NovelToon NovelToon

Teman PASTI Menikah

Mitos atau Fakta??????????

"jadi gimana? jadi di jodohin sama bokap lu?"

Sudut Pandang Mika

Menurut beberapa orang umur 22 masih muda, bahkan sangat muda, sebab diumur segitu beberapa manusia baru mengetahui hal baru, manusia baru, serta lingkungan baru, tapi kenapa orang tua tuh ngebet banget sih pengen anaknya nikah, gue sangat stres kalo mikirin ini.

Hai, nama gue Mikayla Putri Pangestu, tenang aja, gue masih termasuk manusia biasa dengan banyak kekurangan, bukan anak keturunan raja ataupun konglomerat, gue masih termasuk manusia pribumi yang tiap hari minum es teh manis.

Kerjaan sekarang? belum ada, cuma gue udah ngirim CV dan juga ngelamar dibeberapa tempat, sembari mengisi kehidupan gue yang kebanyakan hidup sendiri ini, maksudnya jomblo, tidak punya pasangan yang bisa diajak jalan. Gue mahasiswi semester lima disalah satu kampus yang cukup terkenal, dan kuliah di jurusan komunikasi, sebab gue sadar komunikasi gue dengan manusia apalagi Sang Pencipta cukup jelek, makanya gue memilih jurusan ini.

"lu bisa diem gak Na? gue udah stress banget ini sama tugasnya si Dena, nanti ya gue ceritain" balas Mika pada  Nanda, Mahasiswa semester lima yang sama stresnya sama Mika karena tugas setiap Minggu yang selalu ada dan mepet tenggat waktu. Bedanya kalo Nanda kedapetan dosen semester ini yang super baik dan ramah, khas orang Indonesia banget yang gak enakan suka bilang "gak apa-apa"

"padahal kalo lu nikah sekarang gak perlu tuh begadang begini ngerjain tugas Pak Dena, lu cuma tidur sambil ngurus anak dan suami, coba deh lu belajar kenal orang baru lagi Mik, gak semua orang tuh mirip kayak si monyet kemarin" lagi dan lagi, Nanda adalah orang yang paling sering merayu Mika buat buka hati lagi, karena satu tongkrongan tau, cuma Mika yang saat ini belum punya gandengan.

Tapi, bagi Mika punya pacar atau gak sebenarnya sama aja, cuma bedanya kalo lu gak punya pacar gak ada yang bakal nanyain "udah makan belum?" atau pertanyaan receh lainnya, Mika juga udah terbiasa sendiri sejak hubungannya dengan si monyet kandas beberapa waktu lalu, meskipun dibeberapa waktu dia sering ngeluh juga karena kesepian.

"eh Nan, meskipun gue suka anak kecil, bukan berarti punya anak sendiri enak, gue lihat emak lu sendiri stres punya anak kayak lo" Nanda yang berada di ujung meja satunya cuma bisa tersenyum kecut, mendengar fakta Mika yang lagi-lagi buat mulut dia berhenti bicara.

"tapi gue serius soal buka hati buat orang lain Mik, kalo lu terus nutup diri gini apa gunanya langganan musik paket keluarga kalo gak punya keluarga sendiri?" ucapan Nanda yang gak jelas gini yang buat Mika makin nyaman bagi masalah dan keresahan hidupnya sama Nanda, karena orang gila akan cocok sama orang gila juga.

"lu mending baca jurnal lu deh sebelum gak bisa jawab apa-apa buat kuis besok, miris gue sama Bu Indri kalo punya murid kayak lu" ujar Mika, sedangkan Nanda cuma ulurkan lidahnya pada Mika, mengejek temennya itu yang sebenarnya iri sebab gak kedapetan dosen Bu Indri.

"btw besok habis matkul terakhir kita nonton yuk, ada film baru nih" ajak Nanda, sambil ia tunjukkan poster bagus dengan judul film bergenre komedi romantis.

"ngejek gue ya lu?-" kedua alis Nanda naik, beri tatap bingung dengan ucapan Mika.

"besok matkul terakhir kan matkulnya si Dena, mana gue yang presentasi, dia suka lama-lamain kelas, kayak gak pernah hafal aja lu tingkahnya si duda itu" mulai, Mika dengan mulutnya yang kadang kurang rem kembali membuat Nanda tertawa, Nanda tau betul bagaimana kesalnya Mika kepada Dena sejak semester satu. Entah mengapa selalu saja Mika mendapatkan mata kuliah disetiap semester dengan Dosen pengampu Dena, bahkan ketika Mika sudah berdoa serius disujud terakhir, tetap saja ia selalu bertemu dengan Dena lagi.

"lu masih aja kemakan gosip Pak Dena duda, jelas-jelas doi sendiri yang konfirmasi kalau dirinya jomblo" baik, kali ini nampaknya Nanda ada dipihak Dena.

Mika 0 Dena 1

Mika menghela nafas, kali ini wajahnya menoleh sembilan puluh derajat kepada Nanda, tak percaya jika sahabatnya mulai jadi impostor "gue juga lihat dengan mata kepala gue sendiri Na, si Dena itu pulang bareng anak kecil cewek, semua orang bisa bohong kali Na, mungkin aja doi malu kalo ketauan jadi duda diusia muda"

Nanda mengulum bibirnya, kali ini ia sungguh angkat tangan dengan dendam pribadi Mika, sebaiknya dia diam dan tidak membahas soal Dena lagi, oh iya, kan masih ada topik perjodohan, ia bisa memutar topik kesana.

Mika 1 Dena 1

"ngomong-ngomong tipe lo yang gimana sih emang Mik? biar gue bisa tau nih, soalnya banyak temen gue yang nanyain nama lo di DM Instagram" tanya Nanda, yang buat Mika mendecak lagi, tapi kali ini fokusnya masih tertuju pada jurnal yang tengah ia baca.

"yang lebih tua dari gue, pinter, gak alay, agak gaptek biar gak usah post foto aneh-aneh, sayang anak kecil-" Mika terus ucapkan tipe pria idamannya, buat ekspresi Nanda kali ini makin terlihat tak terkontrol ketika mendengar tipe Mika yang lumayan banyak, Mika itu banyak mau sekali.

"udah itu aja"

"bukan aja namanya itu Mik, banyak banget yang lu sebutin tadi" protes Nanda yang hanya diberi senyum tanpa dosa oleh Mika.

"tapi kalo ada yang menuhin semuanya tapi orangnya Dena gimana Mik?"

"NAN, CABUT GAK PERKATAAN LU, MERINDING IH"

Kan jodoh gak ada yang tau ya Nan, dan Mika tolong jangan terlalu benci dan menghindar sama yang namanya Dena, karena kadang kita malah justru dekat dan suka dengan yang awalnya kita gak suka.

Amit-amit Jabang Bayi

Suara tepuk tangan terdengar memantul dari dinding kelas 5.1 C, presentasi kelompok Mikayla ditambah dengan forum diskusi telah selesai Mika selesaikan, setidaknya dari banyaknya mata kuliah yang paling ia kurang minati, mata kuliah Dena lah yang menempati nomer satu. Setelah melewati banyaknya revisi dan juga teguran kurang menyenangkan, akhirnya sekarang Mika bisa bernafas sedikit lega sebab mata kuliah paling menguras air mata ini sedikit lagi berakhir.

"bagus presentasi kalian, tidak seburuk kemarin yang penuh baca, dan diskusi kalian juga jelas menjawabnya, sumbernya juga lengkap, pertahankan ya" ucap Dena dengan kalimat yang tumben memuji dan enak didengar. Meskipun ia dengan terang-terangan mengatakan jika presentasi kemarin jelek, tak apa, setidaknya pertemuan ini adalah pertemuan terakhir ia dengan Dena di semester ini.

"tapi, nilai Mikayla akan beda sendiri ya, karena terlambat berkali-kali dengan alasan tidak jelas, dan jangan lupa untuk menyerahkan jurnal yang kemarin saya minta, langsung setelah ini" lanjut Dena santai, namun kalimatnya berhasil menyulut kembali api dendam Mika yang seharusnya sudah padam. Dan mengenai keterlambatan yang Dena maksud, hello yang benar aja dong, jelas-jelas ia sudah meminta izin dengan Dena dan di grup juga mengirim pesan pribadi pada Dena.

"baik Pak" namun dari banyaknya sumpah serapah, hanya kalimat ini yang mampu Mika ucapkan.

"pertemuan saya akhiri sampai sini ya, sampai bertemu lagi di ujian akhir nanti, saya harap kalian semua belajar dengan serius agar hasilnya tak mengecewakan" ucap Dena sebelum dirinya meninggalkan ruang kelas, diikui ucapan terima kasih oleh seluruh anggota kelas.

"apes banget deh lo Mik, udah presentasi dibilang jelek, sekarang disuruh ke ruangan beliau, sabar ya" Salsa, si ketua kelas ikut berkomentar mengenai nasib sial temannya itu, telapak tangannya juga turut beri tepukan kecil di bahu kanan Mika.

"ngejek banget sih lo Sal, gue cuma mau ke ruang Pak Dena, bukan mau di eksekusi" balas Mika dengan wajah lesu, meskipun dalam hatinya ia sudah mengumpat sejak Dena terang-terangan memberi nilai jelek pada presentasinya. "udah gih sana ke ruang Pak Dena, nanti lo malah kena sindir lagi"

Mikayla menghela nafas lagi, gadis itu lalu berdiri dari duduknya, mulai menyusuri langkah demi langkah menuju ruang Dena, rasa marah, kesal dan umpatan hanya mampu Mika telan mentah-mentah saat ini. Melangkah menuju ruangan Dena rasanya jauh terasa lebih berat dibanding ketika dirinya menjadi penanggung jawab kelas, entah apa yang akan terjadi berikutnya, hanya Tuhan dan Dena yang tau.

"masih bingung sama pikiran si Dena, udah jelas-jelas gue ngasih dia jurnal yang dia minta, eh sekarang malah minta gue nyari jurnal yang mata kuliahnya aja gak gue pelajari, males banget sih tu orang nyari sendiri" cerocos Mika penuh emosi, untung pengunjung yang datang tengah sepi, jadinya tak akan ada yang dapat mendengar umpatan Mika untuk Dena.

"sabar Mik, Dena kan emang dari dulu begitu, udah yuk makan aja"

"tapi ke gue doang Wan, emang tu orang gak suka gue kayaknya"

Setelah Mika rela menyisihkan waktu seharian di perpustakaan dan mencari jurnal yang Dena maksud, kini dirinya malah diberi tugas lagi untuk mencari jurnal yang Dena butuhkan, jurnal yang Mika sendiri baru dengar judulnya, Dena benar-benar mengerjai dirinya habis-habisan, setelah setengah bulan harus berurusan dengan laporannya yang mendapat nilai jelek, kini ia malah harus berurusan dengan si pemberi nilai jelek, ya siapa lagi kalau bukan Dena.

"tadi Pak Dena gimana emangnya? Selain minta cariin jurnal?" tanya Wanda, teman satu geng Mika. Alih-alih menjawab, Mika malah menghembuskan nafas berat yang entah sudah keberapa Wanda dengar, dengan wajah datar dan tangan yang masih asik mengaduk mie ayam kesukaannya.

"gue cuma berdiri setengah jam buat nungguin dia asik baca tu jurnal, setelah itu dia malah nyuruh gue balik, cuma buat nyari jurnal yang dia mau, lu bayangin jadi gue" jelas Mika penuh emosi. Wanda hanya mengangguk paham dengan mulutnya yang penuh bakso. "terus mau nyari jurnal kapan? Mau gue temenin gak?" hembusan nafas Mika bak menjadi jawaban untuk Wanda.

"oke, oke gue paham, nanti aja omongin jurnalnya, mari kembali ngomongin si Dena" ujar Wanda polos, tanpa berniat mengejek Mika sedikitpun, namun tingkah polos Wanda buat Mika terkekeh kecil. "udahlah, denger nama dia aja udah buat gue pusing, lu malah ngajak gue ngomongin Dena" balas Mika malas pada.

"Oh iya! besok ada bazar makanan di fakultas sebelah, ikut yuk kita jajan" ajak Wanda bersemangat, Mika hanya menggeleng malas mendengar ajakan Wanda, ia paham betul jika niat Wanda bukanlah tentang makanan yang baru saja ia sebut, ada seseorang yang sedang ia taksir disana. "gak mau, besok gue cuma ada kelas pagi, dan siangnya mau tidur" tolak Mika, dengan mulut yang tengah mengunyah suapan terakhir.

"gak asik lo, yang lain aja pada ikutan Mik, ini adalah saatnya lu bersinar, tebar pesona dikit kek biar ada yang naksir" kan, tebakan Mika benar, ada yang tengah Wanda incar disana, Mika hanya mengangguk meng-iyakan ucapan Wanda, namun Mika tetaplah Mika, ia akan menolak dengan seribu cara. "tetap gak mau, terakhir kali lu ninggalin gue sama Nanda demi jalan sama si dekil teknik"

Wanda tersenyum tanpa salah, kali ini ia tak mampu mengelak, meskipun disisi lain ia tengah menahan geli sebab mengingat si dekil yang dimaksud Mika. "jangan gitu dong Mik, ini namanya usaha untuk mencari jodoh sehidup-semati, emang lu mau jomblo sampe tua kayak Dena" mata mika reflek terbelalak begitu mendengar nama Dena, mengapa dari banyaknya nama harus Dena yang Wanda sebut, tapi ucapan Wanda ada benarnya juga.

"lo bisa gak jangan sebut nama itu?"

"gak! gak bisa, lu mau ikut apa gue doain lu berjodoh sama Dena, kan pas tuh sama-sama jomblo????"

"ih, amit-amit, ogah gue sama modelan begitu"

Wanda diam, menatap jail pada Mika dengan mata yang disipitkan dan alis kanannya yang naik, ditambah senyum yang Wanda buat-buat. "apaan sih ngeliatin begitu, jelek lo" ucap Mika kesal. "katanya jangan ngomong amit-amit sama siapapun Mika, lo emang gak tau mitos ini?" kali ini giliran alis Mika yang naik sebelah, beri tatap heran dan penuh tanya pada Wanda.

"apaan sih lo, 2024 masih percaya takhayul"

"justru karena dimasa sekarang orang-orang udah pada cuek dan bodo amat makanya gue peduli Mika, takutnya lo amit-amitin Pak Dena malah jadi jodoh lo, cepat tarik ucapan lo, minta maaf sama Tuhan" alih-alih percaya dengan peringatan dari Wanda, Mika malah tertawa puas, perempuan itu sungguh tak percaya jika Wanda yang jarang beribadah saja bisa-bisanya mengingatkan ia pada Tuhan. "eh Mika, malah ketawa lagi bocah, cepet ih cabut ucapan lo, gue gak mau ya lo berjodoh sama Dena"

"eh amit-amit ya gue sama Dena" lagi, dua kali Mika mengucapkan kalimat itu untuk Dena, buat Wanda makin takut jika jodoh Mika adalah Dena.

"ih Mika, jangan ngomong begitu"

"udah ah main tahayulnya, balik yuk"

"cabut dulu tadi ucapan lo" titah Wanda, namun Mika tak mengindahkan ucapan Wanda, ia malah berdiri bersiap pulang. Bodo amat dengan takhayul, sejak dulu tak ada yang pernah berhasil menimpanya.

"Mika, jangan gitu awas aja loh kekabul, gue gak tanggung jawab ya"

"bodo amat Wan, udah ya balik duluan"

Mika pulang dengan perasaan tenang, tak peduli dengan ucapan Wanda, meskipun Mika dapat merasakan jika Wanda tak bercanda soal itu, sedangkan Wanda sendiri, ia masih duduk di kursi kantin, masih was-was melihat Mika yang berjalan makin jauh dari jaraknya, berharap apa yang ia takutkan semoga tak terjadi.

Sebab lucu sekali bukan, hanya dengan ucapan amit-amit, apa yang kamu benci malah makin dekat dan akhirnya kamu jatuh juga dalam ketidaksukaan itu. Namun tidak ada yang tahu juga dengan masa depan, siapa tau ucapan amin dari salah satu orang yang tengah berdoa malah menjadi kenyataan untuk Mika.

Kue Manis Gratis

Setelah membujuk Mika di grup pesan mereka, akhirnya dengan berat hati Mika ikut ke fakultas bisnis, tempat yang paling ia hindari sebab terlalu ramai baginya, hembusan nafas berat sudah Mika terdengar berkali-kali semenjak Wanda, Nanda dan Salsa menariknya kesini, jam tidur siang yang sudah ia impikan hangus begitu saja, namun rasa lelahnya lebih menguasai dirinya, terlalu lemas untuk melayangkan protes di jam seperti ini.

Semilir angin dan juga bau makanan nyatanya tak buat suasana hati Mika buruk sepenuhnya, dalam diamnya, ia juga ikut mengabsen satu-persatu makanan yang dijual, setidaknya selain ketiga temannya, hanya dirinya lah yang memang mengincar makanan, bukan hal lain.

"mau beli apa lo semua?" Nanda si pemegang wilayah bertanya pada ketiga temannya yang sejak tadi hanya melihat-lihat. "bingung, semuanya enak dan ganteng, bingung pilihnya Nan" sahut Wanda penuh drama, membuat Nanda menggulirkan bola matanya kesal.

"gue mau beli yang manis-manis gitu Nan, dari tadi gue lihatnya yang asin, apa gak ada ya?" ujar Mika, kepalanya sejak tadi menoleh ke kanan dan kiri, mencari cemilan manis yang nampaknya bisa mengobati suasana hatinya. "kita kan kesini mau beli mie ayam yang terkenal itu loh Mik, kok lo malah beli cemilan sih" balas Salsa, meski sama sekali menjawab pertanyaan nya.

"ada tuh disebelah sana Mik, mau gue antar gak?" ujar Nanda, menunjuk deretan makanan manis yang Mika maksud, Mika tersenyum lebarnya ketika melihat ke arah yang Nanda maksud, "gue sendiri aja, kalian duluan aja ya ke tempat mie ayamnya, pesenin buat gue juga"

Ketiga gadis itu mengangguk, "jangan lama ya Mik takut mienya ngembang" ujar Salsa mengingatkan, yang dibalas acungan ibu jari dan kalimat oke Mika.

Makanan manis dengan berbagai rasa dan juga warna cantik memenuhi sebarisan meja panjang dengan hiasan pink, bak sengaja dijual agar menambah warna dan kesan manis di fakultas bisnis sore itu, wangi manis dan juga warna cantik seakan menarik siapapun untuk membeli kue-kue yang disusun rapi, ditambah dengan hiasan bunga-bunga di sekelilingnya, buat Mikayla sejak tadi tak bisa berhenti takjub dengan ciptaan manusia itu.

"ayo kak dibeli kue nya, ini edisi spesial loh" ucap perempuan cantik dengan hiasan bunga di kepalanya, senyum nya amat manis seperti kue yang ia jual, buat Mikayla seakan terhipnotis untuk membelinya. "ada rasa coklat keju gak ya kue nya?"

"oh ada kak rasa coklat keju, itu yang paling laris, cuma sayang banget udah diborong" Mikayla menghela sedih, meskipun masih banyak rasa yang masih tersedia, namun sampai saat ini masih belum ada yang bisa mengalahkan rasa favoritnya, lagian orang rakus mana sih yang memborong sebanyak itu. Mika mengangguk mendengar penuturan si penjual, ia lalu kembali memilih satu persatu kue dengan rasa berbeda.

"kasih aja kak buat mbaknya jatah saya" suara agak berak laki-laki disamping Mika buat ia mengerutkan darinya, bukan heran atau bagaimana, suara itu sangat tak asing di telinganya, Mika menoleh perlahan, dan disana berdiri Dena. Dosen galak yang belakangan ini sudah membuat hari-harinya makin terasa berat. Mika diam seribu bahasa ketika Dena juga ikut menoleh padanya, entah apa yang yang ia lakukan dimasa lalu sehingga ia terus-terusan bertemu Dena. "oke Pak, sebentar ya kak, saya bungkus dulu"

Dari jarak sedekat ini, perlu Mika akui visual Dena tak buruk seperti nilai yang diberikan Dena padanya, sebab Dena kerap kali menjadi topik hangat dibeberapa kesempatan, bagaimana rahang tajam miliknya mampu menambah kharisma Dena, dan juga senyum miliknya yang sedikit manis, namun entah mengapa Dena malah menyembunyikan daya tariknya itu, dibanding berperilaku bagaikan karakter fiksi impian, Dena malah bertingkah bak iblis tak punya hati. "Mika, jangan melamun, itu diambil" ujar Dena pelan, buat Mika tersadar dari lamunan anehnya. Mampus.

"o-oh iya kak maaf, berapa ya jadinya?" Mika salah tingkah sebab lamunan yang dibuatnya sendiri, ia mengerjapkan matanya beberapa kali serta merutuki dirinya sendiri sebab tingkahnya barusan, bagaimana bisa ia melamun seperti tadi? Di depan Dena pula, apa yang akan Dena pikirkan tentang dirinya setelah ini, "gak usah mbak, punya dia masukin nota saya aja"

Kali ini Mika mengulum bibirnya, tak tahu harus membalas apa sebab Dena sudah dua kali berbuat baik padanya, dengan ekor matanya, Mika melirik Dena yang tengah memesan kue lagi, mau berterima kasih pun Mika segan, sebab dari tempatnya berdiri Mika sudah bisa membayangkan akan se-canggung apa jika ia mengajak Dena berbicara. "mau ngomong apa Mika" Dena dengan intonasi datar nyatanya sejak tadi menyadari pergerakan Mika, sebab sejatinya keberadaan Mika jauh lebih Dena perhatikan dibanding dengan kue-kue cantik yang sudah siap ia bawa.

"terima kasih ya pak atas kue nya, nanti gantian ya pak, saya yang traktir bapak" ucap Mika sembari mengangkat plastik bening berisi kue cantik traktiran Dena. Dena sendiri terkekeh pelan menanggapi ucapan terima kasih yang nampak sedikit lucu baginya. "sama-sama,"

"tapi sebenarnya ini gak gratis sih Mika," terang Dena dengan wajah dan intonasi datar. Mika mengerjapkan matanya berulang, merasa tak paham dengan apa yang ia dengar. "gimana maksudnya pak?"

"bantuin saya bawa kotak kue itu" lanjut Dena, sembari menunjuk dua kotak kue yang sudah disiapkan diatas meja lewat lirikan matanya. Detik itu juga, Mika mengutuk dirinya atas pujian bodoh yang sebelumnya sempat ia berikan pada Dena, dan di detik berikutnya, ia juga turut memberikan umpatan pada Dena atas perlakuannya padanya hari ini, Mika memang tersenyum ketika melihat kotak kue yang Dena maksud, tapi remasan kuat atas plastik ditangan kanannya sudah beri tanda cukup jelas jika hatinya berkata lain. "ayo ikuti saya, kamu bawa sisanya ya" ujar Dena, masih dengan intonasi datar.

Dena mungkin tak sadar jika saat ini, Mika yang tengah berjalan dibelakangnya tengah merutuki dirinya dengan segala pikiran kurang baik tentang nya. Dan Mika mungkin juga tak sadar, jika Dena yang kini tengah berjalan didepannya tengah mengulum bibirnya, ia terlalu malu untuk menampakkan senyumnya pada semesta dan suasana kampus yang mungkin tengah memperhatikan mereka, dan juga, pada Mika.

Siang itu, impian seorang gadis yang tengah membayangkan dirinya makan mie ayam paling laris bersama teman-temannya luntur seketika, sebab semesta yang nyatanya bawa rencana lain lewat sebuah kue manis yang justru mempertemukannya pada kenyataan pahit, namun disudut pandang lain, perasaan buruk seorang laki-laki akan pekerjaan yang terus menuntutnya justru tak sengaja terobati oleh sebuah kue manis yang sebenarnya ia kurang minati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!