Aku pernah mencintai terlalu dalam,
hingga logika hilang ditelan perasaan.
Ketulusan yang kuberikan,
ternyata tak cukup untuk membuatku bahagia.
Dikecewakan oleh dia,
yang hanya menjadikanku pelampiasan sementara,
seperti bayangan yang berlalu,
membekas tanpa pernah memberi arti.
Namun dari luka ini aku belajar,
bahwa cinta sejati tak seharusnya mengorbankan diri,
dan kebahagiaan tak datang dari harapan pada yang salah.
***
Wajahnya mulai menunjukkan kebosanan, satu tangan menopang dagu dan satunya lagi mencoret-coret buku. Membuat pola abstrak untuk mengusir rasa bosannya. Akan tetapi tetap saja rasa itu tidak hilang, sesekali kedua netranya melirik ke arah dinding yang terbuat dari kaca itu. Berembun dan tidak terlihat dengan jelas kondisi di luar sana.
Suara hujan deras masih terdengar, mengguyur kota Bekasi siang ini. Entah sampai kapan hujan akan reda. Sudah hampir satu jam dia terjebak di sebuah kafe yang sangat ramai. Hal yang tidak dia sukai. Kalau saja bukan karena sahabatnya yang sedang duduk di hadapannya ini, Ala nggak mau berada di kafe itu.
Ala tidak suka tempat yang ramai dan bising. Suara para pengunjung seperti pasar karena hujan membuat mereka mungkin tidak mendengar apa yang masing-masing bicarakan jadi harus dengan suara sedikit keras.
"Mau nambah kopi?"
Ala menggeleng.
"Makan?"
Lagi dan lagi gelengan yang menjadi jawabannya. Membuat Laras serba salah.
"Gue udah pesan ojol tapi nggak ada yang nyangkut. Mungkin karena hujan. Sabar ya, bentar lagi reda kita pulang," kata Laras berusaha menenangkan Ala yang sudah bosan itu.
"Sabar kata lo?" ucap Ala sambil tersenyum miring.
Harus sabar seperti apa lagi Ala ini? Menunggu orang selama satu jam tanpa melakukan aktivitas apapun. Yah, duduk diam dan menikmati makanan yang tersaji dimeja itu sungguh membosankan. Ala lebih suka di toko buku, mau hujan sekalipun tidak masalah karena dia bisa menunggu sambil membaca novel atau buku lainnya.
"Bentar lagi orangnya dateng kok," kata Laras. Lagi-lagi dia berusaha tetap tenang dengan senyum manisnya. Meski dihati sudah cemas karena laki-laki yang ditunggu tidak datang.
"Berapa kali harus lakukan perjodohan?" tanya Ala dengan tatapan tajam. Dia sudah muak dengan ide gila sahabatnya.
Laras kembali tersenyum, tapi kali ini senyum yang dipaksakan karena memang kesalahan Laras sudah fatal. Selalu memaksa Ala untuk bertemu lelaki pilihannya. Laras hanya ingin Ala punya kekasih dan tidak menyandang predikat perawan tua misalnya.
"Ini .... Yang terakhir!" Laras mengacungkan jari telunjuk dan tengah.
Ala memutar kedua bola matanya malas.
"La, demi kebaikan lo. Biar nggak jomblo terus. Biar gue lihat lo jatuh cinta terus punya pacar," pinta Laras penuh harap.
Ala melempar pulpennya ke arah Laras tapi malah jatuh ke lantai. Laras mengambil pulpen itu lalu meletakkan di meja. Heran sama sahabatnya ini, kenapa setiap kali dikenalkan sama cowok selalu bersikap datar dan dingin sehingga semua cowok itu protes pada Laras dan ada juga yang mengira Ala nggak suka sama cowok. Laras cuma mau rumor yang beredar diluar sana itu salah. Kalau Ala ... Menyukai sesama perempuan. Selama ini persahabatan mereka baik-baik aja dan dibatas normal kok.
Padahal bukan tidak suka sama cowok, tapi ada alasan kenapa Ala selalu bersikap dingin dan datar ketika berhadapan dengan lawan jenisnya.
Alaish Karenina yang akrab dipanggil Ala, gadis berusia dua puluh sembilan tahun ini selalu menyandang predikat jomblo ngenes dan pernah mendapatkan berita miring kalau Ala suka sesama jenis. Ala pernah memiliki kekasih tapi cuma sebentar dan putus karena menurut Ala tidak cocok. Belum apa-apa sudah dimanfaatkan. Laras sendiri sudah menikah dan memiliki dua anak, satu perempuan dan satu laki-laki.
"Heh, gue pernah ya pacaran kalau lo lupa!" kata Ala.
"Lima tahun yang lalu, itu udah lama banget, La! Lo tuh nggak niat nikah apa?" Laras gemas dengan Ala.
Laras tahu, soal pacar Ala lima tahun yang lalu dan kasus tentang mereka putus. Sejak saat itu Ala tidak lagi dekat dengan cowok manapun. Bahkan ditempat bekerja ada yang suka saja, Ala selalu cuekin. Mau sebesar apapun effortnya tidak membuat hati Ala luluh.
"Siapa tahu bentar lagi dia datang, dia penulis loh, La. Novelnya ada dibeberapa aplikasi novel online," ucap Laras, mencoba meredakan rasa jengkel Ala. Berharap Ala akan tertarik cowok tersebut.
Ala menghela napasnya dan mengangkat kedua bahu. Sama sekali tidak tertarik dengan ucapan Laras.
"Ganteng banget loh, La!" Laras menggoyangkan tangan Ala yang berada di meja.
Niat hati mau jodohin sahabatnya sama teman lama, malah cowok itu belum menunjukkan batang hidungnya setelah satu jam menunggu. Laras jadi takut kalau rencananya gagal. Biar bagaimanapun Laras pengen Ala tuh punya pasangan dan nggak jomblo terus. Meski kalau ditanya alasannya kenapa menjomblo ya jawabannya karena belum ada laki-laki yang tepat dan ingin sukses dulu baru nikah.
"Coba deh feminim dikit!" Laras memindai penampilan Ala yang apa adanya. Malah terkesan tomboi.
Laras terus berusaha biar Ala nggak ngambek dan bosan. Gadis itu irit bicara memang dan Laras kehilangan topik untuk berbicara karena Ala sudah terlanjur kesal. Ala memang tomboy, wajah datar dan selalu bersikap dingin selain itu dia juga tegas.
"Kalau sayang bakal terima apa adanya bukan malah merubah!" Ala bosan dengan pembahasan ini.
Ala memilih pergi dari kafe karena hujan sudah reda. Laras menghela napas panjang dan menggeleng pelan. Kalau sudah ngambek mending dibiarin. Ala butuh ketenangan. Laras memilih menunggu laki-laki yang sudah janjian sama dia. Takut malah kecewa orangnya. Lagipula bukan cuma satu cowok yang datang. Ada teman lama Laras lainnya juga semasa sekolah dulu. Mau bantuin Ala yang sering Laras ceritakan. Mereka ini beda dua tahun. Laras lebih tua dari Ala, makanya Laras selalu menganggap Ala seperti adiknya sendiri.
Laras melakukan ini semua juga demi kebaikan Ala. Siapa tahu mereka cocok karena sama-sama introvert.
"Kamu mau sampai kapan sih, La? Kenapa juga setiap dekat nggak ada yang cocok?" tanya Ala pada dirinya sendiri.
Dia berdiri di halte bus, menunggu bus datang karena ponselnya mati. Mau mesen ojol juga percuma. Ala lupa mau nyuruh Laras. Mau balik ke kafe tapi lagi mode ngambek.
Bus datang bersama dengan hujan yang kembali turun. Ala duduk di dekat jendela, memasang tudung hoddie dan memasukkan kedua tangan di kantung hoddienya. Ala menatap pemandangan di luar. Mengingatkannya pada kejadian beberapa tahun yang lalu.
Ala sedang duduk dibangku SMA kelas satu, momen yang tidak akan pernah Ala lupakan. Untuk pertama kalinya dia pergi bersama seorang laki-laki. Pergi ke sebuah taman dengan menggunakan bus. Ala belum pernah bepergian jauh, selain tidak punya teman dia juga malas kemana-mana. Namun, laki-laki itu hadir dan merubah kebiasaan Ala.
Gadis itu menikmati pemandangan yang ada di taman tersebut meski sangat ramai dan menguras energinya tapi Ala sangat bahagia. Berjalan dengan bergandengan tangan layaknya sepasang kekasih pada umumnya.
"Sayang nggak sama aku?" tanya laki-laki itu.
Ala tersenyum dan mengangguk. Masih malu untuk mengungkapkan perasaannya.
Jalan cerita cinta Ala sungguh rumit, bahkan jarang sekali orang yang mengalami kisah cinta seperti Ala. Mungkin cinta Ala sudah habis pada laki-laki itu hingga saat ini tidak ada yang mampu menggantikan laki-laki tersebut dihatinya.
"Lo dimana sekarang? Masih hidup nggak sih? Apa udah banyak cewek yang lo sakiti sekarang?" batin Ala.
Hati Ala teramat sakit ketika ingatan kejadian yang pernah dialaminya. Saat memergoki dia mendua dengan seorang perempuan yang lebih cantik darinya. Ala bodoh dan malah tetap bertahan meski hatinya terluka. Kepercayaan itu hilang tapi Ala yakin jika laki-laki itu akan tetap setia padanya.
Keringat dingin mulai menetes, telapak tangan Ala basah bersama dada yang terasa sesak. Ala mencoba menghirup oksigen sebanyak mungkin dan mengeluarkan perlahan. Meremas jemarinya agar rasa sakit itu berkurang. Setiap kali Ala mengingatnya akan ada hal yang hadir dan membuat Ala benci. Hatinya terluka, rasa benci itu semakin bertambah dengan mengingat hal-hal yang menyakitkan.
Tidak ada yang tahu kondisi Ala saat ini, dia selalu memperlihatkan kepada semua orang bahwa dia baik-baik saja. Bahkan Laras yang menjadi sahabatnya pun tidak tahu bagaimana Ala yang sebenernya. Ala juga merahasiakan kisah cinta pertamanya kepada siapapun yang menjadi teman dekatnya. Bagi Ala meski dekat tetap harus memiliki batasan. Tidak semua orang tahu cerita hidup Ala.
"Sesayang itu gue sama lo, tapi malah lo sia-siakan. Perjuangan gue mungkin nggak pernah lo anggep ya!"
Kedua matanya terpejam, tapi malah bayangan masa lalu itu hadir kembali. Ingatan tentang orang yang sampai saat ini tersemat dihatinya pun kembali. Padahal mati-matian dia melupakannya dan rela pergi jauh dari tanah kelahiran demi menyembuhkan luka itu.
Kasih sayang Ala sangatlah tulus dan tidak pernah memandang dari fisik seseorang. Namun, ketulusan malah membuat Ala terluka sangat dalam sedalam lautan.
Hingga saat ini Ala sulit untuk menemukan pengganti cinta pertamanya itu.
Bersambung ......
Selamat membaca ya, mohon beri dukungan dengan cara like, komen, subscribe yaa biar penulis semakin semangat nulisnya. Terima kasih ...
Jika rasa kecewa adalah racun,
maka keindahan alam semesta
adalah obat penawar yang santun,
menyembuhkan hati yang terluka tanpa menghakimi.
Di langit yang luas, aku menemukan kedamaian,
di angin yang berbisik, aku mendengar harapan.
Setiap helai daun yang jatuh mengajarkan
bahwa segala yang patah akan tumbuh kembali.
***
"Datang ke sini, gue lihat cowok lo jalan sama cewek lain. Cepet, jangan lama-lama!"
Ala membaca pesan yang dikirimkan oleh teman dekatnya. Kebetulan dia kekasih dari teman pacar Ala. Gadis itu segera bergegas ke rumah sang kekasih untuk memastikan jika kabar itu tidak benar.
Dengan degup jantung yang berdebar seperti genderang mau perang, Ala terus mengayuh sepeda mininya. Sepeda yang menjadi saksi bisu betapa besar perjuangan cinta Ala kepada laki-laki bernama Brian itu.
Ala bahkan tidak peduli jika nantinya dia kena marah oleh kedua orang tuanya karena pergi tanpa pamit. Cuaca siang yang sangat terik pun tidak membuat Ala urung untuk pergi menemui kekasih hatinya. Cinta pertama Ala yang memiliki kisah berliku.
"Kamu dimana?"
Ala mengirim pesan kepada Brian tapi tak kunjung dibalas. Dia menitipkan sepedanya di tetangga Brian karena jalan menuju rumah Brian itu jalannya nanjak jadi daripada Ala capek dia selalu menitipkan sepeda itu di sana.
Berkali-kali Ala menelpon Brian tapi nggak ada jawaban. Dia terus berjalan menuju rumah Brian.
"Lagi pergi nggak tahu kemana. Coba di telpon aja, La,"kata Ibu Brian.
Ala pun melangkah dengan gontai, menuju rumah teman dekat Brian. Di sana ada seorang perempuan yang sedang duduk di teras sambil memangku bayinya.
"Eh Ala, kok sendiri? Mana Brian?"
Ala menggeleng lemah, lalu duduk di sebelah perempuan yang usianya dua tahun lebih tua darinya. Menatap bayi mungil yang sedang terlelap dari tidurnya.
"Mbak pasti tahu dimana Brian? Katakan dimana sekarang dia dan sama siapa?" Ala bertanya dengan tatapan penuh intimidasi.
Perempuan itu tersenyum lembut, "Kontrol emosi kamu, La. Sabar ya, Brian sedang gila. Mbak yakin kok kalau dia tetep sayang sama kamu." Ucapan itu bukan malah menenangkan Ala tapi menghadirkan rasa nyeri di ulu hatinya.
Betapa sakitnya hati Ala dengan kenyataan ini, jika Brian telah mendua. Briannya telah mengkhianati kepercayaan yang dia berikan. Tidak ada air mata yang menetes pada kedua netra Ala. Dia pun membuka gawai yang sedari tadi ada pada genggaman tangannya.
Pesan dari Mia, temen dekat Ala itu membuat emosi Ala semakin bertambah. Rupanya sudah banyak yang tahu tentang hubungan Brian dan gadis lain, hanya Ala yang tidak tahu apa-apa dan seperti gadis bodoh di sini.
"Gue liat Brian ciuman di tepi sungai. Ceweknya cantik. Tinggi, putih bersih kayak model."
Jadi orang tulus itu rupanya sakit. Selama ini perjuangan Ala untuk Brian rupanya nggak berarti apa-apa. Dia sudah menorehkan luka terlalu dalam di hati Ala. Hanya saja gadis itu sudah kuat dan air mata telah habis sehingga sesakit apapun hal yang dia alami tidak membuatnya menangis. Apalagi didepan orang lain. Meski tenggorokan terasa sakit, ucapan tercekat, napas ngos-ngosan karena bayangan Brian sedang berciuman dengan gadis lain itu terus menari di pikirannya.
Ala hanya bisa mengepalkan kedua tangan karena meluapkan emosi pun percuma. Dia akan meledakkan emosinya nanti kepada Brian. Sudah cukup hari ini dia menemukan fakta yang selama ini menjadikan tidurnya tidak nyenyak. Firasat Ala tidak pernah meleset jika terjadi sesuatu kepada Brian.
Laki-laki itu nampak berbeda tapi Ala diam karena yakin jika fakta akan terkuak dengan sendirinya.
"Aku pergi dulu ya, Mbak!"
"Lho baru juga sampai. Mau kemana?"
Ala tidak menjawab, langkahnya tergesa menuju sungai yang pernah dia lalui bersama Brian. Laki-laki itu sering mengajaknya menikmati udara di dekat sungai. Kalau capek Brian akan menggendongnya. Kenangan itu berputar menemani setiap langkah Ala untuk memergoki Brian dan cewek yang Mia katakan.
"Caringin .... Caringin ...."
Suara dari kernek bus itu membuat Ala tersadar dari tidurnya yang lelap. Kedua netranya basah, rupanya dia bermimpi tentang masa lalunya yang menyakitkan.
Ala bersiap untuk turun ketika bus itu berhenti tepat di halte yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Ala pun menyebrang lalu menyusuri jalan aspal yang ramai dengan lalu lalang kendaraan. Belok kanan menyusuri jalan setapak yang terlihat sepi. Biasanya ramai anak-anak bermain, mungkin karena hujan mereka berada di dalam.
Sepanjang jalan itu ada beberapa kontrakan petak dan Ala tinggal ditempat paling ujung. Bangunan berlantai tiga itu adalah kost Ala. Gadis itu membuka pagar besi berwarna hitam. Suasana sepi, selain karena hujan juga ini hari minggu. Beberapa penghuni kost sedang pulang ke rumahnya yang masih satu kota atau menikmati hari libur. Entah menghabiskan waktu di kamar atau jalan-jalan.
Ala berada dilantai satu, pintu nomor delapan. Paling ujung dan membuat Ala nyaman. Gadis itu nampak lelah, dia cepat-cepat masuk ke dalam kamarnya.
Lalu, merebahkan tubuhnya di kasur busa yang empuk, energinya habis karena berada di kafe yang ramai. Beruntung tadi busnya tidak penuh jadi Ala bisa duduk dengan anteng dan tertidur di sana. Meskipun mendapatkan mimpi buruk. Tak lupa, Ala mengisi daya baterai pada gawainya.
Ala mendesah pelan, "Mimpi itu lagi, gue udah capek-capek lupain tapi hadir lagi. Heran deh kenapa sih bayang-bayang masa lalu itu terus hadir setelah hati gue udah baik-baik aja!" ujarnya. Gadis itu menatap langit-langit kamar.
Ala segera mengaktifkan benda pipih itu, kemudian membuka aplikasi Facebook dan mengetikkan nama pada kolom pencarian.
Ala melihat postingan seseorang yang diunggah kemarin. Foto seorang laki-laki sedang bersandar pada sebuah tiang dan sepertinya suasana itu bukan ada di Indonesia.
Beberapa komentar membanjiri postingan tersebut. Kebanyakan cewek-cewek yang kagum dengan ketampanannya.
"Ah, memang nggak berubah sampai kapan pun dia tetap buaya yang selalu memangsa cewek sempurna!"
Ala keluar dari aplikasi tersebut lalu meletakkan gawainya asal. Merebahkan kembali tubuhnya, menatap langit-langit kamar. Rasa-rasanya Ala sudah tidak percaya jika laki-laki yang tulus itu ada. Nyatanya jadi orang tulus memang semenyakitkan itu.
"Dia makin tampan aja, sayangnya ganjen. Mungkin udah lupa sama gue!"
Sebenarnya selama ini Ala diam-diam berteman dengan akun Facebook Brian. Hanya saja Ala menggunakan akun fake. Jadi Brian tidak akan pernah tahu jika Ala berada dilist pertemanannya. Nggak ada maksud apa-apa, Ala cuma mau tahu kabar laki-laki itu. Sudah hampir lima bulan Ala tidak kepoin akun itu lagi dan fokus sama hidupnya. Entah kenapa akhir-akhir ini Ala jadi sering kepoin akun Brian. Mungkin karena tekanan dari kedua orang tua Ala yang menginginkan untuk segera menikah dan ucapan Laras yang selalu bertanya tentang pacar. Bahkan usaha-usaha Laras yang selalu menjodohkannya dengan laki-laki nggak jelas. Jadi fokus Ala terganggu dan kembali mengingat masa lalunya.
"Hah, bahkan dia tidak ada jeranya buat jodohin gue!" gumam Ala. Mengingat kejadian di kafe hari ini.
Sayangnya, Ala nggak peduli bagaimana pun usaha Laras. Dihati Ala masih menyimpan nama seseorang. Meski bertahun-tahun Ala mencoba melupakan Brian yang menjadi cinta pertamanya tapi rupanya tetap nggak bisa. Rasa sakit yang seringkali dia ingat membuat Ala semakin membenci Brian. Ala pergi meninggalkan laki-laki itu karena terlalu mencintainya, Ala lelah seolah bucin sendirian sementara Brian malah mencari yang lain. Kata setia hanya isapan jempol, cinta dan sayang yang selalu Brian ucapkan hanya bualan semata.
Brian hanya memanfaatkan Ala dan bodohnya Ala selalu bertahan dalam hubungan yang sudah menggoreskan luka itu, karena cinta membuat orang menjadi bodoh.
"Gue harap lo bakal terima karmanya. Lo bakal rasain semua yang udah lo lakuin ke gue, Bri!" kata Ala, seolah Brian ada di hadapannya saat ini.
Ala mengepalkan kedua tangannya, rasa sakit itu masih terasa bahkan wajah cewek yang menjadi selingkuhan Brian masih teringat jelas. Ala pernah bertemu secara langsung, gadis itu tersenyum saat melihat Ala. Seolah tidak terjadi apapun diantara mereka. Memilih diam dan bersikap baik pada selingkuh Brian. Sadar diri kalau Ala ini nggak ada apa-apanya dibandingkan cewek itu. Dia sempurna dan pantas saja Brian menyukainya.
"Intan!" gumam Ala sambil tersenyum sinis.
"Gue pastiin lo berdua bakal ngerasain apa yang gue rasain dulu!"
Ala masih sangat membenci gadis itu karena telah menjadi pengganggu dalam hubungannya dengan Brian.
"La, lo di dalam?"
Ketukan pintu membuat Ala harus bangkit dari tidurnya. Ala sebenernya malas buat ketemu siapapun. Energinya sudah habis dan dia ingin memulihkannya kembali sebelum besok mulai bekerja. Berada di keramaian membuat tubuh Ala terasa lemas dan kepala berdenyut.
"Apaan," tanya Ala sinis , setelah membuka pintu kamarnya.
"Maaf ya soal tadi," kata Laras sambil meringis.
"Udah ketemu?" tanya Ala.
Laras menggeleng pelan, dia sudah menunggu terlalu lama dan rupanya pertemuan ditunda karena hujan. Kabar itu baru datang ketika Ala sudah pulang. Laras kecewa dengan mereka yang menurutnya mengambil keputusan secara sepihak. Satu orang tidak jadi datang, pun yang lain ikutan tidak datang. Padahal Laras sudah semangat bertemu mereka. Mengenalkan Ala sekaligus reunian.
Ala tersenyum miring. Sudah dia duga sebelumnya kalau mereka tidak akan datang. Satu jam menunggu sampai hujan reda pun tak ada satu orang yang datang.
"Makanya jangan terlalu effort mencampuri hidup orang lain!" Ucapan Ala langsung menusuk kehati Laras.
"Seumur hidup itu lama jadi harus bener-bener cari pilihan yang pas!" lanjut Ala.
Laras terdiam, semua kata-kata Ala memang benar. Mengingat lagi kejadian demi kejadian ketika dia terus menerus menjodohkan Ala secara diam-diam dengan laki-laki yang dikenal secara langsung maupun disosial media. Laras baru sadar mungkin sikapnya ini membuat Ala tidak nyaman tapi Laras selalu mengatakan pada diri sendiri bahwa semua usahanya pasti akan membuat Ala terharu.
Seumur hidup itu lama! Ya, Laras akui itu benar. Dia selalu terbesit rasa menyesal karena nikah muda dan melewatkan banyak hal ketika muda. Disaat teman-temannya sedang asyiknya pergi main kesana dan kemari, Laras sudah sibuk mengurus suami dan anak. Sekarang melihat Ala belum menikah dan bisa bergerak dengan bebas, rasa sesal itu semakin bertambah dan Laras baru sadar jika usahanya ini mungkin keterlaluan. Banyak hal yang tidak Laras ketahui dibalik kisah cinta Ala yang sampai saat ini belum menemukan jodohnya.
"Maaf, La. Gue keterlaluan banget ya?"
Ala tersenyum tipis dan tidak terlihat oleh Laras yang menunduk.
"Gak!" jawabnya.
"Lo mau kan maafin gue. Janji deh gue nggak akan jodohin lo lagi!" ucap Laras bersungguh-sungguh.
"Ya."
Ala pun masuk ke dalam diikuti oleh Laras yang tersenyum bahagia karena Ala tidak memperpanjang masalah ini.
Bersambung.....
Berat, ya? Berpisah ketika masih ada cinta.
Aku kira move on itu mudah,
nyatanya, ia datang dengan luka yang mendalam.
Luka yang tak bisa sembuh dengan cepat,
karena perasaan itu masih ada,
meski waktu telah berlalu bertahun-tahun.
Entah kenapa, perasaan itu tetap tinggal,
seperti bayangan yang tak bisa dihapus.
Aku bertanya, kamu di mana sekarang?
Apakah perasaan ini masih ada di hatimu,
seperti aku yang tak bisa melupakanmu?
Dan meskipun kita terpisah oleh jarak dan waktu,
ada bagian dari diriku yang tetap ingin tahu,
apakah kau merasakan hal yang sama?
***
Cinta ... Dulu terlihat begitu indah, meyakinkan diri jika Brian adalah laki-laki yang pantas untuknya. Bertahan karena rasa nyaman ketika berada disamping Brian. Ala sangat bergantung hidupnya kepada Brian, oleh sebab itu Ala akan selalu tutup telinga jika mendengar apapun keburukan Brian. Dia akan selalu menyayangi Brian dengan tulus karena Brian adalah cinta pertama Ala, Biran dunia Ala dan apapun usaha orang lain untuk memisahkan mereka itu akan berakhir sia-sia. Meski Brian telah menggoreskan luka teramat dalam, Ala memaafkannya dan memilih untuk baik-baik saja meski tidak bisa melupakan kejadian itu.
Brian menduakannya!
Ketulusan dibalas pengkhianatan. Hati Ala terluka tapi dia tidak ingin pergi dari hidup Brian. Bahkan meninggalkannya pun tidak akan pernah sanggup Ala lakukan.
Cinta dan kasih sayang Ala untuk Brian tidak bisa dianggap remeh. Meski dia masih duduk dibangku SMA, untuk standar kisah cinta remaja itu sudah terbilang langka atau jarang terjadi. Bukan cinta monyet biasa, seperti remaja pada umumnya. Siapa yang akan bertahan dengan orang yang telah melukaimu? Hanya Ala yang mampu bertahan dan bahkan hubungan mereka sudah menginjak tiga tahun lamanya terhitung sejak mereka duduk dibangku SMP hingga kelas dua SMA.
Hubungan mereka penuh ujian yang bertubi-tubi. Bahkan Ala sendiri sebenarnya tak sanggup melewati itu semua. Terkadang ingin menyerah tapi Ala selalu ingat dan meyakinkan diri bahwa Brian adalah jodohnya, Brian adalah separuh jiwanya.
Sayangnya, ketika Brian beranjak pergi keluar kota, mencari rezeki dengan tujuan untuk kelangsungan hubungannya dengan Ala, sejak saat itu badai datang dan memporak-porandakan kapal yang mulai dibangun dengan indahnya. Hubungan itu kandas begitu saja, meninggalkan luka yang teramat dalam dihati Ala sampai sulit untuk membukanya kembali kepada orang baru.
Dari situlah Ala tidak pernah dekat dengan laki-laki manapun. Sekali mencoba rupanya dia salah orang. Sejak saat itu Ala enggan memikirkan soal cinta. Dalam hidupnya adalah bekerja dan meraih impian. Soal menikah itu urusan belakang, toh kalau jodoh pasti akan bertemu.
"Kalau boleh tahu apa sih yang membuatmu sulit buat jatuh cinta, La?" tanya Laras yang kini sudah duduk di dalam kost Ala sambil memegang secangkir kopi hitam buatan Ala.
"Panjang kalau di ceritain. Bisa jadi satu novel," jawab Ala.
Ala selalu malas menceritakan penyebab dia sulit membuka hatinya. Meski membenci Brian tapi dari dasar hatinya rasa sayang untuk Brian masih ada.
Mau berusaha sekeras apapun tetap saja kenangan bersama Brian sulit untuk Ala lupakan.
"Ya udah lo buat dah novel kisah lo, tar gue baca sampai selesai biar tahu kisah cinta lo yang sebenarnya," ucap Laras. Penasaran kenapa Ala ini susah jatuh cinta.
Padahal banyak lelaki yang mencoba mendekati Ala. Bahkan effort mereka juga tak main-main, tapi tidak membuat Ala tertarik bahkan meluluhkan hati Ala saja pun mereka gagal.
"Gue bukan penulis!" jawab Ala.
Menulis kisah nyata itu akan lebih sulit daripada kisah fiksi. Para penulis yang seringkali menulis kisah nyata adalah penulis yang hebat. Mampu menyelesaikan semua cerita seperti apa yang terjadi sebenarnya dan itu tidaklah mudah.
"Iya sih, tapi mau sampai kapan coba lo jomblo terus? Udah mau tiga puluh, woy!" Lagi-lagi Laras protes.
Ala hanya menghela napas panjang, paling malas jika ada yang mengatur hidupnya.
"Masalah buat lo?" tanya Ala sambil menatap tajam.
Bertahun lamanya dia berusaha melupakan Brian tapi anehnya perasaan itu masih ada untuk Brian hingga saat ini. Ya walaupun ada rasa benci yang menyeruak dihati Ala ketika mengingat Brian.
Bukan hanya benci tapi ada rasa rindu. Buktinya selama ini Ala masih kepoin akun Brian secara diam-diam. Ala tidak menampakkan wujudnya, hanya sekadar ingin tahu keadaan Brian saja itu sudah cukup. Ala tidak mau mengganggu kehidupan
Brian lagi.
"Emang si Dion dulu nggak mau serius sama lo? Sampai lo putusin dia?" tanya Laras karena cerita tentang kisah cinta Ala dengan Dion berbeda-beda dari segala sisi.
"Hah! Masalah itu rumit untuk dijelaskan!"
Ala teringat kejadian lima tahun lalu. Dimana dia menjalin hubungan dengan laki-laki yang dikenal lewat akun sosial media. Hanya beberapa bulan saja karena Ala merasa tidak cocok dan bahkan tidak nyaman. Selain itu juga keluarga Dion mata duitan. Mereka akan bersikap baik jika Ala memberikan sesuatu.
Ala termakan ucapan jika cinta tumbuh seiring berjalannya waktu, nyatanya waktu terus berjalan dan cinta itu nggak tumbuh di hati Ala. Hatinya kosong dan sulit dibuka kembali soalnya sudah di gembok, kuncinya diambil sama Brian. Biasanya orang yang gagal move on itu bisa sembuh dan lupa.
Akan tetapi sejauh apapun Ala pergi tapi bayangan Brian selalu mengikuti. Menurut quotes yang Ala temukan di akun sosial media kalau "susah lupain seseorang itu berarti yang di sana itu masih mikirin kamu dan belum bisa lupain kamu."
Hanya saja Ala terus meyakinkan diri kalau quotes itu salah. Nggak mungkin Brian masih ingat sama Ala. Lha wong dulunya aja cabang sana sini. Saking sabar dan bodohnya saja Ala mau bertahan. Namanya juga cinta, buta segala-galanya.
"Jelasin, gue kan penasaran selama ini. Cuma lo kalau jelasin setengah-setengah bikin gue kepikiran," protes Laras.
Kesal dengan Ala kalau bicara terlalu irit. Bahkan jelasin juga setengah-setengah dan harus bisa memahami. Otak Laras kadang nggak nyampe jadi rasa penasaran selalu menghantui.
"Keluarganya matre!" jawab Ala. Singkat dan jelas.
"Matre gimana?" tanya Laras.
"Ya matre!" jawab Ala.
Kalau ingat kejadian itu rasanya Ala pengen makan mantannya itu hidup-hidup. Keluarga laki-laki itu nggak ada yang beres. Dari ibu, kakak dan juga adik-adiknya. Belum menikah saja sudah membuat Ala pusing dengan segala permintaannya.
"Iya matrenya gimana? Kan bisa jelasin secara detail!"
Tidak bisakah Ala menjelaskan secara detail? Terlalu singkat sekali dia menjelaskannya. Memang Laras dan Ala ini saling melengkapi sekali ya. Satu banyak bicara dan jiwa ingin tahunya tinggi, satu lagi irit bicara sekali.
Ala menghela napas panjang, malas baginya menceritakan soal Dion kepada Laras. Sama saja membuka luka lama dan rasa benci sama Dion makin bertambah.
"Semakin sedikit lo tahu, semakin baik!" kata Ala.
Sekali di jelaskan pasti Laras akan terus mengulik kisahnya bersama Dion. Lagian itu udah jadi masa lalu yang membuat Ala mendapatkan pelajaran. Bahwa memilih pasangan memang harus hati-hati. Sejak saat itu dia enggan lagi menjalin hubungan dengan siapapun. Fokus sama kerjaan demi meraih masa depan.
Ya meskipun dalam hati Ala berharap Tuhan akan mempertemukannya dengan Brian dan menyatukan mereka dalam ikatan yang sah. Maksdnya meminta Brian jadi jodohnya. Memang sih penyesalan selalu datang di akhir ya.
"Andai waktu bisa diputar kembali, gue pengen perbaiki semuanya," batin Ala. Meratapi nasibnya kini yang belum menemukan tambatan hati.
"Ck, ya udah deh. Oke gue paham matre yang Lo maksud. Gue simpulkan kalau mereka selalu minta ini itu. Nah sekarang Dion ini cinta pertama lo apa bukan? Kalau bukan pasti lo punya cinta pertama atau sampai sekarang belum bisa move on dari dia?" tebak Laras. Pengen tahu kenapa Ala ini sulit sekali jatuh cinta.
Terlalu tertutup!
Itulah Ala. Padahal Laras selalu menceritakan semua kehidupannya kepada Ala tanpa ada yang ditutupi. Ya bisa dibilang over sharing tapi hanya sama Ala karena yakin Ala nggak akan pernah ember. Bicaranya terlalu irit dan malas menjelaskan jadi sudah bisa ditebak kalau Ala ini bisa jaga rahasia.
Ala menghela napas, sebelum menjawab ucapan Laras, "Ya ... Ada! Gue ... Pernah menjadikan dia satu-satunya. Segila itu gue sayang sama dia. Nyatanya dia nggak jadiin gue satu-satunya," jelas Ala, raut wajah yang biasa datar berubah menjadi sedih.
Laras melihat perubahan wajah Ala dan menyimpulkan jika cerita cinta pertama Ala mungkin lebih menyakitkan. Bisa jadi itu penyebab Ala enggan untuk membuka hatinya kembali.
"Maksudnya? Dia mendua atau dia nyia-nyiain lo?" Laras jadi makin penasaran.
Bukan salah Laras kalau dia memiliki rasa penasaran yang tinggi tentang kehidupan Ala. Selama ini Ala itu lempeng-lempeng aja. Bisa dibilang misterius. Seolah nggak ada beban dalam hidupnya. Bahkan curhat tentang keluarga pun tidak pernah.
Laras juga kenal dengan kedua orang tua Ala, karena pernah mengobrol dan dikenalkan oleh Ala, tapi soal masalah apapun yang sedang Ala hadapi, Laras tidak pernah tahu. Padahal Laras juga ingin membantu Ala apapun yang sedang dia hadapi. Entah masalah berat atapun ringan agar Laras juga berguna menjadi seorang sahabat. Selama ini Ala selalu membantu dirinya.
"Lo udah kayak wartawan!" protes Ala.
Bersambung .....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!