NovelToon NovelToon

Setelah 14 Tahun Berpisah

Bab 1. Jomblo Terus

Wajahnya mulai menunjukkan kebosanan, satu tangan menopang dagu dan satunya lagi mencoret-coret buku. Membuat pola abstrak untuk mengusir rasa bosannya. Akan tetapi tetap saja rasa itu tidak hilang, sesekali kedua netranya melirik ke arah dinding yang terbuat dari kaca itu. Berembun dan tidak terlihat dengan jelas kondisi di luar sana.

Suara hujan deras masih terdengar, mengguyur kota Bekasi siang ini. Entah sampai kapan hujan akan reda. Sudah hampir satu jam dia terjebak di sebuah kafe yang sangat ramai. Hal yang tidak dia sukai. Kalau saja bukan karena sahabatnya yang sedang duduk di hadapannya ini, Ala nggak mau berada di kafe itu.

Ala tidak suka tempat yang ramai dan bising. Suara para pengunjung seperti pasar karena hujan membuat mereka mungkin tidak mendengar apa yang masing-masing bicarakan jadi harus dengan suara sedikit keras. Juga suara hujan dan alunan musik yang membuat Ala semakin ingin pergi dari tempat itu.

"Mau nambah kopi?"

Ala menggeleng.

"Makan?"

Lagi dan lagi gelengan yang menjadi jawabannya. Membuat Laras serba salah.

"Gue udah pesan ojol tapi nggak ada yang nyangkut. Mungkin karena hujan. Sabar ya, bentar lagi reda kita pulang," kata Laras berusaha menenangkan Ala yang sudah bosan itu.

Dia lebih baik pergi ke toko buku atau menghabiskan waktu untuk membaca novel daripada nongkrong di kafe. Tadi Ala lupa tidak membawa novel untuk mengusir rasa jenuhnya. Kalau saja tadi novel yang sedang dia baca itu tidak tertinggal, sekarang Ala tidak sebosan ini. Mau sampai jam berapa juga Ala nggak peduli asal ada novel. Ponselnya pun mati kehabisan baterai.

"Ck, lo tuh ngeselin! Kalau bukan sahabat gue mah ogah datang ke sini. Sekarang mana tuh cowok yang katanya mau ketemuan sama lo?" Kedua netra Ala mendelik, sudah jengkel karena terjebak di kafe ditambah jengkel karena orang yang ditunggu nggak dateng.

Laras menghela napas panjang, lalu menyugar rambut panjangnya yang tergerai begitu saja. Menyesal juga karena sudah bela-belain datang tapi laki-laki yang dia kenal lewat sosial media itu justru nggak datang.

"Sabar, mungkin kejebak hujan. Tadi kita datang kan langsung hujan," ucap Laras berusaha menyakinkan diri sendiri kalau laki-laki itu pasti akan datang.

"Halah, kurang sabar apa lagi coba? Buang-buang waktu aja buat cowok nggak jelas kayak gitu," gerutu Ala.

"Ck, nggak asyik lo! Pantes aja jomblo!" ledek Laras.

Ala melempar pulpennya ke arah Laras tapi malah jatuh ke lantai. Laras mengambil pulpen itu lalu meletakkan di meja. Heran sama sahabatnya ini yang masih betah jomblo padahal ya ada beberapa laki-laki deketin Ala tapi selalu ditolaknya.

Bukan tanpa alasan Ala menolak dan betah jomblo. Laras tidak tahu tentang percintaannya dulu saat Ala masih duduk dibangku SMA.

Alaish Karenina yang akrab dipanggil Ala, gadis berusia dua puluh sembilan tahun ini selalu menyandang predikat jomblo ngenes dan pernah mendapatkan berita miring kalau Ala suka sesama jenis. Sebab beberapa laki-laki yang mendekat tidak membuat Ala nyaman dan malah Ala menghindar. Terakhir kali dia dekat dengan laki-laki bahkan pernah pacaran demi menghilangkan rumor miring tersebut tapi tidak bertahan lama.

"Heh, gue pernah ya pacaran kalau lo lupa!" kata Ala.

"Lima tahun yang lalu, itu udah lama banget, La! Lo tuh nggak niat nikah apa?" Laras gemas dengan Ala.

Laras teman kerja Ala bahkan satu gedung dan satu bagian, selama mengenal Ala, Laras baru satu kali melihat Ala memiliki pacar. Udah putus nggak mau cari lagi. Itu juga karena Ala nggak mau diporotin makanya Ala meninggalkan laki-laki itu. Sementara Laras sudah menikah dan memiliki dua anak. Satu laki-laki dan satu perempuan. Jadi, laki-laki yang Laras kenal ini ya untuk Ala. Rencananya mau dia jodohkan dengan teman lama Laras sebenarnya. Hanya saja Laras bilang kalau ada yang ngajak ketemuan, kenalan di sosial media dan suka baca novel. Selain itu dia penulis, Laras pikir mereka cocok karena Ala juga suka baca novel makanya Ala tertarik untuk menemani Laras. Siapa tahu Ala bisa nyambung ngobrolnya.

Nyatanya malah laki-laki itu belum menunjukkan batang hidungnya setelah satu jam menunggu. Laras jadi takut kalau rencananya gagal. Biar bagaimanapun Laras pengen Ala tuh punya pasangan dan nggak jomblo terus. Meski kalau ditanya alasannya kenapa menjomblo ya jawabannya karena belum ada laki-laki yang tepat dan ingin sukses dulu baru nikah.

"Coba deh feminim dikit!" Laras memindai penampilan Ala yang apa adanya. Malah terkesan tomboi.

Ala memang seperti itu bahkan pemberani. Selalu berkata pedas kalau dia nggak suka sama orang. Bahkan lebih parahnya lagi Ala ini bisa cosplay jadi orang yang nggak bisa bicara kalau ketemu orang baru dan coba deketin dia. Heran deh sama sifat Ala ini.

"Kalau sayang bakal terima apa adanya bukan malah merubah!" Ala bosan dengan pembahasan ini.

Ala memilih pergi dari kafe karena hujan sudah reda. Laras menghela napas panjang dan menggeleng pelan. Kalau sudah ngambek mending dibiarin. Ala butuh ketenangan. Laras memilih menunggu laki-laki yang sudah janjian sama dia. Takut malah kecewa orangnya. Lagipula bukan cuma satu cowok yang datang. Ada teman lama Laras lainnya juga semasa sekolah dulu. Mau bantuin Ala yang sering Laras ceritakan. Mereka ini beda dua tahun. Laras lebih tua dari Ala, makanya Laras selalu menganggap Ala seperti adiknya sendiri.

Laras melakukan ini semua juga demi kebaikan Ala. Siapa tahu mereka cocok karena sama-sama introvert.

"Kamu mau sampai kapan sih, La? Kenapa juga setiap dekat nggak ada yang cocok?" tanya Ala pada dirinya sendiri.

Dia berdiri di halte bus, menunggu bus datang karena ponselnya mati. Mau mesen ojol juga percuma. Ala lupa mau nyuruh Laras. Mau balik ke kafe tapi lagi mode ngambek.

Bus datang bersama dengan hujan yang kembali turun. Ala duduk di dekat jendela, memasang tudung hoddie dan memasukkan kedua tangan di kantung hoddienya. Ala menatap pemandangan di luar. Mengingatkannya pada kejadian beberapa tahun yang lalu.

Ala sedang duduk dibangku SMA kelas satu, momen yang tidak akan pernah Ala lupakan. Untuk pertama kalinya dia pergi bersama seorang laki-laki. Pergi ke sebuah taman dengan menggunakan bus. Ala belum pernah bepergian jauh, selain tidak punya teman dia juga malas kemana-mana. Namun, laki-laki itu hadir dan merubah kebiasaan Ala.

Gadis itu menikmati pemandangan yang ada ditaman tersebut meski sangat ramai dan menguras energinya tapi Ala sangat bahagia. Berjalan dengan bergandengan tangan layaknya sepasang kekasih pada umumnya.

"Sayang nggak sama aku?" tanya laki-laki itu.

Ala tersenyum dan mengangguk. Masih malu untuk mengungkapkan perasaannya.

Jalan cerita cinta Ala sungguh rumit, bahkan jarang sekali orang yang mengalami kisah cinta seperti Ala. Mungkin cinta Ala sudah habis pada laki-laki itu hingga saat ini tidak ada yang mampu menggantikan laki-laki tersebut dihatinya.

"Lo dimana sekarang? Masih hidup nggak sih? Apa udah banyak cewek yang lo sakiti sekarang?" batin Ala.

Hati Ala teramat sakit ketika ingatan kejadian yang pernah dialaminya. Saat memergoki dia mendua dengan seorang perempuan yang lebih cantik darinya. Ala bodoh dan malah tetap bertahan meski hatinya terluka. Kepercayaan itu hilang tapi Ala yakin jika laki-laki itu akan tetap setia padanya.

Keringat dingin mulai menetes, telapak tangan Ala basah bersama dada yang terasa sesak. Ala mencoba menghirup oksigen sebanyak mungkin dan mengeluarkan perlahan. Meremas jemarinya agar rasa sakit itu berkurang. Setiap kali Ala mengingatnya akan ada hal yang hadir dan membuat Ala benci. Hatinya terluka, rasa benci itu semakin bertambah dengan mengingat hal-hal yang menyakitkan.

Tidak ada yang tahu kondisi Ala saat ini, dia selalu memperlihatkan kepada semua orang bahwa dia baik-baik saja. Bahkan Laras yang menjadi sahabatnya pun tidak tahu bagaimana Ala yang sebenernya. Ala juga merahasiakan kisah cinta pertamanya kepada siapapun yang menjadi teman dekatnya. Bagi Ala meski dekat tetap harus memiliki batasan. Tidak semua orang tahu cerita hidup Ala.

"Sesayang itu gue sama lo, tapi malah lo sia-siakan. Perjuangan gue mungkin nggak pernah lo anggep ya!"

Kedua matanya terpejam, tapi malah bayangan masa lalu itu hadir kembali. Ingatan tentang orang yang sampai saat ini tersemat dihatinya pun kembali. Padahal mati-matian dia melupakannya dan rela pergi jauh dari tanah kelahiran demi menyembuhkan luka itu.

Kasih sayang Ala sangatlah tulus dan tidak pernah memandang dari fisik seseorang. Namun, ketulusan malah membuat Ala terluka sangat dalam sedalam lautan.

Trauma telah membuat Ala mati rasa dan sulit menemukan sosok yang entah mengapa Ala sendiri tidak mengerti seperti apa tipe laki-laki yang dia cari.

Bersambung .....

Hai selamat membaca kisah Ala yaa semoga suka. Jangan lupa like, komen dan subscribe yaa untuk mendukung othor supaya lebih semangat.

Bab 2. Patah Hati

"Datang ke sini, gue lihat cowok lo jalan sama cewek lain. Cepet, jangan lama-lama!"

Ala membaca pesan yang dikirimkan oleh teman dekatnya. Kebetulan dia kekasih dari teman pacar Ala. Gadis itu segera bergegas ke rumah sang kekasih untuk memastikan jika kabar itu tidak benar.

Dengan degup jantung yang berdebar seperti genderang mau perang, Ala terus mengayuh sepeda mininya. Sepeda yang menjadi saksi bisu betapa besar perjuangan cinta Ala kepada laki-laki bernama Brian itu.

Ala bahkan tidak peduli jika nantinya dia kena marah oleh kedua orang tuanya karena pergi tanpa pamit. Cuaca siang yang sangat terik pun tidak membuat Ala urung untuk pergi menemui kekasih hatinya. Cinta pertama Ala yang memiliki kisah berliku.

"Kamu dimana?"

Ala mengirim pesan kepada Brian tapi tak kunjung dibalas. Dia menitipkan sepedanya di tetangga Brian karena jalan menuju rumah Brian itu jalannya nanjak jadi daripada Ala capek dia selalu menitipkan sepeda itu di sana.

Berkali-kali Ala menelpon Brian tapi nggak ada jawaban. Dia terus berjalan menuju rumah Brian.

"Lagi pergi nggak tahu kemana. Coba di telpon aja, La," kata mamanya.

Ala pun melangkah dengan gontai, menuju rumah teman dekat Brian. Di sana ada seorang perempuan yang sedang duduk di teras sambil memangku bayinya.

"Eh Ala, kok sendiri? Mana Brian?"

Ala menggeleng lemah, lalu duduk di sebelah perempuan yang usianya dua tahun lebih tua darinya. Menatap bayi mungil yang sedang terlelap dari tidurnya.

"Mbak pasti tahu dimana Brian? Katakan dimana sekarang dia dan sama siapa?" Ala bertanya dengan tatapan penuh intimidasi.

Perempuan itu tersenyum lembut, "Kontrol emosi kamu, La. Sabar ya, Brian sedang gila. Mbak yakin kok kalau dia tetep sayang sama kamu." Ucapan itu bukan malah menenangkan Ala tapi menghadirkan rasa nyeri di ulu hatinya.

Betapa sakitnya hati Ala dengan kenyataan ini, jika Brian telah mendua. Briannya telah mengkhianati kepercayaan yang dia berikan. Tidak ada air mata yang menetes pada kedua netra Ala. Dia pun membuka gawai yang sedari tadi ada pada genggaman tangannya.

Pesan dari Mia, temen dekat Ala itu membuat emosi Ala semakin bertambah. Rupanya sudah banyak yang tahu tentang hubungan Brian dan gadis lain, hanya Ala yang tidak tahu apa-apa dan seperti gadis bodoh di sini.

"Gue liat Brian ciuman di tepi sungai. Ceweknya cantik. Tinggi, putih bersih kayak model."

Jadi orang tulus itu rupanya sakit. Selama ini perjuangan Ala untuk Brian rupanya nggak berarti apa-apa. Dia sudah menorehkan luka terlalu dalam di hati Ala. Hanya saja gadis itu sudah kuat dan air mata telah habis sehingga sesakit apapun hal yang dia alami tidak membuatnya menangis. Apalagi didepan orang lain. Meski tenggorokan terasa sakit, ucapan tercekat, napas ngos-ngosan karena bayangan Brian sedang berciuman dengan gadis lain itu terus menari di pikirannya.

Ala hanya bisa mengepalkan kedua tangan karena meluapkan emosi pun percuma. Dia akan meledakkan emosinya nanti kepada Brian. Sudah cukup hari ini dia menemukan fakta yang selama ini menjadikan tidurnya tidak nyenyak. Firasat Ala tidak pernah meleset jika terjadi sesuatu kepada Brian.

Laki-laki itu nampak berbeda tapi Ala diam karena yakin jika fakta akan terkuak dengan sendirinya.

"Aku pergi dulu ya, Mbak!"

"Lho baru juga sampai. Mau kemana?"

Ala tidak menjawab, langkahnya tergesa menuju sungai yang pernah dia lalui bersama Brian. Laki-laki itu sering mengajaknya menikmati udara di dekat sungai. Kalau capek Brian akan menggendongnya. Kenangan itu berputar menemani setiap langkah Ala untuk memergoki Brian dan cewek yang Mia katakan.

"Caringin .... Caringin ...."

Suara dari kernet bus itu membuat Ala tersadar dari tidurnya yang lelap. Kedua netranya basah, rupanya dia bermimpi tentang masa lalunya yang menyakitkan.

Ala bersiap untuk turun ketika bus itu berhenti tepat di halte yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Ala tinggal nyebrang lalu menyusuri jalan aspal yang ramai dengan lalu lalang kendaraan. Belok kanan menyusuri jalan setapak yang sepi karena habis hujan dan pasti orang-orang pada di dalam.

Kebanyakan sih sedang pergi menikmati hari minggu setelah lelah bekerja selama enam hari kemarin. Ala memutar kunci pintu kostnya. Lalu segera mengisi daya gawai yang sudah mati satu jam yang lalu.

Dia merebahkan tubuhnya di kasur lantai yang empuk, energinya habis karena berada di kafe yang ramai. Beruntung tadi busnya tidak penuh jadi Ala bisa duduk dengan anteng dan tertidur di sana. Meskipun mendapatkan mimpi buruk.

Ala mendesah pelan, "Mimpi itu lagi, gue udah capek-capek lupain tapi hadir lagi. Heran deh kenapa sih bayang-bayang masa lalu itu terus hadir setelah hati gue udah baik-baik aja!" ujarnya.

Gadis itu pun segera mengaktifkan benda pipih itu, kemudian membuka aplikasi Facebook dan mengetikkan nama pada kolom pencarian.

Ala melihat postingan seseorang yang diunggah kemarin. Foto seorang laki-laki sedang bersandar pada sebuah tiang dan sepertinya suasana itu bukan ada di Indonesia.

Beberapa komentar membanjiri postingan tersebut. Kebanyakan cewek-cewek yang kagum dengan ketampanannya.

"Ah, memang nggak berubah sampai kapan pun dia tetap buaya yang selalu memangsa cewek sempurna!"

Ala keluar dari aplikasi tersebut lalu meletakkan gawainya asal. Merebahkan kembali tubuhnya, menatap langit-langit kamar. Rasa-rasanya Ala sudah tidak percaya jika laki-laki yang tulus itu ada. Nyatanya jadi orang tulus memang semenyakitkan itu. Memberikan luka teramat dalam sampai susah buat mengobatinya kembali. Butuh waktu yang tidak sebentar.

"Dia makin tampan aja, sayangnya ganjen. Mungkin udah lupa sama gue!"

Sebenarnya selama ini Ala diam-diam berteman dengan akun Facebook Brian. Hanya saja Ala menggunakan akun fake. Jadi Brian tidak akan pernah tahu jika Ala berada dilist pertemanannya. Nggak ada maksud apa-apa, Ala cuma mau tahu kabar laki-laki itu. Hanya saja sudah hampir lima bulan Ala tidak kepoin akun itu lagi dan fokus sama hidupnya. Entah kenapa akhir-akhir ini Ala jadi sering kepoin akun Brian.

Bertahun-tahun Ala melupakan laki-laki itu, cinta pertamanya tapi rupanya tetap nggak bisa. Rasa sakit yang seringkali dia ingat membuat Ala semakin membenci Brian. Ala pergi meninggalkan laki-laki itu karena terlalu mencintainya, Ala lelah seolah bucin sendirian sementara Brian malah mencari yang lain. Kata setia hanya isapan jempol, cinta dan sayang yang selalu Brian ucapkan hanya bualan semata.

Brian hanya memanfaatkan Ala dan bodohnya Ala selalu bertahan dalam hubungan yang sudah menggoreskan luka itu, karena cinta membuat orang menjadi bodoh.

"Gue harap lo bakal terima karmanya. Lo bakal rasain semua yang udah lo lakuin ke gue, Bri!" kata Ala, seolah Brian ada di hadapannya saat ini.

Ala mengepalkan kedua tangannya, rasa sakit itu masih terasa bahkan wajah cewek yang menjadi selingkuhan Brian masih teringat jelas. Ala pernah bertemu secara langsung, gadis itu tersenyum saat melihat Ala. Seolah tidak terjadi apapun diantara mereka. Memilih diam dan bersikap baik pada selingkuhan Brian. Sadar diri kalau Ala ini nggak ada apa-apanya dibandingkan cewek itu. Dia sempurna dan pantas saja Brian menyukainya.

"Intan!" gumam Ala sambil tersenyum sinis.

"Gue pastiin lo berdua bakal ngerasain apa yang gue rasain dulu!"

Hati Ala semakin memanas ini semua karena masalah di kafe tadi. Ala paling malas di ajak ketemuan sama cowok apalagi dijodohkan seperti itu. Ala udah tahu maksud Laras. Dia memang bermaksud baik tapi Ala sedang nggak mau berurusan dengan hati. Buat sembuh dan terlihat baik-baik aja seperti sekarang ini nggak mudah. Butuh proses yang panjang.

"La, lo di dalam?"

Ketukan pintu membuat Ala harus bangkit dari tidurnya. Ala sebenernya malas buat ketemu siapapun. Energinya sudah habis dan dia ingin memulihkannya kembali sebelum besok mulai bekerja. Hari minggu segera berakhir berganti hari Senin yang pastinya hari yang lelah dan banyak pekerjaan menanti.

"Apaan," tanya Ala sinis , setelah membuka pintu kamarnya.

"Maaf ya soal tadi," kata Laras sambil meringis.

Ala memutar kedua bola mata malas. "Lo pasti mau jodoh-jodohin gue lagi kan?" Ala memicingkan kedua netranya.

Laras cuma bisa nyengir aja, sudah menduganya kalau Ala pasti tahu maksud Laras tadi karena itu bukan kali pertamanya Laras mengajak Ala bertemu dengan laki-laki. Ujungnya ya selalu gagal tapi tetap saja Laras berusaha buat tidak gagal.

"Makasih! Gue bisa cari sendiri tanpa perlu lo kenalin ke temen-temen lo! Gue belum nikah bukan berarti nggak laku ya, tapi gue masih pengen sendiri dulu. Kumpulin duit yang banyak biar sukses, karena menikah itu nggak semudah dan seindah yang dibayangkan." Ucapan Ala menohok hati Laras.

"Seumur hidup itu lama jadi harus bener-bener cari pilihan yang pas!"

Memang benar ucapan Ala, kalau waktu bisa di ulang kembali, tentu saja Laras masih ingin menikmati masa mudanya. Nggak mau nikah muda dan menghabiskan masa mudanya untuk mengurus anak. Ah, penyesalan memang selalu datang di akhir. Semua udah terjadi jadi untuk apa disesali kan?

Ala saja yang belum bisa buka hati buat orang baru karena di lubuk hatinya yang paling dalam masih tersemat nama Briliand Lie.

Bersambung......

Bab 3. Cinta Itu Apa?

Seperti itukah cinta? Di saat Ala benar-benar mencintai Brian dengan tulus dan menganggap Brian adalah cinta sejatinya karena cinta pertama adalah cinta yang tidak akan pernah bisa di lupakan. Nyatanya dia yang menorehkan luka terlalu dalam.

Bertahan dengan rasa sakit, setiap bayangan hal yang selalu Ala dengar terus berputar ketika sedang berada di samping Brian. Ingin marah tapi terlalu takut untuk kehilangan, ingin menyerah lagi dan lagi harus kalah dengan perasaan yang terlalu dalam. Hanya dengan cara mempertahankan hubungan untuk menjadi pemenang.

Usianya masih belasan tahun, tapi kisah soal perasaan Ala benar-benar luar biasa. Mencintai Brian dengan hebatnya, menyayangi secara ugal-ugalan. Saat itu Ala masih duduk di kelas satu SMA.

Benar-benar penuh ujian dan banyak orang yang tidak menyukai kisah cinta mereka. Hingga Ala harus mengalah dan memilih pergi karena sangat menyayangi Brian.

"Kalau boleh tahu apa sih yang membuatmu sulit buat jatuh cinta, La?" tanya Laras.

Dia mengambil cangkir kopi hitam yang masih mengepulkan asapnya. Menghirup aroma kopi yang khas lalu menyesapnya.

"Panjang kalau di ceritain. Bisa jadi satu novel," jawab Ala.

Mereka sedang berada di dalam kost Ala sambil menikmati kopi hitam buatan Ala. Di luar hujan kembali turun. Hujan membuat Ala ingat dengan masa lalunya bersama Brian.

Ah, cerita itu sudah Ala lupakan mati-matian dan kenapa pula teringat kembali? Hanya sedikit momen yang bisa Ala ingat. Kadang dia rindu tapi rasa itu berubah menjadi benci ketika wajah cewek itu hadir.

"Ya udah lo buat dah novel kisah lo, tar gue baca sampai selesai biar tahu kisah cinta lo yang sebenarnya," ucap Laras. Penasaran kenapa Ala ini susah jatuh cinta.

Sebab banyak laki-laki yang mendekat tapi tak kunjung ada respon dari Ala. Gadis itu malah cuek dan hanya menganggap mereka teman. Pernah jalan bareng, makan bareng, nonton, sedekat dan seperhatian apapun laki-laki itu tidak akan membuat hati Ala luluh.

"Males! Kalau nulis kisah sendiri itu susah! Nggak bakat nulis juga," ujar Ala. Menyembunyikan hobi Ala yang sebenernya suka menulis. Andai kata dia bisa, sudah pasti Ala akan menuliskan kisahnya sendiri.

Sayangnya Ala tidak sanggup dan itu terlalu sakit. Biar menjadi rahasia Ala sendiri dan akan dia simpan cerita itu sampai nanti.

"Terus mau sampai kapan sih, La? Lo jomblo. Umur lo udah mau 30!"

Jika seumuran Ala ini sudah kebanyakan menikah dan memiliki anak, Ala belum juga menikah. Boro-boro nikah, pasangannya aja nggak ada.

"Kalau ada laki-laki yang mau berkorban banyak buat gue, bisa betah sama sikap dan sifat gue, maka gue akan cintai dia dengan hebatnya!" ucap Ala.

Meski hatinya masih tersemat nama Brian dan perasaan itu masih ada untuknya. Walaupun laki-laki itu pernah menusuk hati Ala dengan sembilu tapi tidak membuat rasa itu sirna seiring berjalannya waktu.

Apalagi sekarang Ala kembali kepoin akun sosial media Brian. Laki-laki itu kembali aktif di dunia maya. Dia bisa menatap foto Brian yang selalu diunggah laki-laki itu. Ya sebagai obat rindu tapi habis itu rasa benci muncul dan Ala memilih menyudahi menatap foto Brian.

"Emang yang dulu itu nggak mau terima lo apa adanya?" Laras bertanya. Penasaran sama kisah Ala yang dulu pacaran hanya sebentar.

Lima tahun yang lalu Ala memang sempat menjalin hubungan asmara dengan seorang laki-laki yang dia kenal melalui sosial medianya. Mereka bertemu lalu sering chattingan dan pada akhirnya jadian. Cuma Ala jalaninnya nggak pakai hati, laki-laki itu selalu memberi Ala perhatian tapi entah kenapa tetap tidak membuat hati Ala luluh.

Ala termakan ucapan jika cinta tumbuh seiring berjalannya waktu, nyatanya waktu terus berjalan dan cinta itu nggak tumbuh di hati Ala. Hatinya kosong dan sulit dibuka kembali soalnya sudah di gembok, kuncinya diambil sama Briand. Biasanya orang yang gagal move on itu bisa sembuh dan lupa.

Akan tetapi sejauh apapun Ala pergi tapi bayangan Brian selalu mengikuti. Menurut quotes yang Ala temukan di akun sosial media kalau "susah lupain seseorang itu berarti yang di sana itu masih mikirin kamu dan belum bisa lupain kamu."

Hanya saja Ala terus meyakinkan diri kalau quotes itu salah. Nggak mungkin Brian masih ingat sama Ala. Lha wong dulunya aja cabang sana sini. Saking sabar dan bodohnya saja Ala mau bertahan. Namanya juga cinta, buta segala-galanya.

"Dia ini rewel, gue disuruh berubah dari segi penampilan dan juga sifat. Nggak boleh keras kepala. Namanya watak ya susah lah dirubah apalagi diobati wong sudah melekat dari orok. Kecuali watuk baru bisa diobati," jelas Ala, kilat kebencian itu terlihat jelas di kedua netranya.

"Terus nyokap dia nyuruh gue bayarin setoran motor. Ya gaji gue gede tapi kan gue juga punya kehidupan, punya orang tua yang harus gue kasih setiap bulannya, terus dia enak-enak kerja dengan gaji yang utuh sementara motor gue yang bayarin dia yang pake. Ya ogah gue lanjutin!" lanjut Ala.

Kalau ingat kejadian itu rasanya Ala pengen makan mantannya itu hidup-hidup. Keluarga laki-laki itu nggak ada yang beres. Dari ibu, kakak dan juga adik-adiknya. Belum menikah saja sudah membuat Ala pusing dengan segala permintaannya.

"Bisa jadi lo kalau nikah gaji abis diambil mertua lo," kata Laras. Terkejut dengan kisah cinta Ala lima tahun yang lalu.

"Iya, terus yang nyuruh ngelamar masa gue? Hubungan baru lima bulan loh itu udah apa bae dah, ora danta pisan!" Ala terus ngedumel kalau ingat hubungannya dengan Dion.

Ala memilih meninggalkan Dion karena hubungan baru seumur jagung sudah terlihat bagaimana keluarga Dion dan sifat Dion yang sebenernya. Pantas saja pacar Dion yang dulu hampir mau dinikahi memilih putus. Selain ibunya yang matre, kakaknya selalu adu domba dan adik-adiknya ini banyak maunya. Memanfaatkan siapapun yang baik dan dekat sama Dion.

Nggak kebayang kalau Ala jadi nikah sama Dion. Pasti jadi sapi perah keluarga Dion. Untungnya Ala pintar dan nggak ada perasaan apapun sama Dion. Coba kalau perasaan Ala sangat dalam seperti dia mencintai Brian, pasti apapun akan Ala lakukan agar Dion nggak pergi darinya.

Hanya Brian yang bisa membuat Ala segila itu, sayangnya semua telah berakhir. Ala harus pergi bukan karena tidak lagi menyayanginya melainkan Ala terlalu mencintai dan menyayangi Brian sehingga dia memilih pergi.

"Andai waktu bisa diputar kembali, gue pengen perbaiki semuanya," batin Ala. Meratapi nasibnya kini yang belum menemukan tambatan hati.

"Lo pernah jatuh cinta untuk pertama kalinya kan? Lo pasti masih mikirin dia? Dari sini gue yakin kalau hati lo belum selesai," tebak Laras. Menatap Ala dengan intens.

Sebab mana mungkin Ala belum pernah jatuh cinta? Laras yakin Dion bukan cinta pertama Ala. Laras ini nggak tahu sama sekali tentang Ala. Pertemanan mereka ya dimulai dari tempat kerja. Kenalan, akrab dan jadi sahabatan.

Laras yang selalu cerita tentang kehidupannya, sementara Ala tidak pernah menceritakan kisah hidupnya. Tertutup, tidak banyak bicara dan memang dia ini terlalu introvert.

Ala menghela napas, sebelum menjawab ucapan Laras, "Ya ... Ada! Gue ... Pernah menjadikan dia satu-satunya. Segila itu gue sayang sama dia. Nyatanya dia nggak jadiin gue satu-satunya," jelas Ala dengan suara parau menahan agar tidak menangis.

Luka itu terlalu dalam hingga kini untuk ikhlas pun sulit Ala lakukan. Bahkan jika Brian bertemu kembali dan mengatakan maaf kepada Ala, mungkin tidak akan mengobati semua luka itu.

Jangan terlalu dalam mencintai seseorang jika tidak ingin terluka. Sebab jika sudah terjebak pada sebuah rasa yang dalam, lukanya tidak pernah main-main.

Bersambung .....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!