NovelToon NovelToon

Boss Ku, Ayah Anakku

Si Kembar

"Bundaaa..gendong" gadis kecil itu merengek merentangkan tangannya ke atas meminta sang ibu menggendongnya

"Cih, gitu aja lemah" cibir anak lelaki yang juga seusia dengannya

"Bunda, liat itu abang mengejek ku kan" ia mengerutu kesal dan memalingkan wajahnya

"Dasar tukang adu, wleeeee!!"

Sang bunda hanya tertawa kecil melihat tingkah kedua anak kembarnya.

"Sudah..sudah. Abang jangan suka gangguin ade dong. Ade juga jangan cemberut terus, nanti cantiknya hilang lo" goda sang bunda dan menggendong putrinya

"Ayo kita pulang. Bunda mau istirahat. Habis kita istirahat baru kita jalan - jalan" seru sang bunda

"Yeeeeee!" teriak gadis kecil itu dengan girang. Sementara sang kakak hanya memutar bola matanya malas melihat sang adik.

Rara Anastasia berserta kedua anak kembarnya Rio Ananda dan Ria Ananda, baru saja menginjakkan kaki mereka di Indonesia. 5 tahun yang lalu ia memutuskan untuk meninggalkan Indonesia dengan rasa kecewa yang besar terhadap seseorang. Tetapi kehadiran Rio dan Ria adalah anugerah Tuhan yang memberikan kebahagiaan dan kekuatan untuk dirinya. Ia sungguh tak ingin lagi mengingat kenangan menyakitkan itu. Ia hanya ingin menjalani hidupnya sekarang dan meraih masa depan bersama kedua buah hatinya.

Besok ia akan memulai kehidupannya yang baru. Ia juga sudah mendapatkan pekerjaan di salah satu perusahaan ternama di Indonesia, DM group. Salah satu perusahaan di bidang properti yang sangat sukses.

Itu lah salah satu alasannya yang mengharuskan ia kembali ke Indonesia.

"Nah kita sudah sampai" ujar Rara sambil membuka pintu apartemennya.

"Kamar abang sama ade sebelahan ya" lanjut Rara

"Horeee! Ria punya kamar sendiri" Ria meloncat - loncat kegirangan. Sementara sang kakak langsung masuk kamarnya tanpa bicara

"Sekarang ade mandi dulu ya. Terus kemudian istirahat tidur. Kalo makanannya sudah siap, nanti bunda bangunkan" ia menuntun sang putri masuk kamar kemudian merapikan semua barang dan mengajak sang putri mandi.

Rara merasa sangat lelah hari ini. Bersyukur semua keperluannya dan kedua buah hatinya sudah di urus oleh orang kepercayaannya. Jadi ketika ia besok ke kantor, ia tidak perlu kuatir lagi.

"Lebih baik aku istirahat dulu" gumamnya kemudian memilih untuk merebahkan diri.

***

Seorang laki - laki tampan berkulit putih bersih, terlihat begitu fokus di depan laptopnya. Sesekali ia memijit pelipisnya dan menyandarkan tubuhnya di kursi kebesarannya.

Ia adalah Daniel Mahendra, seorang CEO muda di DM group. Ia salah satu pengusaha muda yang sukses dan cukup di perhitungkan dalam dunia bisnis. Dengan postur tubuh yang tinggi dan tubuh yang atletis, membuat ia menjadi incaran banyak wanita. Bahkan ada yang rela memberikan dirinya cuma - cuma hanya agar bisa bersama lelaki ini.

Tapi dari semua wanita yang pernah bersamanya, tidak ada satupun yang mampu membuat hatinya tertarik. Kecuali, dia—ahh

Ia menghembuskan nafasnya kasar. Andai waktu bisa di putar kembali, tentu hal bodoh itu tidak akan terjadi. Dan tentu saja ia tidak akan merasa di hantui rasa bersalah seperti ini. Sejak terakhir masa SMA mereka berakhir, dia tak pernah melihatnya lagi. Seolah gadis itu hilang bak di telan bumi.

Tok tok tok tok

Ketukan di pintu membuat ia sedikit tersentak, ia beralih menatap seseorang yang masuk ke dalam ruangannya.

"Maaf pak. Ini laporan yang saya terima dari bagian keuangan" Ujar Nita kemudian menyerahkan nya pada Daniel.

"Kapan sekretaris baru itu masuk kerja?" Tanya Daniel sambil memeriksa laporan keuangan tersebut.

"Besok pak. Tadi beliau sudah konfirmasi ke bagian HRD. Karena tadi pagi beliau baru datang dari Australia" Nita menjelaskan.

"Australia?" Daniel mengerutkan keningnya.

Seolah paham dengan ekspresi wajah bos nya, Nita kemudian memberikan penjelasan.

"Iya pak. Beliau lulusan dari salah satu universitas ternama disana. Dan beliau juga memberikan lamaran kerja melalui jalur online."

"Baiklah. Kau boleh keluar." Titah Daniel pada Nita.

"Saya permisi pak." Ucap Nita kemudian berlalu pergi

Daniel hanya mengganggukan kepalanya

"Lulusan Australia? Cih, sombong sekali" Daniel menggelengkan kepala dan kembali fokus pada pekerjaannya.

***

"Rio, Ria, sudah siap belum? " Teriak Rara memanggil kedua buah hatinya.

"Siaaaapp Bunda" ujar mereka serempak.

"Ayo" ajak Rara.

Mereka keluar dari apartemen dan menuju parkiran. Setelah memastikan kedua buah hatinya sudah aman di dalam mobil, barulah ia masuk dan duduk di belakang kemudi.

Ia melajukan mobilnya menuju salah satu mall. Ia sudah janji untuk mengajak putra putrinya bermain dan juga belanja semua kebutuhan mereka.

Sesampainya di mall, wajah bahagia Ria sangat terlihat. Sementara Rio hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku adiknya. Setelah puas bermain, Rara mengajak kedua buah hatinya untuk makan di restauran yang ada di mall tersebut.

"Ade sama abang mau pesan apa?"

"Bunda, ade mau nasi goreng aja sama ayam goreng paha." Jawab Ria.

"Kalo abang mau apa?" Tanya Rara pada putranya.

"Abang steak saja bun." Jawab Rio.

"Baiklah." Ujar sang bunda kemudian meminta pelayan restaurant untuk mencatat pesanan mereka.

Usai makan, Rara melirik jam di tangannya. Sudah hampir jam 9 malam. Waktunya mereka pulang. Anak-anak nya juga sudah terlihat lelah.

Setelah membayar tagihannya, Rara mengajak kedua anaknya untuk pulang. Sesampainya di rumah kedua anaknya memilih untuk masuk kamar masing-masing. Rara tahu keduanya sudah lelah dan mengantuk. Ia hanya tersenyum dan kemudian memilih untuk masuk kamar juga.

***

Ddrrrrtt..ddrrrtt

"Kalau ga penting mending lo tutup telpon nya." Ujar Daniel menjawab telponnya.

"Lo emang ga ada sopan nya ya." Terdengar suara mendengus kesal di seberang sana.

"Ngapain gue harus sopan sama lo. Tujuan lo nelpon gue apa?" Daniel melonggarkan dasinya dan beranjak menjauh dari meja kerjanya.

"Gue yakin lo suka sama kabar ini." David tersenyum lebar.

"Kalo kabar tentang cewek - cewek yang lo sewa, sorry gue lagi ga minat bro." Ujar Daniel sambil memandang kota Jakarta dari ruangan gedung bertingkat tinggi tersebut.

"Dia udah kembali bro..Rara is back." David memberikan informasi pada Daniel.

Seakan mendengar petir di siang bolong, Daniel sempat terdiam sejenak.

"Hei..lo masih denger gue kan?? Woiiiii Daniel!!! Seru David dari seberang telepon disana.

Daniel sedikit tersentak karena teriakan David di telepon dan tersadar kembali.

"Are you seriously telling this?" Daniel bertanya seakan tidak percaya.

"Sure. Tadi gue ngeliat dia ga sengaja di mall. Tapi dia ga sendiri. Ada 2 anak kecil bersamanya. Usianya kira-kira...4 atau 5 tahun gitu. Anaknya mungkin, soalnya manggil dia bunda gitu. Lo tau, doi sangat cantik bro.. gue aja hampir ga kenal tadi. jauh banget waktu kita jaman sekolah dulu. Kalo gue tau dia secantik itu, dari dulu aja gue pacari di—" Belum selesai dia bicara, sambungan telponnya sudah di putuskan sepihak oleh Daniel.

"H-halo..halo..Daniel! Dasar cowok labil." Gerutu David kesal.

Sementara Daniel, setelah mendapatkan kabar dari sahabatnya seolah bungkam seribu bahasa. Tubuhnya terasa tak bertenaga. Tiba-tiba saja tubuhnya melorot ke lantai. Setetes air bening jatuh di pipinya. Rasa bersalah itu muncul lagi di pikirannya.

"Apa yang harus gue lakuin Ra, biar lo maafin gue" Batinnya sambil menangis.

Cukup lama ia larut dalam kenangan masa lalunya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Akhirnya Daniel merapikan semua berkas-berkasnya yang di atas mejanya. Kemudian memutuskan untuk pulang ke apartemennya.

Bertemu Kembali

Pagi ini Rara begitu semangat menyiapkan sarapan untuk kedua buah hatinya. Ia membuat sandwich dan omelet kesukaan mereka. Tak lupa juga segelas susu coklat hangat.

"Rio, Ria, ayo sarapan sayang." Rara memanggil kedua putra putrinya.

Mendengar ibunya memanggil, langsung saja keduanya menghampiri sang bunda ke meja makan dan duduk manis.

"Abang sama ade yang pintar ya bunda tinggal kerja." Rara mengingatkan keduanya.

"Nanti ada kak Marwah yang akan menemani di rumah selama bunda kerja." lanjutnya lagi.

"Siap bunda." kata Ria dengan mengangkat tangannya hormat.

"Abang jangan nakal sama ade ya..ade juga harus nurut sama abang." Pesan Rara pada kedua buah hatinya.

" Tergantung sih bun." Rio mengangkat bahunya menanggapi ucapan bundanya.

"Kok abang gitu? Bunda ga mau ya denger kalian ribut nanti." Peringat Rara.

"Tuh bang dengerin kata bunda, wleee" Ria menjulurkan lidahnya ke kakak lelakinya itu.

"Gini ni bun yang bikin abang kesel." Rio melototkan matanya ke Ria.

"Sudah, sudah. Bunda berangkat kerja dulu. Yang akur pokoknya." Ucap Rara sambil mengecup puncak kepala kedua buah hatinya.

Tak berselang lama sang pengasuh anaknya datang.

"Marwah, saya titip mereka ya. Untuk makan siang kalian nanti, kamu pesan aja. Uangnya ada saya taruh di atas kulkas. Tanyain mereka nanti maunya makan apa. Saya pergi dulu." Rara memberikan perintah untuk pengasuhnya.

"Baik bu." Jawab Marwah.

***

Sesampainya di kantor, Rara menuju reseptionis memperkenalkan dirinya dan menjelaskan tujuannya. Setelah mendapatkan informasi yang dia inginkan, ia segera masuk ke dalam lift dan menekan angka.

Ting!

Pintu lift terbuka. Ia keluar dan berjalan mengarah pada ruang CEO. Tapi sebelumya ia menghampiri ruang HRD terlebih dahulu. Saat ia memasuki ruangan tersebut, berpuluh pasang mata menatapnya takjub. Bahkan ada yang berbisik - bisik mengenai dirinya.

Penampilannya hari ini sangat cantik. Ia memakai kemeja putih yang memiliki renda di bagian sikunya, rok span 7/8 berwarna abu-abu muda yang terkesan pas di tubuh rampingnya. Rambutnya yang bergelombang kecoklatan di biarkan tergerai begitu saja. Make up yang di gunakan pun terkesan minimalis tapi terlihat sempurna di wajahnya.

"Maaf, saya ingin bertemu dengan Pak Hans kepala HRD disini, dimana ya?" Ujar Rara ketika menghampiri salah satu karyawan disitu.

"Nona langsung masuk saja. Itu ruangannya." karyawan tersebut menunjukkan sebuah ruangan yang ada di sebelah kanan tidak jauh dari tempatnya berdiri.

"Terima kasih." ucap Rara sambil tersenyum.

Tok tok tok

"Permisi Pak."

"Aah nona Rara, mari silahkan masuk." Ujar Pak Hans sembari berdiri menyambut kedatangan Rara.

"Terima kasih Pak. Saya tadi diminta datang ke sini dulu, baru kemudian saya menemui CEO nya." Rara menjelaskan.

"Baik. Kalau begitu sebaiknya kita langsung ke ruang CEO nya saja. Beliau juga sudah menunggu anda."

Rara mengikuti pak Hans dari belakang menuju ruang CEO yang berada di lantai yang sama dengan ruangan HRD.

Ketika sampai di depan ruang CEO tersebut, Pak Hans berbicara dengan Nita sekretaris perusahaan ini. Rara di minta untuk menunggu sebentar. Kemudian pak Hans masuk terlebih dahulu. Tak lama pak Hans keluar, dan beliau mempersilahkan Rara untuk masuk ruangan CEO tersebut.

"Saya permisi dulu dan selamat bekerja." ucap Pak Hans.

"Terima kasih bantuannya pak." kata Rara dengan sangat sopan.

Rara menarik dan membuang nafas sebelum mengetuk pintu.

Tok tok tok!

"Masuk!" terdengar suara berat dari dalam ruangan itu.

Dengan sangat hati-hati Rara membuka pintu ruangan CEO dan menutupnya kembali. Ia kemudian berbalik dan perlahan menuju menuju meja sang CEO untuk memperkenalkan diri. Belum sempat ia bersuara, suara Daniel lebih dulu terdengar.

"Jadi kamu yang akan jadi sekretaris pribadi saya?" Tanya Daniel tanpa mengangkat wajahnya. Karena ia sedang sibuk dengan tabletnya.

"Iya benar pak. Nama saya Rara Anastasia. Saya mohon bimbingannya dalam pekerjaan ini." Rara memperkenalkan dirinya sambil menundukkan kepalanya.

Daniel yang tadi fokus pada gadgetnya mendadak berhenti ketika mendengar nama yang tidak asing di telinganya. Perlahan ia mengangkat kepalanya, untuk memastikan apa yang ia pikirkan ini nyata.

Dan betapa terkejutnya Daniel, ketika memandang sosok wanita yang selama ini ia cari. Wanita yang sudah membuat hatinya kesepian. Wanita yang sudah ia lukai harga dirinya.

"R-Rara..B-Benarkah itu kamu?" Tanya Daniel tergagap dan seketika ia berdiri menghampiri Rara.

Rara yang bingung kemudian mengangkat kepalanya menatap lelaki yang ada di hadapannya. Sekujur tubuh Rara serasa seperti jelly. Dunianya serasa runtuh seketika. Ia mundur beberapa langkah dan hampir saja ia tidak mampu menopang berat tubuhnya. Kenangan buruk itu kembali lagi di pikirannya. Ia mengepalkan tangannya dengan kuat. Matanya sudah basah karena air mata yang keluar begitu saja tak bisa ia tahan.

"Ra-rara..kamu ga apa - apa? " Daniel terlihat panik dan mendekati Rara.

"Jangan sentuh aku! Brengsek!!" Rara berteriak, menepiskan kasar tangan Daniel yang ingin menyentuhnya.

Untung saja ruangan Daniel kedap suara. Jadi tidak akan ada yang bisa mendengar apa yang terjadi saat ini.

"Ra, ku mohon jangan seperti ini. Kita bisa bicara baik - baik." Ucap Daniel dengan sangat lembut.

"Kamu yang membuat aku seperti ini!! Kamu yang sudah bikin hidup ku hancur!! Aku akan resign dari sini." Rara mengusap air matanya kasar, mundur beberapa langkah dan keluar beranjak pergi.

"Ra, tunggu dulu. Kamu ga bisa pergi begitu saja. Ra.. Rara!!" Daniel berusaha mengejar Rara. Ia tidak memperdulikan pandangan karyawannya kepadanya. Yang ia pedulikan cuma Rara saat ini.

Dengan langkah cepat Rara menuju parkiran dan memasuki mobilnya. Daniel terus saja mengejar tetapi ia kalah cepat. Rara sudah melajukan mobilnya melewati wajah panik Daniel.

"Shiitt!!" Daniel berteriak keras dan menendang udara.

Pikirannya seketika jadi kacau. Ia melonggarkan dasinya, mengacak rambutnya. Kemudian tangannya merogoh ponsel dari saku celananya.

"Halo Pak Hans, saya minta bapak antar kontrak kerja Rara Anastasia ke ruangan saya sekarang! " Ujar Daniel. Kemudian ia berlalu menuju ruangannya.

Sesampainya Daniel di ruangannya, ia mendudukkan dirinya di sofa. Ia memejamkan matanya sambil memijit pelipisnya.

"Permisi pak. Ini kontrak kerja yang Bapak minta tadi." Ujar Pak Hans.

"Letakkan saja di meja. Kau boleh pergi. Terima kasih." Ujar Daniel.

"Baik Pak." Pak Hans pamit keluar dari ruang kerja Daniel.

Ia berjalan melangkah ke meja kerjanya, membaca kontrak kerja Rara dengan perusahaannya.

"Kamu ga akan bisa jauh dari ku lagi Ra." Daniel memegang kontrak kerja tersebut dan menarik kedua sudut bibirnya ke atas, ia tersenyum.

Menceritakan Mimpi

Sesampainya Daniel di ruangannya, ia mendudukkan dirinya di sofa. Ia memejamkan matanya sambil memijit pelipisnya.

"Permisi pak. Ini kontrak kerja yang Bapak minta tadi." Ujar pak Hans.

"Letakkan saja di meja. Kau boleh pergi. Terima kasih." Ujar Daniel

"Baik Pak" Pak Hans pamit keluar dari ruang kerja Daniel.

Ia berjalan melangkah ke meja kerjanya, membaca kontrak kerja Rara dengan perusahaannya.

"Kamu ga akan bisa jauh dari ku lagi Ra." Daniel memegang kontrak kerja tersebut dan menarik kedua sudut bibirnya ke atas, ia tersenyum.

***

Sampai di apartemen, Rara langsung naik ke lantai atas dan masuk kamarnya. Ia melempar tasnya sembarang dan merebahkan tubuhnya di kasur. Sepanjang perjalanan pulang tadi ia terus berteriak mencaci maki Daniel dan menangis. Matanya bengkak, wajahnya sembab. Ia sungguh tidak menyangka hari ini adalah hari yang sangat sial baginya.

"Aku sunguh membenci mu Daniel. Sampai kapan pun aku akan tetap membenci mu" lirih Rara.

Air matanya kembali mengalir tanpa ijin darinya. Luka lama itu kembali terbuka. Bahkan lukanya masih belum benar - benar mengering.

"Aku yang bodoh terlalu percaya sama kamu..hiikkss..hikss..bahkan aku percaya kalo kamu benar - benar mencintaiku hiikkss.. ternyata itu semua bohong." Dengan suara sangat pelan dan air matanya terus mengalir.

Flashback On

Sejak kemarin Rara merasa tidak enak badan. Kepalanya pusing, perutnya mual, dan muntah - muntah. Ia tidak mampu berangkat sekolah dan hanya mengirim pesan pada teman sekelasnya bahwa ia sakit.

Rara hanya sendiri di rumah. Orang tuanya semua sudah meninggal. Ia anak yatim piatu dan tak punya saudara. Untunglah ia memiliki otak yang cerdas sehingga sejak ia masuk SMA mendapatkan beasiswa dari sekolahnya. Dan untuk kebutuhan sehari - hari, Rara menitipkan kue dagangannya ke warung atau toko.

Ia mencoba bangkit dari tempat tidur, masih memegang kepalanya dan tanpa sengaja ia melihat kalender di meja belajarnya. Ia mencoba mengingat sesuatu dan seperti orang syok, Rara membekap mulutnya sendiri.

"Tidak..ini tidak mungkin." Rara menggelengkan kepalanya dan ingin menangis.

Ia berdiri dengan perlahan berjalan ke meja belajarnya, meraih kalender disana. Matanya menatap setiap tanggal yang ada di sana. Seketika air matanya jatuh dan Rara terduduk lemas di lantai.

"Tidak..jangan..ini tidak mungkin." Ucap Rara masih tak percaya dan menggelengkan kepalanya.

Kemudian tangannya beralih pada perut datarnya. Apa mungkin ia hamil? Pikirnya. Haidnya sudah terlambat 2 minggu.

Ia tidak mampu berkata - kata lagi. Ia bingung dan hanya menangis. Ia tidak tahu harus melakukan apa. 2 minggu lagi Ujian Nasional. Ia meraih ponselnya bermaksud menghubungi Daniel. Tapi sama sekali tidak di angkat. Kemudian ia mengirim pesan ke Daniel

To : Daniel

Kita harus bicara ada hal penting yang ingin ku sampaikan.

Sekian lama pesan itu terkirim tapi tak ada juga balasan Daniel. Hati Rara semakin gusar memikirkan masa depannya seperti apa nanti.

Malamnya Rara pergi ke apotik untuk membeli testpack. Ia harus yakin dulu sebelum ia bicara dengan Daniel. Bagaimanapun Daniel harus tahu.

Pagi-pagi sekali Rara melakukan tes kehamilan. Ia meletakkan alat itu dan memejamkan matanya. Ia berharap hasilnya negatif. 5 menit kemudian ia membuka matanya dan apa yang ia harapkan tidak terkabul. 2 garis di sana terlihat sangat jelas.

Rara membeku. Ia hanya bisa menangis meratapi nasibnya sambil memegang perutnya.

30 menit kemudian Rara siap-siap berangkat sekolah. Ia naik bus seperti biasanya. Sesampainya di sekolah matanya menelisik setiap koridor dan lapangan sekolah. Ia mencari Daniel. Tapi yang ia cari tidak kelihatan.

Saat bel istirahat berbunyi, Rara segera keluar untuk mencari Daniel. Ia tadi sudah mengirim pesan untuk Daniel agar menemuinya di taman belakang sekolah. Saat ia melewati koridor kelas menuju Taman belakang, samar-samar ia mendengar namanya di sebut. Rara memperlambat langkahnya dan diam sejenak.

"Gue ga nyangka lo sanggup nyelesain 2 tantangan dari kita." Ardi menepuk pundak Daniel.

"Gue penasaran gimana caranya si culun Rara bisa jatuh cinta sama lo?" Tanya David.

Daniel kemudian mendekati David dan berkata "lo harus pintar - pintar ngerayu bro.. bahkan gue ga nyangka kalo bisa dapat perawannya dia. Yah meskipun dalam keadaan setengah sadar." Dengan bangganya Daniel berkata demikian kepada para sahabatnya.

Eric yang duduk di atas meja langsung berdiri. "Gila! Yang bener lo bro! Lo ga bohongin kita kan?" David dan Ardi hanya melongo menatap Daniel tak percaya.

"Emang selama ini gue pernah bohong apa." ucap Daniel menyakinkan mereka.

Ardi melemparkan kunci mobilnya ke meja David. "karena lo menang taruhan, mulai sekarang mobil gue jadi hak milik lo. Surat-suratnya semua ada di dalam mobil." Ucap Ardi menambahkan.

Tanpa mereka sadari, Rara yang mendengarnya, tak kuasa menahan laju air matanya. Hatinya begitu sakit mengetahui bahwa dirinya hanya di jadikan taruhan. Kehamilannya di jadikan taruhan. Pandangan Rara mulai kabur, dan semakin lama semakin gelap. Hingga ia jatuh tak sadarkan diri

Baaaaaaappp

Mendengar ada yang terjatuh diluar, Eric kemudian beranjak keluar kelas dan terkejut melihat Rara pingsan di depan kelas mereka.

"D-Daniel, R-rara pingsan! Cepat antar ke UKS!" Ujar Eric panik.

Daniel yang mendengar hal itu berdiri dan melihat Rara tergeletak tak berdaya di depan kelas mereka. Daniel segera mengangkat Rara ke ruang UKS. Banyak pasang mata yang melihatnya.

Daniel sangat gugup. Ia takut kalau Rara mendengar semua percakapan mereka tadi. Ia sungguh gelisah. Ketiga sahabatnya juga merasakan hal yang sama. Mereka yakin kalau Rara mendengar semuanya, sehingga ia pingsan.

Cukup lama Rara sadar kembali. Ia membuka matanya perlahan, kepalanya sangat pusing. Daniel yang melihat Rara sudah sadar datang menghampirinya.

"Apa ada yang sakit?" Daniel duduk di dekat Rara sambil menggenggam tangan Rara.

Rara menatap Daniel dengan tatapan terluka, menarik paksa tangannya dalam genggaman Daniel. Tanpa suara Rara menggerakkan tubuhnya perlahan turun dan berusaha berdiri walau ia merasakan tubuhnya sangat lemah dan kepalanya masih pusing.

Sesaat ia akan melangkah pergi, Daniel menahan langkahnya dan mencengkram tangannya "kamu mau kemana?"

Rara melihat kebawah ke arah tangannya dan kembali mengarahkan tatapannya pada Daniel.

"Lepasin tangan ku!!" suaranya gemetar.

Dengan sangat hati - hati Rara melangkahkan kakinya. Daniel berusaha untuk menahan kepergian Rara lagi dengan berdiri tepat di hadapan Rara.

"Ra, kamu istirahat dulu sebentar ya. Setelah itu aku antar kamu pulang." Ucap Daniel dengan nada khawatir.

Tanpa memandang Daniel, dengan suara bergetar Rara mengucapkan kalimat yang membuat hati Daniel sangat terkejut dan tak mampu berkata - kata lagi.

"Mulai sekarang jauhi aku. Terimakasih untuk semuanya. Anggap saja semua yang kita lewati tidak pernah terjadi. Mulai hari ini dan seterusnya kita kembali pada titik awal, di mana kita adalah orang asing dan tidak saling kenal. Dan ya, ku ucapkan selamat karena kamu sudah menang taruhannya. Bersenang - senanglah dengan hadiahnya." Rara menepuk bahu Daniel dengan pelan sambil mengusap air matanya kasar, tersenyum getir kemudian berlalu pergi meninggalkan Daniel yang diam mematung.

Kata - kata Rara sangat menampar dirinya. Tanpa ia sadari ia sudah menjadi lelaki brengsek. Ia berbalik dan hanya menatap punggung Rara yang sudah menjauh pergi meninggalkannya.

Flashback Off

* * *

Kamar terasa mulai gelap ketika Rara terbangun. Karena kelelahan menangis ia sampai ketiduran hingga senja menjelang. Kepalanya terasa pusing dan matanya juga terlihat sembab. Rara perlahan bangun dan duduk di tepi ranjang. Memandang langit yang terlihat mulai gelap berwarna kejinggaan dari jendela kamarnya.

Sungguh pemandangan yang sangat menenangkan tapi tidak mampu membuat hatinya nyaman saat ini. Sungguh hal yang tak disangka terjadi hari ini. Seseorang yang begitu ingin dia hindari seumur hidupnya, justru muncul dengan cara yang mengejutkan. Mengapa takdir begitu teganya mempermainkan hidupnya. Apa yang harus aku lakukan, batin Rara.

"Bunda, lagi ngapain?" Ria sudah berada di depan pintu kamar Rara.

Seketika Rara menoleh ke pintu kamarnya yang terbuka. Disana sudah berdiri gadis mungil yang cantik dan sangat menggemaskan.

"Bunda baru bangun tidur sayang. Kemari lah." Rara merentangkan kedua tangannya untuk memeluk Ria.

Gadis kecil itu segera berlari menghambur ke dalam pelukan sang bunda.

"Bunda, Ria lapar." rengek Ria.

"Benarkah? Aduh kasian anak bunda kelaparan. Ria tunggu bunda di bawah ya. Bunda mandi dulu. Setelah itu bunda masak makanan untuk putri bunda ya g cantik ini." ujar Rara seraya mengecup kedua pipi Ria.

"Baiklah bunda." Ria juga mengecup pipi sang bunda dan segera keluar kamar.

Selesai membersihkan diri, Rara bergegas ke dapur untuk masak makan malam. Ia membuka kulkas dan mengambil semua bahan yang di perlukan. Malam ini Rara membuat sup ayam, cukup sederhana menurutnya. Sementara Ria duduk santai menonton kartun kesukaannya di ruang keluarga sambil mulutnya tidak berhenti mengunyah cemilan walau matanya fokus ke arah televisi.

Rio yang baru keluar kamar hanya memandang datar pada adiknya. Ia menuju dapur mendatangi sang bunda dan memeluknya dari belakang. Kepalanya hanya sebatas pinggul Rara. Rara yang sedikit kaget melihat tangan mungil yg memeluknya dan tersenyum.

"Abang kenapa?" Rara berbalik dan mengusap lembut kepala Rio.

"Abang kangen bunda." Ucap Rio lirih.

"Bunda, apa boleh abang menanyakan sesuatu?" Ujarnya sambil menatap Rara penuh harap.

Rara membalas tatapan Rio dengan hangat dan penuh kasih sayang kemudian mengecup kepala putranya.

"Apa yang mau Rio tanyakan, hmm?" Ujar Rara.

"Benarkan ayah sudah meninggal? Tadi Rio bermimpi bertemu ayah."

Pertanyaan Rio sontak membuat Rara terkejut. Ia bingung harus menjawab apa pada putranya. Selamanya berbohong itu tidak akan baik baik kedua anaknya. Suatu hari nanti mereka pasti tahu kebenarannya. Rara mau kebenaran itu nantinya keluar dari mulutnya sendiri bukan dari orang lain. Ia tidak mau menyakiti mereka.

Rara mengajak Rio ke meja makan, dan mendudukkan putranya di kursi. Sementara ia berjongkok di depan putranya sambil menggenggam kedua tangan Rio.

"Apa yang abang mimpikan tadi?" Tanya Rara.

Rio mengerutkan keningnya seolah sedang berpikir kemudian menatap sang bunda. "Di mimpi tadi abang sedang main dengan ade di taman. Tiba-tiba ada seorang laki-laki menghampiri abang membawa 2 es krim. Ia memberikan untuk abang dan ade masing- masing satu. Laki - laki itu sangat tampan bunda. Tubuhnya tinggi dan kulitnya putih seperti abang. Setelah memberikan es krim dia bilang kalo dia adalah ayah abang sama ade. Habis itu dia pergi." Rio menceritakan mimpinya pada sang bunda.

Ketika Rara mendengar cerita mimpi putranya, hatinya sakit. Ia teringat kembali pertemuannya tadi pagi dengan Daniel. Tanpa ia sadari air matanya menetes, dan itu membuat Rio heran.

"Kenapa bunda menangis? Apa abang sudah menyakiti bunda?" Tanya Rio dengan sedikit takut.

Dengan cepat Rara menghapus air matanya dan tersenyum pada putranya.

"Tidak apa - apa sayang. Bunda hanya terharu mendengar cerita abang." Ujar Rara.

"Suatu hari nanti bunda akan cerita kebenarannya siapa ayah abang dan ade. Apakah dia masih hidup atau tidak. Tapi sebelum itu, apakah abang mau berjanji satu hal sama bunda? Apakah abang mau bersabar menunggu sampai nanti waktunya bunda cerita?" Lanjut Rara.

"Baiklah bunda, abang janji." ucap Rio kemudian menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking bundanya.

"Anak bunda memang hebat." ujar Rara sambil tersenyum dan mengecup puncak kepala putranya.

Sekalipun Rio masih sangat kecil, tapi Rio memiliki pemikiran yang sangat dewasa di banding Ria adiknya. Rio menuruni sifat Rara yang cerdas, pendiam, cekatan dan juga sangat berpendirian. Sementara Ria menuruni sifat Daniel yang perpeksionis, manja, apa yang dia mau harus tercapai, tapi jangan lupakan, Ria juga menuruni otak cerdas ayah dan bundanya. Rio dan Ria memiliki wajah perpaduan Rara dan Daniel, cantik dan tampan. Bahkan kecantikan dan ketampanan keduanya melebihi dari orang tua mereka.

"Bundaaaaaaaaa ade lapaaaarrr!!" Ria berteriak tanpa mengalihkan perhatiannya dari televisi.

"Abang ajak ade ke sini kita makan sama-sama ya" Rara meminta putranya mendatangi Ria.

"Baik Bunda." Ujar Rio.

Makan malam yang hanya mereka bertiga nikmati sudah selesai. Saatnya beristirahat. Rio dan Ria sudah kembali ke kamarnya masing - masing setelah makan malam. Sementara Rara mencuci piring dan membersihkan dapur dan ruang keluarga, setelahnya ia pun pergi ke kamarnya untuk beristirahat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!