hai semua! aku balik lagi sama karya baru nih. Judulnya 'Don't touch me, Mr Zayn'
Semoga kalian suka ya😇
Kalo ada yang pengen kasih masukan boleh banget. Langsung tulis aja di kolom komentar. Jangan lupa di like sama vote juga ya😉
...ZAYN ALEXANDER...
...HASHA DRAKE...
...FLYNN DRAKE...
...SUHO DRAKE...
"Panass ... Hhhh ..."
Seorang gadis muda dua puluh satu tahun merangkak kepanasan dalam sebuah kamar hotel berbintang.
Hasya namanya.
Putri bungsu dari keluarga Drake. Hari ini Hasya datang ke pesta ulang tahun salah satu mantan teman kampusnya. Temannya menyodorkan minuman, dia pikir itu jus. Tapi ketika di minum rasanya begitu pahit. Dan setelah itu Hasya merasa kepanasan.
Waktu mau ke toilet, tangan Hasya tiba-tiba di tarik oleh seseorang masuk ke sebuah kamar dalam hotel tersebut. Orang yang menariknya adalah laki-laki tinggi besar bertubuh atletis. Dari belakang tubuhnya tegap sempurna, perawakannya seperti seseorang yang Hasha kenal sudah lama sekali.
Tapi tidak mungkin. Pasti karena dirinya mabuk jadi berpikir yang aneh-aneh.
Pria itu kan sedang di luar negeri.
"Hahh," Hasha kembali kepanasan. Ia duduk di lantai dengan wajah menengadah ke laki-laki yang masih membelakanginya. Matanya sayu. Ia tidak tahu kenapa, tapi rasa panas yang dia rasakan saat ini berbeda.
Seperti sesuatu dari dalam dirinya menginginkan sentuhan. Dia juga berada dalam pengaruh alkohol jadi kepalanya terasa pusing.
"T ... Tolongg ... Panass ..." perempuan cantik itu mulai melepaskan bajunya satu persatu. Karena rasa panas itu makin tak tertahankan.
Tak lama kemudian laki-laki yang membelakanginya tadi berbalik mendekatinya kemudian mengangkat tubuhnya dan membaringkannya ke tempat tidur.
Tatapan mereka bertemu. Laki-laki itu tampak dewasa namun wajahnya sangat tampan. Sorot matanya tajam, Hasha seperti pernah melihatnya di suatu tempat tapi dia tidak mengingat di mana. Dia sudah mabuk berat dan amat kepanasan, tak mampu berpikir keras lagi.
"Om ..." Hasya memanggil lelaki itu dengan sebutan om. Tatapannya sayu.
Laki-laki itu mendengus keras,
Om? Enak saja om. Umur mereka hanya berjarak enam tahun.
"Tolong Hasha om, Ha ~ sha kepanasan ..." Kedua tangan Hasha mengalung di leher lelaki itu, menariknya hingga kepala sih lelaki membentur dadanya
Brengsek.
Rahang pria itu mengetat.
"Berapa banyak obat yang sudah mereka berikan padamu?"
Mata Hasha terbuka, lalu tertutup lagi. Napasnya memburu, menginginkan agar rasa aneh yang sedang menjalar di seluruh tubuhnya di obati.
"Obat?" ia tidak mengerti maksud perkataan laki-laki itu.
Hasha merasa tubuhnya sangat gatal. Dia pun membawa tangan pria itu ke tempat yang dia inginkan.
Sial.
Zayn menggeram. Kalau begini dia tidak akan mampu menunggu lagi. Wanita ini betul-betul sudah berhasil menggoda imannya.
Ia pun mencium bibir Hasha dengan ganas. Tangannya juga tak tinggal diam menggoda Hasha.
Hasha melenguh. Suaranya terdengar begitu seksi hingga pria yang sedang bermain di atas tubuhnya makin semangat. Menggodanya dengan cara yang teramat liar.
Tubuh Hasha sudah polos. Tak ada sehelai benang pun yang menutupi seluruh tubuhnya. Sedang laki-laki itu masih berpakaian lengkap. Tapi karena Hasha sudah mabuk berat dan berada dalam pengaruh obat, ia tidak peduli lagi dengan yang lain. Dia ingin segera mendapatkan apa yang dia mau. Dirinya sangat tersiksa dengan rasa panas yang aneh ini.
Setelah itu laki-laki tampan itu bangkit dari atas Hasha. Ia mulai melepaskan pakaiannya. Pandangannya tak lepas dari Hasha sedetik pun. Sesekali ia menyeringai. Ini pertama kali baginya, bagi gadis ini juga.
Zayn tahu dia memang adalah laki-laki brengsek karena dengan sengaja ingin mengambil kesempatan saat kondisi Hasha sedang tak berdaya. Tapi ia tidak bisa menahan godaan. Gadis ini sungguh berhasil membuatnya terbakar dalam hasrat yang tak tertahankan.
"Aku akan masuk sekarang." kata laki-laki itu kemudian. Ia naik ke kasur dan mengarahkan miliknya ke Hasha.
"Arhggh!" Hasha memekik kesakitan begitu benda tumpul tersebut masuk.
Matanya yang tertutup kini melebar. Lampu dalam ruangan tersebut remang-remang jadi Hasha kali ini tidak bisa melihat jelas wajah laki-laki yang tengah bergerak di dalamnya. Gerakan pria itu lembut.
"Ahhh ..." rasa sakit yang di rasakan Hasha tadi kini berubah menjadi rasa nikmat yang luar biasa.
Jadi begini rasanya. Pantas teman-teman laki-lakinya selalu membahas yang namanya hubungan terlarang itu. Ternyata memang benar. Saat melakukan hal terlarang ini, rasanya sungguh ..."
"Ahh ..." suara rintihan Hasha makin kuat seiring dengan gerakan laki-laki itu yang makin cepat. Tangannya menyentuh perut kotak-kotak nan keras itu.
Ya ampun, dipegang saja ia sudah bisa menebak kalau pria yang tengah bergulat dengannya ini pasti rajin berolahraga.
Laki-laki tersebut mendesak masuk makin dalam. Hasha merasa penuh. Napas keduanya memburu.
Dan untuk pertama kalinya Hasya mendengar pria itu mengerang nikmat. Suaranya begitu seksi di telinga. Hasha tersenyum. Seorang om-om tapi suaranya seksi sekali. Badannya bagus pula. Kira-kira umurnya berapa ya? Akhir tiga puluh? Awal empat puluh?
Hasha menggigit bibirnya kuat-kuat. Ia merasakan sesuatu akan segera keluar.
"Ahh ..."
Tubuh Hasha bergetar hebat. Ia akhirnya mengalami pelepasan yang luar biasa dahsyatnya. Laki-laki itu juga. Zayn keluar di dalam. Karena masih setengah mabuk, Hasha tidak berpikir panjang. Ia pun jatuh tertidur akibat pergulatan dahsyat mereka.
Paginya Hasha bangun dengan tubuh yang serasa remuk. Ia memegangi kepalanya yang masih pusing. Gadis itu mencoba mengingat kejadian semalam, tapi tidak bisa mengingat dengan jelas. Yang pasti ada noda darah di atas spray, dan Hasha sadar kalau dirinya sudah tidak perawan lagi.
Hasha menutup mulutnya dengan tangan. Tubuhnya polos.
Apa yang sudah kamu lakukan Hasha?
Ia tiba-tiba merasa takut dan sedih. Bagaimana kalau keluarganya tahu?
Pandangannya jatuh ke laki-laki yang masih terlelap di sebelahnya. Mata Hasha membelalak kaget melihat siapa laki-laki itu.
Ya ampun, kenapa harus ada kebetulan seperti ini sih?
Kenapa harus dia?
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tak butuh waktu lama bagi Hasha untuk kabur dari hotel tersebut. Sebelum Zayn terbangun dari tidurnya. Selama perjalanan pulang ia terus berdoa supaya laki-laki itu tidak mengingat kejadian semalam.
Ya ampun, kenapa Zayn bisa berada di hotel itu? Dan mereka berdua ...
Hasha merapikan penampilannya di toilet umum sebelum keluar dari hotel tersebut. Ia harus rapi sampai di rumah. Jangan sampai orangtua dan kakak-kakaknya curiga yang tidak-tidak. Meski memang benar dia habis melakukan yang tidak-tidak.
Hasha mengendap-endap masuk ke dalam rumah. Sudah hampir jam tujuh pagi. Biasanya jam segini adalah jam sarapan seluruh keluarga. Hasha berusaha tidak terlihat oleh siapapun. Sayang sekali, tetap saja ada yang melihatnya.
"Hasha!"
Suara tersebut menghentikan langkah Hasha. Itu suara papanya, Avalon Drake. Laki-laki tua berumur lima puluh delapan tahun yang sering dikirain pria matang akhir empat puluh tahun. Ya, seawet muda itu Avalon sampai-sampai banyak wanita di luar sana yang masih meliriknya.
Ada empat orang yang duduk di meja makan. Papa mamanya, dan kedua abangnya Flynn dan Zuho. Perbedaan umur Flynn dan Zuho hanya satu tahun. Flynn yang paling tua. Sedang jarak umur Suho dan Hasha berbeda dua tahun.
Pandangan ke-empat orang tersebut tak lepas dari Hasha. Sorot mata mereka berbeda-beda. Tapi tetap tatapan papanya Avalon yang paling tajam.
"Darimana kamu, keluyuran lagi?" sentak Avalon. Tidak kasar tapi tidak lembut juga. Kelakuan Hasha ini hobi keluyuran.
Hasha menelan ludah. Lalu menebarkan senyuman termanisnya dan berjalan ke meja makan.
"Hasha habis dari pesta ulang tahun temen aku papa sayang, karena udah malam banget jadi nginap aja sekalian. Heheh." bohongnya.
"Duh, alesannya gitu-gitu mulu. Nggak kreatif." abang tertuanya angkat bicara, Flynn.
Hasha melemparkan tatapan kesal pada laki-laki berumur dua puluh sembilan tahun tersebut. Tidak seperti abang keduanya yang pendiam dan tenang. Abang pertamanya malah nyebelin, cerewet pula.
"Cih, ganteng-ganteng mulutnya ember. Nggak banget deh. Kalo aku jadi ceweknya sih, malu banget punya pacar embeer." balas Hasha tak mau kalah. Siapa suruh abang pertamanya yang mulai duluan.
"Hasha!" Flynn berseru gondok.
"Aduhh! Flynn, Hasha, bisa nggak sih kalian berdua itu tenang kayak anak kesayangan mama, Suho." Sania angkat bicara. Lalu tersenyum ke putra tengahnya.
"Suho sayang, jangan jadi kayak kakak sama adik kamu ya. Lihat tuh, mereka nggak elegan banget. Sama kayak mama waktu muda." Suho hanya tersenyum, lalu mengangguk. Dialah yang paling penurut dan dewasa antara ketiganya.
Karakter Suho ini pendiam namun hangat. Rata-rata orang menyukai sifat seperti itu. Kalau Flynn orangnya lebih heboh, lucu, dan kadang suka bikin kesal. Sementara Hasha sendiri, sifatnya kadang heboh namun bisa tiba-tiba menjadi sangat pemalu, entah sifat pemalunya dia dapat dari siapa karena di dalam keluarganya nggak ada satu orang pun yang punya sifat pemalu.
"Dengar Hasha, lain kali kalau mau nginap sama teman kasih kabar. Jangan bikin mama, papa sama kakak-kakak kamu khawatir." tegur Avalon lagi. Isterinya mengangguk setuju.
Hasha mengangguk.
"Ya udah, sekarang sarapan dulu."
Habis sarapan, Hasha langsung beranjak ke kamarnya. Ingatannya kembali ke pergulatan panasnya semalam. Ia mulai mengingatnya sekarang walau samar-samar.
Hasha menggigit bibir kuat-kuat sambil memeluk bantal.
Bagaimana ini? Aku sudah nggak perawan lagi. Apa keluargaku akan kecewa kalau sampai mereka tahu?
Hasha kehilangan keperawanannya pada laki-laki yang dia kenal, sekaligus dia takuti.
Zayn Alexander
Anak tunggal keluarga Alexander yang memiliki bisnis hotel besar di dalam dan luar negeri. Zayn sangat kaya. Meski Hasha tahu keluarganya juga kaya, tapi harus Hasha akui Zayn itu sosok laki-laki kaya yang berbeda dari kebanyakan laki-laki lainnya. Zayn pernah berhasil membuatnya jatuh cinta pada masa putih abu-abunya namun sekarang ia berubah takut pada pria itu hingga dirinya memutuskan untuk menjauh dari laki-laki kejam itu.
Dulu Hasha pernah menembak Zayn secara terang-terangan. Ingin lelaki itu menjadi kekasihnya waktu di awal-awal masa sekolahnya, tapi langsung ditolak Zayn. Hasha patah hati. Namun patah hati tersebut segera berubah menjadi ketakutan yang dahsyat, saat dirinya tanpa sengaja melihat Zayn memukuli salah satu teman sekolahnya sampai hampir mati.
Waktu itu Hasha melihat sosok yang berbeda dari diri Zayn. Ternyata selain dingin, Zayn sangat berbahaya dan kejam. Ia bisa melakukan apa saja pada orang yang dia tidak suka.
Hasha pun memutuskan mundur dan melupakan laki-laki berbahaya itu. Ia takut kalau mengejar cinta Zayn terus, pria itu akan kesal, marah, dan memukulinya seperti memukuli teman kampusnya dulu. Ih, Hasha geli. Pokoknya waktu itu dia tidak pernah mengejar Zayn lagi.
Untung tidak lama setelah itu Zayn melanjutkan studi keluar negeri, jadi Hasha bisa bernapas lega tidak bertemu dengannya lagi. Ya meski Hasha tidak bisa memungkiri kalau rasa sukanya pada pria itu sebenarnya masih ada. Hanya saja rasa takutnya lebih kuat.
"Tunggu, kenapa dia bisa ada di hotel semalam? Kebetulan sekali." gadis itu berucap heran.
"Dia siapa?"
Abangnya tahu-tahu sudah masuk tanpa mengetuk. Sekarang asyik berbaring di sebelahnya. Siapa lagi coba kalau bukan Flynn. Abang nyebelin tapi tetap paling dia sayang.
"Abaangg ... Kan adek cantik abang ini udah pernah bilang kalau mau masuk kamar cewek ketok pintu dulu."
Flynn tertawa.
"Kamu tuh dadanya masih rata, masih anak-anak. Gak perlu ketok-ketok pintu segala." lelaki itu bercanda. Dia senang sekali menggoda adiknya.
"Ih, abaangg nyebelin!"
Hasha memukul-mukul kepala Flynn dengan bantal. Sedang Pascal malah tertawa senang.
"Udahan ah mukulnya. Sekarang kamu mandi gih. Abang mau ajak kamu ke suatu tempat."
"Kemana?" Hasha berhenti memukuli Flynn.
"Ada deh. Mau ketemu cowok ganteng nggak?
Mata Hasha seketika berbinar. Ini nih yang dia suka sama abang Flynn-nya. Teman-teman ngumpulnya ganteng semua. Makanya Hasha suka ikut kalau di ajak, buat sekadar cuci mata.
"Mau ikut nggak?"
"Ada cowok baru nggak?"
"Ada. Sahabat lama abang. Kamu kenal juga." kening Hasha berkerut.
"Siapa?"
"Nanti juga kamu tahu. Udah, cepetan mandi sana."
Tak butuh waktu lama Hasha beranjak ke kamar mandi. Ia meringis pelan saat merasa bagian intinya sakit. Harusnya sih dia istirahat dulu hari ini. Namun supaya lupa kejadian semalam, lebih baik dia ikut abangnya saja. Penasaran juga dia cowok baru kayak apa yang abangnya bilang dia juga kenal.
"Dek!"
Tiba-tiba abang sulungnya berteriak dari luar.
"Kenapa bang?"
"Kita nggak jadi pergi, opa tiba-tiba nelpon pengen abang ke kantor sekarang!
"Oh, ya udah bang. Lain kali aja!" Hasha berteriak dari dalam kamar mandi. Setelah itu suara abangnya tidak kedengaran lagi.
Hufft ... Hasha pun membuang napas panjang lalu lanjut mandi. Nggak pa_pa deh. Biar dia juga bisa beristirahat hari ini sambil meratapi keperawanannya yang sudah di renggut oleh cinta pertamanya.
Seminggu setelah kejadian itu, Hasha kembali menjalani kehidupannya seperti biasa. Menjual bunga. Semenjak lulus kuliah, ia ingin mencoba melakukan banyak hal yang dia sukai. Salah satunya adalah menjual bunga.
Hasha menyukai bunga. Jadi ia ingin mencoba menjadi penjual bunga. Pekerjaan tersebut dia lakukan dua kali dalam seminggu. Karena keluarganya tidak mau dia bekerja tiap hari. Papanya bahkan sempat melarang keras dirinya melakukan pekerjaan tersebut, tapi berkat dirinya yang pintar merayu, papanya pun setuju. Dengan syarat hanya menjual bunga dua kali dalam satu minggu.
Semua rekan-rekan kerja Hasha tak ada seorang pun yang tahu kalau gadis itu memiliki latar belakang keluarga kaya. Hasha pintar sekali menyembunyikannya. Di dukung dengan penampilannya yang sederhana. Hasha pun senang-senang saja. Karena dengan begitu, ia bisa tahu mana orang-orang yang memperlakukannya dengan tulus.
Ponsel Hasha berbunyi tepat setelah dirinya selesai mengantar bunga pesanan pelanggan.
"Halo," kak Flynn yang nelpon.
"Dedek Hasha sayang, kamu dimana?"
"Lagi jualan bang."
"Hah? Jualan?" suara abangnya terdengar heboh. Hasha menarik napas jengah lalu membuangnya.
"Bang Flynn lupa kalo Hasha kerja di toko bunga?"
"Oh iya, bener. Terus udah selesai nggak kerjaannya?"
"Baru aja selesai. Kenapa bang?"
"Ikut abang yuk. Ke rumah temannya abang. Kita seru-seruan bareng di sini. Dari pada adek jualan bunga terus, nggak asik. Entar lama-lama muka kamu jadi bunga layu."
"Ih abaang ... Hasha laporin papa loh nanti!" ancam Hasha galak. Ia bisa dengar suara tawa kakaknya di seberang sana.
"Kirimin alamat kamu biar abang kamu yang ganteng ini jemput."
Hasha menurut saja dan memberikan alamatnya. Ia masih penasaran dengan sahabatnya abang Flynn yang baru, yang katanya dia juga kenal itu. Kira-kira siapa ya?
Tak sampai tiga puluh menit abangnya sudah sampai di alamat yang dia berikan. Motor besar milik sang abang yang super mahal dan keren itu berhenti tepat di depan Hasha.
"Naik cepetan." titah abangnya tak lupa melempar helm. Hasha sudah terbiasa. Kalau jalan sama abang Suho, mereka akan pakai mobil. Sama abang Flynn ya begini, naik motor pasti.
Sekitar dua puluh menit perjalanan, mereka tiba di sebuah Mansion besar yang besarnya menyerupai mansion milik om mereka. Hasha menatap Mansion itu lama.
Kayak kenal.
Dia kayak pernah datang di kediaman yang memiliki banyak pilar-pilar besar dan megah ini. Kapan ya?
Hasha terus berpikir keras namun belum mengingat juga kapan dirinya pernah ke sini. Akhirnya dia menyerah.
"Ayo masuk." kata Flynn. Hasha mengekor dari belakang.
Dua pelayan yang berdiri di depan pintu utama membungkuk hormat. Hasha dan Flynn tersenyum ramah ke mereka. Orangtua keduanya selalu mengajari mereka untuk selalu menghargai orang lain, siapapun orang itu.
Begitu masuk ke dalam rumah elit itu, sudah ada cukup banyak orang di sana. Yang lain Hasha kenal, sedang beberapa di antaranya baru dia lihat. Mungkin teman baru abangnya.
"Eh, ada dedek Hasha. Makin cantik aja deh." seru seorang cowok peranakan china. Hasha kenal dia. Namanya Wonho. Sahabat bang Flynn dari jaman SMA. Wajahnya terbilang tampan namun tidak masuk tipe Hasha. Begitu pun sebaliknya. Wonho selalu memperlakukan Hasha layaknya seorang kakak seperti Flynn. Lelaki itu tidak berani memiliki memiliki perasaan lebih karena ...
"Ayo duduk sini." kata Flynn menarik tangan adiknya duduk di sofa kosong dekat Wonho.
"Lihat siapa ini! Ya ampun Hasha, bunda kangen bangeet ..." suara heboh tersebut milik seorang wanita paruh baya pertengahan lima puluan.
Sekelompok perempuan yang tadinya sibuk bergosip dan cuek dengan kedatangan Hasha ikut melirik karena kehebohan sang pemilik rumah. Ibu dari teman mereka yang belum keliatan hingga sekarang batang hidungnya.
Hasha menatap sih wanita tua yang memeluknya. Ia masih kebingungan. Begitu sadar sepenuhnya, matanya membelalak.
"Bunda Ria?!" gadis itu berseru kuat. Sampai semua orang di ruang tamu heran.
"Dedek, jangan teriak-teriak gitu dong. Ini bukan hutan, lagian kenapa sih kaget banget liat bunda Ria? Kan bunda Ria bukan hantu." tegur Flynn. Wonho dan yang lain ikut tertawa.
"Iya sayang ini bunda. Kok kamu kaget gitu sih? Nggak senang ketemu bunda lagi?" Ria sengaja memasang tampang sedihnya.
"Bukan gitu bunda, Hasha senang banget kok ketemu bunda lagi. Tapi Hasha kaget aja kalo ini tuh rumahnya bunda."
Berarti rumahnya Zayn juga dong ...
Ria tertawa. Merasa gemas pada gadis manis yang selalu dia sukai dari dulu ini.
"Lucu banget sih kamu." Ria mencubit gemas pipi Hasha lagi sebelum pamit pergi arisan ke rumah temannya.
Hasha bodoh. Kenapa bisa lupa kalau ini rumahnya Zayn? Pantesan aja kayak akrab sama rumah ini tadi.
Gadis itu terus merutuki kebodohannya sendiri. Ia memilih duduk di sofa dekat tv. Jauh dari semua orang, teman-temannya abang Flynn.
"Flynn, Zayn kemana sih? Kenapa belum muncul-muncul juga? Kita kan ke sini mau ketemu sama dia." kata seorang perempuan berambut pendek sebahu. Namanya Elis. Elis duduk di sebelah perempuan yang tampak anggun. Jauh lebih anggun darinya. Tapi entah kenapa Hasha merasa wanita itu sering melirik-lirik ke arahnya.
Ah, dia tidak peduli. Matanya melengak lengok ke segala arah. Berharap laki-laki itu tidak ada di rumah ini. Hasha sama sekali tidak tahu Zayn telah pulang dari luar negeri.
Hasha malu, gugup dan takut.
Apakah malam itu Zayn juga mabuk? Berarti masih ada kemungkinan laki-laki itu tidak mengingat apa yang telah terjadi antara keduanya. Hasha berharap seperti itu. Ia terus merapalkan doa agar tidak bertemu dengan pria itu.
"Tuh, cowok yang kalian tunggu-tunggu." ucap Flynn menunjuk dengan dagunya.
Hasha spontan menoleh ke arah tangga. Yang lain juga.
Zayn turun dari tangga. Sesaat Hasha terpaku. Tubuh lelaki itu sangat indah. Apalagi wajahnya. Hidung mancung, rahang tegas, sorot mata tajam menambah kesan cool-nya. Hasha lupa akan ketakutannya sesaat dan memandangi laki-laki tersebut dengan tatapan kagum. Sama halnya dengan tiga perempuan lainnya yang berada di ruangan yang sama.
Lalu kekaguman di mata Hasha hilang seketika saat Zayn menatapnya dengan sorot dingin. Hasha menelan saliva, cepat-cepat membuang muka ke arah lain.
"Hai Zayn, masih ingat aku kan? Kita pernah sekelas waktu SMA dulu." Elis berdiri, menyapa lelaki itu dengan semangat. Dua teman disampingnya ikut berdiri.
Tapi mereka harus menahan kekecewaan karena Zayn tak melirik mereka sama sekali. Ia melangkah melewati mereka dan memilih duduk di sebelah Hasha. Ekspresinya datar, bahkan tak menyapa gadis itu sama sekali.
Hasha gugup.
Kenapa harus duduk di sini sih?
Gadis itu ingin menghilang saja. Jantungnya berdegup kencang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!