Nizar Abdan Maulana, pria tampan berusia 28 tahun. Nizar adalah seorang Pilot, sejak kecil dia memang bercita-cita menjadi seorang Pilot karena Nizar sangat mengidolakan Papanya yang juga merupakan seorang Pilot. Sementara itu adiknya Haidar, saat ini berusia 23 tahun dan masih kuliah sembari meneruskan usaha restoran kedua orang tuanya.
Sudah satu minggu Nizar melanglang buana di udara, dan saat ini adalah hari kepulangan Nizar. Dara merengek kepada suaminya ingin menjemput puteranya itu ke Bandara dan Rizar tidak bisa menolak permintaan istrinya itu.
"Ayo Mas, sebentar lagi Nizar mendarat Mama tidak mau sampai terlambat," rengek Mama Dara.
"Iya sayang, tunggu sebentar."
Rizar sungguh tidak mengerti dengan istrinya itu, entah kenapa Dara selalu ingin langsung menjemput Nizar ke Bandara kala putera sulungnya itu pulang dari tugasnya. Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya mobil Rizar pun sampai di Bandara. Dara dan Rizar menunggu di pintu kedatangan, tidak lama kemudian seorang pria tampan dengan pakaian kebesarannya serta kaca mata hitam yang menambah kesempurnaannya, berjalan dengan gagahnya.
Nizar tersenyum saat melihat Mama dan Papanya sudah berdiri menunggu kedatangannya. "Ya Alloh, putera tampan Mama. Kamu sehat 'kan, Nak? tidak ada luka sedikit pun 'kan?" ucap Mama Dara dengan mengecek seluruh tubuh Nizar.
Semenjak kejadian masa lalu, Dara selalu parno jika Nizar ada tugas terbang. Setiap mau berangkat, Dara selalu saja menempel kepada Nizar begitu pun saat pulang, Dara selalu menunggunya di Bandara tidak peduli Nizar mendarat tengah malam, Dara selalu melakukan hal seperti itu.
Nizar tidak merasa marah ataupun risih, justru Nizar sangat bahagia karena Mamanya begitu menyayanginya. Nizar langsung memeluk Mamanya dengan penuh kasih sayang. "Nizar baik-baik saja, Ma. Tidak ada luka sedikit pun di tubuh Nizar, semuanya aman."
"Alhamdulillah, syukurlah. Ya sudah, kita pulang sekarang," ajak Mama Darra dengan merangkul lengan Nizar.
"Sebentar, Papa ambil mobil dulu." Rizar dengan cepat pergi untuk mengambil mobil.
Dara dan Nizar menunggu Rizar mengambil mobil. Tiba-tiba dari kejauhan, seorang wanita cantik berlari dengan menggeret kopernya, sedangkan tiga orang berpakaian hitam-hitam mengejar wanita itu.
"Nona tunggu, jangan lari!" teriak salah satu pria berjas itu.
Wanita itu terus saja berlari, sampai-sampai wanita itu tidak melihat ke depan dan menabrak Nizar yang saat ini sedang fokus pada ponselnya.
Brugghhhh...
Ponsel Nizar terjatuh dan bersamaan dengan sebuah mobil datang sehingga ponsel Nizar terlindas ban mobil itu.
Kraakkk.....
"Ponselku!" teriak Nizar.
"Ah, maaf..maaf Mas aku tidak sengaja nanti kalau kita bertemu lagi, aku ganti ponsel anda," ucap wanita itu dengan paniknya.
Nizar mencengkram lengan wanita cantik itu dan menatapnya tajam. "Ganti ponselku sekarang juga!" bentak Nizar.
"Iya nanti aku ganti, tapi sekarang aku harus pergi jadi aku mohon lepaskan tanganku," rengek wanita cantik itu.
"Nona tunggu!" Lagi-lagi ketiga pria berjas hitam itu sudah mulai mendekat, wanita cantik itu tampak semakin panik.
"Mas, aku mohon lepaskan aku."
"Nizar, sudah lepaskan kasihan," ucap Mama Dara.
"Tidak Ma, dia harus ganti dulu ponsel Nizar."
"Mas please, lepaskan aku."
Pria-pria itu semakin mendekat, wanita cantik itu tidak ada pilihan lain. "Maaf ya, Mas."
Wanita itu langsung menendang benda pusaka Nizar sehingga secara otomatis Nizar melepaskan cengkeramannya, dan wanita itu langsung berlari masuk ke dalam taksi.
"Sekali lagi maaf, Mas!" teriak wanita itu dari dalam taksi.
"Aaarrrggghhh...sialan," geram Nizar dengan memegang s**********nnya.
"Kamu tidak apa-apa, Nak?" tanya Mama Dara yang melihat puteranya itu kesakitan.
"Sakit, Ma," keluh Nizar.
Ketiga pria berjas itu pun tampak frustasi karena wanita yang mereka kejar-kejar sudah pergi.
"Tuan besar, bisa marah ini karena kita tidak bisa membawa Nona."
"Kalian sih, terlalu lelet."
"Cepat ambil mobil, mumpung belum terlalu jauh."
Ketiga pria itu tampak lemas, sudah di pastikan mereka akan mendapat hukuman dari Tuan besarnya. Salah satu dari mereka segera mengambil mobil untuk menyusul wanita cantik itu. Sementara itu, mobil Rizar pun berhenti di depan Nizar dan Dara.
"Maaf lama, tadi macet banget di parkiran. Loh, kamu kenapa, Nizar?" tanya Papa Rizar.
"Tadi ada wanita gila yang sudah menendang benda pusaka Nizar, mana ponsel Nizar hancur lagi," sahut Nizar dengan masih memegang benda pusaka yang masih terasa ngilu itu.
"Wanita gila?" Rizar tampak bingung.
"Sudah-sudah, ayo kita pulang," ajak Mama Dara.
Sesampainya di rumah, Nizar langsung pergi ke kamarnya. Nizar melepas baju kebesarannya dan menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. "Kalau sampai aku bertemu lagi dengan wanita itu, awas saja habis kamu sama aku," gumam Nizar dengan kesalnya.
***
Sore ini Dara dan Rizar sedang bersantai bersama di balkon kamar mereka. Dara menyandarkan kepalanya ke pundak Rizar.
"Sayang, kalau seandainya Mas nanti pergi duluan, Mas minta kamu jangan terlalu bersedih hiduplah dengan baik, Mas yakin Nizar dan Haidar akan menjaga kamu," ucap Papa Rizar.
"Kok Mas bicara seperti itu? aku tidak bisa hidup tanpa Mas jadi kalau Mas pergi, aku pun ikut bersama Mas," sahut Mama Dara.
"Terus bagaimana dengan anak-anak, kalau kita pergi bersama?"
"Mereka sudah besar, sudah bisa mengurus diri sendiri."
"Terima kasih selama ini kamu sudah menjadi wanita terhebat untuk Mas dan anak-anak, walaupun awal-awal menikah Mas sangat sulit menyentuh hatimu tapi akhirnya Mas bisa menggapai dan menyentuh hatimu dengan kesabaran Mas," ucap Papa Rizar dengan senyumannya.
"Iya Mas, maafkan aku juga. Dara mau berterima kasih pada Mas karena sudah menjadi suami dan Papa yang baik untuk aku dan anak-anak. Terima kasih sudah bertahan dan kembali, dan yang terpenting terima kasih sudah sabar menghadapi sikap aku selama ini."
Rizar tersenyum dan mencium kening Dara. Mereka berdua duduk di kursi saling berpelukkan dan memejamkan mata masing-masing.
Sementara itu, Haidar baru saja pulang dari restoran. "Assalamualaikum."
Suasana rumah tampak sepi membuat Haidar mengerutkan keningnya. Mbok Nur sudah tidak bekerja lagi di rumah mereka karena usianya yang sudah tua membuat Dara dan Rizar tidak tega dan menyuruh Mbok Nur dan Pak Agus pulang kampung. Haidar melangkahkan kakinya ke lantai atas.
Tok..tok..tok...
"Kak...maaf Kak, tadi aku gak ikut jemput kakak ke Bandara soalnya restoran sedang rame," ucap Haidar.
"Tidak apa-apa. Bagaimana, restoran kamu aman 'kan?" tanya Nizar.
"Aman dong, Kak. Oh iya, Mama sama Papa kemana? kok sepi?" tanya Haidar.
"Di kamarnya mungkin," sahut Nizar.
"Kok perasaan aku ga enak Kak, soalnya Mama dan Papa tidak biasanya diam di kamar di jam-jam seperti ini," ucap Haidar.
"Apaan sih kamu, ya, sudah kita lihat mereka."
Haidar dan Nizar pun menuju kamar kedua orang tuanya.
Tok...tok...tok...
"Ma, Pa!" panggil Nizar.
Merasa tidak ada jawaban, akhirnya Nizar pun membuka pintu kamarnya. Dilihatnya tempat tidur kosong, tapi Nizar melihat gorden balkon melambai-lambai itu artinya pasti kedua orang tuanya ada di sana. Nizar dan Haidar pun melangkahkan kakinya menuju balkon, di lihatnya Mama dan Papanya masih dalam posisi berpelukkan dengan memejamkan matanya.
"Ya ampun, kenapa Mama dan Papa tidur di sini," ucap Nizar.
"Kak, kenapa wajah Mama dan Papa pucat?" ucap Haidar mulai panik.
Nizar pun mendekat dan mencoba membangunkan keduanya, tapi bukannya bangun keduanya malah terjauh bersamaan membuat Nizar dan Haidar seketika panik.
"Ma, Pa," ucap Nizar dengan bibir yang bergetar.
Perlahan tangan Nizar terulur dan dengan gemetarnya menyimpan telunjuknya di depan hidung Mama dan Papanya secara bersamaan. Nizar terduduk lemas, air matanya sudah tidak bisa terbendung lagi.
"Tidak, ini tidak mungkin, Kak," ucap Haidar yang sudah meneteskan air matanya.
"Ma, Pa."
Tangis keduanya pecah, Nizar memeluk Mamanya sedang Haidar memeluk Papanya. Ya, Dara dan Rizar memang sudah tidak bisa di pisahkan lagi, cinta mereka sangat besar satu sama lain sehingga di akhir usianya pun mereka tidak mau terpisahkan lagi.
*
*
*
Yuhu, akhirnya kelanjutan Mas Pilot Rizar dilanjut lagi nih. Maaf jika lama ya, banyak yang minta season 2 nya, yuk guys ramaikan lagi. Bagi yang ingin nyambung, baca dulu novel "TOUCH YOUR HEART"....
Para pengawal akhirnya bisa menyalip taksi yang ditumpangi gadis cantik itu. "Ah, sial," umpatnya.
Gadis cantik itu bernama Binar Joyohadi Kusuma, ia berusia 25 tahun. Binar merupakan putri tunggal dari konglomerat berdarah biru yang bernama Dewa Joyohadi Kusuma. Mama dan Papa Binar sudah bercerai karena Papa Binar tergoda oleh pelakor yang merupakan sekretarisnya di kantor. Papa Binar memutuskan menikahi pelakor beranak dua itu dan menceraikan istrinya.
"Nona, kami mohon Nona ikut mobil kami, kalau tidak, Tuan Dewa bisa marah," bujuk salah satu pengawal sembari menggedor kaca mobil.
"Astaga, aku ini bukan anak kecil lagi, aku bisa pulang sendiri!" teriak Binar.
"Ayolah Nona, jangan menyusahkan kami dan membuat kami kehilangan pekerjaan. Kami mohon." Pengawal itu memelas dengan wajah sedihnya membuat Binar merasa kasihan.
Akhirnya dengan kesal, Binar pun mengeluarkan uang selembar seratus ribu dan memberikannya kepada sopir taksi itu. Binar keluar dari dalam taksi dan menatap tajam ke arah pengawal-pengawal yang menghentikan taksinya. "Kalian sungguh luar biasa, tahu kelemahanku dengan menjual kesedihan," ketus Binar.
"Maaf, Nona, kami terpaksa," sahut salah satu pengawal itu dengan menundukkan kepalanya.
Binar pun masuk ke dalam mobil pengawalnya. Binar baru saja pulang dari Amerika, dia habis melakukan liburan karena dia merasa jenuh diam di rumah apalagi melihat ibu tiri dan kedua anaknya yang sangat menyebalkan. Binar sebenarnya ingin sekali tinggal bersama Mamanya namun Papanya mengancam tidak akan membiayai Binar jika Binar tidak ikut dengannya.
Tidak membutuhkan waktu lama, Binar pun sampai di rumah yang bak istana kerajaan itu. "Kamu dari mana saja? bukanya seharusnya kamu sampai di rumah satu jam yang lalu," ucap Papa Dewa dingin.
"Kenapa Papa mengirim mereka ke Bandara? Binar sudah besar, jadi Binar bisa pulang sendiri," sahut Binar dengan kesalnya.
"Kalau kamu pulang sendiri, itu terlalu bahaya. semua orang tahu kalau kamu adalah putri Papa, orang jahat ada di mana-mana jadi Papa harus waspada," ucap Papa Dewa.
"Tumben, Papa perhatian sama Binar? bukanya prioritas Papa selama ini hanyalah si nenek sihir dan dua anak tidak tahu diri itu," ucap Binar sembari mendudukkan tubuhnya di atas sofa.
"Jaga ucapan kamu, Binar. Bagaimana pun sekarang dia sudah menjadi mama mu jadi kamu harus menghormati dia juga," ucap Papa Dewa.
"Dia bukan mama Binar, Pa. Sampai kapan pun Binar tidak akan pernah menganggap pelakor itu sebagai mama Binar dan Papa jangan paksa Binar!" tegas Binar.
Dewa hanya bisa menghela napasnya kasar, sudah 15 tahun dia menikah dengan Dona tapi Binar masih saja tidak mau menganggap Dona sebagai mamanya. Sudah berbagai cara, Dewa lakukan tapi Binar tetap saja seperti itu. Bahkan Dewa harus mempekerjakan pengawal untuk menjaga putrinya karena Binar tidak betah tinggal di rumah dan selalu bepergian.
"Ya sudah, sekarang lebih baik kamu istirahat dulu dan Papa harus kembali ke kantor. Jangan lupa makan dan jangan sampai kamu kecapean," ucap Papa Dewa.
Dewa bangkit dari duduknya dan mencium kepala Binar lalu Dewa pergi dari rumah itu. Binar mengusap wajahnya dengan kasar, sungguh dia sangat merindukan papanya yang dulu, Papa yang hanya memprioritaskan dirinya seorang namun sekarang dia seakan tersisihkan. Binar pun melangkahkan kakinya, tapi di tangga dia berpapasan dengan saudara tirinya.
"Kak Binar, kapan pulang?" tanya Veronika dengan senyumannya.
"Jangan sok manis kamu, minggir aku mau istirahat." Binar menabrak pundak Veronica membuat Veronica sedikit oleng.
Binar masuk ke dalam kamarnya dan membanting pintu, membuat Veronica tersentak kaget.
"Kapan Kak Binar bisa menerima aku sebagai adiknya? padahal aku senang sekali bisa mempunyai kakak perempuan," ucap Veronica dengan tatapan sedihnya.
Veronica memang baik kepada Binar, dia justru sangat bahagia mempunyai kakak perempuan karena kakaknya Virlo tidak bisa dia ajak curhat. Namun sayangnya, Binar tidak menyukai Veronica dan tidak pernah menganggap Veronica seperti adiknya. Veronica mempunyai penyakit gagal ginjal yang diharuskan cuci darah setiap minggu.
***
Malam pun tiba....
Semua orang sudah berkumpul di meja makan untuk makan malam bersama. "Binar mana?" tanya Papa Dewa.
"Ada di kamarnya, dari tadi siang kakak tidak keluar kamar," sahut Veronica.
"Anak itu, benar-benar ya." Dewa bangkit dari duduknya hendak memanggil putrinya itu.
"Tunggu Pa, biar Mama saja yang panggil Binar," ucap Mama Dona.
"Baiklah."
Dona pun dengan cepat melangkahkan kakinya menuju lantai dua, dan membuka pintu kamar Binar dengan kasar. "Kamu ngapain malah rebahan, cepetan turun semua orang sedang menunggu kamu!" sentak Mama Dona.
"Aku tidak sudi makan satu meja dengan kalian, kalian makan saja sana jangan pikirkan aku," geram Binar.
"Saya memang tidak pernah memikirkan kamu, bahkan kamu tidak makan pun, saya tidak peduli tapi Papa kamu akan marah jika saya tidak membawa kamu turun sekarang," kesal Mama Dona.
Binar mengangkat ujung bibirnya. "Kalau aku tidak mau turun, apa yang akan kamu lakukan?" tantang Binar.
"Saya akan mengadu kalau kamu sudah berbuat kasar kepada saya, dan saya yakin uang jajan kamu akan dihilangkan," ucap Mama Dona dengan senyuman liciknya.
Binar mengeraskan rahangnya. "Dasar nenek sihir, tidak tahu diri!" bentak Binar.
"Cepat turun, kalau dalam waktu 5 menit tidak turun, kamu akan tahu akibatnya," ancam Mama Dona.
Dona pun dengan cepat keluar dari dalam kamar Binar. Binar melempar bantal ke arah pintu, sungguh dia merasa sangat kesal kepada Mama tirinya yang sangat licik itu. Akhirnya dengan terpaksa, Binar pun turun ke bawah dan bergabung di meja makan.
"Kamu itu sedang apa sih di dalam kamar? memangnya kamu tidak lapar?" tanya Papa Dewa.
"Aku belum lapar, lagipula jika aku lapar, Aku bisa suruh si bibi untuk membawakan makanan ke kamar," sahut Binar ketus.
"Sayang, tidak baik makan di dalam kamar. Apa salahnya kita makan sama-sama, Mama sangat rindu kita bisa berkumpul seperti ini," ucap Mama Dona dengan pura-pura baik.
"Dasar penjilat," gerutu Binar.
"Binar! jangan buat Papa marah, kamu itu selalu tidak sopan kepada mamamu!" bentak Papa Dewa.
"Makanya Papa jangan terlalu memanjakan Binar, biar dia tidak manja dan tidak selalu melawan orang tua," sambung Virlo.
Binar menatap sinis ke arah Virlo. "Kalian semua memang para penjilat ulung, di hadapan Papa kalian sok baik dan perhatian tapi di belakang Papa, kelakuan kalian macam harimau yang siap menerkam dan membunuh aku. Kalian memang cocok jadi pemain sinetron, dasar keluarga tukang drama," sinis Binar.
"Binar, hentikan!" bentak Papa Dewa.
Binar bangkit dari duduknya, dia tidak jadi makan dan memilih untuk kembali ke kamarnya. Sedangkan Dewa, tampak sangat emosi dengan kelakuan Binar bahkan napasnya terlihat naik turun saking emosinya dengan ucapan Binar. Dona berusaha menenangkan Dewa, dia pura-pura sedih padahal di dalam hatinya dia merasa senang karena Dewa akan semakin membenci Binar.
Binar memilih bersiap-siap, malam ini dia ingin jalan-jalan keluar bersama sahabatnya Risa. Binar lebih baik makan malam di luar daripada harus makan bersama keluarga penjilat. Setelah dirasa rapi, Binar pun keluar dari kamarnya dan segera menuruni anak tangga membuat semua orang menoleh ke arah Binar.
"Mana kunci mobilku," ucap Binar dengan mengulurkan tangannya kepada pengawalnya.
"Mau ke mana kamu, Binar?" tanya Papa Dewa.
"Mau keluar sebentar," sahut Binar.
"Sudah malam, Papa tidak mengizinkan kamu untuk keluar rumah," ucap Papa Dewa dingin.
"Binar sudah dewasa Pa, jadi Binar bisa jaga diri Binar sendiri," kesal Binar.
Binar kembali mengulurkan tangannya. "Mana kuncinya?" pintar Binar.
"Nona mau ke mana? biar saya yang antar," tanya Pak Suga.
"Tidak, malam ini aku mau bawa mobil sendiri," sahut Binar.
"Tapi Nona----" ucap Pak Suga sembari melirik ke arah Dewa.
"Pak Suga bekerja denganku di sini bukan dengan Papaku, apa Pak Suga sudah bosan bekerja denganku? mau aku pecat," geram Binar.
"Tidak Nona, maafkan saya," sahut Pak Suga dengan menundukkan kepalanya.
"Cepat, mana kuncinya!" bentak Binar.
Suga kembali menoleh ke arah Dewa dan Dewa menganggukkan kepalanya. Suga pun dengan cepat memberikan kunci mobilnya kepada Binar, lalu Binar langsung melajukan mobilnya dan pergi meninggalkan rumahnya.
"Bawa mobil satu lagi, kalian harus mengikuti Binar. Bagaimana pun kalian jangan membiarkan Binar keluar sendirian," ucap Papa Dewa.
"Baik, Tuan."
Suga dan satu anak buahnya mengikuti Binar secara diam-diam. Suga sudah puluhan tahun bekerja kepada Dewa bahkan Suga sudah menjaga Binar sejak Binar masih kecil. Dewa mempercayakan Binar kepadanya karena hanya Suga yang Dewa percaya.
"Yaelah, lama banget sih," kesal Risa saat Binar sampai di depan rumahnya.
"Sorry, biasa aku harus berdebat dulu sama Papa dan para pengawal sialan itu," sahut Binar.
Risa pun segera masuk ke dalam mobil Binar, mereka akan pergi ke sebuah bar terkenal di kota itu. Binar dan Risa memang suka berfoya-foya dan pergi ke dunia malam, karena hanya itu tempat pelampiasan Binar selama ini. Binar merupakan seorang Presedir di sebuah perusahaan besar salah satu milik Papanya.
"Kita pergi ke bar biasa," ucap Binar.
"Let's go, sudah satu minggu aku gak pergi ke sana soalnya kamu pergi jalan-jalan ke Amerika gak ajak-ajak," kesal Risa.
"Sorry deh, kemarin-kemarin aku ingin menyendiri dulu gak mau diganggu sama siapa pun," sahut Binar.
"Apa kabar sama Atta, perasaan kamu sudah lama tidak jalan sama Atta," ucap Risa.
"Entahlah, kita sama-sama sibuk. Aku sibuk dengan perusahaan dan dia sibuk dengan rumah sakitnya. Tapi, kalau komunikasi setiap hari juga lancar kok dan aku juga percaya kalau Atta tidak akan mengkhianatiku," sahut Binar.
"Yakin? dari dulu kamu itu terlalu bucin sama si Atta, sampai-sampai dia melakukan kesalahan pun kamu selalu memaafkannya. Kalau aku jadi kamu, sudah sejak dulu aku putuskan. Kamu itu cantik, kaya raya, semua cowok banyak yang ngantri sama kamu ngapain masih mempertahankan cowok yang tidak gentle seperti Atta," kesal Risa.
"Kamu juga kan tahu kalau aku itu tipe wanita yang tidak gampang jatuh cinta. Aku sudah dua tahun loh pacaran sama dia, mana mungkin aku putuskan dia begitu saja. Selama kesalahannya tidak fatal, apa salahnya aku maafkan," sahut Binar dengan senyumannya.
"Kamu memang keras kepala, lagipula secara logika kalian itu sudah sama-sama dewasa dan Atta sudah mempunyai masa depan yang cerah dan pekerjaan yang sangat mapan juga jadi nunggu apa lagi, kalau dia memang benar-benar mencintaimu sudah sejak dulu dia nikahin kamu, tapi buktinya sekarang apa," cerocos Risa.
"Sudah ah, jangan buat mood jelek. Aku lagi semangat ini," sahut Binar.
Risa mendelikan matanya ke arah Binar dan hanya dibalas dengan senyuman oleh Binar. Binar tahu kalau Risa itu mengkhawatirkannya, namun dia juga tidak bisa membohongi hatinya kalau dia tidak bisa kehilangan Atta. Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya kedua gadis cantik itu pun sampai di sebuah bar langganan mereka.
Keduanya langsung memesan minuman non alkohol karena mereka datang ke bar tidak pernah minum, minuman beralkohol. "Dance yuk, Bi!" ajak Risa.
"Ayo!"
Kedua gadis cantik itu berbaur dengan yang lainnya, mulai meliuk-liukan tubuh mereka. Binar tidak memperhatikan sekitarnya saking asyiknya joged dan suara musik yang memekakan telinga itu. Banyak pria hidung belang yang ingin menghampiri Binar, namun belum juga sampai di dekat Binar, para pengawal Binar menariknya untuk menjauh.
Cukup lama kedua gadis itu berjoged, hingga Binar pun menghentikan kegiatannya. "Sudah tengah malam Bi, kamu harus pulang nanti Papa kamu marah," ucap Risa.
"Biarkan saja, dia tidak akan peduli sama aku yang dia khawatirkan hanya dua anak pelakor itu," sahut Binar cuek.
"Tapi besok kita harus bekerja Nona muda, ayo kita pulang. Lagipula, besok hari pertama aku bekerja dan aku gak mau sampai terlambat dihari pertama aku bekerja," ucap Risa.
"Iya-iya, bawel," kesal Binar.
Binar dan Risa pun memutuskan untuk pulang. Suga masih mengikuti Binar dari belakang, sebenarnya Suga merasa kasihan kepada anak bosnya itu. Binar butuh perhatian namun papanya justru memanjakan kedua anak tirinya membuat Binar menjadi anak yang pembangkang dan memberontak.
"Ris, kamu itu kenapa sih malah melamar ke perusahaan orang lain, padahal aku sudah menawarkan kamu bekerja di perusahaanku," ucap Binar.
"Bukannya aku tidak mau Bi, tapi kalau aku bekerja di perusahaanmu pasti kamu akan memperlakukanku secara istimewa jadi aku takut akan mengakibatkan kecemburuan sosial nantinya. Lagipula, aku ingin mandiri aku gak mau tergantung sama kamu terus, sudah cukup selama ini kamu membantu aku dan keluarga aku," sahut Risa.
"Memangnya kamu bekerja di mana?" tanya Binar.
"PT. BINTANG ENTERTAINMEN," sahut Risa.
"Hah, perusahaan apa? kok aku baru dengar?" tanya Binar.
"Itu perusahaan management artis, ratusan artis dinaungi sama perusahaan itu dan aku diterima sebagai asisten bosnya," sahut Risa.
"Hah, kok kamu bekerja di perusahaan seperti itu?" ucap Binar bingung.
"Cari suasana baru Bi, kali-kali bekerja di dunia hiburan 'kan lumayan setiap hari bisa bertemu dengan para artis terkenal," sahut Risa dengan senyumannya.
Binar hanya bisa geleng-geleng kepala, hingga tidak lama kemudian Binar pun menghentikan mobilnya di depan rumah Risa. "Kamu mau mampir dulu, Bi?" tawar Risa.
"Sudah larut malam, lain kali saja," sahut Binar.
"Ya sudah, kamu hati-hati di jalan," ucap Risa.
"Oke, bye." Binar pun segera meninggalkan rumah Risa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!