NovelToon NovelToon

Cinta Perawan Tua

Episode 1

Aku Janetta, wanita lajang berusia empat puluh tahun, bekerja di salah satu instansi pemerintah. Wih, usia empat puluh tahun masih melajang, tentu menjadi pertanyaan paling basic bagi orang-orang yang tinggal di Indonesia ini. Meski zaman sudah milenium, tetap saja usia menjadi patokan bagi seseorang dalam setiap babak kehidupannya. Memang kenapa masih melajang di usia empat puluh tahun ? Tidak merugikan siapapun juga bukan. Aku punya pekerjaan yang membuat waktuku tidak ada yang terbuang percuma. Aku punya penghasilan yang lebih dari cukup untukku dalam menjalani kehidupan yang menyenangkan. Tapi mengapa, setiap kali aku menjalani mutasi ke kantor baru, orang-orang ini menatapku aneh. Antara kasihan karena belum berkeluarga di umur yang sudah menuju menopause atau malah miris melihatku yang masih cantik tanpa kerutan karena tidak perlu mengurus suami dan anak-anak. Ah, entahlah. Terserah mereka saja mau berpikir apa dan bagaimana. Mungkin juga mereka tahu kisahku lima belas tahun lalu, yang gagal menikah di usia produktif. Mungkin mereka menganggap aku patah hati dan memutuskan hidup selibat. Ya suka-suka mereka saja.

Lima belas tahun lalu, aku memang gagal menikah, karena orangtuaku tidak merestui hubunganku dengan kekasihku. Saat itu kekasihku mengajakku kawin lari, menikah tanpa restu, tanpa adat dan tanpa resepsi. Kala itu aku sempat tergoda untuk melakukannya. Namun aku punya pernikahan impian yang sudah kukhayalkan sejak aku masih anak berusia tujuh tahun dan gemar main boneka. Aku membayangkan akan menikah dengan gaun pengantin putih dengan selayar yang panjangnya tiga meter menjuntai di belakangku. Dengan tiara mewah di kepalaku saat aku memasuki gereja untuk diberkati oleh pendeta. Aku juga membayangkan mengadakan resepsi di gedung terbaik di kota ini, dengan jejeran aneka makanan yang berlimpah, dekorasi yang mewah, dan musik yang menarik. Khayalan masa kanak-kanakku ini membuatku menolak permintaan kekasihku untuk menikah tanpa restu. Namun aku juga marah dan membenci orangtuaku yang menolak lamaran kekasihku karena ketidakpercayaan orangtuaku kepadanya apakah mampu membahagiakan aku atau tidak, karena pekerjaan kekasihku bukanlah di pemerintahan. Alasan sepele dari orangtua yang sebenarnya belum ikhlas anaknya untuk menikah. Saat itu dengan emosi aku berkata, bahwa aku tidak akan pernah menikah jika bukan dengan kekasihku. Ayahku malah menjawab itu lebih baik daripada aku menikah dengannya. Betapa kaget aku mendengar jawabnya.

Singkat cerita, aku putus dengan kekasihku karena dia kecewa akan penolakanku. Aku sudah mencoba menjelaskan kepadanya bahwa aku tidak mau menikah dengan cara yang tidak baik. Aku ingin mewujudkan impian pernikahanku yang kuyakini hanya sekali seumur hidup. Aku memintanya untuk menunggu dan berjuang untuk memperoleh restu dari orangtuaku. Namun ternyata kekecewaannya lebih besar dari rasa cintanya kepadaku. Dia memutuskanku dan satu tahun kemudian dia menikah dengan perempuan yang dijodohkan dengannya oleh keluarganya. Dia tidak mengundangku ke pernikahannya, dan sebulan setelah dia menikah aku pindah tugas dari Manado ke Surabaya.

Sepuluh tahun di Surabaya, aku pindah tugas lagi ke kota Jogjakarta selama empat tahun. Setelah empat tahun di Jogja, kini aku mendarat di kota Medan. Kota ini sangat jauh dari kota kelahiranku. Apakah aku pernah pulang ke kota kelahiranku ? Selama empat belas tahun merantau, aku hanya tiga kali pulang ke kota kelahiranku. Satu kali ketika kakakku menikah, yang kedua ketika nenekku wafat dan ketiga kali ketika sahabat kecilku, Triana kehilangan suaminya karena penyakit yang dideritanya. Setiap pulang ke Manado, dalam tiga hari aku pasti sudah kembali ke tempat tugasku. Aku tidak suka berlama-lama di rumah orangtuaku. Aku juga tidak suka bercengkerama dengan keluarga besarku, karena yang muncul hanya pertanyaan kapan menikah dan nasehat-nasehat tidak penting yang menyuruhku untuk move on dari mantan. Oh please, nggak mungkin aku masih menginginkan laki-laki yang sudah menjadi suami orang. Aku juga tidak suka berhadapan dengan orangtuaku, aku masih marah dan benci meski sudah lima belas tahun berlalu. Orangtuaku yang sudah semakin menua juga seperti menunjukkan penyesalan setiap kali menatapku. Dan tatapan itu membuatku jengah dan tak suka. Natal dan tahun baru aku tidak pernah pulang, aku biasa menjalaninya dengan sesama rekan kerja yang juga perantau, atau kadang aku pergi menyendiri. Menatap cahaya kembang api dari kamar hotel di lantai dua puluh, sendirian dengan bir atau soda dan keripik kentang, itu sudah cukup membahagiakan buatku. Sepi itu sudah mendarah daging dalam diriku dan aku lebih suka itu. Bertemu dengan banyak orang malah menguras energiku dan membuatku kelelahan. Dan sifat introvert ini jugalah yang membuatku sangat menikmati pekerjaanku sebagai auditor pemerintahan yang sehari-hari berkutat dengan angka dan jurnal serta mencari-cari celah kesalahan dari si pembuat laporan.

Episode 2

Aku telah tiba di Bandara Kualanamu setelah perjalanan dua jam dari Jakarta untuk transit selama tiga jam dan perjalanan satu jam dari kota Jogjakarta. Waktu menunjukkan pukul tiga sore ketika aku keluar dari bandara. Aku sudah pernah beberapa kali ke kota ini dalam rangka perjalanan dinas. Karena itu ketika ditawari dijemput oleh supir kantor, aku menolak. Aku memilih naik kereta saja dan dari sana naik taksi menuju hotel tempat aku sementara menginap sebelum esok aku mencari kost yang sesuai untukku.

Aku telah sampai di hotel dan segera menuju kamar yang sudah kupesan sebelumnya lewat aplikasi travel online. Aku masuk ke kamar, merebahkan diriku sesaat untuk mengurangi kelelahan akibat perjalanan hari ini. Terasa perutku keroncongan, karena tadi di bandara Soekarno Hatta, aku hanya makan roti dan minum air mineral sebagai penahan lapar. Dan baru kusadari dari pagi aku belum makan dengan benar. Aku bergegas mandi karena aku ingin makan makanan yang kurindukan di salah satu mall di kota ini.

Selesai mandi dan berbenah, aku memesan taksi online, lalu turun ke lobby. Dan kini sampailah aku di restoran yang makanannya cukup kusukai di kota ini. Aku memesan hidangan favoritku dan sembari menunggu pesananku diantar, aku berselancar di dunia maya mencari tempat kost yang sesuai seleraku. Sudah ada beberapa referensi dari teman-teman kerjaku, namun aku menginginkan lebih banyak pilihan buat jaga-jaga siapa tahu yang disarankan teman-temanku kurang pas di hati dan kantong. Lagi asyik memainkan handphone, tiba-tiba seorang anak balita berusia tiga tahun menghampiri mejaku. Dia tersenyum lucu dan aku pun membalas senyumnya. Aku tidak mau wajahku yang tanpa senyum ini akan menakuti anak kecil itu. Melihat senyumku, anak kecil itu malah tertawa, sampai aku berpikir apa ada yang lucu di wajahku. Buru-buru aku berkaca di handphoneku dan aku tidak melihat ada yang janggal di wajahku.

“Anetta, sini Nak, nggak boleh mengganggu orang lho,” kudengar suara seorang perempuan di belakangku. Aku tak menoleh namun tetap tersenyum sampai anak kecil itu kembali ke meja orangtuanya. Pesananku datang dan aku makan dengan khusyuk. Selesai makan, kupanggil pelayan dan meminta bill. Sebelum bill datang, ternyata pengunjung di meja belakangku telah selesai dan bergerak akan keluar dari restoran. Mereka bergerak melewatiku, tanpa sadar aku melihat ke anak kecil tadi yang ternyata melambaikan tangan padaku dalam gendongan ayahnya. Spontan aku melambaikan tangan juga dan jantung terasa berhenti. Lelaki itu, ayah anak kecil yang dipanggil Anetta tadi, aku merasa sangat mengenalnya. Aku ingin memanggilnya, namun cepat kutangkupkan tanganku ke mulutku agar dia tidak mendengarku. Mereka, ayah, anak kecil itu dan neneknya telah keluar dari restoran tanpa menoleh padaku. Aku lega dan lunglai, sampai-sampai pelayan yang mengantar bill tidak kuacuhkan. Bagaimana mungkin, jarak Manado dan Medan sangat jauh. Bagaimana mungkin aku bertemu dengannya disini. Degup jantungku masih berdetak kencang saat melihatnya, aku bahkan ingin memanggil namanya. Apa ini Janetta ? Kau masih cinta dengannya ? Kau bilang kau sudah move on karena dia sudah jadi suami orang. Tapi mengapa tiba-tiba rasa rindu itu begitu menyengat sampai ke tulangku. Aku segera menepis keterkejutanku, aku yakin itu bukan Antonio. Dia hanya mirip dengan Antonio. Lagipula perempuan tua tadi bukan ibunya Antonio. Ah, tidak, tidak, mereka hanya mirip saja dari belakang. Dan oh, bagaimana bisa, aku masih mengingat visual Antonio bahkan dari belakang. Tidak, tidak, ini tidak benar. Aku hanya berhalusinasi karena kelelahan. Buru-buru kubayar bill di kasir. Bergegas aku kembali ke hotel untuk istirahat. Karena tubuhku benar-benar sangat kelelahan. Besok pagi aku harus punya stamina cukup untuk mejelajahi kost-kost yang sudah ada di daftarku.

Episode 3

Ini tempat kost kelima yang kudatangi, halamannya cukup luas untuk tempat parkir dengan pagar tinggi yang cukup menjanjikan keamanan. Aku memang berencana membeli mobil disini, karena mobilku di Jogjakarta sudah laku terjual saat aku berangkat ke Medan. Saat menuju alamat ini, aku telah menelepon pemilik kost untuk survey kamar. Dan aku yakin itu orangnya yang sudah menunggu dengan senyum di teras gedung kost ini. Setelah memperkenalkan diri dan menunjukkan KTP dan nametag kantor, ibu kost yang ramah ini mengajakku menuju kamar yang masih kosong.

Gedung kost ini memiliki tiga lantai dan tiap lantai ada 10 kamar kost dengan bentuk letter L. Di setiap lantai ada pantry lengkap dengan meja, kursi, wastafel cuci piring, kulkas dan kompor serta peralatan memasak yang dipakai secara umum. Namun menurut ibu kost, karena penghuni kost ini rata-rata pekerja kantoran, jarang ada yang memanfaatkan fasilitas tersebut. Kebetulan ada kamar kosong di lantai dua, jadi ibu kost membukakan pintu kamar yang berada di posisi kelima dari tangga naik yang diujung lantai. Kamar ini lumayan besar, dengan ranjang ukuran queen, lemari pakaian dua pintu, meja kerja dan meja rias, serta dilengkapi jendela kaca dengan teralis besi yang cukup aman kelihatannya. Kamar ini juga sudah dilengkapi air conditioner, kamar mandi di dalam kamar juga sangat bersih dan nyaman. Aku langsung jatuh cinta dengan kamar ini. Dan ketika kutanya harganya, ternyata masih masuk budget bulananku. Minusnya, lokasi kost ini jauh dari kantor, tidak ada akses kendaraan umum dan tidak dekat dengan minimarket maupun warung makanan. Namun kesan eksklusifnya sangat terasa, nyaman, tidak ramai dan tidak ribut. Yah sesuai sekali dengan kepribadianku.

Langsung saja aku tanda tangan kontrak dengan ibu kost ini. Ternyata ibu kost ini selain pembersih tapi juga sangat teliti. Setelah transfer uang kost satu bulan, ibu kost memberiku slip kuitansi, dan beliau bilang kalau aku bisa masuk besok sore ke kost ini, karena pagi akan dibersihkan dan diperiksa dulu semua. Karena besok siang aku sudah harus checkout dari hotel, aku minta ijin menitipkan barangku besok siang, agar aku bisa berbelanja keperluanku sebelum memasuki kost. Jujur saja, aku tidak bawa barang banyak dari tempat lama. Paling cuma baju dan berkas-berkas penting. Ibu kost bilang barang-barangku boleh dititip di rumahnya jika aku ingin pergi berbelanja. Beliau tinggal bersama suami dan anak-anaknya tepat di belakang gedung kost ini.

Aku kembali ke hotel dan memesan makanan lewat aplikasi online karena malas keluar dan aku sudah lelah seharian. Setelah makan, aku istirahat sembari menonton drama korea yang sedang tayang di negara asalnya. Awalnya, menonton drama korea adalah jalan ninjaku untuk mengalihkan pikiranku saat aku sedang menghadapi masalah yang aku tidak bisa menjawabnya. Melewati masa patah hati saat putus dengan Antonio dulu, kulalui dengan ratusan drama korea yang kutonton setiap aku pulang kerja sampai aku tertidur. Lama-kelamaan, drama korea menjadi tontonan wajib buatku, sedang ada masalah ataupun tidak.

Aku checkout dari hotel di jam sepuluh pagi setelah mandi dan sarapan. Taksi online yang kupesan sudah menungguku di depan lobby. Bergegas aku naik dan taksi pun melaju menuju alamat kostku yang baru.

Sesampainya disana, aku langsung menitipkan barang bawaanku ke rumah ibu kost yang ada di belakang gedung kost-kostan ini. Kemudian setelah ojek online pesananku datang aku pun melaju menuju salah satu supermarket untuk membeli perlengkapan yang kubutuhkan. Dua jam mondar-mandir di dalam supermarket membuat perutku keroncongan. Aku menuju salah satu restoran yang ada di pelataran supermarket ini dan memesan makanan. Troli berisi barang belanjaanku kutitipkan di dekat meja kasir. Sedang asyik bersantap, tiba-tiba seorang pria duduk di depanku dengan sumringah. Aku lumayan terkejut namun segera membalas senyumnya.

"Hai Janetta, apa kabar?”tanyanya dengan senyum lebar seolah dia begitu senang bertemu denganku.

“Aku baik. Tak kusangka bertemu denganmu disini. Sedang belanja atau cuma mau makan?”jawabku dan sekaligus tanyaku padanya, Reyvan, rekan kerjaku saat di Surabaya, yang asli orang Medan. Usianya dua tahun dibawahku, dengan kata lain aku adalah seniornya. Tapi sejak dulu dia tidak pernah memanggilku dengan embel-embel kakak atau mbak. Hanya namaku.

"Aku menemani mamaku belanja bulanan. Tapi aku malas mengikuti maka aku masuk ke restoran ini. Dan ternyata pilihanku nggak salah. Akhirnya bertemu kamu disini, sebelum bertemu besok di kantor.”ujar Reyvan masih dengan senyumnya yang sumringah.

"Hmm.. Pesan dong, nggak enak kalau cuma aku yang makan”kataku.

Reyvan memanggil pelayan dan menyebutkan makanan minuman yang ingin dia pesan. Sembari menunggu pesanannya, dia bertanya mengenai kedatanganku ke kota ini. Aku menjawab semua pertanyaannya dengan antusias. Rasanya menyenangkan bertemu dengan orang yang mengenal kita di kota yang asing bagiku ini.

"Kenapa kamu tidak menghubungiku saat akan kemari ? Aku 'kan bisa menjemputmu di bandara dan menemanimu mencari tempat tinggal baru,” tanya Reyvan.

“Buka apa-apa, aku hanya tidak mau merepotkan siapa-siapa. Yah, sepanjang masih bisa kuatasi, nggak enak harus mengganggu akhir pekan kamu. Hehehe…”jawabku dengan santai.

“Yah, kamu memang selalu begini, Janetta. Belum berubah. Terlalu mandiri sampai-sampai tidak butuh siapapun disisimu.”ucap Reyvan dengan senyum sinis. Aku terdiam.

     

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!