NovelToon NovelToon

Star Dust

Night

Suara nyaring dari benda pipih di atas nakas membangunkan seorang wanita dari tidur nyenyaknya. Rasanya ia masih sangat mengantuk hingga kepalanya sedikit pusing. dirinya di bangunkan paksa oleh dering ponsel yang memekikan telingan.

Yuna melihat sekilas pada jam, baru pukul 00:00. Pantas saja kepalanya pusing, dia baru saja tidur sebentar.

"Hallo,” ujarnya bersuara masih setengah sadar.

"Hallo nona, maaf apakah anda temannya nona Rubi?"

"Iya?"

"Mohon maaf mengganggu waktu anda, tapi di sini teman anda sedang mabuk dan saya tidak tau harus berbuat apa selain menelpon salah satu nomer yang ada dikontaknya.....bisakah anda datang kemari dan membantunya?"

Rubi. Wanita itu salalu saja membuat ulah dan menyusahkannya. Namun bagaimana pun wanita itu satu-satunya sahabat Yuna.

Yuna memijat sedikit dahinya yang bercenut pening. Rambutnya berantakan, dia terlihat kacau karena bangun tidur.

"Baik lah saya akan kesana, kirimkan alamatnya!" jawab Yuna, kemudian mematikan telponnya.

Saat itu juga yuna langsung bergerak ke kamar mandi dan memakai cardigan—ia tidak mengganti pakaian nya karena saat tidur masih menggunakan jeans dan tanktop

Sesampainya di lokasi yang sudah di kirimkan, Yuna langsung memasuki sebuah club malam dentuman musik menggema saat Yuna memasuki bangunan malam tersebut. Netranya mencari keberandaan sahabatnya, tidak butuh waktu lama ia menemukan Rubi kemudian menghampiri gadis itu yang sedang mengigau dan tertidur di sandaran sopa yang tidak jauh dari tempatnya masuk.

"Rubi ayo bangun, kita pulang!" kata Yuna sambil menepuk nepuk pelan pipi perempuan itu.

Rasanya sedikit risih berada di tempat ini. bau alkohol menyeruak ke indra penciuman Yuna, di tambah begitu banyak orang yang menghabiskan waktunya di sini, rasanya sangat sesak dan panas.

Apalagi dengan cardigan yang dikenakannya tubuh Yuna seakan terbakar, baru masuk sebentar saja keringat sudah mulai bercucuran di pelipisnya. panas sekali sehingga kerongkongannya tercekat, dia membutuhkan sesuatu untuk menyegarkan dirinya.

Tak lama seoranga pria datang menghampirinya. Bukan! lebih tepatnya menghampiri Rubi. Pria itu membawa satu gelas air putih di genggaman nya.

Dengan gerak cepat tangan Yuna langsung mengambil air itu dan meminumnya habis, ia sangat haus. Pria itu langsung melotot bahkan tangannya masih terayun di udara. Kacau, itulah yang ada di pikiran pria itu saat ini

Yuna menatap pria tadi dengan tatapan bertanya, seakan mengerti pria itu langsung bersuara

"A—aku.. Kesini bersama nya," suaranya terbata sambil melihat Rubi.

"Lalu kenapa hanya diam saja? Ayo bantu aku membawanya pulang!”

Pria itu langsung membantu mengangkat tubuh Rubi yang sedang terkulai mengigau. “Tristan sialan” pikirnya.

Yuna masih memperhatikan pria tadi, namun tiba-tiba tubuhnya benar-benar panas entah kenapa dia juga sedikit gelisah. Astaga ada apa ini? dia tidak bisa mengendalikan dirinya.

"Aku akan ke toilet sebentar." Kata Yuna sambil berdiri, rasa panasnya sudah sampai puncak. Yuna tidak bisa menahannya lagi. Dia harus menemukan air.

Suasana di tempat ini begitu sesak banyak sekali orang. Sehingga Yuna susah menemukan toilet. Ia berjalan sempoyongan, rasa panas dan gelisah dalam tubuhnya membuat Yuna sulit untuk berjalan dengan benar. Seakan butuh waktu satu minggu perjalanan menuju toilet yang sudah ia tanyakan pada salah satu pelayan disini.

Tidak! Dia tidak tahan lagi, Yuna mempercepat langkahnya meskipun masih tergopoh-gopoh hingga tubuhnya tidak sengaja menubruk seseorang. Dia mendongak, matanya melihat dengan sayu seorang pria dengan sorot mata hitam kelam.

Pria itu menahan tubuh Yuna. Mungkin saja jika dia tidak menangkapnya wanita ini bisa saja jatuh ke lantai. dia menutup matanya saat tiba-tiba gadis di hadapanya ini mencium lehernya lembut.

Situasinya sudah kacau. entah kenapa Yuna bergerak begitu saja mencium leher pria ini, rasanya dia menginginkan lebih. Tubuhnya terangsang untuk melalukan hal yang lebih gila lagi dari ini, tapi pikiranya masih mencoba untuk melawan. Dengan gerakan cepat pria itu menggendong tubuh yuna melarikannya dari keramayan.

Seorang pria dengan perlahan menurunkan wanita yang berasa di gendongannya—pada sebuah kasur besar dalam ruangan yang minim pencahayaan, suasaan gelap lebih mendominasi ruangan itu. Cahaya dari bulan yang terpantul pada sebuah kolam yang bersebrangan dengan ruangan yang di tempati mereka, satu satunya peneran bagi mereka.

Napas wanita itu memburu seakan ingin mendapatkan apa yang ia inginkan namun sesuatu membelenggu dirinya. Tidak bisa di pungkiri kini tubuhnya sudah tidak bisa lagi ia kendalikan.

"Please..." bibirnya memohon agar segera menyudahi kegilaan ini. Mata sayup wanita itu memandang pahatan indah wajah pria yang berjarak sangat dekat dengannya.

"As you wish baby" seringai indah terpasang dibibir pria itu.

Mendapatkan lampu hijau dari sang wanita pria itu langsung meraup bibir ranum wanita yang berada dalam kungkungannya, dan di sambut tak kalah bringas dari sang empu. Keduanya sama sama merasakaan sensasi panas yang memabukan hinggal mereka lupa bahwa mereka bahkan tidak saling mengenal satu sama lain.

Ciuman pria itu semakin jauh hingga tak sadar tanganya juga bergerak membuka pakaian yang wanita itu kenakan. Melihat pemandangan indah di baliknya—sang pria juga langsung membuka kemeja yang dikenakan ya dan melemparkannya asal.

"Are you sure baby?" sebelum melakukan lebih jauh dia ingin memastikan bahwa bukan dirinya saja yang menginginkan hal itu.

"Yes..." sang wanita sudah tidak tahan dengen permainan ini, ia ingin segera memenuhi apa yang tubuhnya inginkan dan menyudahinya.

Sekalilagi pria itu mencium wanitanya, namun kini ciumannya bukan hanya di satu tempat. Dia menjelajah leher jengjang milik sang wanita, kemudian menciuminya dibeberapa tempat dan semakin turun pada belahan dada kemudian perut, gerakanya berhenti kala memandang satu helai kain yang menutupi milik wanita itu.

Dengan gerak cepat sang pria membuka satu helai terakhir kain yang menutupi wanitanya dan kini mereka sama sama tidak memakai satu helai benangpun.

...\~ Star Dust \~...

Semilir angin menerpa tirai putih di ruangan itu, rembulan dan malam yang menyaksikan percintaan panas kedua insan yang di mabuk gairah. Erangan demi erangan lembut yang keluar dari bibir sang wanita satu satunya suara yang menemani malam sunyi itu.

Dilain tempat masih di club yang sama pria yang tadi memberikan minuman pada Yuna—ralat lebih tepatnya pada rubi namun semua rencana itu gagal karena wanita bodoh yang tiba tiba datang itu malah meminum tandas air yang di siapkan untuk Rubi.

Karena rencananya sudah kacau ia berniat membawa Rubi untuk melakukan rencana keduanya, namun seseorang menahan pergerakan pria itu.

"Lepaskan dia Luis!"

Mendengan suara dari sang empu pria bernama Luis itu sekarang tau siapa dalang yang membuat semua rencananya menjadi berantakan.

"Seharusnya sudah ku duga kau pelakunya Tristan." Mendengar namanya di sebut pria bartender itu bergeming di tempatnya hanya memasang wajah datar tanpa ekspresi "Kau yang menelpon wanita bodo itu kan?" Satu tangan Luis terangkat menunjuk wajah Tristan.

"Aku tidak akan membiarkn mu menjebak wanita manapun lagi Luis. Sudah cukup ayah malu karena perbuatan biadab mu itu." Tanganya menghempas tangan Luis yang menunjuk wajah Tristan tadi.

"Jangan campuri urusanku!" Luis berbalik hendak pergi membawa Rubi namun perkataan Tristan mengurungkan niatnya.

"Jika kau membawanya pergi, aku akan memberikan bukti ini kepada polisi." Tristan berucap sambil menunjukan sebuah vidio ditangannya.

"Sialan kau!" Umpat Luis.

"Aku yakin ayah tidak akan bisa lagi membantumu keluar dengan jaminan setelah ini,” Tristan berbicara masih dengan ekspesi yang datar "Pergilah selagi aku belum berubah pikiran" sambungnya.

Mendengar hal itu, mau tak mau Luis harus menuruti perkataan saudaranya. Dia tidak bodoh untuk terus melawan karena Luis tau kakanya itu tidak pernah main-main dengan perkataannya. Sudah cukup ayahnya mengurung Luis selama hampir satu bulan karena kejadian yang sama dan itu hampir membuatnya gila. Dengan mengeraskan rahang dia pergi dari sana begitu saja. Meninggalkan Rubi ditempat sebelumnya.

Something Lost

Yuna membuka perlahan kelopak matanya, sayup sayup netranya melihat seorang pria bertelanjang dada sedang menyesap sesuatu dari benda mengepul yang ada pada jarinya. Apakah yuna masih bermimpi? Pikirnya tidak mungkin ada laki laki di kamarnya—bagaimana mungkin seorang pria masuk kedalam kamarnya dengar bertelanjang dada seperti itu.

Namun semakin netranya menangkap dengan jelas, semakin dia menyadari bahwa yang di tempatinya bahkan bukan kamarnya sendiri. Pikiranya beralih kembali bahwa semalam dia belum pulang dari bar tempat Rubi mabuk.

Saat pikiranya mampu mencerna semua yang telah terjadi saat itu juga yuna berteriak dengan kencang

"AHHH..!!"

"Wake up baby?" Berbanding terbalik dengan yuna pria di sampingnya malah tersenyum renyah dengan teriakan yang wanita itu tujukan padanya.

"Apa yang kau lakukan padaku?" Yuna menatap sengit pria yang sedang menyesap rokonya itu.

"Mungkin maksudmu apa yang sudah kita lamukan?" Alis pria itu terangkat satu dan sudut bibirnya menunjukan senyuman culas. Dahi yuna berkerut, tidak mengerti apa yang di maksud pria tersebut.

"Matthias tunjukan!" Seorang pria berjas rapi datang mendekat ke arah Yuna dengan sebuah tablet di kedua tanganya. Pria itu nunjukan sebuah vidio saat dirinya dan pria yang berada di sisinya bercumbu. Dan bukan cuman itu yang membuat Yuna kaget, dia lebih terperangah melihat dirinya yang lebih dominan melakukan hubungan tersebut.

Matanya berkaca-kaca, rasa penyeselan yang tidak akan pernah dapat dirinya maafkan. Yuna bersalah kepada dirinya sendiri karena membiarkan hal itu terjadi begitu saja.

Brengsek! dia merutuki dirinya sendiri yang bertindak bodoh. Namun dengan cepat dia menyeka air mata yang sudah berada di pelupuk matanya.

"Singkirkan itu!!" Yuna menyeka tablet yang pria berjas tadi tunjukan, namun dengan cepat pria di sampingnya mencegah hal itu.

"Kau tidak ingin dia melihat tubuhmu kan?" Mata Yuna kini memandang pria di sampinya. Dia benar, Yuna baru ingat dia tidak mekai sehelai benangpun yang melekat di tubuhnya. Hanya selimut putih yang menutupi dirinya.

"Dengar! Aku tidak akan meminta pertangung jawaban apapun kepadamu jika sesuatu terjadi. Tapi pastikan satu hal—video tadi harus di hapus! Dan anggap saja semua ini tidak pernah terjadi. Kau dan aku, kita tidak pernah bertemu."

Pria itu hanya menanggapi perkataan Yuna dengan senyum mengejek. Baru pertama kali dia menemui wanita seperti ini di dunia.

"Dimana pakaian ku?" Yuna bertanya sambil melihat sekeliling mencari dimana bajunya berada

"Ini nona baju anda sudah saya siapkan." Jawab pria berjas rapi.

Dengan cepat Yuna langsung menyambar paperbag yang di berikan pria tersebut. Kakinya turun dari tempat tidur dengan membawa selimut putih untuk menutupi tubuh telanjangnya.

Setelah selesai membersihkan diri Yuna keluar dari kamar mandi, kakinya terus bejalan mencari pintu keluar—dia sempat melihat pria berjas tadi sedang membantu laki laki yang tidur dengan nya semalam memakai pakaian. "Cih pria manja" pikirnya.

Pria itu melirik sekilas kepergian Yuna, sudut bibirnya terangkat saat dia teringat kembali bahwa wanita yang bermain denganya semalam masih perawan.

Yuna membuka sebuah pintu ruangan dengan tergesa, takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan kepada sahabatnya. Dia tidak mau hal yang sama terjadi kepada Rubi. Terlebih lagi minuman yang di masuki obat itu di tujukan untuk Rubi, yang malah salah sasaran kepada dirinya.

Gadis itu baru menyadari bahwa yang di minumnya semalam adalah obat perangsang dari pria yang tidur bersamanya semalam. Saat Yuna mau melangkah keluar suara bariton pria itu menginterupsi nya untuk tidak minum obat perangsang lagi jika dia tidak mau orang lain menidurinya lagi. Berengsek memang.

Melihat sahabatnya sedang tidur dengan keadaan baik-baik saja napasnya lega. Setelah di beri tau oleh pegawai yang menelpon nya semalam bahwa Rubi belum pulang dan memesankan nya sebuah kamar untuk Rubi, gadis itu segera bergegas mencarinya.

Langsung, Yuna menghampiri sahabatnya yang sedang terlelap. Di puk-puknya pipi sang empu agar dia segera terbangun, lalu di sambut oleh lenguhan Rubi pertanda dia sudah mulai terjaga.

"Yuna..." Rubi menggumam dengan masih setengah sadar.

"Kau tidak papa?" tanya Yuna.

"Tentu saja memangnya kenapa?" jawab rubi masih mencerna situasi yang terjadi "astaga kepalaku pusing sekali." lanjut rubi sambil memegangi kepalanya.

"Syukurlah." Yuna bernafas lega.

"Apa yang terjadi?" tanya Rubi.

"Kau tidak ingat?" Yuna bertanya, namun Rubi menjawab dengan gelengan kepala.

"Kau semalam mabuk, dan aku di hubungi oleh salah satu pegawai disini untuk menjemputmu," jelas Yuna.

"Ayo, aku akan mengantarmu pulang." Alih laih bertanya kenapa sahabatnya bisa seperti ini, Yuna lebih memilih untuk bungkam atas pertanyaan itu. Dia tidak terlalu mau ikut campur urusan gadis ini, mereka punya privasinya masing masing.

Begitupun Yuna yang kini harus menutupi rahasia terbesarnya atas kejadian semalam.

...~ Star Dust ~...

Seorang wanita sedang menyusun bunga menjadi sebuah buket. Wanita itu tersenyum setelah melihat bunga yang ia susun menjadi satu tampak sangat indah di genggamannya—tak sadar sepasang tangan melingkar di pinggangnya yang ramping, membuatnya terjaga waswas. Hingga senyumnya timbul tatkala menyadari sang kekasihlah dalang dari perbuatan tersebut.

"Kau sudah datang?" Yuna menatap kasihnya dengan senyum sumringah, pasalnya sudah satu bulan dia belum bertegur sapa lagi dengan pria yang ia cintai.

"Ya, aku harus menemui pacarku atau dia akan mengadu bahwa aku tidak peduli lagi padanya." Ren berbicara dengan nada yang di buat buat dramatis. Yuna hanya terkekeh menanggapi.

Renaga Marshal

seorang pria tampan yang mampu membuat Yuna jatuh hati karna kesederhanaannya. Mereka sudah menjalin hubungan selama satu tahun kebelakang, meskipun terbilang cukup lama namun waktu tidak membuat mereka bosan antara satu sama lain. Bahkan yuna sudah memantapkan hati bahwa Ren lah yang berhak menyandang gelar Ayah atas anak anaknya kelak.

"Sebentar ya, aku harus menyelesaikan pekerjaan ku dulu. Kau bisa menunggu di sini!" ucap Yuna sambil membawa pujaan hatinya ke sebuah kursi dekat jendela yang menghubungkan ruangan itu dengan pemandangan jalan.

Sementara itu di tempat lain seorang pria bertelanjang dada tengah menghisap roko yang ada di antara jarinya, di hempaskan kepulan asap putih dari mulutnya yang sexy ke udara segar di balkon kamar. Samar ia menangkap pergerakan dari balik punggungnya. Sebelum akhirnya ia bersuara.

"Ada apa..?" Tidak ada yang berani memasuki ruangan pribadi pria itu selain tangan kanannya sendiri.

"Ms. Dawnson ingin memajukan jadwal pertemuan dengan anda menjadi hari ini."

Theo berpikir sejenak sebelum menjawab perkataan sekretarisnya. Pasalnya dia malas untuk bergelut kembali dalam urusan bisnis. hari ini hari liburnya setelah sekian banyak menyelesaikan berkas yang hampir menggunung di meja kerja. wanita sialan itu malah memajukan jadwal sesuka hati. Namun di pikir dua kali pengaruh wanita itu tidak bisa di remehkan.

"Tentukan di mana tempatnya, aku akan bersiap." bibirnya kembali mengepulkan asap kemudian mematikan roko yang tengah dinikmatinya. Setelah mengatakan itu Theo pun melengos pergi.

Sesudah membersihkan diri kini Theo sedang mengenakan pakaian di Walk In Closet. Saat memilih jam mana yang akan ia kenakan tak sengaja pandanganya menangkap sebuah gelang berwarna silver, dari modelnya seperti gelang wanita. Theo tersenyum singkat mengambil gelang itu kemudian memasukannya kedalam saku cenalan yang ia kenakan.

Selepas dari toko bunga, Yuna dan Ren pulang menggunakan bus. Baru beberapa menit lalu mereka turun, kini mereka sedang berjalan kaki menuju Restoran karena sang pujaan hati sudah merasa lapar.

Yuna senang berceloteh menceritakan bagaimana keadaan nya ketika sang kekasih tidak berada di sisinya, dari mulai kejadian sedih hingga menyenangkan semua ia ceritakan kecuali kejadian malam itu.

Mendengar celotehan kekasihnya Ren hanya tersenyum. Memperhatikan wajah Yuna dari sedekat ini membuatnya tenang, rasanya bagai di terpa angin sejuk di kala musim panas. Sudah cukup lama Ren tidak melihat wajah wanitanya.

Namun kegiatan mereka berdua tak luput dari penglihatan seseorang dari dalam Restoran. ia terus memperhatikan interaksi mereka semenjak penglihatannya menangkap kedua sejoli itu dari sebrang jalan hingga saat ini, mengabaikan orang yang sedang berbicara di hadapannya.

"Mrs. Dexus are you hear me?" Setelah penjelasan panjang lebarnya dia bertanya pada lelaki yang ada di hadapannya. Pasalnya lelaki ini nampak tidak terlalu memperhatikan dirinya.

"Ya...aku akan segera mencari desainer untuk proyek ini, kau bisa menyerahkannya padaku" Theo menoleh setelah memperhatikan objek yang mencuri perhatiannya. Allegra pun tersenyum karena dia salah paham pada lelaki di hadapannya.

Meskipun netra kelam Theo memperhatikan keaah lain tapi indra pendengarannya tak luput mendengarkan semua penjelasan dari kliennya.

"Baik lah kurasa untuk hari ini sudah selesai. Mengenai langkah selanjutnya aku akan menghubungi sekretarismu untuk mengatur jadwalnya lagi." Allegra bangkit dari kursinya dan melihat ke arah Matthias. Theo tersenyum singkat sebagai balasan.

Selepas kepergian Allegra netra kelam Theo kembali memperhatikan dua insan yang mencuri perhatiannya tadi. Dilihatnya mereka sudah memasukin restoran yang ia tempati dan duduk di kursi dekat jendela yang viewnya berhadapan langsung dengan jalan. Senyum miring tercetak di wajah rupawan, saatnya menyapa teman lama.

"Akun ada urusan lain. Hari ini sudah selesai, kau bisa pulang!" ucap Theo pada sekretarisnya. Lalu lekas berdiri, membenarkan pakaian yang ia kenakan lantas melangkah pergi.

Friend and Disaster

Mata Theo tak luput memperhatikan wanita yang sedang berceloteh ria dengan sahabat lamanya. Satu sudut bibirnya terangkat, bisa bisanya wanita itu tersenyum dengan lepas pada pria lain setelah malam panas mereka bersama.

"Ren!" Serunya ketika jarak mereka sudah hampir dekat.

"Theo?... Lama tak bertemu. What are you doing here?" Seru Ren kemudian mereka berpelukan ala pria.

"Aku tadi habis bertemu klien ku, dia ingin membicarakan proyeknya disini." Jelas Theo kemudia berucap "Apakah aku boleh bergabung?"

"Sure, duduk lah!" Pinta Ren.

Theo pun duduk di hadapan wanita yang pernah ia temui di club malam itu. Jangan tanyakan eksperinya ketika melihat Theo. Wajahnya dari tadi terlihat gelisah dan matanya tidak bisa berbohong bahwa ia khawatir. Ya Yuna sangat khawatir. ia takut kalau kalau pria yang bernama Theo itu menceritakan kejadian malam mereka pada kekasihnya.

Demi apapun Yuna tidak bisa jika harus kehilangan pujaan hatinya. Apalagi kesalahan yang ia lakukan merupakan kelasahan telak. Ren sangat membenci penghianat, Yuna tau itu.

"Theo ini Yuna, she is my girlfriend."

"Theodore Dexus, you can call me Theo" theo mengulurkan tangan pada wanita dihadapannya. Namun di sambut dengan ragu oleh wanita itu.

"Yuna Luwin Bowen, panggil saja Yuna."

"Nama yang bagus—Yuna." ujar Theo sambil tersenyum penuh arti. Yuna hanya memberikan senyuman singkat dan melepas tautan tangan mereka dengan cepat, Sekelebat ingatan pada malam itu terlintas dibenaknya tatkala tangan mereka saling bersentuhan.

Setelah perkenalan yang canggung itu, kini percakapan nya beralih menjadi Theo yang lebih mendominasi pembicaraan bersama Ren.

"Jadi sudah berapa lama kalian bersama?" Tanya Theo sambil memperhatikan Yuna yang semakin gugup. Dia berani sekali ketika sedang bersamanya, tapi kenapa di hadapkan dengan situasi seperti ini mentalnya jadi menciut? Theo suka ini, Dia memegang kartu As di antara pemainannya dengan wanita angkuh itu. Jujur saja melihat Yuna ketakutan seperti ini, menjadi hiburan tersendiri bagi seorang Theodor.

"Sudah satu tahun kami bersama." jawab Ren dengen senyum pada Yuna dan di balas senyum tulus yang di paksakan karna kegugupan.

Baru saja mulut Theo ingin menggali lebih jauh mengenai hubungan temanya dengan wanita ini, perhatian jadi teralihkan karena seorangan pelayan datang membawa makanan pesanan mereka.

Tak bersuara lagi mereka lebih memilih memakan menu yang mereka pesan, namun berbeda dengan Theo alih alih makan dia lebih tertarik memperhatikan Yuna yang masih terlihat gugup namun tidak segugup saat wanita itu pertama kali melihat Theo lagi setelah kejadian tempo hari.

Suapan demi suapan Yuna masukan kedalam mulutnya namun rasa makanan ini tidak seenak saat dibayangkan dalam bus. sepertinya rasa lapar Yuna sirna begitu saja saat pria itu datang menghantuinya. Ketika suapan berikutnya rasa mual entah kenapa menyeruak, Yuna bahkan harus menutup mulutnya saat makan yang ia telan mendobrak lagi ingin keluar.

"Yuna... Ada apa?" Mengabaikan makanan yang sedang di santapnya Ren memegang pundak Yuna khawatir.

Tidak menggubris pertanyaan Ren Yuna malah berlari menuju Toilet.

Ren yang merasa khawatir segera menyusul kekasihnya, membuntuti kemana ia pergi. Begitupun dengan Theo yang mengekor di belakang.

Setelah sampai di depan toilet mereka menunggu sebentar kemunculan Yuna, wanita itu keluar dengan wajah pucat.

"Kau tidak apa-apa sayang?" Ren lansung menyambut kehadiran sang kekasih membawanya pada dekapan nyaman.

"Aku tidak—" belum selesai kalimat yang Yuna ucapkan rasa mulai itu tiba lagi, tergesa ia menyeret diri kembali ke dalam toilet wanita.

Setelah menunggu beberapa lama akhirnya Yuna keluar juga dengan tubuh lemasnya dia menghampiri sang kekasih rasanya ingin menangis tapi sebisa mungkin ia tahan, tidak mau mebuat Ren khawatir atas kondisinya.

"Kita periksa ke dokter ya!" Lembut namun tegas Ren berucap karena tau Yuna pasti akan membantah perintahnya.

"Aku akan mengantar kalian, kebetulan perusahaanku dan rumah sakit satu arah." Theo yang dari tadi menyimak pun bersuara.

"Kurasa kita naik taksi saja Ren aku tidak ingin merepotkan teman mu—"

"Aku tidak mungkin membiarkan teman ku naik taksi sedangkan aku membawa mobil" belum seleai Yuna berbicara Theo sudah lebih dulu menyambar "lagi pula jika menunggu taksi akan terlalu lama." lanjutnya.

"Benar kata Theo. Yuna... Kau harus segera di periksa aku sangat khawatir." Ren menimpali terlebih juga karena dia tidak membawa mobil. Ia sengaja karena ingin mengejutkan kekasihnya namun tak di sangka akan terjadi kejadian seperti ini.

Akhirnya setelah berdebat sedikit mereka pergi menggunakan mobil Theo.

Theo tidak habis pikir dengan wanita ini dalam kondisinya masih tetap saja keras kepala dan mempertahankan ego.

Ren masih memperhatikan Yuna dalam duduknya dengan cemas. Dokter sedang melakukan beberapa pemeriksaan pada kekasihnya itu, hingga sebuah dering ponsel mengalihkan perhatiannya di liat layar ponsel yang berdering itu. Ia sempat berpikir dulu sebelum kakinya melangkah menuju pintu keluar.

Saat keluar dari ruang pemeriksaan ia melihat Theo masih berada di posisinya menunggu mereka di luar.

"Theo apa kau bisa menemani Yuna dulu? aku akan mengangkat telepon sebentar" tanya Ren begitu keluar. Theo hanya membalas dengan anggukan singkat dan langsung membawa diri masuk keruang pemeriksaan.

Tidak lama setelah Theo masuk pemeriksaannya sudah selesai. Dokter membawa Yuna duduk di sebelah kursi yang Theo tempati.

Setelah dokter kembali duduk di posisinya wajah wanita paruh baya itu menampilkan senyum yang penuh arti.

"Anda tidak perlu khawatir tuan," wanita paruh baya itu tersenyum sebelum melanjutkan ucapannya "Istri anda tidak apa-apa yang di alaminya sekarang adalah tanda awal dari kehamilan dan selamat atas kabar ini saya ikut senang." Dokter wanita itu tersenyum kembali.

"Usia kandungannya sudah satu bulan, itu sebabnya istri anda mengalami mual mual dan mudah lelah. Untuk sekarang selalu jaga istri anda jangan sampai dia terlalu kecapean." Jelas wanita itu memberi saran.

Mendengar penjelasan itu raut muka Theo berubah drastis, perasaan terkejut tidak bisa ia jelaskan. Apa maksudnya? Wanita di sampingnya ini hamil? Dia bahkan belum menikah. Theo bahkan melupakan bahwa dokter tadi memanggil Yuna dengan panggilan istri anda?

Dengan masih penasaran tatapan Theo beralih melihat wanita di sampingnya yang kini menahan sesuatu pada pelupuk matanya. Mata Yuna berkaca kaca sekaligus melebar karna sama terkejutnya.

"Baik, terimakasih." Theo berucap dengan senyum singkat dan bergegas membawa Yuna keluar.

Menyesal

Benci

Kecewa

Hancur. dunianya kini hancur, setelah mendapati kenyataan bahwa ada insan lain yang hidup di dalam tubuhnya.

Sebenarnya yuna sudah menyadari ada yang tidak biasa dengan dirinya akhir akhir ini namun tak di sangka efeknya akan sejauh ini. Yuna hanya melangkah lunglai dengan tatapan kosong di sepanjang lorong rumah sakit.

Theo masih mengikuti di belakang dengan raut muka yang sulit diartikan. Masa depannya telah hancur, dan bagaimana dengan Ren? Jiga kekasihnya tau bahwa kini ia sedang berbadan dua. Dia pasti tidak akan berpikir dua kali untuk meninggalkannya.

Demi tuhan Yuna sangat mencintai Ren ia tidak tau harus bagaimana hidupnya tampa pria baik itu di sampingnya.

"Siapa lagi yang tidur dengan mu hingga kau mengandung seperti ini?" Theo angkat suara dari belakang meluapkan kekesalannya, entah kenapa ia kesal memikirkan wanita ini tidur bersama pria lain setelah bersamanya.

Mendengar itu tanpa pikir panjang Yuna berbalik dan

Plak...!!

Satu tamparan dengan keras mendarat di wajah tegas Theo. dengan wajah marah Yuna berucap lirih.

"Jaga mulut mu brengsek!"

"Aku bukan wanita kotor seperti yang kau pikirkan. Aku—tidak pernah tidur dengan laki laki lain selain dengan lelaki bajingan seperti mu," tutur Yuna sedikit tercekat karena terlalu emosi. sementara air mata yang ia tahan dari tadi tak berhasil lagi ia bendung.

"Dan sialnya aku malah mengandung anak dari pria bajingan sepertimu. Ini—anak mu brengsek!!!" Yuna sedikit mendorong tubuh Theo karna saking emosinya.

Theo bergeming masih mencerna setiap kalimat yang wanita ini ucapkan sudut matanya menyipit dengan kerutan didahinya.

"Kau jangan hawatir aku akan menyelesaikan masalah ini sendiri." tutur Yuna sambil menghapus kasar air matanya.

Mendengar ucapan Yuna raut muka Theo menjadi tegas ia tidak bodoh untuk tidak memahami maksud dari perkataan wanita dihadapannya "Singkirkan pikiran kotormu itu. Jika kau melakukan sesuatu pada bayi kita, aku tidak akan mebiarkanmu hidup tenang!"

Yuna terkekeh geli "Bayi kita? Aku bahkan tidak sudi menyebut janin ini sebagai bayi kita."

Mendengar perkataan itu emosi dalam diri Theo tersulut, Theo mencengkram dagu Yuna kasar, tatapannya menusuk melihat wanita gila di hadapanya "Jika kau melakukan sesuatu pada bayi ini—aku tidak akan tinggal diam yuna. Kau masih ingat video yang ku tunjukan malam itu? Aku bisa menunjukannya pada Ren kapan saja!" satu sudut bibirnya terangkat menunjukan senyum culas.

"Brengsek!" maki Yuna.

"Yuna." Ren datang dari belakang.

Segera ia menghapus air matanya. Tapi tetap saja Ren yang peka menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

"Ada apa? Kau kenapa sayang?" Ren memegang bahu kekasihnya lembut. "Apa hasil pemeriksaannya kau tidak apa-apakan?"

"Dia tidak apa apa hanya kecapean saja, dokter bilang pastikan istirahatnya cukup." sambar Theo.

"Aku tidak papa, ayo kita pulang Ren!" Yuna berucap sambil memeluk tubuh kekasihnya seakan akan dia bisa hilang kapan saja.

...~ Star Dust ~...

Selapas dari rumah sakit Ren langsung membawa pulang Yuna mereka pulang menggunakan taksi karena Yuna yang terus merengek ingin pulang dengan taksi meskipun Theo menawarkan tumpangan untuk mereka. Di papahnya wanita itu menuju kamar.

"Kau beristirahat lah sayang!" tutur Ren sambil membawa Yuna berbaring di tempat tidur. Baru sempat Ren bangkit, tangan Yuna menghentikan pergerakannya.

"Kau bisa menemaniku disini? Aku tidak ingin sendirian." Pinta yuna.

Ren mengulas senyum kemudian ia membawa diri berbaring bersama, dengan tangan Ren sebagai bantalan untuk Yuna supaya ia nyaman terlelap. Di belainya surai kekasihnya yang tak lama kemudian terlelap dalam dekapan Ren.

Sebenarnya kejadian di rumah sakit masih mengganggu pikirannya. Di tambah sikap Yuna yang menurutnya sedikit berbeda, ia merasa Yuna jadi lebih posesif padanya. Entah itu benar atau hanya perasaanya saja.

Karena Yuna yang terus menempel tidak mau lepas dari Ren, akhirnya pria itu memutuskan untuk menginap di rumah Yuna, sekaligus menjaganya jika terjadi sesuatu yang tidak terduga seperti direstoran.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!