Semilir angin yang lumayan dingin menemani Alwi dan Bunga yang sedang dalam perjalanan pulang.
Pelukan Bunga kepada Alwi diatas motor Vespa tua sedikit menghangatkan mereka berdua, mereka tertawa dan bercanda sambil menikmati indahnya suasana kota malam ini.
"Alwi, Lihat deh!, diatas ada yang ngikutin kita"
Ucap Bunga sambil menyenderkan dagunya di pundak Alwi.
"Siapa yang ngikutin kita Bunga?. Kuntilanak?"
"Yee. Bukan lah, tapi bulan sabit, lucu banget tau, tuh lihat!"
"Hmmm. Kirain apa, tapi masih lucuan juga wanita yang di belakangku ini"
"Ah kamu, kalau aku sih gausah ditanya, aku kan selain lucu cantik juga, perhatian, pengertian, rajin, emmm apalagi ya, oh iya satu lagi, aku itu orangnya ngangenin terus. Iya kan?"
"Iya deh lengkap kalo kamu. Tapi ada sih satu lagi yang belum disebutin"
"Hmmm apa emang?"
"Cerewet. Haha"
"Ih Alwi. Ngeselin yaa emmmmm"
Bunga menggelitik perut Alwi sampai merekapun saling tertawa lepas. Tapi setelah itu Alwi memegang tangan Bunga dan sedikit mengusapnya.
"Bunga?"
"Iya sayang kenapa?"
"Kita kan sudah empat tahun pacaran, kamu masih sabar kan nungguin aku?"
"Hmmm. Kalau boleh sabar sih aku pasti bakalan terus sabar Wi sampai kapan pun juga, aku ngerti ko keadaan kamu saat ini, yang jadi tantangan kamu saat ini kan cuma papa aku, tapi aku yakin ko suatu hari nanti papa bakal merestui hubungan kita, kamu semangat terus ya sayang"
"Tapi kadang aku pesimis Bunga"
"Pesimis gimana Wi?"
"Aku pesimis buat buktiin sama papa kamu kalau aku bisa bahagiain kamu nanti, kamu tau sendiri kan dari dulu papa gak pernah suka sama aku, mungkin karena pekerjaanku yang hanya sebagai OB. kuliahku juga sudah gak bisa aku lanjutin, aku gak tau bisa bahagian kamu atau enggak kedepannya"
"Wi, dengerin aku, aku gak pernah peduli sama pekerjaan kamu apapun itu, aku sudah tau persis perjuanganmu seperti apa selama ini, kamu juga kan harus merawat ibumu. Tapi aku selalu yakin kamu bisa bahagiain aku, aku juga bisa kan bantu kamu nanti setelah kita menikah, aku juga bisa sambil kerja, aku gak bakal resign kita berjuang sama-sama ya Wi"
"Aku tau kamu bisa terima aku apa adanya Bunga. Tapi papa kamu, dia mana mau menikahkan anaknya dengan orang sepertiku yang masa depannya belum jelas"
"Kamu jangan ngeluh gini lah Wi, masih banyak waktu ko, pokoknya aku gamau kamu nyerah, liat aku disini!, perjuangkan aku ya Wi aku mohon, aku gamau kehilangan kamu, aku benar-benar sayang Wi sama kamu"
Bunga pun mulai meneteskan airmatanya sambil menggenggam tangan Alwi.
"Aku juga gamau Bunga kehilangan kamu, mudah-mudahan rencana Tuhan lebih indah ya sayang, kalau berusaha aku pasti akan selalu berusaha buat masa depan kita, tapi aku juga harus realistis, pasti gak akan semudah itu"
"Udah Wi jangan dibahas dulu, aku jadi takut ah"
Alwi pun memberhentikan motornya di bahu jalan, kemudian dia turun dan langsung mengusap airmata Bunga. Bunga langsung memeluk Alwi dengan penuh rasa takut. Alwi mencoba untuk menenangkannya.
"Maafin aku ya, yaudah jangan dibahas dulu, udah jangan nangis, aku paling gak sanggup ngeliat kamu nangis kaya gini"
"Aku takut kamu nyerah terus pergi, jangan ya Wi jangan sampai kamu pergi ninggalin aku"
"Iya aku gak akan pergi sayang, yaudah yaudah maaf ya"
"Hmmmm"
Alwi terus mengusap-usap punggung Bunga, hingga Bunga kini mulai sedikit tenang.
"Kita lanjut jalan ya. Udah malem, nanti kamu dicariin coba sama orang rumah"
"Iya Wi, ayo kita jalan lagi!"
Akhirnya mereka melanjutkan perjalanan, tapi mereka mendadak jadi sama-sama pendiam, karena mungkin sama-sama kefikiran tentang obrolan tadi. Tapi Alwi terus mengusap tangan Bunga yang terus memeluknya sepanjang perjalanan.
Setiap hari Alwi selalu mengantar jemput kekasihnya itu, karena kantor mereka juga searah, Bunga bekerja di divisi Finance di salah satu perusahaan besar di jakarta, sedangkan Alwi hanya seorang Office Boy.
Harusnya Alwi sudah lulus kuliah dan punya pekerjaan yang lebih baik saat ini, tapi kuliahnya terhenti satu tahun yang lalu setelah Ayahnya meninggal.
Dia sempat bekerja sambil melanjutkan kuliahnya, tapi Alwi tak sanggup karena satu tahun ini Ibunya terkena penyakit yang lumayan parah dan harus berobat jalan sampai saat ini.
Beban Alwi semakin berat saat seminggu yang lalu papanya Bunga menanyakan keseriusan Alwi dengan anaknya. Bunga ini adalah anak pensiunan tentara, papanya lumayan dihormati didaerahnya, dulu papanya sempat merestui Alwi dan bunga karena papanya tau bahwa Alwi ini kuliah di salah satu kampus ternama dan Alwi juga merupakan anak yang pintar.
Ayahnya Alwi juga dulu merupakan salah satu orang lumayan terpandang di daerahnya, tapi karena penyakit, ayahnya meninggal dan sampai hartanya habis dipakai berobat hingga Alwi tidak bisa melanjutkan kuliahnya.
Kini Alwi hanya tinggal berdua dengan ibunya di salah satu rumah kontrakan, karena rumahnya harus dijual untuk biaya pengobatan Ayahnya waktu itu.
Singkat cerita mereka pun sampai, di depan gerbang rumah sudah ada papanya Bunga yang sedang menunggu.
Saat Bunga dan Alwi turun dari motor, Bunga langsung disuruh masuk ke dalam rumah, tapi Alwi ditahan didepan rumah dan ada yang ingin disampaikan oleh papanya Bunga..
Bunga pun menuruti kemauan papanya tapi dia menguping di depan jendela ruang tamu sambil melihat ke arah mereka berdua.
Papanya kini sedikit berbicara tegas kepada Alwi.
"Alwi?"
"Iya Pah?"
"Papa mau bicara serius sama kamu"
"Em yaudah Pah silahkan, mau bicara apa?"
"Gini Wi. Mulai besok kamu gak perlu lagi ya antar jemput Bunga. Kamu juga mulai malam ini dan seterusnya gak perlu lagi menemui Bunga"
"Tapi kenapa Pah?, kenapa mendadak seperti ini?"
"Bunga mau papa jodohkan, jadi papa mohon mulai saat ini kamu jangan menemui Bunga dan jangan pernah ganggu dia lagi"
Alwi langsung syok dan gak percaya dengan apa yang dibicarakan oleh papanya Bunga.
"Pah, bukannya papa kasih Alwi waktu seminggu yang lalu, papa kasih Alwi waktu kan satu tahun lagi?"
"Enggak Wi maaf. Papa berubah pikiran, tadi siang papa habis ketemu dengan teman lama dan dia mengenalkan anaknya kepada papa, sepertinya Bunga lebih cocok sama dia dibandingkan dengan kamu, Jadi papa mohon pengertian kamu saat ini"
"Pah. Alwi mau berusaha Pah, Alwi sama Bunga sudah saling mencintai, Bunga juga pasti gamau Pah dijodohin, dia pasti pilih Alwi"
"Hmm. Kamu punya apa sih Wi?.
Sekalipun Bunga mencintai kamu tapi apa kamu rela Bunga hidup menderita sama kamu nanti?. Bunga itu anak papa satu-satunya, papa ingin dia dapat yang terbaik. Papa mohon ya Wi, kalau kamu sayang sama Bunga tolong lupain Bunga, kamu juga mau kan lihat Bunga hidup bahagia?"
"Aku gamau Pah kehilangan Bunga, Alwi janji Pah Alwi bakalan berusaha, Alwi mohon beri waktu dan kesempatan sekali lagi aja. Cuma Bunga Pah yang bisa buat Alwi semangat selama ini. Ya Pah Alwi mohon!"
Alwi terus memohon sambil menciumi tangan papanya Bunga.
"Udah Wi, mendingan kamu sekarang pulang ya, udah gak ada kesempatan lagi buat kamu, mending kamu fokus urus Ibu kamu yang sedang sakit, dia lebih membutuhkan kamu dibandingkan Bunga"
Disini Papanya Bunga langsung menutup pintu gerbang dan masuk ke dalam rumah, dia sudah sama sekali tidak memperdulikan Alwi saat ini. Alwi hanya bisa melamun dan gak menyangka sama sekali tentang kejadian malam ini.
Bunga pun Langsung berlari dari arah rumah menuju ke arah Alwi yang ada didepan gerbang, tapi papanya langsung menahan dan menyuruh Bunga masuk.
"Alwi, Jangan pergi!, aku mau ikut kamu"
Bunga teriak-teriak sambil menangis. papanya terus menahan dengan sangat kuat sampai memeluknya.
Alwi hanya bisa menangis dan sudah gabisa berbuat apa-apa.
"Bunga. Maafin aku Bunga"
Ucap Alwi sambil berusaha membuka pintu gerbang yang sedang terkunci.
Akhirnya Bunga pun mau gak mau dipaksa masuk oleh papanya kemudian papanya langsung mengunci pintu rumahnya.
Tapi Bunga masih teriak-teriak sampai beberapa tetangga pun keluar rumah melihat kejadian itu. Sampai ada salah satu pria paruh baya yang menghampiri Alwi dan sedikit menenangkannya.
"Saya tau kamu anak yang baik nak, sabar ya, suatu hari nanti kamu pasti bisa nemuin kebahagiaan kamu sendiri, semenjak pensiun, papanya Bunga memang agak sedikit berubah sifatnya, dia juga sudah jarang bergaul dengan orang-orang disekitar sini. Udah ya kamu sekarang pulang ikhlaskan, diterusin juga gak akan bener yang ada kamu makin sakit hati nantinya"
Alwi hanya bisa menjawab dengan menganggukkan kepalanya dia masih terlihat sangat syok sekali, dia masih tak percaya dengan kejadian malam ini. Kemudian dia pulang dengan badan yang sangat lemas dan di perjalanan dia terus mengusap airmatanya.
Singkat cerita Alwi sampai dirumahnya. Saat ibunya membukakan pintu dia kaget melihat anaknya berlinang air mata.
"Nakk. Kamu kenapa sayang?"
Alwi langsung memeluk erat Ibunya.
"Nak, kamu kenapa?, ayo duduk dulu yuk, bicara sama ibu, siapa yang sudah menyakitimu?"
Alwi duduk di atas karpet sambil menyenderkan badannya kebelakang tembok, airmatanya terus keluar tak pernah berhenti.
Ibunya langsung memberi Alwi segelas air putih agar Alwi sedikit tenang dan mau bicara. Setelah Alwi minum ibunya kembali bertanya.
"Kenapa nak? Ayo cerita sayang sama ibu!"
"Bunga Bu"
"Bunga kenapa?"
Alwi langsung memeluk Ibunya sambil menangis' tersedu-sedu.
"Bunga kenapa Wi?"
"Bu, aku udah gabisa lagi ketemu Bunga, Bunga mau dijodohkan oleh papanya, tadi setelah Alwi mengantar dia pulang, papanya minta Alwi gaboleh lagi menemui Bunga.. Papanya bilang Alwi gak pantas buat Bunga Bu"
"Ya Allah nak"
Ibunya langsung memeluk Alwi kembali dan ikut menangis.
"Maafin ibu ya Nak, harusnya kamu gak pernah ngalamin penderitaan sesakit ini, ibu sudah gagal jadi orangtua yang baik, ibu gabisa bahagiain kamu"
Alwi langsung melihat ke arah ibunya.
"Enggak, ibu gak pernah salah, ini semua salah Alwi Bu, harusnya Alwi juga sadar diri kalau Alwi itu memang gak pantas untuk Bunga"
"Tapi semenjak Ayah kamu meninggal, hidup kamu jadi susah, banyak orang yang merendahkan mu sekarang, harusnya kamu gak pernah mengalami nasib seperti ini, belum lagi Ibu sekarang yang sudah menjadi beban buat kamu"
"Ibu gaboleh bicara seperti itu, ini ujian Bu buat kita karena Allah begitu sayang sama kita, aku gapapa ko Bu, aku hanya sedih aja harus kehilangan wanita yang selama ini aku cintai. Kita harus selalu bersyukur ya Bu, Ibu jangan sedih, Ibu segalanya buat aku, hanya Ibu yang aku punya saat ini, udah ya ibu jangan ikutan nangis, aku pasti bisa hadapi semua ini ko"
"Ibu sungguh gak rela Nak kamu direndahkan seperti itu"
"Udah, aku gak kenapa-kenapa ko Bu aku gak sakit hati, aku hanya belum siap aja kehilangan Bunga.. Udah ya ibu jangan sedih, aku lebih baik kehilangan segalanya daripada harus melihat ibu menangis seperti ini"
Alwi terus memeluk dan menenangkan ibunya, karena hanya ibunya yang Alwi punya saat ini, Alwi gak pernah rela melihat ibunya sedih bahkan menangis. Suasana pun sedikit tenang setelah mereka saling berpelukan.
"Alwi, sekarang kamu ganti baju gih, kamu ambil wudhu terus shalat biar tenang fikiran nya, habis itu kita makan sama-sama"
"Iya Bu, emang ibu masak apa?"
"Hmm baru ada nasi aja sih, paling sama telor nanti ibu masakin ya"
"Mending kita makan diluar yuk Bu, Ibu pasti kangen makan sama sate, dulu kan Ayah setiap habis gajian pasti beliin kita sate"
"Ah kamu, mending makan dirumah aja, sayang tau nasi nanti gak kemakan pamali"
"Kan besok pagi bisa dibikin nasi goreng, ayolah Bu, plissss mau yaa"
"Hmm ini anak ya kalo udah maksa. Yaudah deh iya. Sekarang kamu sholat dulu gih sana"
"Oke Bu siap"
Alwi pun pergi ke kamar mandi untuk cuci muka dan mengambil wudhu.
Sementara itu semenjak kepergian Alwi dari rumahnya, Bunga kini murung di dalam kamarnya, dia hanya bisa menangis dengan perasaan hati yang sangat sakit. Kemudian tak lama dihampiri oleh papanya sambil membuka pintu.
"Bunga. Ayo kita makan dulu sayang!"
Di sini Bunga menjawab dengan spontan dan sedikit keras.
"Aku gamau makan, lebih baik aku mati sekalian."
"Bunga, papa ngelakuin ini semua untuk kebaikan kamu juga. Apasih yang kamu harapkan dari si Alwi?, sadar Bunga! Dia itu gapunya apa-apa."
"Aku nggak nyangka ternyata sifat asli papa seperti ini ya sekarang, aku kangen papa yang dulu yang selalu nurutin apa yang aku mau."
"Kamu habis diapain sih sama anak itu?, sampe tergila-gila kaya gini, ayo bilang sama papa kamu sudah ngapain saja sama si Alwi?"
"Papa ngomong apa sih? Alwi itu anak baik-baik dia sangat menyayangiku, aku memilih Alwi karena aku yakin dia bisa jadi suami yang bisa membawa dan menuntunku ke arah yang lebih baik lagi."
"Halah, sekarang kamu bisa bicara seperti itu, nanti setelah menikah kamu pasti banyak menderitanya, pekerjaannya saja nggak punya jenjang, apalagi kamu harus ikut merawat ibunya yang penyakitan itu."
"Papa ko tega ya bicara seperti itu, sejak kapan papa ngajarin aku untuk merendahkan status orang?. Aku kecewa sama Papa."
"Kamu makin kesini makin membantah ya kalau Papa bilangin, sekali-kali kamu memang harus dikasih pelajaran."
Ketika papanya mau mendekati Bunga dengan penuh amarah, tiba-tiba mamanya yang sedang memperhatikan mereka dari belakang langsung menahan papanya.
"Cukup!" Ucap Mamanya bunga yang membuat suasana langsung menjadi hening.
"Papa mending sana keluar! Bunga anak ku juga jadi jangan sekali-kali papa coba kasar sama dia."
"Kok kamu jadi belain anak ini sih?"
"Aku bilang kamu keluar!"
Papanya pun langsung terdiam dan menuruti kemauan mamanya, mamanya langsung menutup pintu kamar kemudian menghampiri bunga dan langsung memeluknya.
Bunga menangis di pelukan mamanya dia berbicara sambil tersedu-sedu.
"Mah, tolongin Bunga Mah, bantu Bunga!"
"Udah sayang kamu tenang dulu ya, ada Mama disini."
"Aku gamau di jodohkan, aku cuma pengen menikah dengan Alwi gamau dengan yang lain."
"Sini sayang dengerin Mama. Kamu itu anak satu-satunya, bukannya mama juga gamau merestui hubungan kalian, mama suka sama Alwi, dia anak yang baik dan sangat menyayangi kamu. Tapi pernikahan itu beda jauh seperti disaat kamu pacaran seperti sekarang, bukan hanya sekedar cinta yang di perlukan, Mama sama Papa cuma gamau kalian nanti kesusahan, Alwi juga pasti mengerti ko dan pasti paham dengan semua ini."
"Tapi kan Alwi mau berusaha Mah, dia juga pasti nggak mungkin diam terus, aku tahu kok Alwi orangnya seperti apa, dia pasti mau melakukan apa saja untuk berjuang mempertahankan aku."
"Kasian Alwi sayang, dia kan harus merawat Ibunya, kalau kalian menikah tetapi Alwi masih seperti itu yang ada nanti kamu jadi menambah beban untuk dia, kamu sayang kan sama Alwi?, biarin dia juga hidup tenang dan fokus dulu terhadap Ibunya."
"Tapi aku mau ko nunggu sampai Alwi siap, kapan pun itu. Mama tolong aku, bantuin aku bicara sama papa, aku nggak mau kalau sampai aku akhirnya di jodohkan dengan orang lain."
"Yasudah, sekarang kamu tenang dulu ya, papa kamu masih emosi, nanti mama bakal bicara baik-baik sama dia."
"Tapi mama janji bakal bantuin aku?"
"Iya, nanti mama bantuin pasti, sekarang kamu makan ya! nanti mama ambilkan makanannya ke sini biar kamu makan di sini saja."
"Hmmm iya Mah."
Mamanya pun pergi dan tak lama kembali lagi sambil membawakan sepiring makanan dan segelas air minum.
"Ayo makan dulu sayang."
"Gamau mah aku gak laper."
"Udah jangan dipikirin dulu, Mama suapin yaa. Ayooo!"
"Hmmmmm."
Akhirnya Bunga disuapi oleh mamanya, lama-lama hatinya luluh dan sedikit tenang.
"Dulu terakhir mama nyuapin kamu pas masih SD, tak terasa ya sekarang anak Mama udah sebesar ini, cantik banget lagi persis kaya mama waktu muda."
"Bohong. Pasti lebih cantik aku."
"Hmmm, mama itu dulu jadi rebutan tahu di sekolahan."
"Ih centil. Tapi mama bukan playgirl kan waktu dulu?"
"Enak aja. Mama itu setia orangnya, tapi mama gak pernah pacaran sih"
"Lah aneh bagaimana mau setia kalau gak pernah pacaran?"
"Mama itu dulu waktu sekolah cuma suka sama satu cowok, tapi si cowoknya gak pernah mau respons sampai akhirnya kita lulus terus gak pernah lagi mama ngelihat dia."
"Lah katanya mama jadi rebutan, masa yang rebut mama gak ada yang ganteng satu pun selain cowok itu?"
"Tapi kan cowok yang Mama suka lebih ganteng dari yang lain."
"Seganteng apa sih? Papa juga kalah gitu?"
"Ah papa kamu mah gak ada apa-apanya."
"Ihhh. Aku bilangin loh nanti."
"Ehh jangan dong. Itu kan waktu dulu. Hmmm."
"Lagian. Tapi kalau sama Alwi gantengan mana?"
"Hmmm bagaimana ya? seimbang sih kayanya."
"Ih jangan-jangan Mama juga suka lagi ya sama Alwi?"
"Yee ngaco ah, yang ada nanti si Alwi digantung sama Papa kamu kalau Mama suka sama dia."
"Haha jangan dong."
"Oh iya kerjaan kamu bagimana di kantor? Baik-baik saja kan sayang?"
"Em, biasa aja sih Mah lancar-lancar aja."
"Syukur deh kalau gitu, maafin mama sama papa ya, kamu sekarang jadi tulang punggung keluarga."
"Gapapa ko Mah, itu kan udah tugas aku sebagai anak"
"Alhamdulillah, baik banget anak mama ini"
"Hmmm Amin"
Sementara di tempat Alwi dan ibunya
Kini Alwi mengajak ibunya makan diluar dengan sepeda motornya dan mampir di sebuah warung sate. Alwi menyuruh ibunya duduk sedangkan dia yang memesan.
Setelah selesai akhirnya mereka pun makan sama-sama. Mereka makan dua porsi sate Ayam.
"Ibu kalau mau nambah bilang saja ya sama Alwi, ibu harus makan yang banyak."
"Iya sayang, makasih ya sudah mau ajak ibu ke sini."
"Iya sama-sama Bu. Oh iya Bu, kayanya Alwi mau nerusin kuliah lagi deh Bu."
"Hmm. Tapi biayanya bagaimana Wi?"
"Tabunganku yang aku kumpulkan untuk menikah mending aku pakai untuk nerusin kuliah lagi Bu."
"Terserah kamu Wi, mudah-mudahan setelah selesai kuliah kamu mendapatkan pekerjaan yang lebih baik ya Wi."
"Aamiin Bu, ibu selalu doain Alwi ya, cuma doa dari ibu yang bisa ngebantu Alwi."
"Ibu pasti selalu doain kamu sayang, Ibu juga yakin suatu hari nanti kamu bisa menemukan kebahagiaan kamu sendiri, kamu jangan terlalu pedulikan omongan orang di luar sana ya nak."
"Iya Bu, tapi syaratnya Ibu juga harus sembuh, ibu harus semangat, aku ingin kita berdua hidup bahagia walaupun tanpa sosok Ayah lagi, kita mulai dari awal lagi ya Bu, insyaallah kita bisa bangkit Bu walaupun perlahan."
"Ibu bersyukur banget mempunyai anak baik sepertimu, orang yang sudah merendahkan mu hanya orang yang menilai mu dari sebelah mata saja, mereka pasti akan menyesal sudah merendahkan mu."
"Udah Bu ah jangan dibahas lagi, aku baik-baik saja ko Bu, mulai hari ini aku mau fokus sama ibu, ibu harus sembuh ya janji sama Alwi."
"Hmmm. Iya sayang."
Alwi pun makan sambil menyenderkan kepala di lengan ibunya. Hanya ibunya saat ini yang bisa menenangkan fikiran nya, walaupun sesekali dia masih kepikiran tentang kabar Bunga di sana bagaimana.
Singkat cerita Alwi dan ibunya pun sudah berada dirumah kembali.
Setelah sampai, Alwi langsung menyuruh ibunya istirahat dan tidur. Sedangkan Alwi di kamarnya masih merenung sambil memandangi foto Bunga di handphone-nya.
Sebenarnya Bunga menelfon dan Chat kepadanya berkali-kali, tetapi Alwi tak menghiraukannya, dia sudah merasa tak ada gunanya lagi untuk mengabari Bunga.
Kini Alwi juga makin sadar bahwa dia memang tak pantas untuk Bunga. Alwi sesekali hanya bisa meneteskan air mata.
Sebelum tidur, dia juga sempat keluar kamar dan menengok ibunya yang sedang tertidur, Alwi memandangi ibunya dengan penuh harapan agar ibunya cepat sembuh.
Ibunya Alwi ini terkena penyakit stroke, tetapi akhir-akhir ini sudah mendingan. Dulu sampai gak bisa jalan tetapi Alwi membawa dan merawatnya untuk berobat jalan dan melakukan terapi.
Ibunya sakit semenjak kepergian Ayahnya Alwi kala itu. Mungkin karena fikiran juga. Soalnya semua hartanya habis kala itu ketika harus merawat Ayahnya Alwi beberapa tahun.
Alwi menutupi tubuh ibunya dengan selimut sambil berkata dalam hatinya.
"Sehat-sehat terus ya Bu, Alwi janji bakal merawat ibu sampai kapan pun, Alwi juga gamau ibu terlalu khawatir terhadap Alwi. Alwi harus buat ibu bahagia terus walaupun seadanya, tapi Alwi janji bakalan rubah kehidupan kita seperti dulu lagi, Alwi harus bangkit."
Alwi kemudian menutup pintu kamar ibunya rapat-rapat dan dia juga akhirnya istirahat untuk tidur.
Keesokan harinya.
Hari ini terasa berbeda untuk Alwi dan Bunga, Alwi berangkat sendiri tanpa menjemput Bunga seperti hari-hari sebelumnya.
Ditempat kerja, Alwi bekerja seperti biasa tetapi dia sempat melamun di dalam pantry sambil memandangi Foto Bunga di handphonenya yang masih dia jadikan wallpaper.
Tiba-tiba saja ada salah satu karyawan perempuan bernama Laras menengok Alwi perlahan yang masih memandangi foto Bunga...
"Ehmmmm. Ehmmm. Siapa tuh Wi?"
"Ehh Bu Laras, kaget aku."
Alwi pun langsung memasukan handphone nya ke dalam saku celana.
"Mata kamu merah banget Wi, habis begadang atau habis nangis?"
"Ah masa sih Bu?, mungkin saya kurang tidur sih."
"Ah enggak, enggak, ini sih kelihatannya habis nangis nih, ada bengkak-bengkaknya gitu, raut muka juga gabisa dibohongi sih."
"Ah Ibu ,hmmm."
"Kenapa sih Wi?, cerita lah kali saja saya bisa bantu."
"Ah gapapa ko Bu, lagian gak pantes saya cerita sama Bu Laras juga."
"Kamu ini ya, ayo cerita saja saya kan sudah lumayan lama kenal sama kamu di kantor ini. Kalem saja Wi semua orang pasti punya masalah ko, saya juga kalau ada masalah kadang suka minta pendapat kan sama kamu."
"Hmmm. Biasa lah Bu masalah hubungan."
"Sama perempuan yang ada di handphone kamu tadi?"
"Iya Bu."
"Kenapa Wi?, ada masalah apa?. Kalau laki-laki sudah menangis sih pasti masalahnya lumayan serius."
"Saya gak direstui Bu sama papanya Bunga"
"Ohh jadi namanya Bunga, loh alasan nya kenapa Wi sampe gak di restui gitu?"
"Katanya sih saya itu gak pantes buat Bunga. Tau sendiri kan Bu kerjaan saya aja cuma OB disini, ya tapi saya sadar sih untuk saat ini saya memang gak pantes buat Bunga."
"Ya ampun cuma gara-gara itu?, memang kalian sudah berapa lama pacaran?"
"Sudah empat tahun lebih Bu."
"Ya lama lah Wi. Memangnya dia orang berada?"
"Ya begitu lah Bu, papanya pensiunan tentara, jadi mana mau lah anaknya dinikahkan dengan saya yang seperti ini."
"Ya elah, suami saya aja dulu mantan sopir orang tua saya, tapi kalau kita jalanin sama-sama bisa ko, orang tua nya saja itu mah masih jadul pemikirannya."
"Ya kan setiap orang beda-beda Bu hmmm. Dulu suami Bu Laras berjuangnya bagaimana untuk dapetin Bu Laras? Pasti sulit kan dia juga?"
"Iya sih, tetapi Papa saya gak seperti itu maen larang begitu saja, dia selalu kasih kesempatan buat suami saya, suami saya selalu berjuang sampai akhirnya dia kerja sambil kuliah dan setelah itu ikut kerja dengan papa saya sampe sekarang."
"Tuh kan beda Bu, Minggu lalu saya juga pernah dikasih kesempatan dan dikasih waktu selama setahun untuk mengubah hidup, tetapi tiba-tiba semalam saya gaboleh nemuin Bunga lagi dan dia bilang kalau Bunga sudah dijodohkan dengan anak temannya."
"Hmmm. Itu sih namanya harapan palsu. Kamu gaboleh nyerah begitu saja Wi harus bangkit. Oh iya bukannya kamu dulu sempet kuliah kan?"
"Iya saya sempat kuliah Bu, tapi cuma 6 semester, saya terpaksa gak bisa lanjutin lagi karena harus merawat ibu juga yang waktu itu sakit parah"
"Hmmm gitu ya. Memangnya Ibu kamu sakit apa Wi?"
"Dulu semenjak Ayah meninggal, ibu tiba-tiba tekanan darahnya selalu tinggi mungkin karena pikiran juga. Soalnya kita kehabisan segalanya untuk keperluan berobat ayah waktu itu sampai-sampai harus menjual rumah, lalu akhirnya ibu stroke dan gak bisa jalan waktu itu, makanya saya gak bisa nerusin kuliah untuk menemani dan merawat ibu berobat jalan dan terapi juga."
"Ya Allah."
"Tetapi Alhamdulillah akhir-akhir ini Ibu sudah mulai normal lagi Bu, rencananya sih bulan depan saya mau kuliah lagi soalnya kata dokter pas periksa terakhir ibu sudah sangat membaik tinggal jaga pola makan dan jangan banyak pikiran."
"Ya Allah, kamu ini anak yang berbakti banget ya Wi, saya sudah bisa baca kepribadian kamu sih dari cara kerja kamu yang cekatan dan rapi, sepertinya kamu juga anak yang lumayan pintar saya perhatiin. Kamu kuliah ngambil jurusan apa sih Wi?"
"Saya ngambil jurusan Teknik mesin Bu."
"Ohh teknik mesin, kebetulan banget ya."
"Maksudnya Bu?"
"Bentar-bentar nanti saya tanya deh sama papa saya juga sama suami saya, kali saja ada lowongan di kantornya, soalnya suami saya juga sama Wi jurusannya sama kamu, dia sudah jadi supervisor engineering sekarang, dengar-dengar sih kemarin ada anak buahnya yang keluar karena kasus pencurian. Tapi kamu mau gak kalau misalnya ada lowongan ditempat kerja suami saya?"
"Tapi kan saya masih D3 Bu. Emangnya bisa?"
"Kamu ini, ya mudah-mudahan aja bisa, jangan apa-apa ngeluh dulu makanya ya."
"Hmmm. Iya Bu saya mau."
"Makanya udah sekarang jangan murung begitu, harus semangat, kamu gausah mau sama perempuan yang orang tua nya hanya memandang sebelah mata seperti itu."
"Hmmm."
"Kamu ini anak baik Wi ganteng lagi, gak akan susah kamu nyari perempuan lagi, nanti juga bakal dapat gantinya yang lebih baik lagi, perempuan masih banyak di dunia ini Wi gausah takut kehabisan."
"Hmmm iya Bu, makasih ya Bu Laras udah mau merhatiin saya, kirain saya Bu Laras itu galak, ternyata saya salah selama ini."
"Ohh gituu. Jadi selama ini kamu anggap saya perempuan galak di kantor ini?"
"Hehe becanda Bu, bukan galak tapi tegas maksudnya. Di sini kan pada takut sama Bu Laras, apalagi kan Bu Laras pengaruh banget sama karier karyawan yang ada di sini."
"Ah kamu ini, udah ah ya, tuh jadi lupa kan saya ke sini mau apa tadi."
"Ah Bu Laras paling mau minta dibikinin teh hangat. Iya kan?"
"Oh iyaa. Tahu aja kamu Wi."
"Tenang saya buatin Bu, yang sepesial deh teh nya tenang aja."
"Mana ada teh spesial, ada-ada saja kamu ini, yaudah nanti kamu antar saja ya ke ruangan saya, oh iya nanti saya minta dibeliin makan siang ya ini uangnya sekalian kamu juga beli nih buat makan siang kamu, udah sekarang lanjut kerja lagi gausah mikirin apa-apa. Oke."
"Hmmm baik Bu, sekali lagi makasih banyak ya Bu."
"Iya sama-sama Alwi. Yaudah saya tinggal ya."
"Iya Bu silakan."
Sore pun tiba.
Sekitar pukul 17:00 Alwi pulang dari tempat kerjanya.
Kantornya ini berada di lantai 5 di salah satu gedung mewah di pusat kota. Dan saat ini dia sedang berada di dalam lift menuju lantai dasar yang langsung menuju ke arah parkiran motor.
Setelah sampai di basement, Alwi kini menuju ke arah sepeda motornya kemudian langsung memakai helm yang iya taruh di atas spion.
Saat Alwi memakai helmnya tiba-tiba saja ada sosok perempuan yang langsung memeluk Alwi dari belakang. Ternyata itu adalah Bunga.
Bunga langsung begitu saja memeluk Alwi dari belakang dan langsung menangis tersedu-sedu.
"Alwi. Aku gamau kamu pergii!!"
Disini Alwi kembali membuka helmnya dan menaruhnya kembali di atas spion motor. Dia langsung menenangkan Bunga yang terus saja menangis.
"Bunga. Udahhh. Malu disini kan banyak orang"
"Aku ga perduli. Aku cuma gamau kamu pergi"
"Yaudah kita jangan bahas disini ya, gak enak dilihat orang, yaudah kamu naik kita bicara ditempat lain aja ya"
Bunga hanya bisa menganggukkan kepalanya dan menuruti kemauan Alwi untuk bicara di tempat lain.
"Yaudah kamu jangan nangis, tenang yaa"
"Iya Alwi"
Akhirnya Alwi membonceng Bunga dan pergi... Diperjalanan, Bunga tak pernah mau lepas untuk memeluk Alwi, dia selalu menyenderkan kepalanya di punggung Alwi, karena mungkin dia sangat takut sekali untuk kehilangan Alwi.
Dan singkat cerita Alwi mengajak Bunga ke sebuah Cafe yang gak jauh dari kantornya. Alwi langsung memesankan minum dan mengajak Bunga untuk duduk di salah satu meja cafe. Dan kini mereka duduk berdampingan.
"Kamu kenapa gak kasih kabar dulu Bunga kalau mau ketemu aku?, bukannya kamu gaboleh nemuin aku lagi?"
"Aku sengaja, aku pengen ketemu kamu Wi, aku gamau hubungan kita jadi berubah, aku ingin hubungan kita baik-baik aja, kamu jangan pergi ya sayang kita berjuang sama-sama"
"Hmmm. Bunga, Sebenarnya aku juga gamau jauh dari kamu, tapi kalau keadaanya seperti ini mana mungkin aku sanggup, kesempatan saja sudah gak ada buat aku"
"Kamu bohong Wi, katanya kita bakalan berjuang sama-sama, tapi kamu udah nyerah begitu aja, kamu udah gak sayang ya sama aku?. Apa memang kamu udah rela aku dijodohkan dengan orang lain?"
"Maksud aku gak gitu Bunga. Mana rela sih aku ngeliat kamu sampai sama orang lain, perasaan aku gak akan berubah sama kamu, tapi kalau waktunya harus sekarang aku benar-benar gak siap, aku cuma manusia biasa, semuanya butuh proses Bunga bukannya aku gamau berusaha"
"Aku mau ko Wi nungguin kamu sampai kapanpun juga. Kamu gak perlu khawatir, aku pasti setia ko nungguin kamu,"
"Aku percaya kalau kamu pasti setia sampai kapanpun sama aku. Tapi papa kamu Bunga, kamu tau sendiri kan?"
"Kamu gausah pedulikan papa aku, kamu fokus sama aku aja Wi, aku disini aku gak akan pernah pergi"
Bunga terus saja memohon kepada Alwi.
"Gabisa gitu sayang, aku juga butuh restu dari papa kamu, yaudah gini aja ya, mulai sekarang mending kita gausah ketemu dulu sampai semua suasananya menjadi tenang."
"Hmmm"
"Dengerin aku, aku gak akan kemana-mana, kalau aku udah siap aku juga pasti ko sama kamu lagi, kalau papa kamu tau kita ketemu lagi seperti ini yang ada kita gak akan ketemu lagi selamanya, jadi aku mohon ya kamu juga harus ngerti Bunga kenapa aku menjauh dari kamu"
"Tapi aku takut"
"Udah jangan dulu takut, bukannya aku gamau ketemu sama kamu lagi, aku kangen ko, aku gabisa bohong, aku juga gamau Bunga kehilangan kamu.. Gamau"
Alwi pun Menjadi menangis dan langsung memeluk Bunga. Kini Bunga mulai mengerti apa yang sedang dirasakan oleh Alwi.
"Maafin Papa aku ya Wi, udah jangan nangis"
"Aku takut Bunga. Aku takut pada akhirnya kita benar-benar gabisa bersama lagi"
"Enggak sayang enggak, kita pasti sama-sama kok aku yakin. Aku janji bakal nungguin kamu, aku percaya ko sama kamu karena cuma kamu Wi yang bisa buat aku bahagia sampai saat ini. Udah ya sayang jangan sedih, aku mau ko nurutin apa yang kamu bilang tadi"
Kini Alwi berbicara sambil membelai rambut Bunga
"Bunga, Kalau memang pada akhirnya kita gak bisa bersama, kamu jaga diri baik-baik ya sayang, kamu tak akan terganti Bunga di hati aku, kamu ini wanita tulus dan bisa terima aku apa adanya selama ini, aku gak mungkin menemukan wanita sepertimu lagi, kalaupun ada pasti itu sangatlah sulit"
"Enggak sayang, itu semua gak akan terjadi, aku gamau peduli sama omongan itu, karena pada akhirnya kita akan sama-sama, aku yakin"
"Kamu ini ya selalu aja ngotot aja dari dulu, aku bakal selalu berusaha Bunga, tapi kalau misalnya kita gabisa bersama aku bakal ikhlas ko insyAallah asalkan suamimu nanti bisa bahagiain kamu, aku pasti ikut bahagia disini"
"Kamu ngomong apa sih Wi ah, udah jangan bicara gitu lagi ya. Aku bakal selalu disini nungguin kamu, kamu ini yang akan jadi suami aku nanti gak akan pernah ada yang lain. Aku jamin!!"
"Hmm"
"Udah ya jangan dibahas lagi, tapi kalau misalnya kita gak ketemu dulu aku masih bisa kan hubungin kamu via telfon?. Jangan tadi sama kemarin aku dicuekin aja, aku khawatir tau Wi sama kamu"
"Iya deh , aku kan takut Bunga. Kalau aku ladenin aku takutnya bener-bener gabisa lagi nemuin dan kabarin kamu lagi lewat apapun"
"Hmm penakut dasar, awas kalo sampe ilang lagi ya, aku bakal cari kemanapun kamu pergi"
"Iya maaf, tapi nanti aku gabisa anter kamu pulang dulu yaa!"
"Iya aku faham ko biar aku pulang sendiri aja"
"Oke deh. Bunga, kamu udah makan belum?"
"Belum, sengaja aku belum makan dari siang biar sore ini aku laper terus disuapin sama kamu"
"Ko dari siang sih belum makannya? Aneh banget"
"Biarin, biar ada yang khawatir sekarang. Soalnya gak ada yang merhatiin aku sih hari ini, gak ada yang nyuruh makan, gak ada yang semangatin aku kerja, gak ada yang bilang selamat pagi, selamat tidur apalagi gak ada"
"Hmmm kamu ini, gaboleh gitu lah, ayo sekarang makan yaa aku pesenin, kamu mau makan apa?"
"Hmmm. Apa aja, tapi disuapin"
"Hmmm mulai keluar manja nya, yaudah kamu tunggu disini ya aku pesenin dulu"
"Hehe. Iya sayang"
Singkat cerita akhirnya mereka pun makan bersama disana. Dan Alwi menyuapi Bunga yang memang sangat manja sore ini.
"Besok-besok jangan nunda makan lagi ya, apaan sih gak suka aku ah kamu kaya gitu"
"Iya Alwi maaf, lagian dari semalem mulutku gak enak kalo makan"
"Lah ini biasa aja juga, malah lebar banget mangapnya, laper kan pasti?"
"Beda lah kalo sekarang, kan makannya sama orang yang aku cinta"
"Hmm. Yaudah makan aja nih cinta aku, terus makanannya buat aku aja ya"
"Ih jangan lah, aku kan beneran laper tau hmmm"
"Dasar perut laper masih aja gengsi sama diri sendiri, tapi habis ini kamu langsung pulang ya biar gak ada yang curiga dirumah"
"Hmm iya aku langsung pulang deh kan demi kamu, tapi nanti malem telfon aku sebelum tidur ya"
"Iya deh iya, biar ada yang ngucapin selamat tidur kan?"
"Hehe tau ajaa ah"
"Cerewet dasar"
"Biarin"
Singkat cerita setelah dari kafe, Alwi langsung memesankan taksi online untuk Bunga pulang kerumahnya, sambil menunggu merekapun mengobrol cukup serius..
"Alwi, kita kapan ketemu lagi?, aku gamau lama-lama!!"
"Ya sabar Bunga, aku juga gak tau kapan, yang penting kan kita bisa saling ngabarin, sabar ya sayang"
"Hmmm. Terus rencana kamu apa setelah ini?"
"Mungkin Minggu depan aku mulai mau kuliah lagi soalnya Ibu juga sudah bisa berhenti untuk terapi dan berobat, ya mudah-mudahan aja aku juga bisa cari kerjaan yang lebih baik lagi sambil kuliah"
"Oh, Aku doain ya sayang semoga kamu terus dikasih kemudahan, aku yakin suatu hari nanti kamu bakalan berhasil dengan semua cita-cita kamu "
"Aamiin. Tapi cita-cita aku yang paling penting sih bisa bahagiain Ibu sama kamu suatu hari nanti, maafin aku ya Bunga aku belum bisa penuhi semua keinginan kamu"
"Kamu sama sekali gak salah ko Wi gausah minta maaf, dalam setiap hubungan kan harus selalu ada pengertian dan support, nah aku usahain akan selalu seperti itu biar kamu juga semangat terus ngejalaninnya, yang jelas aku bakal selalu nungguin kamu"
"Terimakasih ya sayang, kamu memang selalu yang terbaik buat aku"
"Iya dong, pokoknya Bunga hanya untuk Alwi selamanya"
"Gombal ah emmm"
Alwi becanda sambil mencubit pipinya Bunga..
"Ih beneran tau hmmm"
"Iya iya beneran"
Sampai pada akhirnya mobil yang Alwi pesan untuk Bunga datang. Dan mereka dari situ langsung berpisah, sudah tak ada kesedihan lagi diantara mereka karena pertemuan sore ini sedikit menenangkan hati mereka.
Tanpa sepengetahuan mereka berdua, Sebenarnya ada sosok pria misterius yang mengikuti mereka secara sembunyi-sembunyi semenjak Bunga menghampiri Alwi ke kantornya, Pria itu mengikuti juga memantau Alwi dan Bunga sampai mereka berpisah di kafe tersebut.
Setelah Bunga pergi, Alwi juga langsung pulang menjalankan motornya, tapi sebelum sampai rumah dia sempat mampir dulu ke sebuah kios buah dan membelikan beberapa buah-buahan untuk ibunya.
Saat Alwi sampai dirumah dia langsung disambut oleh ibunya.
"Aduuh kesayangan Ibu udah pulang"
Alwi langsung Salim kepada ibunya dan masuk kedalam rumah sambil memberikan kantong plastik yang berisi buah-buahan.
"Iya Bu, nih ada Buah-buahan buat Ibu, dihabisin yaa!"
"Kamu kan belum gajian Wi? Banyak banget lagi"
"Tadi aku dikasih tip sama Bu Laras, katanya sih buat Ibu, dia juga nyuruh Alwi buat beli buah-buahan, jadi deh Alwi beliin ini buat Ibu"
"Ko bisa tau dia?"
"Panjang ah Bu ceritanya, tapi Bu Laras itu baik loh Bu, malahan Alwi mau ditawarin kerjaan, katanya sih ada lowongan kerjaan di tempat suaminya di bagian engineering, ya mudah-mudahan aja Bu ada rezeki buat Alwi disana"
"Ya Allah, Aamiin, ibu pasti doain kamu Nak. Yaudah nanti bilangin makasih ya buat Bu Laras dari Ibu"
"Iya besok Alwi bilangin Bu"
"Yaudah kamu mandi dulu gih, udah ibu masakin air hangat tuh"
"Ah Ibu, padahal gausah air hangat juga"
"Gapapa ah orang cuma air hangat doang. Habis mandi nanti kita makan bereng yaa sayang"
"Oke Bu siap"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!