Berry Aguelira adalah seorang wanita pembunuh bayaran yang memiliki paras cantik meski dia sudah berumur kepala tiga.
Berry telah menggeluti dunia gelap saat dia berumur dua belas tahu. Perempuan itu hanya seorang anak yatim piatu yang telah terlantar sejak bayi di panti asuhan.
Dia tidak tahu siapa orang tuanya, Berry sejak kecil selalu merasa sedih jika membahas hal mengenai kedua orang tua nya.
Banyak teman sepantinya akan mengejek dan membully nya. Berry adalah anak yang pintar, selain itu dia juga sangat cantik membuat banyak pasangan yang selalu ingin mengadopsi dirinya.
Namun, setelah dia berpindah tangan dengan orang-orang yang mengadopsi nya. Dia tidak pernah mendapatkan perlakuan yang baik, di antara mereka ada yang mengadopsi nya untuk di jadikan boneka pajang dari keluarga besar.
Ada juga yang menggunakan nya untuk memancing agar mereka segera memiliki anak setelah berkah itu muncul dia akan di pulang kan kembali ke panti asuhan.
Bahkan dia pernah di adopsi oleh pasangan gila yang sangat suka memukuli nya. Akibat sering nya dia di adopsi, hal itu membuat banyak anak panti membenci Berry.
Karena mengira Berry menjadi penghalang mereka tidak dapat di adopsi oleh pasangan-pasangan itu.
Padahal anak perempuan itu tidak pernah sama sekali mendapatkan kasih sayang dari keluarga yang telah mengadopsi diri nya.
Dengan pasangan terakhir yang mengadopsi Berry, anak itu kabur dari rumah karena sudah tidak tahan akan siksaan dari orang tua angkat nya.
Berry sempat kehilangan arah, dia tidak ingin kembali ke panti asuhan. Hal itu membuat nya luntang lantung di jalanan beberapa bulan hingga akhir nya dia di ajak oleh seorang pria misterius.
Pria itu mengatakan jika dia sudah lama memantau Berry sejak dia tinggal di jalanan.
Gadis remaja itu selalu memiliki caranya untuk bertahan hidup meski dia harus mempertaruhkan nyawa nya terkadang untuk mencuri makanan atau roti di toko.
Berry sempat curiga dan tidak ingin ikut dengan pria aneh itu namun karena bujukan tentang tempat tinggal dan juga makanan.
Berry menuruti nya dan pergi mengikuti pria aneh itu. Akhir nya, dia menjadi pembunuh bayaran seperti sekarang.
Setiap dunia bawah mendengar namanya, mereka akan sangat ketakutan. Siapa yang tidak mati di tangan Berry? Para penjabat korup? Anak pengusaha kaya atau pengusaha nya sendiri? Bahkan pemimpin gangster dan mafia kejam telah tewas di tangan wanita itu.
Itu sebabnya, dia memiliki banyak sekali musuh yang menyimpan dendam pada nya.
Hal itu juga yang membuat Berry ingin segera pensiun dari pekerjaan gelap nya. Dia sudah cukup berkecimpung di dunia bunuh membunuh itu.
Sudah tiba waktu nya untuk bersantai dan menikmati hasil kerja keras nya selama ini. Jadi, Berry meminta pada pria yang membawa nya saat itu untuk tidak lagi menerima layanan pembunuhan dari nya.
Meski pria itu awal nya menolak karena jasa Berry sangat di butuhkan tapi Berry memaksa karena dia sudah tidak ingin lagi menetap di dunia gelap itu.
Toh dia juga sudah memiliki banyak uang, tempat tinggal dan makanan sudah bukan menjadi masalah lagi baginya.
Pria itu mengalah, dia mengizinkan Berry untuk meninggalkan pekerjaan wanita itu. Dan sedikit saran, usahakan untuk tidak tinggal di kota-kota besar. Karena itu akan menimbulkan masalah untuk perempuan nya.
Masih banyak musuh Berry yang mengincar nya jadi lebih baik mencari aman. Berry menerima saran itu dan dia mencari tempat tinggal yang aman untuk nya.
Berry membawa koper nya berjalan, wanita yang memiliki warna rambut coklat madu percis sama dengan mata nya itu dengan penuh semangat keluar dari bandara. Dia menghentikan sebuah taksi dan menaikinya.
"Pak, alamat nya ini ya"Ucap wanita itu sambil memberikan sebuah kertas pada sang sopir taksi.
Supir pria tua itu mengambil nya dan melihat isi kertas tersebut, "Ini desa ya neng, Neng nya mau kesini?"Tanya pak supir pada Berry.
"Neng?!"
Berry menyelipkan rambut nya kebelakang telinga dan tersenyum malu. Padahal dia sudah berkepala tiga tapi supir nya mengira dia masih muda.
Berry menjadi senang akan hal itu, pertanda dia masih bisa mencari kekasih masa depan nya.
"Iya pak, saya memang sedang pindah ke desa. Hidup di kota sudah terlalu berat buat saya"Jawab Berry sopan sambil tersenyum kecil.
Dalam hati dia bergumam, "karena banyak yang mengincar nyawa ku."
Supir itu mengangguk paham, dia pun menghidupkan mesin mobil nya.
"Penghuni baru toh"Ucap pria tua itu. Dia
mengendarai taksi nya pergi meninggalkan bandara.
Berry mengangguk, "Memang bapaknya tinggal dimana, kalau boleh saya tahu?"Ucap Berry dengan ramah karena dia ingin memulai hidup yang baru.
Alangkah baik nya dia membuat orang-orang sekitar nya merasa nyaman dengan sikap ramahnya.
"Kebetulan kita tinggal di satu desa yang sama dengan alamat yang kamu berikan tadi"Jawab supir itu dengan kekehan pria tua seperti biasa nya.
Berry semakin merekahkan senyuman nya, "Wah, kita akan menjadi tetangga ya pak? Semoga kita saling tolong menolong kedepan nya ya pak"Balas Berry.
Supir itu tertawa melihat semangat dari penumpang yang akan merangkap menjadi tetangga nya nanti.
"Iya neng."Ucap nya dengan ramah.
"Ngomong-ngomong pak, saya sudah kepala tiga loh. Bukan anak muda lagi, apa saya terlalu cantik ya sampai di kira anak muda?"Ujar Berry sambil tersenyum malu-malu.
Supir itu cukup terkejut mendengar nya, "Loh, kamu sudah kepala tiga? Kok tidak kelihatan ya? Saya pikir kamu masih anak muda"Jawab supir itu dengan wajah kaget nya.
Berry terkekeh geli mendengarnya, "Bapak bisa saja"Katanya dengan senyum manis.
Kedua orang itu pun melanjutkan pembicaraannya sepanjang jalan, Berry menghela nafas lega. Ya, setidak nya ini
bukan hal buruk untuk memulai hidup yang baru.
***
Mungkin Berry terlalu berekspektasi besar pada kepindahan nya kali ini untuk tinggal di desa. Dia mengira rumah yang akan dia tempati nanti akan terlihat indah dan bagus seperti di bayangan nya.
Siapa suruh dia sangat suka menjejali otak nya dengan screen saver laptop yang memperlihatkan gambar pemandangan rumah-rumah indah di desa.
Kali ini dia sedikit menyesal karena terlalu mempercayai program sialan itu, Berry menghela nafas pasrah ketika melihat rumah barunya.
Rumah itu tidak terlalu besar, ya cukup untuk satu orang penghuni. Dengan pagar nya yang terlihat berkarat serta di kelilingi dengan tanaman merambat di sekitar nya.
Oh jangan lupa, banyak sekali rumput atau ilalang yang memenuhi taman ruang itu.
Setidaknya rumah itu memiliki tanah yang luas, dia bisa menanam sesuatu nanti disana.
Angin berhembus pelan menerpa helaian rambut nya, udara nya sangat segar. Tidak menyesal juga dia memilih tinggal di desa karena udara disini masih sangat bersih.
Berbeda dengan di kota yang penuh dengan polusi kendaraan.
Dia berjalan maju mendekati pagar rumah baru nya, sedikit tenaga untuk membuka pagar berkarat itu tapi dia tetap berhasil.
Berry merinding geli saat melihat seekor ulat bulu hitam yang bertengger di tanaman merambat itu.
Dia sedikit menjauh dari sana dan berjalan masuk ke dalam teras.
Rumahnya bagus hanya cat nya saja yang sedikit memudar. Mungkin efek termakan waktu.
Dia menggeret koper nya dengan sedikit susah payah karena rumput-rumput liar yang mengelilingi halaman.
Berry meletakkan koper nya, dia mengambil kunci rumah barunya dari dalam tas dan segera membuka pintu itu.
Krett
Berry terbatuk ketika udara lembab serta debu yang berterbangan di sekitar nya memasuki penciuman wanita itu.
"Pekerjaan lagi, aku harus membersihkan semua ini"Gumam Berry saat melihat betapa kotornya rumah yang akan dia huni ini.
Berry berjalan mendekati barang-barang seperti sofa atau meja yang di tutupi dengan kain putih.
"Berdebu sekali"Ucapnya pelan ketika dia memegang kain putih itu.
Wanita itu menggrrkan kedua tangan nya di pinggang dan menatap sekeliling rumah, "Ayo kita bersihkan rumah ini setelah itu kita akan mencari makan"Ujarnya dengan penuh semangat dan senyuman yang merekah.
Namun sedetik kemudian senyuman nya luntur di gantikan dengan wajah datarnya, "Sialan, aku kan sedang sendiri disini."Lanjutnya dengan pahit.
Dia mendengus dan segera melakukan pekerjaan nya yaitu membersihkan rumah baru nya.
***
Tidak terasa waktu berlalu dengan begitu, lambat. Untuk Berry tentu saja, sudah lima jam dia membersihkan rumah ini. Pinggang nya hampir saja patah, ya mungkin juga faktor usia.
Perut nya bergemuruh, "Duh laper banget"Gumam nya pelan, dia melihat sekeliling nya yang sudah bersih dan juga rapi.
Semua nya sudah di tatap dengan benar, sofa-sofa juga sudah ia buka penutup nya. Untung saja listriknya masih berguna jika tidak dia akan tidur tanpa penerangan malam ini.
Sebaiknya dia keluar untuk mencari makan, sekalian mencari kepala desa untuk melaporkan tentang kepindahannya sebagai penghuni baru desa ini.
Pertama tama, dia harus mandi. Tubuh nya sudah lengket karena keringat, Berry membongkar koper nya dan mengambil
handuk serta peralatan mandi nya yang lain.
Dia juga sudah membersihkan kamar mandi jadi dia akan nyaman menggunakan ruangan itu.
Beberapa menit kembali berlalu dan disinilah Berry tengah duduk di sebuah warung makan kecil di desa yang penuh dengan penduduk nya juga ikut makan disini.
Berry duduk sendiri di pojokan, dia makan dengan lahap tanpa perduli jika dia sudah di pandang dari awal dia menginjakkan kaki nya disini.
Terdapat sekumpulan ibu-ibu desa yang pasti nya gemar sekali menggosip, itu hal lumrah menurut Berry.
Mau dimana pun dia akan tinggal, orang-orang seperti itu pasti akan tetap ada. Entah merugikan atau tidak, terkadang ada gunanya juga mendengar gosip sekitar.
Meski kali ini dia yang di jadikan bahan gosip oleh ibu-ibu setempat. Dengan wajah penasaran serta nyinyir mereka, bisik-bisik pun tak kalah terlambat masuk ke pendengaran nya.
"Dia penghuni baru disini itu ya?"Bisik seorang ibu dengan wajah keriput serta daster merah cerah yang sanggup membutakan mata pada orang yang melihat nya.
"Dengar-dengar dia sudah kepala tiga tapi masih belum menikah dan punya suami. Meski cantik tapi tetap saja belum laku"Timpal ibu lain nya yang dengan wajah seperti tokoh antagonis dalam film azab yang sering Berry tonton.
Jangan salah, meski dia berprofesi sebagai pembunuh bayaran yang sudah pensiun saat ini, dia juga update soal film-film viral seperti itu. Apalagi soal azab, Berry suka menonton nya.
"Hati-hati Bu, biasa nya wanita seperti itu pasti akan menjadi perebut suami orang"Bisik ibu lain nya, kali ini tampilan nya seperti istri dari juragan kaya yang suka menjelekkan orang lain.
Lihat saja perhiasan-perhiasan itu, sangat
norak menurut Berry. Dia belum tahu saja kekayaan yang Berry miliki bahkan sanggup membeli seluruh desa ini.
Tapi, dia tidak sombong seperti beliau yang seperti nya suka memamerkan uang nya yang tidak seberapa itu.
Mungkin karena pengaruh uang atau apa, semua ibu-ibu disitu mengangguk setuju dan patuh pada apa yang baru saja di ucapkan oleh nya.
Mereka semua menatap waspada pada Berry yang bahkan masih sibuk pada makanan nya. Berry menatap rendang jengkol yang tersisa sedikit di piring nya, dia baru tahu rasa jengkol akan seenak ini.
Kemana saja ia selama ini yang baru mengetahui makanan surga ini? Ya, begitu lah kira-kira isi pikiran Berry.
Sangat berbeda dengan tampilannya yang cantik dan terlihat tertutup. Isi otak nya hanya soal makanan, makanan, dan makanan.
"Jangan berbicara seperti itu, Bu. Tidak baik, kalian tidak mengenal nya tapi sudah menjelek jelekkan diri nya. Salah apa dia sama kalian hingga berani berkata seperti itu?"Ucap seorang ibu lain yang tadi sedang sibuk melayani pelanggan.
Iya, ibu itu adalah seorang pemilik warung makanan kecil yang ia datangi saat ini.
Berry seperti melihat cahaya cerah dari balik tubuh ibu baik tersebut, jadi seperti ini tampilan orang-orang baik ya?
Pantas saja jualan ibu ini sangat laku selain makanan nya enak, pemilik nya juga orang baik.
Tidak seperti ibu-ibu penggosip itu tidak memiliki apa-apa tapi sudah sangat sok.
Berry menyelesaikan makan nya dengan cepat, dia ingin segera tidur.
Tubuh nya sudah sangat lelah di tambah dia menjadi bahan pembicaraan yang tidak-tidak oleh tetangga barunya.
Padahal mereka belum saling mengenal tapi entah bagaimana orang-orang ini bisa menilai nya dengan buruk.
"Bu Arin jangan terlalu baik, ibu tidak lihat seperti nya dia sedang menggoda suami ibu dari tadi? Lihat saja, suami ibu bahkan tidak mau berpaling dari perempuan itu"Balas ibu yang lain dengan julid, dia tidak terima jika perkataan nya di bantah oleh orang lain.
Semua nya mengalihkan pandangannya pada seorang pria yang sedang membuat kopi untuk pembeli, dia memang sedikit mencuri pandang sedari tadi pada Berry.
Tapi, hei, siapa yang sedang menggoda? Dia sibuk makan dan tidak sempat melakukan hal aneh seperti itu.
Bukan salah nya jika bapak itu mencuri-curi pandang ke arah nya. Dia sudah cantik dari lahir dan ini fakta yang tidak bisa di bantah.
Namun meski pemikiran nya murni bukan berarti orang lain akan sama seperti diri nya, lihat saja dia kembali menjadi bahan bisikan oleh ibu-ibu jahanam itu.
Berry hanya bisa termenung dengan bodoh, aku siapa?Aku dimana? Ya begitu lah isi otak wanita itu sekarang.
Berry menggeleng kan kepalanya, menghapus pikiran absurd nya. Dia berdiri dan berjalan ke meja kasir untuk membayar biaya makanan yang ia pesan tadi.
Kasir penjaga nya seorang pemuda berkulit coklat yang sedang sibuk menghitung penghasilan warung.
Berry mengetuk meja pemuda itu pelan, akhir nya pemuda itu pun berhenti dari kegiatan nya. Dia mengangkat kepala nya dan menatap Berry.
"Saya mau bayar."Ucap wanita itu dengan singkat, dia sudah malas dengan tatapan dari ibu-ibu di pojokan itu.
"Ah iya kak, tadi pesan apa saja?"Ucap pemuda itu dengan cepat, dia mengambil kalkulator nya.
Berry menyebutkan nama makanan apa saja yang ia pesan tadi setelah melakukan
pembayaran Berry segera pergi meninggalkan warung tersebut.
"Gila, aku di panggil kakak"Gumam Berry sambil terkekeh geli mengingat pemuda tadi.
"Andai dia tahu, umur ku bisa menjadi ibu nya. Pasti dia akan sangat terkejut"Lanjut Berry lagi.
Dia berjalan pelan menyusuri desa, udara nya sangat segar. Dia akan betah tinggal disini, seperti nya.
^^
Pagi hari, Berry memakai sarung tangannya, hari ini dia akan membersihkan taman dan halaman rumah nya.
Tidak mungkinkan, dia tinggal di rumah yang penuh dengan rumput dan ilalang dengan tinggi hampir menutup tubuhnya.
Berry membawa cangkul yang ia pinjam dari kepala desa, untung saja pria tua baya itu baik ingin meminjamkan nya barang pari purna ini.
Meski pak kepala desa mengatakan kalau dia bisa mengirim beberapa pemuda desa untuk membantu nya tapi Berry menolak.
Bisa di jadikan bahan gosip lagi dia jika semua anak muda laki-laki datang ke rumah nya.
Walaupun mereka hanya berniat membantu tapi pemikiran orang selalu berbeda. Dia tidak mau mengambil resiko jadi gunjingan lagi, dia ingin hidup dengan tenang dan damai, oke.
Hari ini cukup cerah, ini sudah pukul delapan tiga puluh pagi, matahari yang sehat. Karena itu Berry tidak ragu untuk membakar kalori nya di bawah terik nya matahari tersebut.
Pertama tama, dia membabat rumput-rumput di sekitar taman. Mungkin sedikit memakan waktu namun Berry masih dapat mengerjakan nya dengan baik.
Semua Berry kerjakan dengan cepat, terkadang dia akan berhenti untuk bernafas ataupun beristirahat.
Beberapa waktu kemudian semua pekerjaan nya pun selesai, dia meletakkan cangkul dan peralatan lain nya.
Perempuan itu masuk ke dalam rumah dan berniat membersihkan diri, perut nya sudah bergemuruh lapar meminta makan.
Dia tidak memiliki apa-apa di rumah selain karena baru saja pindah banyak hal-hal yang belum terisi, itu sebabnya dia belum bisa membuat makanan sendiri.
Setelah membersihkan diri, Berry berjalan keluar rumah dan mencari makanan. Kebetulan dia melihat warung tempat ia makan kemarin.
Perempuan itu pun melangkah mendekati
warung tersebut. Berry memesan makanan dan minuman botol pada ibu penjualan nya.
Dia ingat ibu itu, pemilik warung yang ramah dan pengertian sangat berbeda dengan ibu-ibu tukang gosip yang menjelekkan nama nya tanpa sebab.
Bu Arin, si pemilik warung duduk di depan Berry. Dia mengajak perempuan itu berbicara, Berry pun menanggapi nya dengan baik.
Selama dia menghabiskan makan nya, mereka pun bertukar beberapa kata. Dan akhirnya, Berry pun menyelesaikan makan nya.
"Semoga kamu betah tinggal disini ya, nak"Ucap Bu Arin dengan senyuman tipis. Dia sedikit perihatin pada perempuan muda di depan nya menjadi bahan gunjingan orang-orang yang tak di kenal, sungguh dapat merusak perasaan baik.
Berry mengangguk, "Iya Bu. Semoga saja"Jawab nya dengan simpel.
Dia menghabiskan minuman nya dengan cepat dan membuang sampah nya di keranjang sampah. Dia sedikit tidak nyaman dengan tatapan kasihan yang di layangkan oleh Bu Arin kepada nya.
"Kalau begitu saya permisi dulu ya Bu, masih banyak yang harus saya kerjakan di rumah"Ucap Berry mengundurkan diri.
Dia bangkit dari duduk nya dan menepuk nepuk baju nya. Lebih baik dia kembali ke rumah untuk saat ini.
Bu Arin mengiyakan ucapan perempuan itu, Berry pun segera pergi meninggalkan warung tersebut di bawah tatapan diam Bu Arin.
Berry berjalan dengan santai, waktu juga sudah mulai menjelang sore. Udara nya cukup sejuk dan dia ingin menghabiskan waktu untuk berkeliling sebentar.
Kota sangat jauh dari sini dan jika ia ingin membeli barang-barang elektronik itu akan sulit. Sepertinya nya dia harus memesan dari ponsel nya saja agar lebih praktis.
Angin berhembus kencang melewati jalan dan menerbangkan beberapa daun yang gugur di jalanan serta pasir di tanah.
Berry menutup mata nya sebentar agar pasir yang berterbangan tidak masuk ke dalam mata nya.
Dia mengintip sedikit ketika angin itu mulai mereda, Berry memegang belakang leher nya pelan.
Entah kenapa dia tiba-tiba saja merasakan firasat yang tidak enak. Sirine pembunuh nya bergemuruh di kepala nya memperingati akan ada sesuatu yang berbahaya akan segera terjadi.
Berry selalu mempercayai firasatnya karena inilah yang menyelamatkan hidup nya dari ambang kematian saat bertugas. Namun, di tempat terpencil ini, bahaya seperti apa yang akan datang hingga membuat nya merasa tertekan?
Wanita itu mengangkat kepalanya ketika mendengar gemuruh langit, "Ah, sepertinya mau hujan ya?"Gumam nya pelan ketika melihat petir kecil terlihat di langit.
Pantas saja angin nya sangat kencang tadi, Berry menggelengkan kepalanya.
Mungkin dia terlalu khawatir dengan kehidupan baru nya karena itu dia merasa tidak nyaman.
Padahal itu hanya badai hujan yang akan segera turun sebentar lagi. Wanita itu terkekeh kecil menertawakan kekhawatiran nya yang terlalu berlebihan.
Berry kembali melanjutkan perjalanan nya, dia ingin segera sampai ke rumah baru nya. Sebentar lagi hujan akan turun, tidak mungkin dia terus berjalan jalan santai seperti tadi.
Sambil berjalan Berry berpikir kecil di kepala nya, "Kenapa tiba-tiba mau hujan ya? Tadi cuaca nya sangat panas."
***
Di suatu tempat gelap, lebih tepat nya sebuah ruangan yang terlihat berantakan dengan mayat-mayat yang berserak penuh dengan luka dan darah.
Terdapat sekelompok pria berpakaian hitam sedang mengerumuni seorang pria paruh baya yang terlibat sangat kacau. Tubuh yang penuh luka sayat dan lebam dan juga lubang bekas tembakan senjata api di bahu nya.
"Aku akan bertanya untuk yang terakhir kali nya kepada mu, dimana wanita pembunuh sialan itu?"Ucap seorang pria sambil menodongkan senjata api pada korbannya yang tidak berdaya di bawah kaki nya.
Si korban, pria paruh baya yang sudah hampir mati itu menggertak kan gigi nya. Dia menatap penuh dendam pada orang di depannya yang masih menodong kan senjata api itu tepat di keningnya.
Uhukk
Pria paruh baya itu terbatuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya. Dia mencoba bernafas dengan pelan, dada nya sangat sesak sekali.
Si pria pemegang pistol tersebut menghela nafas geram melihat itu.
"Kau sudah hampir mau mati tapi masih mau menyembunyikan keberadaannya? Aku sudah mulai muak dengan mu"Ucap nya dengan tidak sabaran, Pria tua itu mengangkat kepala nya, dia mengelap darah yang berada di sekitar mulut nya.
"Aku... tidak akan..."
Pria tua itu menggelengkan kepala nya membuat lawan nya menaikkan alis nya.
Pria tua itu menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan nya dengan pelan, pandangannya sudah mulai kabur.
Dia tersenyum tipis, lebih tepatnya tersenyum mengejek pada pria pemegang
pistol itu.
"Kau... tidak akan mendapatkan informasi... apapun dari ku..."Lanjutnya dengan seluruh kekuatan yang dia punya.
Pria pemegang pistol itu menggeram marah, "Baiklah jika kau sangat ingin mati. Aku akan mengabulkan nya."
Dia mengangkat pistol itu kembali dan meletakkan nya tepat di dahi pria tua sekarat itu.
"Ah... satu lagi. Aku masih bisa menemukan nya bahkan tanpa bantuan mu"Sambungnya dengan senyum sinis.
Pria tua itu menutup mata nya menerima kematian nya dengan lapang dada. Sebelum peluru itu di tembakkan, dia berbisik di dalam hati nya.
"Maaf kan aku... Berry!"
Dorr
Tubuh renta itu jatuh dengan tidak berdaya nya, pria pemegang pistol itu berteriak dan membanting senjata nya ke lantai dengan marah.
"Cari tahu! Cari tahu dimana keberadaan wanita sialan itu dengan cepat, aku tidak akan menunggu lama lagi."
Dia menatap seluruh anak buah nya yang menunduk ketakutan,
"Kalian mengerti?!"Bentak nya dengan penuh amarah.
"Mengerti bos!"
Pria itu mengangkat dagunya tinggi, "Geledah seluruh tempat ini, pasti ada petunjuk tentang kemana pergi nya perempuan jalang itu"Ujarnya memberikan perintah pada anak buah nya.
Mereka semua mengangguk paham dan segera berpencar ke seluruh tempat untuk mencari petunjuk jika tidak dapat menemukan nya mereka yang akan menjadi korban selanjutnya.
Pria itu mengambil sebuah rokok dari saku nya dan menghidupkan nya dengan pemantik api yang ia minta dari asisten nya. Asap rokok itu melayang ke seluruh ruangan, dia menghisap dan menghembuskan asap itu terus menerus dari mulut nya.
"Tuan"Panggil asisten nya dengan pelan.
"Hm?"Pria itu berdehem sebagai tanggapan, matanya menatap lurus pada sebuah lukisan besar yang terpajang di salah satu dinding ruangan tersebut.
"Saya masih bingung, kenapa anda sangat ingin menemukan wanita pembunuh itu? Bukankah, anda sendiri yang memakai jasa nya untuk membunuh ketua?"Ucap asisten pria itu dengan penuh rasa penasaran yang terselip di di hati nya.
Dia tahu, bos nya ini meminta wanita yang ia cari untuk membunuh ketua mereka, yang tidak lain adalah ayah dari pria ini.
Seharusnya, urusan bosnya tersebut telah selesai dengan wanita itu karena tugas yang di berikan telah terlaksanakan.
Namun, pria ini masih bersih keras mencari wanita itu.
Padahal, sudah ada kabar buruk kalau wanita pembunuh bayaran itu telah pensiun tidak lama ini.
Pria itu menghembuskan asap rokok nya dengan santai, "Apa kau tahu, kenapa aku ingin membunuh ayah ku?"Pria itu bertanya balik pada asisten nya tanpa melihat ke arah nya.
Asisten nya tersebut mengerutkan dahinya nya semakin bingung, "Bukankah karena anda ingin mengambilnya posisi sebagai ketua kelompok mafia kita kan?"Jawab nya namun dengan ragu.
Pria itu tersenyum sinis, dia menjatuhkan rokok nya yang sudah tinggal separuh lagi ke lantai. Dengan santai pria itu menginjak nya dan menghancurkan rokok tersebut.
Dia memasukkan tangan nya ke dalam saku celana, "Kau salah."
"Hah?"
Asisten tersebut mendadak bodoh. Salah? Semua dari mereka tahu, itulah tujuan utama pria ini membunuh mantan ketua mereka. Demi posisi sebagai ketua mafia jika bukan itu lalu apa?
Pria itu menoleh dengan pelan, dia mengangkat alis nya dan tersenyum miring pada asistennya.
"Alasan ku membunuh pria tua itu karena..."Dia menggantungkan ucapannya.
Asisten itu semakin penasaran dia tanpa sadar mendekat kan dirinya pada sang bos agar dapat mendengar dengan lebih jelas.
"Itu karena, dia menyimpan banyak sekali harta di tangan nya. Kekayaan yang tidak akan pernah kau bayangkan, berlian, emas, uang, tanah. Menurut mu, siapa yang tidak tergiur akan hal itu?"Ucap nya melanjutkan.
Asisten itu membulatkan matanya, harta sebanyak itu? Bagaimana bisa ketua mereka memiliki nya?
Meski mereka kelompok mafia, mereka tidak akan mendapatkan kekayaan seperti itu hanya dengan membunuh atau pun menjalankan bisnis ilegal.
Tidak ada yang pernah mengetahui hal ini, dia menatap bos nya diam-diam. Pria itu sudah mengalihkan kembali pandangan nya pada lukisan besar itu.
Dari mana bos nya tahu tentang hal yang seperti nya sangat rahasia tersebut? Membayangkan kekayaan seperti itu akan segera jatuh ke tangan pria ini, dia merasa sedikit iri.
Namun, ada satu hal yang masih membuat nya bingung. Apa hubungannya hal ini dengan wanita pembunuh itu?
Dia menatap bos nya dengan penuh tanda tanya, "Lalu, apa hubungannya dengan wanita itu, tuan?"Tanya nya tanpa sadar.
Pria itu menipiskan bibir nya, mata nya menajam dan raut wajah nya menggelap. Asisten tersebut menelan ludah nya merasa takut, apakah pertanyaan nya tadi salah?
"Tentu saja ada hubungannya."
Pria itu menjeda ucapan nya sebentar, kemudian kembali melanjutkan nya, "Wanita itu tahu, dimana ayah ku menyembunyikan semua harta itu. Sebelum kematian nya, dia menyuruh wanita itu membawa informasi ini agar aku tidak mengetahui nya."
Asisten itu menunduk tubuh nya ketika pria itu terkekeh dengan menyeramkan, "Pria tua sialan itu tahu jika aku mengincar nyawa nya. Dia sudah tahu kalau dia akan mati di tangan anak nya sendiri. Karena itu, dia memilih mengubur informasi itu sampai kematian nya"Ucap pria tersebut dengan nada yang sangat penuh dengan kebencian.
Sesaat kemudian, dia kembali tersenyum. Raut wajah gila nya telah hilang dalam sekejap, dia menatap asisten nya dengan hati senang. Lalu dia menunjuk ke arah lukisan itu.
"Aku ingin ini di bawa ke tempatku, aku menyukai nya"Ucap nya dengan santai, asisten itu merasa kebingungan pada perubahan emosi bos nya. Dia mengalihkan pandangan nya pada lukisan itu.
Lukisan besar yang berisi, seseorang dengan topeng wajah putih sedang duduk di sebuah kursi. Di sekeliling nya berisi emas dan berlian yang berkilau indah.
Namun meski begitu, nuansa lukisan itu tampak menyeramkan di tambah di tangan orang di lukisan itu ada sebuah kepala tengkorak.
Jika di arti kan secara singkat, lukisan ini berarti memiliki kekayaan dari kematian orang-orang. Sangat cocok berada di markas para pembunuh bayaran ini. Karena, mereka mendapatkan uang dari cara mengambil nyawa orang.
Sama seperti yang akan di lakukan oleh bosnya ini. Pantas saja, pria tersebut sangat tertarik dengan lukisan gelap itu.
Asisten tersebut hanya mengangguk paham dengan perintah bos nya. Pria itu tersenyum tipis, dia menatap lapar pada lukisan itu.
"Bos!"
Suara teriakan mengalihkan perhatian pria kejam itu, dia menatap datar anak buah nya yang telah mengganggu aktivitasnya.
"Apa?"Tanyanya dengan dingin.
Dari kejauhan seorang pria gendut berlari mendekati bos nya sambil membawa sebuah berkas di tangan nya.
Dengan cepat dia memberikan berkas itu pada bosnya agar pria itu tidak marah.
"Saya mendapat kan nya di sebuah berangkas kecil dalam kamar pria tua tadi. Seperti nya ini adalah informasi yang sedang anda cari"Jawabnya menjelaskan dengan bangga.
Pria itu dengan cepat mengambil berkas tersebut dan segera membaca nya. Dia tersenyum miring ketika mendapati hal yang ia cari.
Itu adalah sebuah berkas yang berisi tentang kepindahan Berry ke sebuah desa serta sertifikat rumah dan alamat nya.
"Kau tidak akan bisa melarikan diri lagi dari ku"Gumam pria itu dengan dingin.
Dia melirik asisten nya, "Ayo kita pergi
sekarang jangan lupa bakar tempat ini"Perintah nya pada asisten tersebut.
Sang asisten mengangguk paham, setelah itu pria kejam tersebut berjalan keluar dari ruangan itu di ikuti anak buahnya.
Mereka akan menuju tempat yang tertera di dalam berkas itu. Api menyebar dengan cepat melahap bangunan besar itu serta isi nya. Pria tadi dan para anak buah nya pergi meninggalkan bangunan itu dengan helikopter dan kendaraan lain nya.
^^
Beberapa hari berlalu, Berry sedang menatap para pekerja ah lebih tepat nya pekerja dari toko alat elektronik yang barang nya ia pesan.
Pria pria itu mengangkat barang tersebut dari truk kecil mereka dan memasukkan nya ke dalam rumah sederhana yang baru ia beli.
Berry tersenyum tipis ketika melihat banyak sekali penduduk desa yang berjalan melewati daerah rumahnya bahkan ada beberapa yang berhenti termasuk sekumpulan ibu-ibu
penggosip yang ia temui di warung kemarin.
Seperti biasa, mereka berbisik-bisik sambil menunjuk ke arahnya. Entah apa lagi yang
di ceritakan tentang diri nya, Berry hanya memasang wajah tembok nya dan tersenyum ala penjual kosmetik profesional.
"Barang-barang baru ya, Berry"Ucap kepala desa yang baru saja datang. Dia baru saja kembali dari balai desa karena pekerjaan dan melihat banyak warga desa nya yang berhenti di sekitar.
Karena penasaran, dia pun ikut melihat. Ternyata, penghuni desa baru nya yang membuat kehebohan ini.
Berry terkekeh, "Iya pak karena saya akan tinggal lama disini. Harus banyak yang di
persiapkan, seperti alat elektronik misal nya"Jawab Berry dengan ramah.
Kepala desanya ini pria tua ramah maka dia harus bersikap ramah juga.
Pria tua itu mengangguk paham setelah barang terakhir di masukkan. Para pekerja itu pun pamit kembali ke habitat mereka, di kota.
Berry memberikan beberapa tip untuk rasa terimakasih nya kepada para pekerja yang mau di repotkan untuk memindahkan barang-barang baru nya.
"Kamu gak ada ngadain ucapan syukur rumah baru?"Tanya kepala desa pada Berry setelah mobil truk itu pergi.
Beberapa warga juga sudah kembali bubar dan melanjutkan pekerjaan mereka masing-masing.
Berry mengerutkan keningnya bingung, "Em... emang harus ya, pak?"Tanya Berry kembali.
Kepala desa itu mengulas senyum kebapakan nya, Berry sedikit sendu melihat itu. Andai saja dia memiliki orang tua pasti kepala desa ini akan seumuran dengan mereka.
"Tidak wajib hanya saja banyak yang melakukan nya. Selain kamu penghuni baru disini, itu akan menjadi awal pengenalan kamu dengan warga desa lain nya. Karena kamu akan menjadi bagian dari desa ini untuk
kedepannya"Jawab sang kepala desa dengan lembut.
Berry mengangguk mengerti, "Oh gitu ya pak, saya gak pernah tahu hal seperti itu. Di tempat saya dulu tinggal jarang sekali ada yang mengadakan ucapan syukur seperti itu. Semua pada sibuk sama urusan masing-masing dan acuh"Balas Berry dengan senyum tipis nya.
Bagaimana bisa mengadakan ucapan syukur? Dia saja harus berpindah-pindah tempat tinggal agar tidak ketahuan oleh musuh-musuh nya, selain itu dia harus menyamar dan berbaur dengan masyarakat.
Tidak sempat melakukan hal-hal seperti ini. Kepala desa merasa maklum, dia juga tahu bagaimana keras nya hidup di kota.
"Jika kamu ingin mengadakan acara, saya dan istri saya siap membantu jika di perlukan. Kamu tidak perlu sungkan"Ucap pria tua itu sambil tersenyum hingga matanya yang sipit itu menghilang.
Berry sedikit meringis pelan, dia jadi tidak enak dengan pria tua ini. Terlalu baik untuk ukuran penjahat seperti diri nya. Wanita itu pun mengangguk setuju,
"Baiklah kalau begitu, pak. Saya akan mengikuti saran bapak. Dan mohon bantuan nya"Balas Berry dengan sopan.
Kepada desa melambaikan tangannya dan mengundurkan diri, dia berjalan pergi menuju ke rumah nya. Berry menatap kepergian laki-laki tua itu hingga tidak terlihat lagi.
Wanita itu pun menghela nafas pasrah, sudahlah tidak masalah. Mungkin dengan
mengadakan acara tersebut, warga desa yang suka menjelekkan nya dari belakang akan berpikir ulang jika ingin menceritakan nya dengan buruk lagi.
Dia berjalan masuk ke dalam rumah, dia harus memeriksa barang-barang baru nya. Setelah itu dia harus berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari, mungkin menaiki taksi waktu itujuga bisa.
Rumah Berry yang tadinya sepi kini mendadak ramai. Tentu saja itu karena acara yang di adakan atas saran dari sang kepala desa.
Banyak yang datang menghadiri acara tersebut, Berry bahkan sampai memasang teratak dijalan depan rumah nya.
"Makanan nya enak-enak ya"Ucap salah satu warga yang sedang berdiri di dekat meja yang penuh dengan makanan sajian dari Berry.
Warga lain nya mengangguk setuju, mereka ikut makan dengan lahap bahkan jika mulut nya masih penuh.
"Ini pasti mahal"Celetuk salah satu wanita dengan penasaran, dia mengambil sepiring kue dan memakannya dengan cepat.
Oh jangan lupa, perkumpulan ibu-ibu gosip yang suka menceritakan Berry dari belakang. Mereka juga datang dan ada di dekat meja makan sembari mengkritik apa yang mereka pegang.
"Tentu saja mahal, kalian tidak lihat barang-barang yang ia beli kemarin? Entah uang dari mana yang ia dapat sampai bisa mengadakan acara sebesar ini"Ucap ibu penggosip itu.
Dia mengambil jus buah dan meminum nya sambil memasang wajah julid. Sungguh tidak tahu diri.
"Saya curiga dia bekerja yang tidak-tidak, apa lagi dia berasal dari kota. Kenapa dia pindah ke desa kita jika tidak memiliki masalah disana?"Timpal ibu penggosip lain nya.
Dia menatap Berry dari kejauhan dengan
sinis dan penuh rasa iri hati. Warga yang berada di dekat mereka saling beradu tatap bingung tanpa sadar mereka meletakkan makanan yang tadi mereka pegang ke atas meja.
"Apa dia simpanan orang kaya ya?"Si ketua penggosip akhir nya buka suara, mendengar itu semua menatap nya dengan terkejut.
Namun wanita itu masih melanjutkan ucapannya, "Bisa saja, lihat hidup nya. Dia
belum menikah meski umur sudah tua, memiliki banyak uang dan tidak ada satu pun keluarga nya yang terlihat."
"Itu sedikit berlebihan, Bu"Ujar Bu Arin si pemilik warung makan yang pernah Raina
datangi kemarin.
Dia sudah tidak tahan mendengar pembicaraan ibu-ibu penggosip ini, sangat jahat menurut nya.
Si ketua gosip, wanita yang sangat suka berpenampilan seperti juragan kaya menatap Bu Arin dengan tidak senang.
"Jangan sok suci, Bu Arin. Saya tahu, suami ibu sering sekali menyempatkan waktu untuk melihat perempuan itu, tidak mungkin ibu tidak cemburu"Ucapnya dengan sinis.
Bu Arin menghela nafas nya pelan, "Jika seperti itu, berarti suami saya yang salah bukan nak Berry. Dia tidak melakukan apa-apa sampai harus terlihat seperti penjahat disini. Lebih baik kalian berhenti membicarakan diri nya, kalian tidak lupa kalau sedang makan
di rumah nya kan?"
Bu Arin benar-benar bingung dengan jalan pikiran para penggosip ini, apa mereka tidak takut azab ya?
Dari acara tv yang sering ia tonton, akibat dari sering berbicara buruk tentang orang lain bisa berakibat fatal, mayat nya akan jadi hitam jelek jika mereka meninggal.
Selain itu, bibir nya akan bengkok ke samping, membayang kan nya saja Bu Arin sudah merinding. Untung saja dia tidak berani melakukan hal-hal seperti itu, dia masih takut pada akibatnya.
Para ibu penggosip itu terdiam namun mereka tetap memasang wajah tidak suka nya secara terang-terangan.
Si juragan kaya itu mendumel dengan pelan sambil memakan kue nya dengan ganas. Bu Arin mengangkat kepala nya dan sedikit terkejut ketika melihat Berry berdiri di belakang para penggosip itu.
Wajah wanita itu tidak lagi menunjukkan kesan ramah seperti biasanya, Bu Arin berpikir pasti Berry tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka tadi.
Dia hanya dapat menghela nafas pasrah jika Berry marah dan mengusir mereka semua.
"Permisi, saya sedikit tidak senang dengan perilaku anda"Ucap Berry dengan datar.
Para penggosip itu terkejut mendengar suara Berry dan segera berbalik.
Jantung mereka hampir saja copot ketika melihat Berry telah berdiri dengan wajah datar dan dingin nya sambil menatap mereka bertiga, si biang gosip.
Acara yang tadi nya ramai dan ribut mendadak sunyi, para warga di sekitar mengalihkan perhatian mereka pada Berry dan ketiga orang yang suka menjelekkan Berry tersebut.
Sebenarnya Berry malas turun tangan, dari jauh dia sudah melihat para perusuh ini. Ingin dia abaikan, namun telinga nya sangat panas ketika mereka membicarakan nya.
Para manusia pengumpul dosa ini sudah berhasil membuat nya tersinggung terutama di bagian dia tidak memiliki keluarga.
Dia tidak masalah jika di hina sebagai wanita simpanan tapi soal keluarga, hei! bukan kemauan nya jika tidak memiliki keluarga, dia telah sendiri dari kecil.
Apa itu juga salah nya jika dia di buang oleh orang tua nya?
Berry benar-benar sangat tersinggung akan hal ini karena itu dia mendatangi ketiga pendosa ini.
Dia sudah tidak perduli dengan wajah pasrah kepala desa ketika dia meninggalkan pria tua itu dan istri nya demi mendatangi orang orangnya jahanam ini.
"Jujur saja, saya bisa memenjarakan anda karena pencemaran nama baik. Kenapa rupanya jika saya kaya? Banyak uang? Dan tidak menikah? Apa itu menjadi kerugian anda?"Tanya Berry dengan dingin.
Dia menatap tajam ketiga orang yang selalu saja menghina nya. Si ketua penggosip itu mundur beberapa langkah kebelakang, dia hampir saja pingsan ketika mendengar dia akan di penjara.
Kedua lain nya berdiri di belakangnya ketua penggosip mereka, tidak ada yang menyangka kalau Berry akan membalas ucapan mereka.
"Bu... bukan begitu, nak... kami..."
"Saya sudah muak dengan ucapan kalian. Saya bukan orang sembarang yang dapat di ganggu dengan uang yang saya punya, saya bahkan bisa membeli seluruh desa ini. Dan mengusir kalian dari dalam nya, apa itu yang kalian ingin kan?"Lanjut Berry lagi dengan sedikit menyombongkan diri.
Mampus, siapa suruh berani mencari gara-gara dengan seorang Berry Aguelira.
Lihat saja, mereka sudah gemetaran berdiri saja sudah tidak sanggup. Begini yang ingin mencari masalah dengan nya? Dia menjentikkan jari saja, orang-orang ini sudah musnah.
"Ini hari yang baik, sebaiknya kalian tidak membuat masalah. Jika saya mendengar hal-hal seperti itu lagi, terutama dari mulut kalian, saya tidak akan segan menindak lanjuti nya"Ucap Berry sambil tersenyum tipis namun mata nya memelototi ketiga ibu-ibu itu.
Berry sudah seperti malaikat pencabut nya bagi mereka. Si ketua gosip hanya bisa menganggukkan kepala nya dengan cepat, dia meminta maaf karena sudah menjelek jelekkan Berry, wanita cantik itu hanya
mengangkat dagu nya sombong dan pergi meninggalkan mereka.
Bu Arin menatap kepergian Berry, dia mengalihkan pandangannya pada warga desa nya.
"Ayo kita lanjutkan acara nya, abaikan saja mereka"Ujar Bu Arin yang mengarah pada
ketiga ibu penggosip desa mereka.
Semuanya pun mengangguk paham dan kembali melanjutkan makan mereka dengan santai dan penuh dengan suka ria.
Dari kejauhan, Sekelompok pria berpakaian hitam sedang menatap rumah Berry yang sedang ramai dengan warga desa.
Salah satu dari mereka menurunkan teropong yang ia gunakan untuk melihat dengan jelas keadaan rumah itu.
"Aku melihat wanita sialan itu"Ucap si pemegang teropong yang ternyata adalah ketua dari pria-pria berpakaian hitam tersebut. Dia mendecih sinis ketika melihat acara itu.
"Bagaimana dia bisa dengan tenang mengadakan pesta disaat dia telah membawa rahasia besar di saku nya? Wanita ini memang tidak takut mati ya"Lanjutnya lagi dengan senyuman kejam.
Membayangkan semua harta peninggalan ayahnya akan jatuh ke tangan nya, mulut nya sampai berbusa.
"Kita bunuh dia saat sudah sepi, aku tidak ingin menarik perhatian warga sekitar, terlalu merepotkan."
Mereka mengangguk paham akan perintah bos mereka. Asisten pria itu mengambil teropong yang di serahkan padanya dengan iseng dia menggunakan nya dan melihat ke arah rumah baru target mereka.
Tanpa sengaja dia melihat semua makanan enak yang ada di meja panjang itu, perutnya bergemuruh lapar.
Hampir saja air liur nya jatuh jika dia tidak cepat-cepat mengusap nya, barang kali
makanan itu ada di depan nya, dia tidak akan segan menggerogoti nya dengan ganas.
Dia menghela nafas dan berbalik, jantung nya mau copot ketika melihat salah satu anak buah bos nya menatap nya dengan datar.
Asisten itu merasa malu karena tingkah serakah akan makanannya terlihat, itu membuat nya menjadi tidak berwibawa lagi sebagai atasan.
Di luar dugaan, pria yang menatap nya datar tadi memegang perutnya yang berbunyi juga karena lapar.
"Saya lapar"Ucapnya dengan datar, meski begitu asisten tersebut dapat melihat wajah yang memerah malu.
Untung bukan hanya dia yang merasa seperti itu, dia melirik bos nya yang masih berkhayal tentang semua harta itu.
Dia berdehem pelan, "Bos, bagaimana selagi kita menunggu acara nya selesai, kita bersantai sambil mencari sesuatu untuk di makan. Bos belum mengisi perut sejak kita tiba disini"Ucap nya dengan kemanisan di mulut, anak buah yang menatap nya tadi mengangkat jari jempol nya dengan rendah sebagai apresiasi.
Sang bos pun merenungkan saran dari asisten nya, jujur saja saat melihat makanan yang ada di meja itu dia juga menjadi lapar.
"Ide bagus, ayo kita cari makan"Balasnya setelah memikirkan pro dan kontra selama beberapa detik. Asisten itu menipiskan bibir nya menahan senyum kemenangan, segera dia mengangguk dan mempersilakan bos nya berjalan lebih dulu.
Di rumah Berry, Wanita itu menatap ke arah langit seperti nya akan hujan. Tiba-tiba saja langit yang tadi nya cerah kini mendadak mendung, meski masih terlihat matahari nya.
Firasat tidak enak itu kembali melanda nya, Berry merasa gelisah entah mengapa. Dia mengalihkan pandangannya pada para warga yang masih asik menikmati acara di rumahnya. Wanita itu menggelengkan kepalanya pelan, tidak ada masalah yang akan terjadi, itu pasti hanya rasa cemas biasa.
Dia sudah akan memulai hidup baru, apa lagi yang akan dia takuti? Tidak mungkin dia takut pada warga desa lemah seperti merekakan.
Barangkali karena sering menonton film azab, Berry merasa di hantui oleh para korban nya dulu.
Dia pernah mendatangi seorang peramal dulu, saat itu dia baru berumur dua puluh lima tahun.
Karena pekerjaan nya yang harus menjadi mata-mata dan peramal tersebut adalah sumber informasi yang dia butuhkan oleh kelompok nya.
Bersinggung tepat setelah dia meraup semua informasi dari peramal itu, tiba-tiba saja sang peramal mengatakan beberapa hal yang membuat nya bingung.
"Kamu tidak memiliki umur panjang di tubuh ini namun di dunia lain. Kamu akan menemukan apa yang kamu cari selama ini."
Berry merasa peramal itu sudah gila, terbukti di umurnya yang sudah kepala tiga, dia masih menghirup udara kotor ini.
Dia masih harus melawan para penggosip dengan kesabaran yang ia kumpulkan selama ini dan harus tetap melanjutkan hidup meski malas.
Sudahlah untuk apa masa lalu menjadi beban pikiran nya. Tidak ada yang baik tentang itu, percaya lah.
^^
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!