Arini masih menunggu kabar Heru yang katanya akan datang ke acara seminarnya kali ini. Heru sebagai salah satu tamu undangan, sekaligus suami Arini. Pihak acara sengaja mengundang Heru karena semua peserta seminar tahu kehidupan rumah tangga Arini, Sang Motivator kehidupan rumah tangga yang sedang naik daun tahun ini.
Siapa yang tidak kenal Arini? Semua orang yang bermasalah rumah tangganya, baik itu masalah perselingkuhan, pertengkaran kecil karena nafkah lahir dan batin, dan masalah lainnya, mengenal Arini. Arini salah satu motivator sekaligus konselor yang sedang digandrungi para ibu rumah tangga yang sedang mengalami masalah dalam rumah tangganya. Arini tidak pernah tahu dirinya akan seviral itu. Semua itu karena Arini bisa membuat pasien konselingnya kembali bahagia bersama pasangannya.
Semua peserta sudah menunggu kedatangan Heru. Suami dari Arini yang sangat romantis, baik, dan begitu mencintai serta menyayangi Arini.
“Di mana, Mas?” tanya Arini lewat telfon.
“Mas sudah ada di backstage, Sayang. Ini sudah ketemu sama Mita, manajer kamu.”
“Buruan, Sayang ... Ini sudah pada nungguin kamu lho?”
“Iya, Sweetheart, sabar ya?”
“Heru, buruan!” panggil Mita.
“Ya sudah aku masuk!” ucap Heru pada Arini.
Heru berada di sebelah Mita. Dia berjalan diantar Mita untuk naik ke atas panggung. Dengan membawa buket bunga mawar merah Heru mendekati Arini, semua peserta seminar bersorak bahagia, karena melihat kemesraan pasangan suami istri terfavorit menurut mereka.
“I love you, Sweetheart” ucap Heru pada Arini.
“Love you more, Honey,” balas Arini.
Heru mencium kening Arini, dan mengecup bibir Arini kilas. Semua itu Heru lakukan di depan para hadirin, yang membuat mereka baper melihat adegan manis suami istri itu.
“Haduh ... Haduh .... Haduh ... Mesranyaaa .... Bikin iri saja nih?” ucap pembawa Acara tersebut.
“Yang sudah menyiapkan pertanyaan, siap-siap nanti ada sesi tanya jawab dengan bintang tamu kita,” imbuhnya.
Semua hadirin mengikuti seminar dengan penuh antusias. Pertanyaan demi pertanyaan mereka ajukan pada Arini dan Heru.
“Silakan, ada yang mau tanya lagi?” tanya Arini.
“Saya, Mbak,” ucap salah satu peserta.
“Silakan, Mbak,” ucap Arini.
“Perkenalkan saya, Anisa. Pertanyaan saya ini khusus untuk Mbak Arini. Mas Heru kan sangat romantis sekali, terlihat Mas Heru itu begitu mencintai Mbak Arini. Kayaknya bucin sekali sama Mbak Arini, kalau saya lihat postingan video Mbak dan Mas di sosial media kalian masing-masing. Yang mau saya tanyakan, pernah tidak Mbak Arini merasakan kekhawatiran Mas Heru selingkuh? Biasanya pria yang sangat bucin sekali malah rawan memiliki wanita lain, karena mantan suami saya pun begitu? Sekian pertanyaan dari saya.”
Arini menarik napasnya dalam-dalam, pertanyaan salah satu pesertanya membuat hati Arini tercubit, itu semua karena memang kebanyakan pria yang over bucinnya, rawan selingkuh. Arini mengatur napasnya, ia sebisa mungkin harus memberikan jawaban yang memuaskan pada peserta yang tadi bertanya.
“Oke, pertanyaan yang cukup menarik sekali. Saya sedikit pun tidak pernah memiliki perasaan atau pikiran yang macam-macam pada suami saya. Saya percaya dengan Mas Heru. Saya percaya dia setia, dia tidak akan pernah melakukan hal semacam itu di belakang saya. Jangan pernah memikirkan sebuah hal yang belum terjadi, kalau kalian tidak mau hal tersebut nyata terjadi. Karena, pikiran kita, perkataan kita, adalah sebuah Doa, yang kapan saja Doa itu pasti akan dikabulkan oleh Tuhan. Jadi terus berpikiran yang baik-baik terhadap pasangan kita,” jawab Arini.
“Wah ... Jawaban yang sungguh luar biasa,” ucap Pembawa Acara. “Bagaimana, puas dengan jawabannya, Kak Anisa?” tanyanya pada peserta tersebut.
“Terima kasih atas jawabannya, saya puas dengan jawabannya,” jawabnya.
Seminar berjalan dengan lancar. Mita selaku Manajer Arini pun ikut puas dengan hasil seminar hari ini. Acara selesai, Arini dengan Manajernya menemui seseorang yang menyelenggarakan acara seminar tersebut.
“Keren Mbak Arini dan Mas Heru. Benar-benar pasangan yang sangat kompak dan romantis sekali. Terima kasih banyak karena acara ini sukses. Dan, bulan depan seperti yang sudah saya janjikan jika acara ini sukses, Mbak Arini akan jadi pembicara lagi saat acara saya di Bali. Tentunya Mas Heru juga harus ikut. Bagaimana?”
“Ehm ... Ya, saya akan dampingi istri saya,” ucap Heru.
“Baik, jadi ini deal, ya?”
^^^
Suasana di dalam mobil Heru begitu senyap. Dua insan saling diam, tak ada yang mau memulai pembicaraan lebih dulu.
“Rin, aku mohon pikirkan lagi baik-baik soal yang aku bicarakan kemarin. Aku tidak mungkin lepas tanggung jawab begitu saja, Rin!”
Heru mencoba memulai pembicaraan, membahas yang kemarin sempat mereka perdebatkan. Tidak hanya berdebat, mereka bertengkar hebat karena suatu hal yang membuat Arini kecewa. Sangat kecewa.
“Rin, Please ....”
“Aku sedang tidak ingin membahas itu, Mas! Lagian semua sudah jelas, aku menolak, aku tidak akan menyetujuinya!” tegas Arini.
“Rin, aku hanya ingin tanggung jawab menikahinya saja, setelah dia melahirkan anakku, aku akan menceraikannya. Come on, Rin .... Please ....”
“Sekali tidak, tetap tidak, Mas!”
Arini berkata dengan napas naik turun. Dadanya kembang kempis menahan amarahnya. Semua orang tahunya rumah tangga Arini dan Heru baik-baik saja, pada kenyataannya semua berantakan. Heru selingkuh, selingkuhannya hamil dan meminta pertanggungjawaban Heru. Yang lebih menyakitkan, selingkuhan Heru adalah sahabat Arini.
Benar seperti yang dikatakan peserta seminar barusan, kalau laki-laki yang sangat bucin dan romantis pada pasangannya, di balik itu ada sesuatu yang sedang disembunyikan, termasuk perselingkuhan.
Arini tidak menyangka Heru akan melakukan hal sekeji itu pada dirinya. Selingkuh dengan sahabat karibnya hingga sahabatnya itu hamil anak Heru.
Arini mencoba terlihat baik-baim saja di depan Audience, ia mencoba terlihat mesra dengn Heru, padahal hatinya ingin murka kepada Heru yang telah mengkhianati pernikahannya. Itu semua demi pekerjaa Arini, apalagi ia sedang terikat kerja sama dengan penyelenggara acara seminar tadi. Sebisa mungkin Arini harus memperlihatkan kemesraan dengan Heru di depan para peserta.
Arini baru saja sampai di rumahnya sore ini, rasa penat dan lelah merajai tubuhnya. Dari pagi banyak tamu yang datang untuk berkonsultasi di kantornya. Kantor konselingnya semakin ramai, sampai jadwal Arini begitu padat.
Arini melempar tasnya ke sofa yang ada di ruang tengah, lalu ia melepas outernya, melemparnya ke arah sofa sampai menutupi tasnya. Arini langsung ke dapur, karena dia merasa haus sekali, apalagi dari pagi sampai sore dia bicara terus dengan beberapa kliennya. Terdengar suara mobil Heru masuk ke pekarangan rumah. Arini mengembuskan napasnya kasar, ia mulai pusing lagi karena pasti Heru akan membujuknya lagi, supaya Heru bisa menikahi selingkuhannya yang katanya sedang hamil.
Nuri, selingkuhan Heru sekaligus sahabat baik Arini saat dulu kuliah. Tidak menyangka sahabat dan suaminya melakukan hal sekeji itu pada dirinya. Maklum saja Nuri dan Heru satu kantor, berada satu Divisi, tak heran jika mereka sering bersama hingga timbul pikiran jahat untuk selingkuh.
“Sayang ....” Heru masuk ke dalam rumahnya, masih sama seperti dulu saat pernikahannya baik-baik saja. Selalu memanggil sayang saat pulang kerja.
Namun kali ini, tidak ada efek di hati Arini. Panggilan sayang Heru pada Arini hanya drama saja, supaya rumah tangganya terlihat baik-baik.
“Kamu dipanggil kok gak nyahut?” protes Heru.
“Nyahut, kamu saja gak dengar!” jawab Arini ketus.
“Kau bisa temani aku malam ini?” tanya Heru sambil mendekati Arini yang sedang mengambil gelas.
“Aku sibuk, kenapa tidak dengan selingkuhan kamu saja?” jawab Arini ketus.
“Pak Raka ada acara, Putranya ulang tahun ke lima tahun, apa kau tak mau datang? Pak Raka yang meminta aku mengajak kamu, bukannya kamu berteman dekat dengan dia dan mendiang istrinya?” ucap Heru.
“Iya, Raka dan Almarhumah Asti teman dekat aku, memang harus gitu kalau mereka teman akrabku, aku datang juga? Gak usah juga gak apa-apa kok? Bilang saja Arini banyak pekerjaan, pasti Raka tahu,” ucap Arini.
“Rin ... jangan gitu, dong? Ini permintaan Pak Raka sendiri aku harus ajak kamu? Kamu mau aku ini dicap karyawan yang gak baik di depan Pak Raka? Dia minta ajak kamu saja, aku gak nurutin?”
Arini mengembuskan napasnya kasar, lalu ia mengambil gelas, dan mengisinya dengan air putih. Ia teguk air putih di dalam gelas sampai tandas untuk membasahi tenggorokkannya yang sudah sangat kering.
“Bilang Raka, aku sibuk, pasti dia tahu! Kamu sama teman sekantor kamu saja, yang sedang hamil anakmu?” sindir Arini.
“Mana mungkin aku sama Nuri ke sananya? Ya dia ke sana juga, tapi gak mungkin kita menunjukkan berduaan gitu?” ucap Heru.
“Kenapa gak mungkin? Biar saja orang sekantor tahu kamu selingkuh dengan dia, dan kamu akan mendapatkan bogem mentah dari Raka, gak gitu juga sih, kamu dipecat Raka, dan dia pasti memberikan kamu sanksi berat, bisa-bisa kamu diblacklist dari perusahaan mana pun, supaya kamu tidak diterima di perusahaan mana pun?” ucap Arini.
“Arini ... kalau semua orang tahu, kariermu juga yang kena imbasnya, Sayang? Aku ini demi menjaga semuanya, agar semuanya baik-baik saja. Karierku, juga kariermu,” jelas Heru.
Arini hanya diam. Benar apa yang Heru bilang, kalau semua tahu pasti semuanya akan berantakan. Apalagi dirinya seorang konselor pernikahan, apa kata semua orang, kalau tahu pernikahan dirinya cacat, karena Heru selingkuh dengan sahabatnya sampai sahabatnya hamil.
Ponsel Arini berdering di dalam tas. Ia segera mengambil tas yang ada di sofa ruang tengah, dan mengambil ponselnya. Terlihat nama Raka di layar ponselnya. Ya, Raka temannya yang tak lain pemilik perusahaan di mana Heru bekerja. Sudah Arini tebak, pasti Raka akan memberitahu dirinya untuk ikut dengan Heru nanti malam.
“Ya, Ka ... Ada apa?” tanya Arini.
“Rin, nanti malam datang, ya? Ke pesta ulang tahu Juna,” jawab Raka.
“Kamu ini, ngadain pesta ulang tahun untuk anakmu kok malam-malam, Ka?”
“Ya ini kan untuk orang kantor, besok kan weekend, jadi besok baru acara untuk Juna dan teman-temannya. Oh ya, ini Juna mau bicara.”
“Tanta Rin ... datang ya nanti malam?”
“Iya, Sayang ... Tante akan datang, kamu minta hadiah apa dari Tante?”
“Apa saja, pokoknya kalau dari Tante, Juna pasti suka,” jawabnya.
“Baiklah anak ganteng, tunggu Tante di rumah, ya?”
Arini mematikan ponselnya, lalu membuangnya ke atas sofa. Tidak mungkin Arini menolak permintaan Juna. Ia sudah anggap Juna seperti keponakannya sendiri. Sejak Asti meninggal, Arini memang sudah dekat dengan Juna. Terkadang Arini sengaja mengunjungi rumah Raka untuk bertemu dengan Juna, apalagi Juna ditinggal ibunya usia satu tahun.
“Jadi kamu ikut?”
“Ya, karena Juna yang memintaku!”
“Oke, ayok kita mandi, Sayang? Sudah lama kita gak pernah Quality Time begitu, mumpung masih sore. Aku kangen.”
Heru mendekati Arini, mencumbu ceruk leher istrinya itu. Arini memejamkan matanya, namun hatinya bergejolak. Antara benci dan rindu sentuhan suaminya.
“I love you, Arini,” bisik Heru dengan masih mengendus ceruk leher Arini, dengan begitu dalam. Tangannya sudah menyentuh bagian dada Arini, segera Arini tepis, dan mejauh tubuhnya dari Heru.
“Jangan sentuh aku lagi!” pekik Arini dengan menyeka air matanya.
“Kamu gak kangen, Sayang? Aku kangen, sudah satu minggu, Arini,” ucap Heru.
“Aku bilang, jangan sentuh aku lagi mulai sekarang!”
“Rin, kamu ini masih istriku. Oke aku sudah melakukan kesalahan besar dalam hidupku, aku mohon kebesaran hatimu, Sayang? Aku khilaf, aku juga ingin bertanggung jawab, karena ada anak di dalam rahimnya,” ucap Heru.
“Khilaf? Khilaf itu sekali, Mas! Gak berkali-kali sampai hamil! Persetan dengan tanggung jawab!”
Arini pergi meninggalkan Heru. Ia masuk ke dalam kamar dan mengunci kamarnya. Sudah satu minggu memang Arini tidak tidur sekamar lagi dengan Heru. Setelah masuk kamar, Arini langsung mengunci pintu kamarnya, dan tidak mengizinkan Heru untuk masuk ke dalam kamarnya.
^^^
Arini datang bersama Heru ke pesta ulang tahun anak Raka. Sebetulnya Raka hanya mengadakan syukuran untuk putranya yang besok akan berulang tahun ke lima tahun dengan mengundang orang kantor untuk makan malam bersama, itu inti acaranya.
Namun, di tengah perjalanan, Heru membelokkan mobilnya ke sebuah apartemen. Arini tahu Heru mau apa ke apartemen. Jelas akan menjemput Nuri supaya berangkat bersama.
“Mau apa ke sini?” tanya Arini.
“Jemput Nuri, kasihan dia harus berangkat sendiri, apalagi dia sedang hamil,” jawab Heru tanpa berdosa.
“Aku naik taksi saja!”
“Gak usah macam-macam, Rin!”
“Ya sudah gak usah jemput dia!”
“Arini, dia sedang hamil anakku! Kalau dia kenapa-napa gimana? Lagian orang gak akan curiga, toh semua tahu Nuri sabahatmu?”
“Mantan sahabat! Dan kamu pun akan jadi mantan suami!”
“Kau tidak usah macam-macam, Arini! Nasib kariermu yang akan jadi taruhannya, kalau kita berpisah!” ancam Heru.
Arini terdiam, ia tidak mau ribut lagi. Biar saja Nuri ikut mobilnya meskipun Arini sangat marah.
“Sabar, Arini. Belum saatnya,” batin Arini.
Heru kembali masuk dengan menggandeng tangan Nuri mesra. Arini menatapnya dengan hati yang tercabik. Ingin rasanya Arini memaki dua manusia durjana itu.
“Eh ada Arin, maaf ya aku ikut Heru juga,” ucap Nuri.
“Masuk!” ucap Arini ketus.
“Sayang ... aku mau di depan, di belakang mual, anakmu ini yang mau,” ucap Nuri manja.
“Rin, bisa tukar posisi?” ucap Heru.
“Gak!”
“Arini!” bentak Heru.
“Gak!”
“Dia sedang hamil anakku, Rin! Tolong mengalah!”
“Yakin anak kamu yang dia kandung? Gak mau diselidiki dulu? Siapa tahu sebelum sama kamu tidur dengan laki-laki lain? Ingat kata dokter waktu itu, kan? Yang gak subur siapa? Aku atau kamu?” ucap Arini.
Arini lalu keluar, ia pindah duduk di belakang. Rasanya benar-benar dunia mau kiamat melihat suaminya lebih mementingka selingkuhannya. Lebih-lebih selingkuhannya itu tidak tahu diri.
“Rin, anak ini butuh nama ayah di akta kelahirannya, jadi aku minta tolong setujui kami menikah secara sah!” pinta Nuri.
“Tidak akan, Nuri!” jawab Arini.
Dada Nuri kembang kempis menahan amarah. Secuek itu Arini menanggapinya, seolah tak ada masalah pada dirinya. Arini tetap pada pendiriaanya, dia santai dan tegas menanggapi apa yang Nuri inginkan.
“Kau tidak bisa tegas dengan Arini, Her!”
“Diam kamu! Kita tidak usah bahas ini sekarang!” bentak Heru pada Nuri yang dari tadi sudah jengah mendengar Nuri ngomel-ngomel dan memaksa Arini untuk menyutujui pernikahannya dengan Heru.
“Her, ini nasib anakmu bagaimana? Aku hamil anakmu, Her! Aku ingin anakku punya ayah yang sah! Supaya ada nama kamu di akta kelahirannya!”
“Diam Nuri! Aku bilang diam, diam! Apa kamu turun saja!” sentak Heru.
“Mau dinikahin sah, atau tidak, namanya hamil di luar nikah ya tidak ada nasabnya? Bodoh sekali! Kalau mau melakukan sesuatu itu mikir!” sindir Arini.
“Kau!” Nuri menunjuk wajah Arini dengan geram.
“Kamu juga, Rin, apa salahnya kamu menyetujui kita!”
“Silakan kalian menikah, tapi tidak ada pernikahan sah!”
Arini sudah capek dengan keadaan, ia biarkan saja mereka menikah siri, daripada Arini terus didesak oleh mereka. Rasa sakit di hatinya sudah berubah menjadi benci pada dua orang munafik yang telah mengusik ketenangan rumah tangganya.
“Benar kau setuju kami menikah?” tanya Heru.
“Silakan! Tapi saya tidak akan menyetujui kalian menikah sah! Mau sah atau tidak, sama saja nasib anakmu, tak ada nasab!”
Nuri terdiam, benar yang Arini katakan, akan tetapi dia tetap ingin Arini menyetujui pernikahan mereka secara sah.
Sesampainya di rumah Raka. Arini keluar dari mobil lebih dahulu, ia tidak memedulikan Heru yang memanggilnya dan menyuruh dirinya untuk berjalan berdampingan dengan Heru. Arini langsung masuk ke rumah Raka, ia sudah terbiasa akan hal itu, apalagi Raka adalah sahabat dekatnya, sama dengan Asti mendiang istri Raka.
“Tante Arin ....!!!” teriak anak kecil memanggil Arini.
Arini berlari kecil menghampiri Juna yang memanggilnya. Arini berjongkok di depan Juna yang terlihat begitu bahagia dengan kedatangan Arini.
“Hai ... ganteng sekali keponakan Tante? Selamat ulang tahun, Sayang ....” Arini langsung memeluk Juna.
“Apa tante sendirian? Mana Om Heru?” tanya Juna.
“Itu, sama Tante Nuri di belakang, lagi ngobrol,” jawab Arini.
“Oh ....” ucap Juna, lalu kembali lagi memeluk Arini. “Aku kangen sama Tante,” ucapnya lirih.
“Miss you too, Sayang ....”
Juna sedikit dekat dengan Arini, apalagi kadang Raka menitipkan Juna pada Arini kalau Arini sedang tidak sibuk.
“Ehem .... kalau udah ketemu Tante Arini begitu, ya?” Raka berdiri di belakang Arini dan Juna yang sedang berpelukan melepaskan rindu. Maklum mereka hampir satu bulan tidak bertemu, karena Arini benar-benar sedang sibuk.
“Kan kita sedang kangen-kangenan, ya?” ucap Arini.
“Mana suamimu?” tanya Raka.
“Tuh langsung gabung dengan teman-temannya, ada Nuri juga tadi, mungkin sedang bahas pekerjaan,” jawab Arini.
“Weekend itu yang dipikirin Quality Time dengan istri, malah begitu,” ucap Raka.
“Biar saja, Ka.”
“Aku lihat Heru dengan Nuri sangat dekat sekali akhir-akhir ini. Di kantor saja mereka sering makan siang bareng, ke mana-mana bareng. Ya maklum sih mereka satu divisi, tapi ya tidak seperti itu juga seharusnya,” ucap Raka.
“Ya biar saja, selagi bahas masalah kerjaan,” ucap Arini.
“Tetap saja sih, gak etis!”
Raka sebetulnya mendengar desas-desus perselingkuhan Heru dengan Nuri. Akan tetapi, Raka tidak percaya begitu saja dengan gosip itu. Melihat kebahagiaan rumah tangga sahabatnya itu, Raka tidak percaya begitu saja. Namun, Raka tetap menyelidiki, karena mau seharmonis apa pun rumah tangga seseorang, pasti akan ada badai di tengah-tengahnya.
“Ya sudah sih, mereka Cuma teman, lagian Nuri itu teman akrabku, aku tahu dia,” ucap Arini.
“Ya, iya sih? Ya sudah yuk masuk, acaranya mau mulai,” ajak Raka.
Raka semakin yakin dengan desas-desus soal Heru dan Nuri, apalagi melihat Arini dan Heru malah berjauhan, dan Heru memilih bersama dengan Nuri. Arini berjalan dengan menggandeng Juna. Posisi Juna berada di tengah-tengah Arini dan Raka. Seperti sebuah keluarga kecil yang bahagia mereka. Bahkan semua orang yang melihat juga berpikir demikian. Semua orang sudah tahu, kalau Arini adalah sahabat mendiang istri Raka. Tidak heran Juna pun dekat dengan Arini, itu sudah hal biasa. Adanya Heru bekerja di perusahaan Raka pun karena campur tangan Arini. Arini yang meminta Raka supaya Heru bekerja di perusahaannya.
“Dad .... Aku pengin punya mommy lagi,” ucap Juna.
Raka dan Arini saling tatap, mereka bingung dengan apa yang Juna katakan. Tumben-tumbennya Juna bicara soal ingin punya Mommy. Biasanya Juna tidak pernah mengucapkan hal itu.
“Kapan aku punya Mommy, Dad?” tanya Juna.
“Mommy? Nanti saja ya punya Mommy laginya? Daddy belum siap, Sayang?” ucap Raka.
“Dad, kalau cari Mommy lagi, yang kaya Tante Arin, ya? Cantik, baik, suka ajakin Juna jalan-jalan?” pinta Juna.
Sepertiya di ulang tahun ke lima ini, Juna banyak sekali permintaannya. Semua permintaan Juna sudah Raka turuti semua. Namun, permintaan malam ini Raka belum bisa mengabulkannya. Bagaimana caranya mengabulkan permintaan Juna yang satu itu? Selama Asti meninggal, Raka malah berpikir sudah tidak ingin meikah lagi. Ia ingin fokus dengan Juna. Dengan tumbuh kembang Juna.
“Tante, mau tidak jadi mommy aku?” pinta Juna.
Arini mengerutkan keningnya, tidak Arini sangka Juna mengatakan hal itu. Meminta dirinya menjadi ibunya. Arini kembali berjongkok, lalu mengusap pipi Juna dengan lembut.
“Sayang ... dengarkan Tante. Kamu boleh panggil Tante dengan sebutan Mommy, Tante sudah anggap kamu seperti anak tante sendiri. Tante sayang banget sama Juna,” ucap Arini.
“Benar, aku boleh manggil Tante dengan panggilan Mommy? Aku gak punya Mommy sendiri di kelas, Tante, itu kenapa aku ingin Mommy,” ucap Juna dengan mata berkaca-kaca.
Tidak salah Juna meminta hal itu. Namanya anak-anak, pasti dia masih belum bisa terima dibilang tidak punya mama di sekolahannya. Bahkan pasti ada salah satu atau salah dua temannya itu yang mengejek Juna, mebully Juna karena tidak punya Mama.
“Arini ... jangan seperti itu, kamu kalau Juna minta apa-apa, pasti dituruti. Nanti apa kata orang dia manggil kamu Mommy?” ucap Raka yang menghormati Arini, apalagi Pekerjaan Arini berhubungan erat dengan para netizen, apakata orang kalau Arini dipanggil Mommy oleh anak sahabatnya itu.
“Ya tidak masalah, memang kenapa? Kamu kebiasaan, gak usah dengar apa kata orang, Ka! Aku hanya ingin lihat Juna bahagia. Kamu gak tahu rasanya tidak punya ibu dari kecil, kamu ingin Juna seperti aku?” ucap Arini.
“Ya sudah terserah kamu, tapi suamimu gimana?”
“Biar saja, pasti dia nurut sama Juna, apalagi kamu tahu kan, Heru ingin sekali punya anak?”
Arini diajak Juna untuk mendampinginya di acara tiup lilin malam ini. Semua iri dengan Arini yang bisa dekat dengan Raka. Apalagi para wanita yang selama ini mengincar Raka, semua kesal melihat kedekatan Raka dengan Arini, termasuk Heru. Meski Heru tahu sedekat apa Arini dan Raka, dan setiap Juna ulang tahun pasti mendampingi Juna tiup lilin, tapi malam ini Heru terbakar api cemburu melihat Arini dekat dengan Raka.
“Itu istrimu kan, Her?” tanya teman Heru.
“Iya, kenapa? Kan memang selalu begitu kalau ulang tahun Juna?” jawab Heru.
“Ya tapi malam ini beda, kelihatan seperti keluarga harmonis mereka.”
“Lagian ada suaminya kok dekat-dekat dengan laki-laki lain?” ucap Nuri.
“Mereka sahabatan dari jaman orok! Jadi wajar, aku tahu bagaimana, dan mereka tahu batasannya,” ucap Heru.
“Yakin?”
Nuri sangat tahu, tatapan Heru kali ini menyiratkan kalau Heru cemburu dengan kedekatan Arini dan Raka malam ini. Menurut Heru itu terlihat tidak seperti biasanya. Apalagi dari awal datang di rumah Raka, Arini sudah menjauh saja dari Heru, sama sekali tidak berdekatan dengan Heru. Arini memilih langsung menghampiri Juna yang sudah menunggu dirinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!