Tahun 1990 ada seorang gadis desa nan cantik jelita, jadi rebutan para perjaka. Hingga
ia dijodohkan oleh kedua orang tuanya dengan seorang pria nama gadis tersebut adalah Marni. Setelah dipinang oleh keluarga pria yang dijodohkan oleh orang tuanya. Marni mencoba menjalaninya. Namun Marni tak menyangka saat diacara Wayang kulit dikampung sebelah ia berjumpa dengan seorang pria. Pria tersebut duduk berdekatan dengan Marni, dan mereka berkenalan.
“ Boleh saya duduk didekatmu?" Tanya pria tersebut.
“O..iya mas silakan, kebetulan disini juga kosong” jawab Marni.
“ Perkenalkan namaku Kusno, kalau boleh tau siapa namamu?” Tanya kusno sembari mengulurkan tangannya.
Marni juga meresponnya. Mereka asyik berbincang-bincang dengan cemilan kacang tanah rebus yang kusno beli. Kusno memperhatikan Marni dengan tatapan penuh cinta, begitu juga dengan Marni. Semakin lama mereka semakin akrab sampai acara wayang kulit selesai. Marni diantar pulang oleh Kusno kerumahnya.
“Hati-hati dek, terimakasih sudah mau berkenalan denganku.” Ucap kusno sambil melambaikan tangannya pada Marni.
Marni juga ikut melambaikan tangan dan terlihat senyum manis diwajah mereka berdua. Marni juga terpukau dengan Ketampanan Kusno, hidung mancung wajah tirus seperti orang Arab. Marni memandangi kepergian Kusno yang sedang mengayuh sepedanya.
Namun alangkah terkejutnya Marni ibunya keluar lalu menariknya kedalam rumah. Marni dimarahi oleh ibunya sebab ia pergi dengan pria lain. Marni mencoba menjelaskan kepada ibunya, namun karena ibunya sedang emosi Marni hanya diam. Dan Marni langsung masuk ke kamar dengan menitikan Air mata.
Sejak pertemuannya dengan Kusno semakin hari Marni tak bisa melupakannya. Hari demi hari ia lalui dengan tunangannya namun tak bisa menumbuhkan rasa cintanya. Dan secara diam-diam Marni ternyata telah menjalin hubungan dengan Kusno.
Karena sudah tak tahan lagi dengan perjodohannya ia memutuskan untuk meninggalkan tunangannya. Tunangannya bukan tidak baik, tunangannya juga tampan dan baik namun cinta Marni tak bisa dipaksakan. Akhirnya marni menulis sepucuk surat yang ia tinggalkan di meja kamar tunangannya.
Yang saat itu ternyata tunangannya juga baru pulang dari ladang, setelah selesai mandi ia masuk kedalam kamarnya dan menemukan sepucuk surat dari Marni. Ia segera membuka dan membaca isi suratnya.
“ Assalamualaikum, sebelumnya aku minta maaf padamu mas. Aku menulis surat ini bukan tanpa sebab mas. Awal kali perjodohan kita aku sudah mencoba untuk mencintaimu mas, tapi maafkan aku mas. Aku tidak bisa bersamamu lagi mas. Semoga mamas mendapatkan gadis yang lebih baik dariku." Ucap Marni dalam isi surat yang ia tulis.
Betapa hancur hati tunangannya Marni, namun ia menyadari jika marni dari awal memang sudah tidak menyukainya. Ia mencoba menerima keputusan Marni, meski hati serasa hancur lebur karena kehilangan kekasih hatinya. Kedua belah pihak keluarga berusaha untuk menyatukan mereka kembali. Namun Marni bersikeras tidak mau.
Apa boleh buat, keluarga harus menerima keputusan anaknya. Hari demi hari berlalu bulan demi bulan terlewati. Marni sekarang sudah menjadi kekasih Kusno, seminggu kemudian Kusno melamar Marni dan merekapun akhir menikah. Marni merasa bahagia telah menikah dengan orang ia Cintai walau sebenarnya Kusno adalah seorang duda yang sudah mempunyai anak satu. Namun itulah Marni sudah dibutakan oleh cinta.
Beberapa bulan kemudian Marni hamil, betapa bahagianya pasangan ini.
“ Dek nanti anak kita perempuan, aku pengen punya anak perempuan. Kalau laki-laki sudah ada, kalau perempuan nanti bisa bantuin kamu didapur.” Ucap kusno sembari mengelus perut istrinya.
“ Iya mas, insyaallah semoga anaknya perempuan ya mas.” Jawab marni lembut pada suaminya.
Mereka begitu bahagia akan segera mempunyai momongan. Begitu juga dengan Fitri anak Kusno.
“ Hore, fitri mau punya adek. Nanti fitri jadi ada teman buat main ya pak,” ucap fitri sembri loncat kegirangan.
“ Iya, nanti kalau adek udah diluar kamu jaga baik-baik ya nak,” jawab marni.
“ Iya bu, Fitri pasti akan jaga adek. Nanti kalau adek udah besar bisa mainan ayunan bareng Fitri,” Fitri menjawab dengan senyum bahagia diwajahnya.
Marni tersenyum melihat anak Kusno yang polos, dan kini menjadi anak marni juga. Marni menyayangi Fitri seperti anaknya sendiri, ia mencurahkan kasih sayang seperti ibu yang mengandungnya. Begitu juga Fitri, sangat bahagia mempunyai ibu tiri sebaik Marni.
Beberapa bulan telah berlalu, saat masuk 7 bulan Marni mengidam ingin makan pisang goreng buatan suaminya. Karena Marni mengerti jika suaminya sedang sibuk jadi ia memutuskan untuk pulang kerumah, sesampainya dirumah ia disambut oleh ibunya. Tentu saja dengan senang hati ibunya membuatkan pisang goreng yang diminta Marni.
Waktu sudah hampir sore, Marni izin pulang kerumah suaminya. Sesampainya dirumah suaminya belum pulang, segera ia masak dan beberes rumah, tak lupa ia jemput Fitri yang ia titipkan pada mertuanya.
“ Nak maaf ya menunggu lama, ayok kita pulang ibu sudah masak ayam buat kamu. Tadi ibu juga bawa pisang goreng, sebentar lagi bapak pulang,” ucap Marni semabari mengelus kepala fitri.
“Baik bu, ayo kita pulang. Nek Fitri pulang dulu ya, besok futri main lagi," ucap fitri menghampiri neneknya untuk berpamitan.
“Maaf bu Marni sudah merepotkan ibu, kita pamit pulang dulu,” ucap marni sambil mencium tangan mertuanya.
“ Iya nak, hati-hati dijalan. Kalau jenuh dirumah kesini saja, disini ramai banyak adik-adik iparmu,” jawab ibu mertua marni sedikit mengelus perut marni yang sudah terlihat besar.
Marni pulang berjalan kaki bersama fitri, rumah marni dan mertuanya hanya berselang lima rumah saja, rumah marni terletak di paling ujung. Sesampainya dirumah Kusno sudah dirumah. Segera ia membuatkan kopi untuk suaminya dan menghilangkan pisang goreng.
“Marni kamu dapat dari mana pisangnya, bukankah ditempat kita tidak punya pisang. Itu sebabnya aku tak menggorengkan pisang untukmu," ucap kusno yang sedang menikmati kopi buatan istrinya.
“Aku tadi pulang mas, aku kepengen banget makan pisang goreng. Tadi ibu yang goreng mas," jawab marni lembut.
“Lain kali jangan pergi kemana-mana ya dek, kalau mamas belum pulang," ucap kusno.
Marni hanya menganggukkan kepalanya, karena hari sudah masuk ba'da magrib, mereka sholat berjamaah. Selesai sholat mereka berbincang-bincang dan bersenda gurau dengan fitri. Esok harinya, pagi-pagi buta marni sudah bangun dan menyiapkan sarapan untuk suami dan anaknya.
Selesai sarapan Kusno berangkat kerja diladang bersama tetangganya membajak sawah.
“Hati- hati mas kerjanya," ucap marni sembari mencium tangan suaminya yang akan berangkat kerja.
“ Iya dek, jangan lupa anaknya dibangunin. Tadi aku tak tega mau membangunkannya,” jawab kusno, yang kemudian mengambil sepeda lalu berangkat.
Selepas suaminya berangkat tak lupa ia membangunkan fitri untuk segera mandi dan sarapan. Selesai mandi dan sarapan seperti biasa Firti main kerumah neneknya. Sementara Marni membersihkan halaman rumah depan dan memberi makan ayam miliknya.
Setelah waktu Zuhur, ia pergi main ketempat tetangga samping rumahnya. Mereka keasyikan bercerita satu sama lain hingga ia lupa jika hari sudah hampir ashar. Tanpa diketahui marni suaminya sudah pulang kerumah.
Entah kesambet setan dari mana Kusno berteriak memanggil Marni. Marni begitu kaget mendengar suara suaminya berteriak memanggil dirinya. Marni segera pulang dan menyudahi perbincangan dengan tetangganya.
"I..iya mas, ada apa kok tumben jam segini susah pulang?," tanya marni lembut namun sejujurnya hati begitu takut jika kusno marah padanya.
Tanpa fikir panjang baru saja marni masuk kerumah, Kusno menyiramkan air minum hangat yang baru di awanya dari dapur kekepala Marni. Sontak saja marni berteriak, karena air masih sedikit terasa panas.
“ Ada apa mas, apa salahku padamu sampai kamu menyiramku begini. Aku hanya main sebentar di tetangga sebelah mas, rumah juga sudah aku bereskan. Aku salah apa mas!," jawab marni dengan sedih dan kecewa pada suaminya.
Air mata mulai mengalir membasahi pelupuk mata dan pipinya.
“ Aku sudah pesan padamu jangan main kemana-mana, apa kau tak mendengarkan pesan suamimu marni !! Kau malah pergi asyik ngobrol dengan tetangga, apa setiap hari kamu begini jika aku tidak ada dirumah!! ," ucap Kusno dengan nada tinggi wajah penuh amarah.
Marni yang tak biasa melihat suaminya bersikap kasar padanya kini berubah. Sekarang barulah marni mulai melihat sikap buruk suaminya. Marni berlari masuk kekamar, ia menangis sejadi-jadinya. Ia tak menyangka hanya masalah kecil yang ia buat, bisa membuat Kusno marah padanya. Esok harinya marni seperti biasa tetap menyediakan sarapan dan kopi untuk suaminya. Meski hatinya masih terasa amat sakit karena sikap suaminya.
Namun ia yakin itu hanya marah sesaat suaminya saja. Kusno bangun dari tidurnya segera menyantap hidangan yang disediakan istri dan berlalu pergi tanpa berpamitan.
Dada marni terasa sesak melihat suami ya seperti itu. Marni hanya pasrah dengan hidupnya. Saat sore hari marni menunggu kepulangan suaminya.
Ia mendekati suaminya dan segera meminta maaf atas kesalahan yang ia perbuat. Karena tak ingin melihat istrinya besedih kusno memaafkan marni dan memeluk marni. Kusno mengingatkan Marni agar tak mengulangi kesalahannya. Marni menganggukkan kepalanya sambil memeluk erat suami tercintanya.
Beberapa minggu telah berlalu sudah tiba masa dimana Marni akan melahirkan. Sebelum melahirkan Marni minta tinggal ditempat ibunya selama melahirkan. Kusno mengiyakan keinginan istrinya. Baru tiga hari dirumah ibunya, Marni merasakan mulas diperutnya.
“ Kusno istrimu mau melahirkan, cepat panggil dukun bayi,"ucap ibu marni pada kusno.
Kusno dengan sigap mengambil sepeda dan menggayuhnya dengan kencang. Menjemput dukun bayi. Ditahun 1990 masih banyak orang kampung menggunakan dukun bayi dibandingkan mencari bidan.
Sesampainya dirumah, bdan kusno gemetar melihat istrinya yang akan melahirkan. Ia duduk disamping istrinya untuk memberinya semangat saat melahirkan.
“ Ayo mar, terus mar ,terus. Sedikit lagi mar, ayo sedikit lagi mar. Kamu pasti bisa sedikit lagi mar," ucap dukun bayi pada marni.
“ Kamu pasti bisa dek, kamu pasti bisa. Semangat dek," ucap kusno sambil mengecup kening istrinya.
Beberapa saat kemudian terdengarlah tangisan bayi yang begitu nyaring.
“ Oek, oek, oek," suara bayi yang baru saja dilahirkan marni kedunia.
Terlihat bayi mungil yang sedang diurus oleh dukun bayi, betapa bahagianya mereka setelah melihat anaknya begitu terlihat imut dan Cantik. Harapan Kusno ingin mempunyai anak perempuan akhirnya terwujud.
“ Terimakasih dek kamu sudah melahirkan anak yang cantik untukku,” ucap Kusno sembari mengelus kening marni dan mencium tangannya.
Setelah bayi selesai dibersihkan oleh dukun bayi lalu letakan disamping marni. Namun sebelumnya dukun bayi sudah membersihkan Marni terlebih dahulu.
“ Anaknya diberi asi dulu marni, agar merangsang air susumu biar cepat keluar," ucap dukun bayi sembari memberikan bayi tersebut pada marni.
“ Iya mbah, terimakasih. Maaf sudah merepotkan mbah," marni mengucapkan banyak terimakasih karena bantuan dukun bayi.
Dukun bayi membalas dengan senyuman pada marni. Karena haru sudah mulai siang ia berpamitan untuk pulang karena ada yang mau melahirkan lagi, dan sudah ada yang menunggu diluar rumah marni. Tak lupa Kusno memberikan amplop untuk tebusan ada dukun bayi.
“ Terimakasih mbah Sastro sudah membantu istri saya, ini ada sedikit buat mbah semoga bermanfaat mbah. Hati-hati di jalan," ucap kusno dan meraih tangan mbah Sastro.
“ Sama-sama nak Kusno, nanti di jaga dan diurus baik-baik istrimu. Sekarang dia masih sangat lemah setelah melahirkan, jangan lupa dibuatkan jamu ya nak kusno biar lekas sehat lagi," jawab mbah Sastro mengingatkan kusno dan berjalan keluar lalu naik sepeda milik seseorang yang menjemput mbah sastro.
“Baik mbah," ujar kasno singkat.
Setelah mbah Sastro pergi, kusno kembali masuk kerumah menemui istrinya dan membawakan jamu. Kusno mengurus istrinya dengan penuh kasih sayang. Sudah masuk satu minggu hari kelahiran anak mereka, dan mengadakan acara pemberian nama.
Marni meminta uang kepada kusno untuk keperluan acara pemberian nama dan akikahan anak mereka.
“Maaf mas aku mau minta uang buat beli semua belanjaan dan kambing akikah buat anak kita mas," ucap marni.
“Aku tidak punya dek, kemarin sisa cuma buat bayar mbah sastro," ujar kusno beralasan.
Marni tidak mempercayai perkataan kusno karena sebelum lahiran Marni sempat melihat isi dompet suaminya ada Rp 200.000. Marni mengira uang itu untuk persiapan anak lahiran, karena ia hanya diberi uang belanja Rp 10.000 selama seminggu untuk kebutuhan dapur. Dan setiap ia memberi marni uang harus sisa Rp 1.000. Di tahun 1992 jumlah uang Rp 200.000 sudah terbilang sangat banyak.
Disinilah Marni meluapkan Emosinya hingga terjadi perselisihan diantara mereka. Sampai Kusno menggendong ia berkata akan membuang anaknya. Sontak saja marni menangis tersedu-sedu dan meraih anak yang digendong Kusno.
“Tega kamu mas, aku yang mengandung dan melahirkannya. Aku sudah cukup bersabar selama ini mas padamu, didepan semua aku selalu bersikap bahagia dan menerimamu apa adanya mas. Tega kamu ya mas, aku hanya meminta untuk biaya acara anak kita sendiri. Kamu malah bertindak seperti ini. Asal kamu tahu saja mas aku melihat dompetmu tempo hari ada uang Rp 200.000. Lalu kemana semua uang itu mas, aku kira kamu memikirkanku mas. Atau kamu berikan uang itu pada ibu dan adik-adikmu lagi mas! Aku ini istrimu mas, seharusnya kamu juga memikirkan ku mas. Bukan hanya kamu perdulikan keluargamu saja," ucap marni dengan tangisan begitu menyedihkan.
Sanak saudara tetangga berdatangan melerai marni dan kusno. Dan ada yang langsung meraih anak Marni takut terjadi sesuatu pada anak mereka.
Setelah kejadian itu, marni menjadi sangat kecewa pada suaminya. Namun dia berusaha tetap baik pada suaminya meski hatinya terluka.
Beberapa hari kemudian tepatnya satu minggu setelah acara pemberian nama untuk mereka . Kusno izin kembali pulang kerumah ibunya karena ada pekerjaan.
Namun sudah dua minggu Kusno belum pulang menemui marni. Marni merasa gelisah takut ada sesuatu yang terjadi pada suaminya. Marni segera menyusul suaminya, sesampainya dirumah mertuanya, ia melihat suaminya sedang duduk santai diteras. Mertuanya keluar menyambut kedatangan Marni. Lalu menggendong cucunya.
“ Cantik anaknya ndok, siapa namanya? Ibu lupa," tanya ibu mertua marni.
“ Namanya Diantisna, dipanggil Tisna," ujar marni.
“ Nama yang indah, itu suamimu didepan. Biar Tisna ibu yang gendong," ucap ibu mertua marni sembari berdiri menggendong cucunya menggunakan kain batik panjang.
Marni mendekati suaminya menanyakan kenapa dia tak kunjung pulang. Kusno menjelaskan jika ia masih ada pekerjaan. Kusno terbilang anak dari orang berada pada masa itu, sedangkan Marni anak seorang janda miskin. Marni merasa ada yang disembunyikan oleh suaminya. Namun Marni mencoba menepis semua itu. Karena sebelumnya mereka sempat ada adu mulut.
“ Ya sudah mas, ayo kita pulang kerumah,” ajak marni pada kusno.
“ Iya dek, tapi sekarang mamas berangkat kerja lagi. Mungkin sore baru pulang," ujar kusno.
Kusno kembali pergi kerja, sedangkan Marni menunggu suaminya dirumah mertuanya. Sudah sore tapi suaminya belum pulang-pulang. Tetapi marni tetap setia menunggu suaminya kembali.
Satu minggu kemudian Tisna sakit, marni ingin membawanya berobat tapi dia tidak mempunyai uang. Marni memberanikan diri meminta uang kembali pada suaminya untuk membawa Tisna berobat pada bidan karena panasnya tak kunjung reda.
Namun jawaban kusno sungguh menyakitkan dan diluar dugaan marni.
“ Tak perlu dibawa kebidan nanti juga sembuh sendiri, kita harus hemat," ujar kusno.
“ Tapi mas, badan tisna sudah beberapa hari tidak menurun. Aku juga sudah paki obat tradisional tapi tidak ada reaksinya. Ayolah mas demi anak kita mas," ucap marni memohon pada suaminya.
“ Aku bilang tidak perlu, uangnya tinggal sedikit. Jika kamu ingin membawanya kebidan bawa sendiri sana cari utangan atau kamu bawa tempat orangtuamu ,"ujar kusno.
“ Tapi mas, kamu saja ada uang kenapa harus cari utangan. Ini anakmu mas yang sakit, anak kita," jawab marni sedikit menitikan air mata.
“ Terserah kamu mau bilang apa, ini uang mau dipakai adikku," ujar kusno lalu pergi meninggalkan marni.
Marni menangis meratapi nasibnya saat ini, setelah melahirkan anak perempuan yang mereka dambakan. Ternyata kebahagiaan yang selama ini rasakan berubah menjadi derita. Namun marni sadar ini bukan kesalahan dari anaknya, marni hatinya sangat hancur. Hingga ia memutuskan untuk pulang kerumah orang tuanya karena perlakuan suaminya.
Ia berjalan menyusuri jalan setapak sampai akhirnya sampai dirumah orang tuanya. Sesampainya dirumah marni mengetuk pintu. Betapa terkejutnya ibu marni saat membuka pintu melihat marni menangis dan menggendong anaknya.
“ Ya Allah marni! Ayo masuk nak, ada apa denganmu nak, kenapa bisa jadi seperti ini? Apa yang sudah kusno lakukan padamu nak. Ya Allah nak kenapa badan Tisna bisa sampai panas seperti ini, kamu kehujanan begini dijalan. Dimana suamimu?," ucap ibu marni dengan rasa penuh kekhawatiran.
Namun Marni tak menjawab sepatah katapun, ia hanya bisa menangis meratapi nasib yang ia alami saat ini. Ibu marni berusaha untuk menghiburnya, setelah dirasa marni sudah mulai tenang. Ia meminta marni untuk mandi dan bersiap untuk membawa anaknya kebidan. Selesai mandi marni menyusui anaknya terlebih dahulu sebelum dibawa kebidan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!