"Bisakah kita bertemu jam 5 sore ini?" tanya Bella kepada kekasihnya yaitu Gabriel.
"Tidak bisa, Papa dan Mamaku hari ini merayakan pesta ulang tahun pernikahan mereka."
Bella hanya mengangguk saja kemudian memberikan ciuman di pipi Gabriel.
"Aku cinta kamu, sampai jumpa besok di kampus," kata Bella dengan tersenyum kecil.
"Aku juga cinta kamu, besok aku akan membawakan coklat yang banyak sebagai permintaan maafku."
Mereka lalu berpisah di depan gedung kampus, Bella tersenyum sendiri saat mengingat dia sudah berpacaran dengan Gabriel costa beberapa bulan yang lalu dan dia salah satu gadis yang beruntung.
Namanya Bella Louisa, gadis lugu berkacamata dengan rambut hitam yang ikal. Dia bukan gadis yang populer tapi beruntung karena mendapatkan Gabriel yang merupakan bintang di kampusnya. Sambil melangkah ke halte bus, Bella terus berkirim pesan kepada kepada Gabriel dengan kata-kata romantis mereka. Jika orang lain melihatnya maka Bella akan dianggap orang gila karena tertawa sendiri.
Tiba-tiba fokusnya berubah saat dia mengingat harus berbelanja kebutuhan untuk mengisi kulkas yang kosong, dia lalu turun dari halte dan berlari menuju ke supermarket terdekat.
"Roti, sayuran, gula...." Bella menghafal apa yang harus dia beli.
Dia masuk ke dalam supermarket dan mengambil apa yang harus dia beli sesuai keinginan ibu tirinya, jika tidak maka dia akan dimarahi oleh wanita tua itu.
"Okay, aku sudah membelinya dan aku harus pulang sekarang juga," kata Bella sambil membenarkan kaca matanya.
Dia keluar dari minimarket dengan tas belanja di tangannya, kemudian naik bus untuk sampai di rumah orang tua asuhnya yang selama ini merawatnya dari kecil. Nasibnya memang tidak seberuntung orang lain, dia diadopsi oleh keluarga sederhana di pinggir kota Milan dan terlebih lagi mereka selalu mengungkit biaya yang dikeluarkan mereka selama Bella tinggal bersama mereka.
Setelah sampai di rumah, Bella menemukan kedua orang tuanya bertengkar lagi dan kali ini sambil merusak barang-barang elektronik. Bella lalu memutuskan untuk lewat pintu belakang yang terhubung langsung dengan kamar kecilnya yang tidak bisa disebut sebuah kamar tapi gudang.
"Untuk apa kamu membiayai dia kuliah padahal uang itu bisa kita gunakan untuk membayar hutang," kata ibu tiri Bella, Lucia.
Terdengar suara barang yang dibanting lagi dan Bella segera masuk ke dalam kamarnya. Dia menaruh semua barang belanjaannya di lantai dan terdiam dengan air mata yang sudah mulai menetes dari matanya yang biru.
"Hahaha... aku muak dengan keributan di rumah ini. Jika mereka tidak suka padaku kenapa mereka mengadopsiku dari keci?"
Saat bersamaan ponsel milik Bella berdering, itu dari Gabriel.
"Hallo, babe."
"Hei, ada apa? Kamu sedang menangis?" tanya Gabriel dari telepon.
"Seperti biasa, orang tuaku bertengkar."
"Kamu harus bersabar. Setelah kita lulus kuliah nanti aku akan segera menikahimu dan mengajakmu keluar dari rumah neraka itu," kata Gabriel memberikan harapan besar kepada Bella.
"Terdengar menyenangkan dan aku tidak sabar untuk menikah denganmu," kata Bella sambil menyeka air matanya dan diganti dengan senyumnya yang manis.
"Oh tentu saja. Kita akan menjadi pasagan yang paling bahagia dan kita akan mempunyai anak-anak yang lucu."
"Hahaha... cukup halusinasinya. Aku harus mengakhiri telpon," kata Bella lalu melihat jam dinding yang seolah bergerak cepat.
"Bye, aku cinta kamu."
Bella tersenyum dan mematikan telponnya.
Tangannya bergerak meraih jaket tebal yang berada di belakang pintu, Bella memakainya dan dia memutuskan untuk keluar dari rumah ini sampai orang tuanya berhenti bertengkar. Bukannya ingin kabur tapi memang lebih baik Bella menghindar dari pada nanti menjadi amukan ibu tirinya yang sering memukulnya jika marah.
Saat situasi aman, Bella berlari lewat pintu belakang dan menuju ke cafe untuk sekedar menikmati coklat panas. Dia naik bus untuk sampai di cafe itu, di mana tempat dia sering menghabiskan waktu jika terlalu banyak masalah di rumah.
Setibanya di cafe.
Bella memilih tempat duduk di dekat meja, pelayan pun sudah tahu dia akan memesan apa lalu lekas mencatat pesanannya. Sementara menunggu coklat panasnya datang, Bella membuka buku novel romantis dan mulai membacanya.
Bell pintu berbunyi pertanda ada orang yang masuk ke cafe tersebut, Bella tidak melihatnya karena dia masih fokus pada bukunya.
"Aku mau memesan Tiramissu," kata gadis itu.
"Beri aku kopi panas dengan granulla di atasnya."
Suara yang terakhir membuat Bella melihat ke arah mereka. Sial! Dia adalah Gabriel dan seorang gadis yang cantik serta tas mahal di atas meja.
Bella seolah tidak dengan apa yang dia lihat, kekasihnya bersama gadis lain bahkan lebih cantik dari Bella bahkan terlihat berkelas. Bella masih diam, dia berpikir jika mereka hanya teman saja dan terus memperhatikan mereka.
"Sayang, kapan kita bertemu ayahmu? Kamu serius kan dengan hubungan ini?" tanya gadis itu kepada Gabriel.
"Alice, kamu harus bersabar. Ayahku orang yang sangat sibuk apalagi setelah kematian ibuku dia menjadi bertambah sibuk dengan pekerjaannya."
Tak disangka selama ini Gabriel berbohong kepada Bella jika orang tuanya masih lengkap bahkan tadi di kampus Gabriel menolak ajakan bertemu karena beralasan ingin menghadiri pesta ulang tahun pernikahan orang tuanya.
Tiba-tiba terdengar suara gebrakan meja, semua pengunjung cafe itu melihat ke arah Bella. Gabriel terkejut karena ternyata Bella berada di sana, Bella berlari keluar dari cafe itu dengan air mata yang sudah keluar dari matanya.
"Bella! Bella!"
Gabriel berusaha mengejar Bella dan dia meraih tangan gadis itu.
"Tunggu, Bella!"
"Lepaskan tanganku, Gabriel!"
"Maafkan, aku! Seharusnya aku tidak membohongimu. Aku dan Alice memang sudah dijodohkan."
"Lalu kenapa kamu mengajakku berpacaran jika kamu sudah ada calon istri bahkan kamu memberiku kata-kata manis dan mengajakku keluar dari rumah neraka orang tuaku," kata Bella sambil nafasnya terengah-engah.
Gabriel malah tersenyum mengejek. "Harusnya gadis jelek sepertimu sadar diri. Kamu bukan cinderella yang akan mendapatkan pangeran."
"Apa maksudmu?"
"Siapa juga yang mau menikahimu? Bahkan gelandangan di luar sana saja tidak akan sudi menikah denganmu."
Bella menampar Gabriel dan matanya menatap tajam ke arah pria itu.
"Terima kasih sudah membuatku sadar diri," kata Bella lalu berlari meninggalkan Gabriel.
Sakit hati ini memang tidak akan bisa disembuhkan. Kisah romansa manis yang dia selalu dambakan ternyata memang hanya sebuah ilusi. Kakinya terus berlari bahkan hawa dingin pun sudah tidak dia pedulikan.
Tanpa dia ketahui Bella tidak sengaja menabrak seorang pria dengan pakaian jas rapi dan terlihat sangat mahal. Bella merasakan semua otot pria yang di depannya begitu keras. Tanpa berpikir panjang dia memilih kabur dari pada berhadapan dengan pria menyeramkan itu yang membawa beberapa pengawal di belakangnya.
"Tuan Louis, apa kita perlu mengejar gadis tidak punya sopan santun itu?"
"Tidak perlu."
Suara langkah kaki terdengar mendekat dan nafasnya juga terengah- engah.
"Ayah?! Kenapa kamu ada di sini?"
Bella yang seolah mendengar suara Gabriel lalu menoleh ke arah belakang dan terkejut saat Gabriel memanggil pria itu dengan sebutan ayah. Jadi Gabriel Costa adalah anak dari Louis Costa? Pria mafia dan billionaire terkenal seantero Italia.
Malam penuh ketegangan di mana Louis Costa menghadiri pertemuan antara kepala klan mafia di sebuah ballroom hotel. Mereka memakai pakaian serba hitam dengan beberapa tatto di tubuh mereka apalagi para ketua klan membawa masing-masing anak buah mereka sendiri.
Seorang billionaire sekaligus mafia seperti Louis Costa memang selalu mendapatkan posisi duduk paling depan dengan wajah yang tegas dan berwibawa. Semua orang sangat menghormati Louis Costa apalagi para pemimpin klan lain banyak belajar darinya.
Jas mewah dengan jam tangan warna emas berada di tangan Louis, dia melihat jamnya karena pertemuan kali ini belum segera dimulai.
"Maaf, Tuan Louis. Ada beberapa yang belum datang," kata asisten pribadi Louis yaitu Alister.
"Kali ini aku memaafkan mereka tapi lain kali aku tidak akan datang lagi jika mereka terlambat seperti ini," ucap Louis yang tidak suka membuang-buang waktu.
Tak berselang lama, beberapa orang datang secara bersamaan, mereka tertawa sambil menggoa Louis, tapi wajah Louis tetap pada ekspresi dingin dan datar seolah tidak menyukai sikap mereka. Sementara itu Alister mengkode mereka supaya mereka bisa cepat duduk dan memulai musyawarah kali ini.
"Semua orang sudah hadir, mari kita mulai rapat ini. Dimulai dari Tuan Albert De Luca yang akan melayangkan gugatan kepada klan Naga Hitam karena sudah membatalkan kontrak secara sepihak," kata moderator yang memimpin jalannya rapat ini.
Louis Costa mendengarkan perdebatan demi perdebatan, dia tidak terlibat dalam hal ini tapi sebagai penengah supaya bisnis mereka bisa berjalan lancar. Baru 15 menit rapat semakin ricuh bahkan mereka terlihat sudah saling emosi. Louis Costa mengangkat tangan dan semua anggota terdiam.
"Aku pikir kalian sudah dewasa bahkan masalah sepele ini bisa diselesaikan dengan kepala dingin. Untuk klan Naga Hitam, kalian sudah membatalkan kontrak sepihak dan membuat Klan Naga Putih rugi besar dalam penjualan bulan kemarin. Kita tidak bisa membawa ini ke pengadilan negara karena sama sama jika menyerahkan diri sebagai penjahat tapi kita punya pengadilan sendiri yaitu di rapat ini..." Louis Costa menatap tajam ke arah Albert De Luca. "Sebagai hakim malam ini aku memutuskan Klan Naga Hitam bersalah dan harus membayar upeti sebesar 70% ke klan Naga Putih.
Ruangan yang tadinya tegang mendadak cair, Louis pun mengetuk palu dan menandatangi perjanjian tersebut sebagai saksi yang sah.
Louis Costa berdiri, dia keluar bersama para bodyguardnya menuju ke mobil. Rapat kali ini sangat membosankan baginya dan dia memutuskan untuk pergi ke klub malam sebelum pulang ke mansionnya.
Di dalam mobil mewah miliknya, Louis merasakan dadanya agak sakit. Dia melihat ke arah jasnya yang sedikit kotor seperti terkena bedak. Dia mengingat tadi sore ditabrak oleh seorang gadis dan gadis itu langsung kabur begitu saja.
"Kamu lihat ekspresi Albert saat kamu melayangkan denda kepadanya? Dia sangat kesal sekali dan membuatku sangat senang, orang angkuh seperti dia memang harus diberi peringatan," kata Alister sambil menyetir mobil.
"Hmmm..."
Alister penasaran dengan reaksi Louis, dia menoleh ke arah belakang dan melihat Louis sedang melamun.
"Fokuslah menyetir!" kata Louis.
"Baik, Tuan Louis."
Setelah sampai di klub malam, Louis melangkah masuk ke dalam sana. Beberapa wanita cantik sudah memperhatikannya tapi mereka tidak berani mendekati karena tahu siapa Louis Costa. Suara dentuman musik juga menambah kemeriahan malam ini, mereka menari, meminum alkohol dan saling menggoda satu sama lain.
Louis dan asistennya duduk di depan bar, memesan vodka dan beberapa air limun.
Siapa sangka sang mafia bandit seperti Louis bisa masuk ke dalam klub kelas bawah ini bahkan asistennya pun tak tahu alasannya.
"Tuan Louis, kamu mau mabuk malam ini?"
"Tidak."
"Lalu kenapa memesan banyak minuman beralkohol?"
"Kamu cukup diam dan lihat saja!"
'"Maaf."
Tak ada yang tahu isi hati Louis, tapi yang jelas orang sekitarnya mengira Louis masih terpukul dengan meninggalnya sang istri tercinta beberapa tahun yang lalu.
"Alister, tinggalkan aku sendiri!"
"Baik, Tuan."
Saat ini Louis sendirian sambil meminum vodka yang ada di depannya. Perasaan sedih saat mengingat ditinggal meninggal oleh istrinya membuat dia tidak sadar jika bangku di sebelahnya sudah duduk seorang gadis.
"Beri aku air putih!"
Louis menoleh, ia terkejut karena gadis itu adalah gadis yang menabraknya sore tadi.
Bartender memberikan air putih untuk Bella dan Bella meminumnya sampai habis tidak tersisa.
Air mata Bella mengalir bahkan hatinya sudah terlalu sakit karena pengkhianatan oleh orang yang dia cintai yaitu Gabriel Costa.
"Tolong berikan aku whiskey!" kata Bella yang belum sadar jika di sebelahnya adalah Louis Costa.
Saat bartender menyerahkan segelas vodka tiba-tiba Louis merebut gelas itu.
"Kamu?" kata Bella dengan tatapan seolah tidak percaya.
"Gadis tidak sopan," ucap Louis.
Bella berdiri karena saking terkejutnya dan matanya terus berkedip seolah memastikan jika dia memang melihat Louis Costa.
"Selain tidak sopan ternyata kamu gadis pemabuk."
Rasanya ingin menghilang saja dari sana dan Bella seperti merasa sial karena bertemu dengan ayah dari mantan kekasihnya.
"Aku bukan gadis pemabuk."
"Lalu kamu di sini sedang apa? Kamu juga memesan vodka."
"Itu bukan urusanmu!"
"Wajahmu terlihat sangat kesal saat melihatku. Ada apa?"
Bella menelan ludahnya, dia sangat bodoh karena ternyata pria yang dia pacari adalah anak dari Louis Costa.
"Karena kamu ayahnya Gabriel Costa," ucap Bella dengan suara lantang.
"Gabriel, kamu mengenalnya?" Pria itu bertanya pada Bella dengan mata birunya yang bersinar.
"Dia anakmu kan?" Bella mencari informasi lebih dalam.
"Kenapa aku harus memberitahumu? Kamu pasti tahu aku dan silsilah keluargaku."
Bella berdiri, dia merasa membuang waktu berbicara dengan pria yang sepertinya sudah mabuk tersebut. Ketika kakinya hendak melangkah pergi tiba-tiba tangan Bella ditarik oleh Louis sampai dia duduk di pangkuan pria itu.
"Apa maksudmu? Kamu kurang ajar! Lepaskan, aku!"
"Aku menangkapmu!"
"Dasar orang gila! Lepaskan aku! Tolong! Seseorang, tolonglah aku!"
Tak ada yang berani menolong Bella karena tidak mau terlibat dengan urusan Louis. Bella tetap berusaha untuk meloloskan diri dan tiba-tiba Louis meniup leher Bella sehingga gadis itu langsung diam seolah terhipnotis.
"Kamu tahu? Seorang Gabriel tidak pantas untukmu. Anakku sangat berharga dan aku tidak mau dia mendapatkan gadis pemabuk sepertimu," kata Louis setengah berbisik.
"Aku tidak mabuk, aku juga tidak mau memiliki hubungan dengan anakmu yang sudah selingkuh di belakangku. Aku pun menyesal pernah jatuh cinta padanya."
Bella lalu turun dari pangkuan Louis dan merapikan pakaiannya. Dia lalu menatap Louis dan menatapnya dengan kesal.
"Kamu sama saja dengan anakmu!"
Kaki Bella berlari keluar dari tempat tersebut. Sungguh sangat sial sekali ketika dia harus bertemu dengan ayah dari mantan kekasihnya.
Jalanan kota Milan masih ramai banyak kendaraan yang berlalu lalang. Tak ada tempat bagi Bella untuk pulang ke rumah saat ini karena situasi orang tua angkatnya yang masih bertengkar. Dari banyaknya orang di Bumi ini kenapa dia yang harus merasakan hal ini? Orang tua angkatnya tidak menyukainya, kekasihnya berselingkuh dan tadi malah bertemu dengan seorang mafia yang bisa saja membunuhnya saat itu juga karena dia yakin Louis membawa pistol di balik jas mewahnya.
"Aku harus kemana? Aku juga tidak ada teman dekat."
Ketiba Bella akan menyebrang jalan, tiba-tiba ada mobil yang melaju kencang. Bella terkejut dan langsung mundur akan tetapi dia malah terjatuh kemudian terbentur tiang sampai pingsan.
Louis mendekatinya dengan tatapan tanpa ekspresi.
"Tuan Louis, kamu kenal gadis ini?" tanya Alister.
"Ya, bawa dia masuk ke dalam mobil."
"Baik."
Mereka kemudian masuk ke dalam mobil mewah tersebut dan menuju ke mansion di mana Louis tinggal. Di dalam mobil Bella belum sadarkan diri dari pingsannya. Kesialan Bella kini bertambah lagi karena dibawa ke mansion milik Louis yang jarang didatangi orang lain.
Mobil membelah jalanan yang berada di tengah hutan jauh dari perkotaan. Malam semakin gelap dan di sepanjang jalan tidak ada lampu satu pun. Louis juga tidak tinggal bersama Gabriel, dia lebih memilih tinggal di mansion di tengah hutan seperti ini.
Setelah sampai mansion, Louis membawa Bella masuk ke dalam kamarnya. Siapa sangka kamarnya yang sudah lama tidak dijamah wanita kini didatangi mantan pacar dari anaknya.
Sekarang Bella sudah berbaring di atas tempat tidur. Dia masih pingsan dan keningnya terluka karena terbentur tiang tadi.
Tak berselang lama Bella pun bangun dari pingsannya. Dia pun mengucek matanya dan memperhatikan sekitar, saat matanya menangkap sosok Louis yang berdiri memperhatikannya, dia pun sangat terkejut.
"Kamu? Aku di mana?"
"Kamu belum minum whiskey tapi sudah mabuk," kata Louis menggoda.
"Sudah aku bilang aku tidak mabuk!"
Louis mendekat dan mengelus kali Bella, Bella mundur perlahan karena takut jika Louis melakukan hal mesum kepadanya.
"Apa yang kamu inginkan dariku? Kenapa kamu membawaku kesini?" kata Bella yang sangat bingung.
"Harusnya kamu berterima kasih karena kamu pingsan di jalan dan aku menolongmu."
Bella teringat jika tadi ada mobil yang hampir menabraknya dan dia malah terjatuh dengan kepala yang menghantam tiang di pinggir jalan.
"Harusnya kamu membawaku ke rumah sakit dan bukannya ke tempat aneh seperti ini," kata Bella.
"Tempat aneh? Ini kamarku, sayang."
Bella terkejut dan melihat disekelilingnya. Kamar yang sangat klasik dan dipenuhi dengan pajangan senjata di dinding.
Bella juga memperhatikan semua pakaiannya yang masih melekat di tubuhnya.
"Oh, kamu berpikir aku memperkosamu?" tanya Louis yang agak tersinggung.
"Aku ingin pulang." Bella berdiri tapi kepalanya terasa pusing, dia melangkah mundur dan duduk di tepi tempat tidur.
"Ini sudah jam 11 malam dan di luar sana hutan yang gelap. Jika kamu pulang sekarang maka kemungkinan kamu tidak akan selamat karena harimau berkeliaran saat malam hari," kata Louis.
"Lebih baik aku diterkam harimau dari pada diterkam olehmu di sini." Bella berdiri lagi tapi tubuhnya terhuyung kemudian Louis menangkapnya.
Louis membantu membaringkan Bella ke tempat tidur lagi.
"Jangan keras kepala! Asistenku akan mengantarmu besok pagi. Sekarang tidurlah dan aku juga tidak bernafsu untuk memperkosa tubuhmu yang kecil itu." Louis lalu keluar dari kamar sedangkan Bella mengusap wajahnya kasar karena tidak ada pilihan lain selain menginap malam ini di sini, di kamar seorang mafia.
Keesokan harinya.
Bella keluar dari kamar dan takjub dengan pemandangan mansion di depannya. Benar-benar seperti di dunia dongeng dan dia tidak menyangka mansion orang kaya seperti ini.
Bella lalu mencari di mana Louis berada karena dia akan menagih janji jika dia akan diantar pulang pagi ini.
"Kamu ditunggu Tuan Louis di ruang makan. Mari aku antar kesana!" kata seorang pria tua yang mengenakan pakaian pelayan.
Tak mau berpikir panjang, Bella mengikuti pria tua itu dan menuju ke ruang makan di mana Louis berada. Saat sampai di sana, dia melihat Louis sedang memakan sarapannya.
"Tidurmu nyenyak?" tanya Louis.
"Hmm... kasurnya sangat empuk tidak seperti di kamarku."
Bella duduk di seberang Louis dan di depannya terdapat steak yang sangat menggoda dan jarang sekali Bella memakan daging.
"Makanlah!"
"Di mana Gabriel. Dia tahu aku di sini?"
"Dia tidak tinggal di sini. Diam dan nikmati makananmu!"
Gadis itu segera memakan sarapannya, rasanya sangat lezat dan dia baru merasakan steak seenaknya ini.
"Kamu tidak diajari sopan santun oleh orang tuamu tentang tata cara makan di depan meja makan?" tanya Louis ketika melihat cara makan Bella yang aneh dan berantakan.
"Sebetulnya aku sudah tidak punya orang tua kandung. Aku tinggal bersama orang tua yang sudah mengadopsiku sejak kecil dan mereka memang tidak mengajariku hal tersebut."
Louis berdiri dan mendekati Bella kemudian mencium bibirnya. Bella terkejut bahkan garpu yang berada di tangannya terjatuh ke lantai.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!