan lo ke sini itu cuman mau godain Pak Ustadz ganteng doang Bil? Bukanya cari ilmu? “ Jawab Zahra malas.

Seketika Nabila langsung terbangun dari pangkuan Zahra. Berdecak lirih dengan menatap gadis berhijab Moccha itu dengan memicingkan mata tak terima. “ Ihh….Enggak! “ Sergah nya mengelak.

Nabila sebenar nya tadi hanya ingin menggoda Zahra saja dengan berkata demikian, ingin menjahili sahabat nya itu untuk yang terakhir kali nya sebelum ia keluar mencuci pakaian. Eh…gak tahu nya sekarang malah dirinya sendiri yang malah balik di kerjai.

" Oh ya? La terus maksud nya gimana dong kalo gitu? Coba jelaskan! Otak Gue mendadak bodoh kalau sudah begini." Mampus lo Bil, siapa suruh dari tadi ngerjain gue mulu! Batin Zahra tertawa.

Nabila gugup salah tingkah dengan ucapan nya sendiri “ Emm….itu…anu, Gue…Cuma penasaran aja kok sama omongan Mbak-Mbak pondok tempo hari, sumpah! Gak bo’ong. Gak ada ya maksud yang lain-lain!! Apalagi seperti yang lo tuduhkan barusan. Lagian bukanya lo sendiri yang selalu dapat salam dari Ustadz Bilal? Ingat Ra, kita ke sini itu niat nya buat cari ilmu bukanya malah pacaran. “

" Lo apaan sih Bil? kok jadi gue?. Gak jelas banget omongan lo!! Gue gak nganggep ya asal lo tahu?!" Jawab Zahra tegas.

Nabila terdiam di tempat nya, memainkan tangan nya gusar mirip sekali orang yang sudah ketahuan pacaran oleh orang tuanya. Padahal tadi niat nya kan Cuma ingin menggoda saja! terus kenapa mesti merembet kemana-kemana gini sih?

Dug!!

" Aouw !! " Pekik Nabila kesakitan, karena sebuah bantal yang mendarat pas di kepala nya.

" Rasain, habis nya di ajak ngomong malah bengong. "

" Apa sih ra? Sakit ih! Udah ah, cari pembahasan yang lain aja!"

" Hilih, jujur aja lo tadi lagi ngebayangin Ustadz ganteng kan?"

Nabila menarik hidung Zahra dengan kuat, yang langsung di balas dengan geplakan pada bokong Nabila dengan keras. “Lepasin gak hidung gue!! sakit ih.. nangis nih? "

Nabila terpaksa melepaskan tarikan nya pada hidung Zahra saat melihat mata dari gadis itu sudah berkaca-kaca, padahal ia masih belum rela.

" Iya..iya... gue lepasin. Gitu aja mau nangis, dasar cengeng. " Kata Nabila sambil menghindari pukulan tangan Zahra menyamping.

Zahra berdiri dan berkacak pinggang " Eh... eh.... apa tadi lo bilang? gue cengeng? bukan nya kebalik? Hello... situ sadar gak sih? Pas bilang begitu. " Balas Zahra tak terima.

Bukan nya tanpa alasan Zahra bilang begitu, sebab kenyataan nya memang Nabila lebih cengeng dari nya. Dia ingat betul dengan kelakuan si cerewet itu yang selalu sedikit-dikit menangis. Contoh nya, melihat pengemis tua renta kesusahan berjalan di jalan, Dia nangis. Ke kunci di kamar mandi sekolah lamanya tiga menit saja, Doi juga nangis. Apalagi saat melihat Drama Opa korea nya yang ceritanya sad ending? Yoes, alamat pasti tambah nangis kejer deh, tujuh hari tujuh malam.

" Iya. Iya, gue ngalah. Lagian lo juga sih, siapa juga yang mau cari Ustadz ganteng di sini. Asal lo tahu aja ya Ra, gue itu kesini bener-bener mau memperdalam lagi ilmu agama gue yang masih cetek ini, Gak ada niat buat pacaran atau,,,apalah itu nama nya. Emang nya lo! Yang datang kesini harus gue paksa dulu?”

" Sindir aja terus...Sindir !!. Sampai lo puas " Sungut Zahra yang pura-pura ngambek sembari berdiri dari duduk nya dan berjalan ke arah meja kecil di samping almari, di mana buku dan kitab mereka tersusun rapi di sana. Lalu tangan nya sibuk mencari-cari sesuatu di atas meja tersebut.

“ Mana sih kertas nya? Perasaan kemaren gue taruh sini deh. “

Nabila memperhatikan gerakan Zahra dengan mengernyit penasaran "Cari apaan sih Ra? "

" Yes, ketemu. " Gumam nya pada diri sendiri, lalu dengan segera menyodorkan sebuah lembaran kertas yang tak tahu isi nya apa, ke hadapan Nabila. “Nih, kalau gak salah, nanti malam kita udah bisa mulai ngaji nya. "

Nabila langsung menyambar kertas tersebut dan membaca nya ” Nahwu. Sorof.....Ustadz Adam? " Baca Nabila dengan keras sembari melihat ke arah Zahra meminta penjelasan.

"He'em, pelajaran nya nanti malem itu langsung dua kitab, dan pengampu nya bernama Ustadz Adam." Jawab Zahra menjelaskan.

“Ini…? Ustadz Adam yang selalu di jadikan bahan ghibah para Mbak-mbak pondok itu gak sih? " Tanya Nabila memastikan.

Zahra mengangguk samar “Harus nya sih iya? Kalau di lihat dari daftar nama nya yang hanya satu di sana. "

Nabila langsung berdiri kegirangan. " Yeee,,,,,akhir nya…Sumpah demi apapun! Gue gak sabar. “ Teriak nya antusias. Tak sadar, jika sedari tadi telah di perhatikan Zahra dengan tatapan curiga. “ Harus banget ya? lo se_senang itu?”

Reflek Nabila langsung kembali terduduk, sedikit kikuk saat menyadari kelakuan nya yang memang sedikit agak berlebihan saat mendengar nama Ustadz itu di sebut. “ He…he…Maaf kelepasan.” Cengir nya ngeselin banget.

Lagian, siapa suruh setiap hari terus di cekokin sama Mbak-mbak pondok yang selalu bercerita tentang Ustadz-ustadz ganteng di sana. Nabila kan jadi terbiasa dan penasaran sekali. So...bukan salah Nabila dong!! Jika kali ini dia terlalu KEPO?!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!