🗒️ Novel ini akan aku update santai, sekedar hiburan untuk mengisi waktu luang. Yang kepoin ceritanya baca yuk👇👇👇
...^^^^^^^^^°-°^^^^^^^^^...
"Vio__"
"Vio__!!"
"Viola Anastasya!!!"
Teriakkan itu sukses membuat seorang gadis yang sedang asyik dalam mimpi-mimpi indahnya langsung membuka kedua bola matanya lebar-lebar. Buru-buru dia mengelap air liurnya yang hampir saja ngeces disudut bibirnya.
Saat itu juga tatapan seluruh anak kelas XII langsung tertuju pada gadis dengan rambut lurus panjang dengan bando berwarna pink yang melekat di kepala. Gadis itu harus menerima tatapan mematikan dari Bu Siska. Wanita berusia 40 tahunan itu seketika darah tingginya langsung naik tatkala dia sudah menjelaskan panjang lebar namun malah ditinggal tidur oleh Viola.
"Viola, kamu tidur di kelas!!" Gertaknya pada gadis yang usianya mendekati 18 tahun itu. Viola yang menjadi sasaran kemarahan Bu Siska langsung menggeleng cepat.
"Eh_ N-nggak Bu__ Tadi cuma lagi__"
"Lagi apa? Mau ngeles kamu, hah? Mulut Ibu itu sudah hampir berbusa menerangkan pelajaran sepanjang__"
"Sepanjang jalan kenangan maksudnya, Bu?" Potong Denis yang duduk di bangku seberang Viola. Seketika kelas menjadi ramai mendengar candaan yang dilontarkan pemuda itu.
"Diam kamu, Denis! Diam kalian semua!!" Bu Siska menggertakkan gigi-giginya menatap seluruh ruangan kelas, sedetik kemudian tatapannya kembali beralih pada Viola. "Viola! keluar kelas sekarang dan lari keliling lapangan sebanyak 50 putaran."
"What??? 50 putaran?"
Sedikit terkejut memang, karena ini untuk pertama kalinya Viola mendapatkan hukuman seperti ini. Biasanya dia adalah murid yang begitu rajin dan cukup berprestasi hingga membuat orang tua dan guru-gurunya bangga. Namun kali ini ada apa dengan Viola? Entahlah, Viola sendiri tidak tahu. Mendekati kelulusannya 4 bulan lagi, hati Viola malah menjadi gundah gulana.
"Kenapa? Masih kurang? Mau Ibu tambahin jadi 100 putaran?"
"Nggak Bu, itu udah lebih dari cukup," ujar Viola langsung berdiri dan berlalu meninggalkan kelas.
Bu Siska sendiri merasa heran karena akhir-akhir ini Viola sering melamun dan tidak memperhatikan pelajaran. Meskipun semua itu tidak membuat nilai-nilai Viola menurun, namun tetap saja ada rasa kekhawatiran sebagai seorang guru sekaligus wali kelas Viola.
-
-
-
Nasibnya sungguh sial hari ini, Viola tak henti-hentinya mengomel sendiri sejak keluar dari dalam kelas dan berjalan menuju lapangan sekolah. Tiba-tiba langkah kakinya berhenti saat dia menatap ke arah lapangan. Bagaimana tidak, saat ini pemuda yang sudah mengisi hatinya selama 6 bulan terakhir tengah bermain basket bersama dengan teman-temannya.
Cinta yang memang datang tidak tepat waktu itu telah singgah di hati Viola sejak pertama kali melihat kehadiran Raka sebagai murid pindahan di SMA Bakti Bangsa. Raka sendiri merupakan adik kelas Viola, usianya sudah bisa dipastikan satu tahun lebih muda dibawah Viola. Hal itulah yang membuat Viola memilih memendam perasaannya pada Raka, selain perbedaan usia tentunya akan jadi ejekan teman-temannya nanti jika ada yang tau tentang perasaannya terhadap Raka.
Raka Pradana, nama itu seperti sudah terukir di hati Viola. Cinta monyet, cinta pertama atau biasa di sebut cinta apalah. Namun satu yang pasti, jika saat ini Viola merasa menyukai Raka. Diam-diam dia sering tersenyum sendiri saat sedang memperhatikan Raka dari kejauhan, seolah hatinya seperti sudah tergembok hanya untuk Raka seorang. Terkesan lebay memang, tapi begitulah faktanya.
"Duhh__ malu gak sih lari di depan Raka." gumam Viola merasakan jantungnya berdetak dengan sangat kencang. Bukan masalah larinya, tapi pasti dia akan jadi bahan olok-olokan gara-gara mendapatkan hukuman lari keliling lapangan. Dan pastinya akan menjadi tontonan Raka juga.
"Bu Siska ngapain sih pakai suruh lari segala." Viola terus saja menggerutu kesal hingga tidak sadar jika saat ini Bu Siska sudah menyusul dibelakangnya.
"Lari Viola!!!"
"Eh iya lari___"
Viola langsung ngibrit begitu mendengar teriakkan Bu Siska yang membuat gendang telinganya hampir pecah. Suara Bu Siska memang mirip sekali dengan penyanyi rocker. Atau mungkin saja Bu Siska memang dulunya bekas penyanyi rocker. Rambut pendeknya yang keriting mengembang bahkan sangat mendukung penampilan Bu Siska yang mirip seorang penyanyi rocker pada masanya.
"Hei, lihat itu kan kak Vio kakak kelas kita."
"Eh iya, kok dia lari keliling lapangan sih?"
"Masa iya sih seorang kak Vio mendapatkan hukuman lari keliling lapangan."
Mustahil, itulah yang ada di benak anak-anak kelas XI yang memang sedang mengikuti jam pelajaran olahraga. Mereka dibuat terkejut dengan kehadiran Viola yang tiba-tiba datang dan langsung lari mengelilingi lapangan. Tapi itulah faktanya, Viola sedang mendapatkan hukuman dari Bu Siska gara-gara ketiduran di dalam kelas.
Kehadiran Viola disana tentunya menjadi pusat perhatian semua orang dilapangan. Termasuk Raka, pemuda itu menatap dan terus memperhatikan ke arah Viola.
"Duh kok dia liatin kesini sih! Jangan lihat __ jangan lihat __" Viola terus saja bermonolog dalam hati. Bahkan dia memakai satu tangannya untuk menutupi wajahnya.
"Kak awas__!!!"
Brukkk___
Sayangnya suara teriakan itu tidak lebih cepat dari bola basket yang melayang hingga mengenai kepala bagian belakang Viola. Kerasnya benda itu membuat Viola yang sudah ngos-ngosan langsung jatuh tersungkur dan menjerit kaget.
"Hei, kak Vio__"
"Ayo tolongin."
Beberapa anak langsung berlari ke arah Viola untuk menolongnya. Raka juga ikut mendekat, bahkan dia berjongkok di depan Viola. Ditatap sedekat ini oleh Raka membuat sakit dikepala dan lutut Viola seolah langsung sembuh seketika.
"Kakak gak apa-apa?" tanya Raka.
"What?? Kakak?__ Oh my god" Viola membatin tak percaya dengan panggilan 'kakak' yang ditujukan Raka padanya.
"Jangan panggil aku kakak!!!"
_@~@_
...☘️☘️☘️...
"Sayang, kamu gak apa-apa?"
Suara penuh kekhawatiran itu datang dari seorang pemuda yang baru saja masuk ke ruang UKS bersama dua orang gadis yang mengekor di belakangnya.
"Vio, kok bisa gini sih?" kali ini Amel yang berbicara. Dia adalah salah satu sahabat baik Viola selain Dian.
"Iya, Vi. Lo gak apa-apa kan?" Dian tak kalah khawatirnya dari Amel dan Bian.
"Iya, gue gak apa-apa kok, cuma lecet dikit tapi udah diobatin," tunjuk Viola dengan dagunya pada lututnya yang sudah di plester.
"Siapa yang melempar bolanya? Biar aku kasih pelajaran dia," ujar Bian dengan begitu menggebu-gebu. Jelas dia tidak terima jika pacarnya mendapatkan perlakuan seperti ini.
Heran bukan, Viola yang katanya cinta setengah mati pada Raka ternyata sudah memiliki pacar. Ya, semua ini terjadi karena terpaksa, satu bulan lalu Viola terpaksa menerima cinta Bian. Kalau kata orang, lebih baik dicintai daripada mencintai. Mungkin itulah yang sedang Viola jalani dengan Bian. Daripada mengharapkan Raka yang belum pasti, Viola ingin mencoba menjalani hubungan dengan Bian. Meskipun nyatanya sampai saat ini Viola masih belum bisa memiliki perasaan apapun terhadap Bian.
"Udah deh, Bi. Gak usah berlebihan gitu, aku kan udah bilang kalau aku gak apa-apa." Viola mencoba untuk turun dari atas brankar dan kembali berdiri tegak.
"Gak bisa gitu dong sayang__"
"Bi, aku kan udah bilang sama kamu berkali-kali, jangan panggil aku sayang, apalagi kalau kita lagi di sekolah. Bisa kan Bi?"
"Tapi Vi__"
"Kenapa? Biar semua orang tau kalau kita berdua pacaran? Hubungan gak harus diumbar kan, Bi."
"Oke, oke, tapi nanti kamu pulang bareng aku ya? Please__" Bian mengatupkan kedua tangannya di depan dada, memohon agar keinginannya dikabulkan oleh Viola.
"Gak bisa, Bi. Aku udah ada yang jemput, Pak Wawan." ujar Viola menyebut nama supirnya.
"Gampang, suruh aja supir kamu pulang duluan. Kalau mama kamu nanya bilang aja kita lagi ada belajar kelompok, kan beberapa bulan lagi kita ujian."
"Kamu mau aku bohong sama mama?"
"Bukan gitu, Vi. aku cuma pengen ngajak kamu jalan, kita makan bareng, nonton, apa itu salah?"
Viola tidak langsung menjawab, nyatanya selama sebulan berpacaran, mereka belum pernah pergi hanya berduaan. Jikapun iya diijinin keluar diluar kegiatan sekolah, selalu ada Amel dan Dian yang jadi bodyguard untuk Viola. Belum lagi kakak Viola yang selalu memantau adik semata wayangnya. Viola memang memiliki seorang kakak laki-laki yang sudah duduk di bangku kuliah, namanya kak Leo.
Viola menggeleng sembari tersenyum, "Nggak salah sih, Bi. Cuma akunya aja yang gak pengin. Aku ke kelas dulu. Makasih udah khawatir."
Dengan diikuti oleh Amel dan Dian, Viola berjalan meninggalkan UKS menuju ke kelas mereka. Bian hanya bisa menarik nafas berat setelah lagi-lagi mendengar penolakan dari Viola. Sepertinya kekasihnya itu masih belum bisa membuka hati sepenuhnya untuk dirinya. Setelah mencoba menenangkan diri sejenak, Bian menyusul ke kelas karena sebentar lagi ada pelajaran Kimia.
-
-
-
Sebenarnya Viola masih merasa sedikit pusing gara-gara terkena lemparan bola saat tadi dilapangan. Beruntung tadi dua orang gadis anak kelas XI mau membantunya mengantar ke UKS. Setelah sebelumnya Viola dibuat sedikit kesal dengan panggilan 'kakak' yang dilayangkan oleh Raka.
Berbicara tentang Raka, baru tadi Viola bisa melihat wajah Raka dengan sedekat itu. Sayangnya Viola tidak diberi kesempatan untuk mengagumi barang sejenak saja karena anak-anak yang lain keburu datang dan mempertanyakan keadaannya.
"Loh kok berhenti, Pak?" tanya Viola pada pak Wawan, supirnya. Saat ini mereka memang sedang berada di dalam mobil dan dalam perjalanan menuju pulang ke rumah.
"Itu, Non. Didepan ada motor." Pak Wawan menunjuk motor didepannya yang tiba-tiba berhenti mendadak. Lebih tepatnya mereka seperti sengaja berhenti di depan mobil yang dinaiki Viola dan Pak Wawan.
"Siapa sih, Pak?"
"Kurang tau, Non. saya juga gak kenal. Bentar Non, saya turun dulu ya?" ujar Pak Wawan yang kemudian membuka pintu mobil dan segera turun.
Dari dalam mobil, Viola terus memperhatikan. penampilan dua orang itu yang terlihat mirip seperti preman membuat bulu kuduk Viola berdiri. Belum lagi tangan keduanya yang dipenuhi dengan gambar-gambar tato.
"Hah, pak Wawan!!" seketika Viola langsung menjerit kaget saat melihat pak Wawan mendapatkan bogem dari salah seorang pria.
Melihat pak Wawan kembali dipukul, Viola memutuskan untuk turun. Wajahnya semakin panik begitu melihat Pak Wawan sudah dibuat babak belur karena terus mendapatkan pukulan diwajah dan tubuhnya.
"Hei, cantik. Main sama Abang, yuk?" Salah seorang pria berjalan mendekati Viola.
"Jangan mendekat! Atau aku akan teriak." Viola berusaha menakut-nakuti dengan ancaman, namun pria itu malah tertawa. Pasalnya di jam segini tempat itu memang sangat sepi dan jarang ada yang lewat.
"Teriak aja cantik, gak akan ada yang denger. Paling binatang-binatang liar yang bakal dengerin teriakan kamu."
"TOLONGGG___!!!"
"TOLONGGG _____!!!"
Seperti apa yang dikatakan oleh pria itu, berkali-kali Viola berteriak memanggil minta tolong sampai suaranya serak tetap tidak ada yang datang untuk menolong.
"Kamu tinggal pilih cantik, mau temenin Abang atau kamu mat___"
"PILIH PATAHIN TANGAN KAMU!!!"
Seketika perhatian mereka teralih pada sumber suara itu. Sosok pemuda dengan pakaian seragam sekolah yang sama dengan yang dipakai oleh Viola kini sedang berdiri dengan beberapa orang pemuda lain di belakangnya. Para pemuda itu tidak ada yang Viola kenal, kecuali__
"Raka??"
...🌻🌻🌻...
Bagaikan sedang berada di dalam sebuah drama, saat ini Viola seakan melihat sang arjuna datang untuk menolongnya. Meski usianya masih sangat muda, perawakan dan wajah rupawan Raka sangat mirip seperti penggambaran CEO-CEO dalam sebuah novel. Keren bukan? Kalau gak keren gak mungkinlah Viola sampai tergila-gila. 😆
"Mata gue gak salah lihat kan? Kalau ini mimpi, gue berharap gak usah bangun selamanya," dalam keadaan genting, Viola masih sempat-sempatnya bermonolog seperti itu. Matanya berbinar begitu melihat sang pujaan hati datang untuk menolong.
"Dasar bocah, sialan!! Ganggu aja kalian," gertak preman itu pada Raka dan beberapa pemuda lain dibelakang. Namun seketika wajahnya berubah seperti tikus yang melihat kucing ingin memakan mangsanya saat beberapa pemuda yang berdiri di sekitar Raka memainkan benda-benda yang mereka bawa ditangan mereka.
Bagaimana tidak takut, masing-masing dari mereka ada yang memegang pisau, batu, bata merah, tongkat bisbol, gunting, seakan mereka sangat niat sekali ingin menghabisi nyawa dua preman itu.
"Breng-sek, ayo kita pergi!" Ajaknya pada temannya. Keduanya kembali menaiki motor dan berlalu pergi meninggalkan tempat itu.
"Hehh__ udah gitu doang?" Viola dibuat melongo dengan kaburnya dua pria bertato. Dia pikir bakal ada adegan action seperti di film-film laga.
"Kamu gak apa-apa?" Tanya Raka yang sudah berdiri di depan Viola. Hampir saja mata Viola dibuat melompat dari tempatnya saat melihat wajah Raka sedekat sekarang.
"Sempurna ___" monolog Viola saat melihat salah satu makhluk Tuhan yang bisa dibilang cukup sempurna di mata Viola.
Raka mengibaskan tangannya saat melihat Viola hanya bengong tanpa menjawab pertanyaannya. "Hei__"
Seketika Viola langsung tersadar dari lamunannya dan menggeleng dengan cepat, "Gak kok, gak apa-apa. Makasih ya?"
Raka tersenyum sembari mengangguk Dan senyumnya itu bisa mengalahkan manisnya madu. Hati Viola benar-benar meleleh dibuatnya.
"Oya, aku kawal ya? Sampai rumah." Raka menawarkan diri.
"Eehhh____" sontak kedua bola mata Viola langsung membulat, mencerna kembali baik-baik apa yang barusan dia dengar. Jangankan kawal sampai rumah, sampai pelaminan juga gak apa-apa. Viola siap lahir batin.
"Eh gak ada maksud apa-apa kok, mau mastiin aja kalau dua preman tadi gak gangguin kamu lagi," ujar Raka mengklarifikasi ucapan sebelumnya. Takut Viola salah paham.
"Ohh___" Viola sempat kecewa sih, kirain karena Raka juga suka sama dia. Ternyata cuma takut preman tadi balik lagi.
Pak Wawan yang sudah ditolong beberapa pemuda lain berjalan menghampiri Viola dan Raka. Beberapa pemuda yang sudah menolong langsung pergi meninggalkan mereka bertiga setelah memastikan semuanya baik-baik saja.
"Pak Wawan gak apa-apa?" saking asyiknya memandang paras tampan sang arjuna, Viola sampai lupa jika supirnya sudah dibuat babak belur.
"Gak apa-apa, Non. Mari Non, kita pulang," ajak pak Wawan. Jika tak mengantar Viola pulang tepat waktu, Nyonya Tamara bisa nyerocos sepanjang rel kereta api. Maklum, Viola anak perempuan satu-satunya dan harus selalu dalam pengawasan.
Viola menatap ke arah Raka seolah meminta persetujuan sebelum naik ke dalam mobil.
"Gak apa-apa, naik aja, aku ambil motor aku dulu ya disana," ujar Raka kemudian dia berlalu pergi menuju ke arah motor matic-nya yang terparkir sedikit jauh dari sana.
-
-
-
Sepanjang perjalanan Viola tidak bisa untuk tidak memandang ke arah belakang. Dengan motor matic-nya saat ini Raka sedang melaju motornya di belakang mobil Viola. Mirip pangeran yang sedang mengawal tuan putrinya dengan menaiki kuda putih.
"Pak, aku turun disini aja," ucap Viola saat mobil mereka hendak memasuki gerbang sebuah rumah.
"Tapi Non___"
Belum juga pak Wawan selesai bicara sudah ditinggal turun sama Viola. Gadis itu langsung berjalan menghampiri motor Raka yang baru saja berhenti. Raka membuka helmnya dan tersenyum pada Viola.
"Sekali lagi makasih ya?"
"Sama-sama," jawab Raka. Sedetik kemudian dia beralih memperhatikan penampilan Viola yang serba pink. Tas, bando, kaos kaki dan beberapa accesories yang melekat semuanya berwarna pink. "Suka warna pink?"
Viola mengangguk, "Suka."
"Suka banget apa cuma suka doang."
"Ya suka aja, kenapa emang?"
Raka tidak menjawab, dia menurunkan tas ranselnya dan mengeluarkan sesuatu dari dalam sana.
"Warna lain juga bagus loh." Raka turun dari atas motor dan berdiri di depan Viola.
"Wait__ wait__ Dia mau ngapain?"
Lagi-lagi Viola dibuat membeku saat Raka menurunkan bando miliknya dan menggantinya dengan sapu tangan berwarna biru muda yang diikatkan dikepala Viola dan memasangkannya seperti bando. Hembusan nafas pemuda itu bisa Viola rasakan dengan jelas diwajahnya.
"Cantik," gumam Raka begitu selesai dengan kegiatannya. "Oya, kamu mau dipanggil siapa?"
"Ehh___"
Kejadian dilapangan sekolah tadi pagi masih terekam dengan jelas dibenak keduanya. Saat dimana Viola menolak dipanggil kakak oleh Raka.
"Kamu mau dipanggil kakak atau___"
"Vio. Panggil Vio aja, biar lebih akrab. Lagian umurku gak tua-tua amat." Viola merasa panggilan kakak begitu keramat jika Raka yang menyebutnya. Apalagi jika panggilan itu ditujukan untuk dirinya.
"Ha-ha kamu lucu juga. Oke Vio, kenalin namaku Raka. Dan aku ini adik kelas kamu." Raka memperkenalkan diri. "Ya udah, aku balik dulu ya?"
Viola mengangguk, "Sekali lagi makasih."
Raka memakai helmnya kembali dan naik ke atas motor, menyalakan mesinnya dan melajukannya pergi meninggalkan kediaman Viola. Sampai bayangan Raka menghilang, Viola tak sedikitpun beranjak dari tempatnya berdiri. Viola menyentuh sapu tangan yang dipakaikan oleh Raka tadi dikepalanya. Hatinya begitu berbunga-bunga, dan kupu-kupu seperti sedang berterbangan di sekelilingnya.
-
-
-
"Vio__" Tamara menghampiri sang putri yang baru saja menginjakkan kakinya masuk ke dalam rumah.
"Mama." dengan senyuman mengembang Viola menatap sang mama yang menyambut kepulangannya. Tamara memperhatikan penampilan putrinya yang sedikit berbeda.
"Bando kamu dan__" pandangan Tamara turun ke bawah dan berhenti di lutut Viola yang diplester. "Kaki kamu kenapa sayang??"
Tamara sangat cemas sekali, barusan dia dari belakang untuk meminta bantuan mbak Asih supaya membantu mengobati luka pak Wawan. Supirnya itu sudah menceritakan tentang kejadian yang mereka alami saat di jalan pulang.
"Kamu diapain sama preman-preman itu?"
"Vio, gak diapa-apain, Ma. Vio baik-baik aja." Viola merentangkan kedua tangannya, memperlihatkan jika dia baik-baik saja.
Tamara menghela nafas lega, "Syukurlah, ya udah kamu ke kamar dan ganti pakaian kamu. Setelah itu kita makan siang ya?"
Viola mengangguk pelan, dia melangkahkan kakinya beberapa langkah maju ke depan, sesampainya di pintu tengah Viola membalikkan tubuhnya dan kembali menatap sang mama.
"Ma__"
"Iya, ada apa sayang?" tanya Tamara yang masih berdiri di tempatnya.
Viola tidak langsung menjawab, cukup lama dia terdiam dan nampak berfikir keras. Tamara mulai mengernyitkan keningnya, menunggu kiranya apa yang akan disampaikan oleh putrinya.
"Viola boleh nunggak kelas gak?"
"Heh___"
...🍁🍁🍁...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!