NovelToon NovelToon

Reinkarnasi Putri Yang Di Aniaya

CHAPTER 1 - PEMBERONTAK

"Ck."

Pemuda itu berdecak sambil memandang ke sudut sofa yang kini telah di tempati oleh seseorang. Biasanya sudut itu jarang di tempati karena sedikitnya orang yang berkunjung ke rumahnya.

"Yang mulia putri Clarisse, ada gerangan apa anda mengunjungi kediaman saya yang rendah hati ini?" ucapan itu terdengar sopan namun entah kenapa Clarisse bisa mendengar nada sinis dalam suaranya.

"Saya datang kesini karena ingin membuat sebuah kesepakatan." jawab Clarisse dengan tenang. Namun bertentangan dengan nada suaranya yang tenang, jantungnya berdetak dengan liar di sertai keringat dingin yang mengucur di punggungnya.

"Kesepakatan?" Aillard mengernyitkan alisnya lalu menatap perempuan di depannya dengan curiga.

Putri ke tujuh ingin membuat kesepakatan dengannya? Bukankah itu terlihat sangat mencurigakan? Siapa yang tidak tau hubungannya dengan kerajaan sangat tegang hingga mereka terlihat saling membunuh. Apakah laki-laki tua bangka itu yang mengutusnya?

Clarisse menelan ludahnya gugup di bawah tatapan terang-terangan sang Grand Duke Timothee, lalu dengan cepat dia berkata, "Mari kita menikah!"

Aillard tercengang sejenak lalu setelah itu dia tertawa terbahak-bahak. "Putri Clarisse ternyata juga mempunyai bakat dalam melucu."

"Saya tidak bercanda. Saya serius ketika mengatakan akan menikahimu." ucap Clarisse sambil menatap Aillard dengan bersungguh-sungguh.

Raut wajah Aillard seketika berubah, dia sekarang memandang Clarisse dengan dingin. Clarisse mengigit bibir bawahnya gugup sambil menahan nafas di tatap oleh predator liar di depannya.

Seiring berlalunya waktu ia mulai merasakan sulit bernafas di bawah tekanannya. Apakah keberaniannya mulai berkurang? Tidak. Clarisse menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat untuk menguatkan tekadnya kembali. Di bandingkan ketika bilah itu menebas lehernya, dia rasa ini bukan apa-apa.

"Apakah kamu serius dengan ucapanmu?" Tidak ada lagi nada hormat dalam suaranya, yang ada hanya rasa kebencian. Ternyata benar Grand Duke Timothee sangat membenci keluarga kerajaaan, Clarisse membenarkan pernyataan itu dalam hatinya sambil menghela nafas pasrah. Ia mulai merasa tidak yakin apakah Grand Duke mau menerima tawarannya.

Huft, kalau bukan untuk menyelamatkan nyawanya, dia tidak akan mau datang ke rumah orang yang terkenal kejam ini. Clarisse mendesah saat mengingat peristiwa yang dilaluinya baru-baru ini.

......................

Bunyi tabrakan pedang bersamaan dengan jeritan tangis terdengar disana sini. Udara itu begitu mencekam hingga membuat orang lari hanya ketika melihatnya. Clarisse mengunci pintunya lalu mondar-mandir dalam ruangan. Ia bisa mendengar suara tangis Valerie, saudara perempuannya ketika diseret oleh pemberontak.

"Yang mulia, apa lagi yang anda tunggu?" Anne bertanya dengan cemas melihat tuannya yang masih duduk diam di kamarnya. "Kita harus kabur dari sini sebelum pemberontak menemukan kita."

"Aku tau, tetapi istana telah di kelilingi oleh pemberontak." Clarisse mengigit bibir bawahnya cemas sambil memikirkan bagaimana harus keluar. Ia tidak punya ide lagi untuk melarikan diri dari istana, karena semuanya sudah jalan buntu.

Tepat ketika ia memikirkan itu, ia mendengar ada suara orang di balik pintu kamarnya. Tidak salah lagi, itu pasti mereka. Jantungnya berdetak dengan liar sambil memandang ke arah luar dengan gugup.

"Yang mulia, ganti pakaian anda dengan saya!"

"Apa maksudmu?" tanya Clarisse marah. Bagaimana ia tidak tau pikiran pelayan yang telah bersamanya selama ini? Dia pasti berniat menggantikan dirinya.

"Yang mulia, anda harus melakukannya. Pemberontak itu tidak tau dengan wajah anda, jadi mereka pasti akan terkecoh." ujar Anne meyakinkan Clarisse supaya mau menuruti permintaannya.

"Aku tidak mau." jerit Clarisse sambil menangis. "Apakah kamu berniat mengorbankan dirimu, aku tidak akan berterimakasih sama sekali. Kamu pikir itu sangat mulia melakukan itu, bukan? Aku malah menganggapnya sangat tercela. Jika kau benar-benar melakukan itu, aku akan membuang mayatmu ke dalam hutan belantara."

"Yang mulia, tenang! Pemberontak itu sedang di luar, mereka pasti akan mendengar suara anda, itu jika anda berteriak seperti itu." ujar Anne gelisah.

Clarisse terdiam sejenak lalu setelah itu dia menganggukkan kepalanya. Ia menarik nafas dalam-dalam lalu memandang Anne dengan sedikit tenang. "Anne, kamu tidak berniat melakukan itu bukan?" ujar Clarisse sambil memegang bahu Anne dengan kuat.

Anne menganggukkan kepalanya membuat Clarisse menghela nafas lega. Namun belum sempat Clarisse menarik nafas beberapa detik, ia merasakan ada yang menusuk tangannya lalu setelah itu pandangannya menjadi gelap. Samar-samar ia bisa mendengar suara Anne meminta maaf lalu kegelapan pekat benar-benar menelannya sepenuhnya.

"Maaf Yang mulia." Anne memandang Clarisse yang sekarang tergeletak tak berdaya lalu menghela nafas panjang. Tidak ada waktu lagi, ia harus segera mengganti pakaiannya sebelum pemberontak itu datang.

Tanpa babibu lagi Anne langsung menyeret Clarisse ke bawah tempat tidur. Ia mengolesi wajah Clarisse dengan jelaga sambil menuangkan darah ayam di sekitar pakaiannya. Untungnya ia cepat tanggap sebelumnya, ketika melihat pasukan pemberontak itu mencoba menerobos masuk ke dalam istana. Sejujurnya dia sudah menebak hal ini akan terjadi, mengingat sikap Clarisse yang terlalu baik hati. Dia pasti tidak akan mau melakukannya.

Setelah melihat semuanya sempurna, Anne lalu berbaring di tempat tidur berpura-pura ketakutan. Tak lama setelah itu para pemberontak masuk ke kamar lalu menyeretnya dengan paksa. Ia menjerit tak terkendali mencoba melepaskan tangan pemberontak yang mencengkeram tangannya.

"Ada satu orang lagi disini." pemberontak itu menunjuk ke bawah tempat tidur sang putri. Rupanya rambut Clarisse mencuat dari dalam membuat pemberontak menemukannya. Jantung Anne berdegup kencang seiring langkah kaki pemberontak yang mulai mendekati Clarisse.

"Dia sudah mati. Darahnya mengalir sampai ke sini sehingga tidak diragukan lagi, dia benar-benar sudah mati." Pemberontak itu berkata sambil menunjuk genangan darah yang mengalir di bawah sepatunya.

"Mari kita pergi!" Anne menghela nafas lega melihatnya lalu mulai berakting menjerit lagi.

"Diam." Pemberontak itu mulai kesal lalu menyumpal mulut Anne dengan sapu tangan. Lingkungan menjadi sunyi, perlahan dengan pasrah Anne juga membiarkan pemberontak menyeret dirinya. Lagipula tidak ada lagi yang dia harapkan, dia akan benar-benar mati hari ini. Semoga tuannya bisa kabur dari istana dan tidak menyia-nyiakan pengorbanannya.

Entah sudah berapa lama waktu berlalu, mata Clarisse perlahan terbuka. Ia memandang sekeliling ruangan yang sekarang menjadi sunyi lalu mencari Anne dengan panik. Ini tidak seperti yang dalam pikirannya kan? Namun harapan Clarisse harus pupus ketika melihat pakaian siapa yang telah melekat pada tubuhnya.

Ia mengigit bibir bawahnya sampai berdarah guna menahan isak tangis yang seakan mau meluncur dari bibirnya. Ia tidak punya waktu lagi. Ia harus cepat-cepat kabur dari sini sebelum pemberontak itu menemukan ada yang salah. Ia tidak boleh menyia-nyiakan pengorbanan Anne untuk dirinya. Karena Anne menginginkannya untuk hidup jadi dia harus hidup. Setelah memikirkan itu, Clarisse dengan cepat keluar dari pintu kamarnya. Namun baru beberapa langkah, ia mendengar ada suara yang memanggilnya di belakangnya

Perlahan ia menoleh dan...

CHAPTER 2 - MENGULANG KEMBALI WAKTU

Perlahan ia menolehkan dan betapa terkejutnya dia ketik melihat siapa yang memanggilnya.

"Salam Yang mulia pangeran Kendrick." Clarisse membungkukkan tubuhnya lalu memberikan hormat standar pelayan. Dia tidak lupa saat ini, ia adalah seorang pelayan yang sedang menyamar.

"Pangeran." Laki-laki itu mengernyitkan dahinya mendengar panggilan wanita itu terhadap dirinya. Wajahnya tertutup jelaga dan pakaiannya ternoda darah yang membuat dia tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Lalu setelah itu dia menyadari ada yang aneh dari perempuan ini. Rambutnya yang berwarna pirang platinum tidak bisa di tutupi oleh noda yang melekat di wajahnya.

"Tangkap pelayan itu!" Mendengar nada suara tanpa emosi itu membuat Clarisse mendongakkan kepalanya kaget, ia tidak mengerti kenapa dia bisa di tangkap.

"Lepas..lepas." Clarisse berteriak panik melihat prajurit membawa paksa dirinya. "Apa salah saya, Pangeran?" ujar Clarisse tidak tahan lagi. Ia memandang Kendrick dengan amarah tanpa menyembunyikan api yang menyala di matanya.

"Salahmu?" Kendrick terkekeh kecil mendengar perkataan Clarisse, lalu dengan dingin dia menjawab, "Panggilanmu."

"Panggilan." Clarisse bergumam sambil memandang Kendrick dengan linglung. Tiba-tiba dia teringat sesuatu membuat ia sontak membelalakkan matanya ketakutan. Ia menatap Kendrick dengan gugup sambil menyembunyikan tangannya yang gemetar.

"Kurasa kamu sudah tau." Kendrick terkekeh sambil menunjuk tangan kanan Clarisse yang gemetar. Menyadari pandangan pangeran Kendrick terhadap tangannya, Clarisse refleks menyembunyikannya di belakang punggungnya.

"Bawa dia!"

Clarisse dengan cepat di seret ke aula kerajaan. Ini sia-sia. Anne sudah bersusah payah mengorbankan dirinya untuk menyelamatkannya, namun hanya karena mulutnya yang ceroboh semuanya hancur berantakan.

Anne pasti mengutuknya ketika tau ini terjadi. Clarisse terkekeh kecil ketika membayangkan mulut Anne yang kecil dengan penuh semangat mengutuknya.

"Apa dia gila?" prajurit itu bertanya kepada rekan di sebelahnya yang hanya di respon gelengan kepala.

"Sudah, ikuti saja intruksi Yang mulia sebelum Yang mulia memenggal kepala kita."

Prajurit itu membelalakkan matanya ketakutan lalu dengan cepat menyusul Kendrick yang sudah berjalan di depan.

Baamm......

Clarisse terhempas di lantai yang dingin membuat dia mengaduh kesakitan. Ia mendongak menatap Kendrick yang sedang menatapnya tanpa emosi.

"Putri Clarisse, pilih sendiri bagaimana kematianmu! Karena kamu sudah menyelamatkanku sekali, aku dengan berbaik hati membiarkan kamu memilih kematianmu sendiri." Ia dengan cepat mengeluarkan sebotol racun yang berada di sakunya dan mengambil pedang yang berada di pinggangnya lalu meletakkannya di depan Clarisse.

".........." Mata Clarisse terbelalak mendengar perkataan Kendrick. Ia beringsut mundur mencoba menjauh dari pemuda yang sudah yang membantai keluarganya itu.

Kendrick terkekeh kecil melihat reaksi Clarissse seolah-olah dia dalam suasana hati yang baik. Dengan riang dia berkata, "Kenapa? Terkejut?" tanyanya gembira. Ia melangkah perlahan mendekati Clarisse lalu menjambak rambut Clarisse dengan kuat.

"Aaaaahh... Aaaaaaah..." Clarisse berteriak kesakitan ketika merasakan kulit kepalanya ikut ketarik karena perbuatan Kendrick.

"Lain kali warnai juga rambutmu sebelum melarikan diri." Itu saran yang ramah namun itu terdengar seperti nasihat kematian. Siapa yang tidak tau kalau rambut pirang platinum adalah simbol kerajaan Leonore. Semua anggota kerajaan pasti memilikinya termasuk putri Clarisse yang merupakan salah satu anak dari raja.

Perlahan Kendrick melepaskan tangannya dari rambut Clarisse lalu berjalan sejauh dua langkah darinya. Ia bersedekap sambil memandang perempuan di depannya dengan dingin. "Cepat pilih! Aku tidak punya waktu untuk melihat hal-hal yang tidak berguna."

Bibir Clarisse bergetar menghadapi bayangan kematian yang menyerbu dirinya. Ia sekarang menyesal kenapa menyelamatkan laki-laki ini. Seharusnya ia membiarkannya saja lalu mencekiknya sampai mati. Ia juga tidak mempunyai tenaga lagi untuk mengangkat tangan karena ketakutan yang melanda dirinya.

Kendrick tersenyum senang melihat Clarisse yang gemetar lalu dengan ramah berkata, "Saranku, lebih baik kamu menggunakan pedang ini. Ini sangat tajam sehingga membuatmu tidak merasakan sakit." ujarnya sambil menyerahkan pedang itu kepada Clarisse.

"Aku jamin kamu pasti akan langsung ke surga." ujarnya dengan nada baik hati.

"........" Clarisse perlahan mengambilnya dengan tangan gemetar.

"Pegang yang baik! Kalau kamu terus bergetar seperti ini, aku jamin kamu pasti akan kesakitan." kata Kendrick sambil membungkuk meletakkan pedang itu di tangan Clarisse dengan kuat.

Raut wajah Clarisse sangat pucat hingga ia tidak mempunyai aliran darah mengalir di wajahnya. Ia memejamkan mata sambil menggenggam kalung yang berada di lehernya. Ini harus berhasil. Dia meyakinkan dirinya ketika mengingat nasihat ibunya ketika menggunakan kalung ini.

Benda yang berada di lehernya merupakan peninggalan ibunya yang merupakan artefak suku Regen. Ibunya merupakan keturunan suku Regen, suku yang hidup di pedalaman hutan timur. Tidak ada yang mengetahui mereka masih hidup karena mereka sangat memisahkan dirinya dari dunia luar. Ibunya sendiri kabur dari kakeknya sampai dia bertemu kaisar dan melahirkan dirinya.

Untuk pertama kalinya dia menggunakan benda ini walaupun dia harus menanggung konsekuensi yang sangat fatal. Dia juga sudah siap menerima hal itu terjadi.

Perlahan Clarisse mendekatkan pedang ke lehernya, lalu dengan cepat meng*****nya. Gerakan itu tidak ragu-ragu, karena dia tau jika dia ragu-ragu dia pasti akan merasakan sakit. Namun walaupun begitu ia masih bisa merasakan sensasi dagingnya yang terkoyak karena pedang.

Ia memejamkan mata merasakan darah menyembur keluar dari lukanya bak air mancur. Perlahan tapi pasti ia merasakan kesadarannya mulai kabur dan kegelapan menelannya sepenuhnya. Satu hal yang tidak Clarisse tau, cahaya terang bersinar dari kalungnya lalu menyelimuti tempat itu.

...****************...

"Yang mulia, bangunlah!" Anne menggoyang-goyangkan tubuh Clarisse yang masih terlelap dalam tidurnya. Ini sudah sangat siang hingga Anne curiga apakah tuannya sedang tidur atau pingsan. Sudah berulang-ulang kali dia memanggilnya, namun dia tidak kunjung bangun. Dia mulai khawatir apakah tuannya sedang sakit.

Sepertinya dia juga bermimpi buruk dalam tidurnya karena dia sangat gelisah dan berkeringat dingin. Namun tidak ada waktu untuk memikirkan semua itu karena kepala pelayan sebentar lagi akan datang kesini. Anne mulai cemas jika tuannya tidak kunjung bangun, kepala pelayan pasti akan menambah banyak banyak masalah pada tuannya.

"Yang mulia, anda harus bangun!" ujar Anne sekali lagi sambil mengguncang-guncang tubuh Clarisse dengan lebih kuat. Upaya Anne berhasil karena perlahan netra biru muda itu terbuka dengan sendirinya.

"Huft." Anne menepuk dadanya menghela nafas lega, namun setelah itu kekhawatiran melanda dirinya dalam sekejap, "Yang mulia, ada yang terjadi denganmu? Aku sudah mencoba membangunkan mu berkali-kali, namun anda tidak kunjung bangun. Apakah anda sakit?" ujarnya dengan tatapan khawatirnya yang tidak bisa dia sembunyikan.

Clarisse mengerjapkan matanya menatap Anne dengan bingung. Apakah ini surga? Karena dia melihat Anne berdiri sehat di hadapannya.

CHAPTER 3 - KEPALA PELAYAN

Clarisse mengerjapkan matanya menatap Anne dengan bingung. Apakah ini surga? Karena dia melihat Anne berdiri sehat di hadapannya.

"Yang mulia?" Anne melambaikan tangannya di depan wajah Clarisse melihat dia yang sedang linglung namun anehnya dia tidak bergeming sama sekali. Entah kenapa ada yang salah dari tpuannya hari ini.

Beberapa detik Clarisse mengamati, akhirnya dia tersadar bahwa orang di depannya adalah nyata. Ia menggenggam tangan Anne dengan erat sambil berkata dengan antusias, "Anne, ini benar-benar kamu kan? Aku tidak menyangka kita bisa masuk ke surga bersama-sama."

"Surga?" Anne mengerjapkan matanya bingung mendengar penuturan Clarisse. Omong kosong apa yang tuannya ucapkan? Dia mulai was-was apakah kejiwaan tuannya sedikit terganggu. Ia mencoba melepaskan tangan Clarisse yang mengenggamnya namun genggaman itu begitu erat sehingga dia dia tidak bisa melepaskannya. Akhirnya dengan pasrah dia membiarkannya saja.

Entah berapa lama waktu berlalu ia mulai cemas jika Kepala pelayan Ratu akan datang. Sambil menatap pintu ia berkata dengan panik, "Yang mulia, sadarlah! Kamu harus segera bersiap-siap sebelum kepala pelayan Ratu sampai disini."

"Apa tadi katamu? Kepala pelayan Ratu?" Mata Clarisse terbelalak mendengar perkataan Anne. Kepala pelayan Ratu juga ada disini? Tidak mungkin orang yang sudah menganiaya orang yang sudah tidak terhitung jumlahnya itu bisa masuk surga. Apakah sekarang dia berada di neraka? Tidak, Anne tidak mungkin masuk neraka. Clarisse membenarkan pernyataan itu dalam hatinya.

"Yang mulia, untuk apa anda masih linglung?" kata Anne mulai gemas melihat Clarisse yang masih belum sadar dari tadi. Akhirnya dia terpaksa menarik tangan Clarisse dari tempat tidur lalu mendorongnya ke kamar mandi. Clarisse pasrah dan membiarkan tubuhnya di dorong oleh pelayan.

Berbeda dari pelayan lainnya yang tidak memperbolehkan menyentuh tubuh tuannya sesuka hati, Anne diperbolehkan oleh Clarisse untuk melakukannya. Karena itulah, mereka sangat akrab layaknya kakak dan adik.

Tiba-tiba Clarisse teringat sesuatu lalu dengan cepat dia berkata, "Sekarang tanggal berapa?"

Anne menggaruk kepalanya bingung, lalu dengan cepat dia menjawab "Tanggal 16 April tahun 588."

"Apa???" Clarisse sontak berteriak kaget mendengar jawaban Anne. Tahun 588? Itu dua tahun sebelum terjadi pemberontakan. Huft, berarti dia berhasil kembali ke masa lalu. Ia memeriksa kalung yang berada di lehernya lalu tersenyum senang melihat kalung itu berada di genggamannya.

Walaupun permatanya sedikit retak karena dia memakai kekuatannya, tetapi itu sepadan. Ia juga tidak menyesal sama sekali ketika mengambil nyawanya sendiri, karena hal itu jugalah yang membuat dia berhasil mengaktifkan kalung ini.

"Yang mulia, gaya rambut apa yang Anda inginkan?" tanya Anne di sela-sela ia menyisir rambut Clarisse. Selama lima belas menit Clarisse berkutat di kamar mandi, akhirnya dia berhasil mendudukkan kembali dirinya di kursi yang sudah lama tidak dia di tempati.

"Yang simpel saja." jawab Clarisse sambil tidak melepaskan pandangannya dari cermin. Di dalamnya ada wajah seorang wanita muda yang sudah lama tidak dilihatnya, yang menandakan saat dia masih berumur enam belas tahun.

Tepat pada waktunya, ketika Anne selesai menata gaya rambut Clarisse, pintu pun terbuka dan datanglah seorang wanita berusia sekitar setengah abad dari luar. Tidak ada sopan santun sama sekali membuat orang berpikiran apakah yang sebenernya tuan adalah dia atau Clarisse. Namun saat ini Clarisse tidak ingin mempermasalahkan itu sama sekali karena dia sedang dalam suasana hati yang baik. Mungkin saja dia akan menangapi permainan pelayan yang sudah lama dia rindukan ini.

"Salam hormat, Yang mulia Clarisse. Semoga berkah dewa selalu tercurah kepadamu." Madeline membungkukkan tubuhnya lalu memberi hormat kepada Clarisse. Wajah yang terpampang itu sangat arogan hingga dia ingin mengusirnya dari kamarnya saat ini.

Clarisse tersenyum anggun lalu mempersilahkan Madeline untuk berdiri.

"Yang mulia, saya kesini membawa perintah ratu untuk memeriksa kemajuan pembelajaran etiket anda." Dengan sangat cerdik dia menekankan kata Ratu yang membuat Clarisse tidak bisa membantah.

"Baik." jawab Clarisse masih dengan wajah tenangnya. "Anne, tolong ambilkan kursi dan secangkir teh untuk kepala pelayan."

"Baik." jawab Anne sambil berlari menuju dapur.

"Kita mulai sekarang, Yang mulia." Madeline berdiri lalu meletakkan buku di atas kepala Clarisse.

Clarisse mengepalkan tinjunya menahan supaya tidak menunjukkan wajah Kepala pelayan. Dia belum mempunyai kekuatan jadi dia tidak bisa bertindak semena-mena. Sekarang yang berkuasa adalah Ratu jadi dia hanya bisa mematuhi keinginan mereka dan menahan penganiayaan ini.

"Anda salah, Yang mulia." Betis Clarisse terasa pedih saat kepala pelayan terus memukulnya dengan tongkat kecilnya. Ia sudah berusaha mengurangi kesalahan sebisa mungkin, tetapi kepala pelayan itu terus mencari kesalahannya. Mau bagaimana lagi dengan berdalih memeriksa pembelajaran etiketnya, sebenarnya permaisuri mengajarinya pembelajaran untuk menunjukkan otoritasnya dan kebetulan kepala pelayan juga menikmati memukuli para bangsawan.

Entah berapa lama waktu berlalu, Clarisse merasa betisnya terasa mau copot dari kakinya. Anne yang mengawasi dari samping hanya bisa diam karena Clarisse mengisyaratkan untuk tidak ikut campur.

"Yang mulia, etiket anda lebih baik daripada yang sebelumnya. Saya akan menyampaikan kabar baik ini kepada Yang mulia permaisuri." Madeline tersenyum puas melihat Clarisse yang hanya diam ketika ia memukulnya. Sejujurnya ia juga menikmati memukuli para bangsawan, terutama putri yang ditinggalkan ini. Ibunya hanya orang biasa, atas dasar macam apa dia menikmati segala kemewahan ini.

"Terimakasih Kepala pelayan. Ini juga berkat anda etiket saya menjadi meningkat." Clarissse tersenyum kecil sambil menatap perempuan baruh baya berambut cokelat tua itu.

"Sama-sama." balas Madeline tersenyum arogan.

Melihat senyum itu, membuat Clarisse ingin segera menamparnya, tetapi dia menyembunyikannya dengan malah tersenyum lebih lebar.

"Kalau begitu saya pamit dulu, Putri."

"Tunggu sebentar, Kepala pelayan!" Clarisse mengambil langkah maju lalu menyerahkan sebuah kotak kepada Kepala pelayan.

Madeline mengernyitkan alisnya lalu menatap Clarisse dengan curiga. Seakan tau apa yang dipikirkan kepala pelayan, Clarisse langsung berkata sambil tersenyum, "Ini adalah hadiah untuk anda karena sudah menderita mengajari saya selama ini."

"Aaah.. Terimakasih Yang mulia." ujar Madeline dengan perasaan gembira. Akhirnya perempuan ini juga tau jerih payahnya selama ini. Baiklah, dia akan menyampaikan sedikit kata-kata bagus tentangnya kepada Yang mulia permaisuri.

Tepat ketika Madeline ingin membukanya, Clarisse langsung meletakkan tangannya di atas kotak. "Jangan membukanya disini, Madeline! Ini adalah hadiah kejutan, tentu saja tidak bagus jika anda langsung membukanya."

Madelina terdiam lalu dengan patuh dia menganggukkan kepalanya. Setelah dia pergi dari hadapan Clarisse dan melanjutkan langkah kakinya yang tertunda.

Anne yang sedari tadi mengamati dari samping tidak tahan lagi, dengan perasaan tidak puas dia berkata dengan jengkel, "Yang mulia, apakah anda benar-benar memberinya hadiah?"

"Tentu saja." jawab Clarisse tenang. Senyum terus menghiasi wajah cantiknya membuat Anne mulai curiga. "Apakah anda memasukkan benda aneh ke dalamnya?"

"Tidak." sangkal Clarisse. "Ini bukan benda aneh, tetapi ini cukup untuk membuatnya terkejut sampai jatuh pingsan." lanjut Clarisse sambil tersenyum smirk.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!