NovelToon NovelToon

Godaan Dosen

Minta Tanda Tangan

"Yes akhirnya di acc juga saya minta tanda tangan" bangga Aira karena setelah sekian lama menanti.

Sialnya memang Aira bertemu dosen yang sangat susah untuk di hubungi.

Hanya sekedar mencari keberadaan sang dosen saja sangat sulit. Apalagi untuk membuat janji temu dengan nya. Tentu saja ini bukanlah hal yang mudah.

Namun beruntungnya hari ini sang dosen merespon Aira. Meskipun Aira sudah menghubungi beberapa saat yang lalu. Tetapi sang dosen baru meresponnya hari ini.

Bagi mahasiswa dosen terkadang menjadi malapetaka. Mahasiswa di paksa harus mengerti dosen, sedangkan dosen seolah-olah berperilaku seenaknya saja. Tapi apa boleh buat. Dosen akan selalu menjadi pemenang.

Kata orang "Cewe selalu benar". Hal ini tidak berlaku di dalam perkuliahan. Karena yang tinggi akan tetap punya kuasa. Jika ingin punya kuasa maka jadilah yang tinggi.

"Dimana ya pak dosen, tadi katanya bilang di ruangan dosen tapi nggak ada" ucap Aira menggerutu dengan dirinya sendiri.

Aira merasa kesal karena dirinya sudah muter-muter mencari pak dosen. Tapi apalah daya tidak kunjung ketemu juga. Padahal ia sudah merasa berupaya untuk mendapatkan temu dengan dosennya.

Hal buruk yang tak pernah diinginkan oleh Aira. Bertemu dosen yang sangat arogan. Sebenarnya hanya dosen ini saja yang membuat Aira merasa bahwa dirinya sangat tidak di hargai.

Entah karena memang di sengaja atau tidak. Aira merasa jika dirinya sedang di permainkan oleh dosennya itu.

"Ya tuhan aku berbuat salah apa sampai bertemu dengan pembimbing seperti itu" ucap Aira yang sudah merasa dirinya lelah. Padahal Aira juga tidak akan berbuat seenaknya apabila pak dosen mempermudah jalannya.

Lalu Aira keluar dari ruangan tersebut. Di tengah ia berjalan bertemu dengan temannya. Fasa adalah mahasiswa yang satu program studi dengan Aira. Namun berbeda kelas, tapi satu pembimbing dengan Aira.

Fasa ingin mengetahui keadaan Aira setelah keluar dari ruangan pak dosen tersebut. Karena di hari sebelumnya, ia telah dibuat hampir gila oleh dosen tersebut.

Dosennya marah tentu bukan tanpa sebab. Karena nilai yang di hasilkan oleh Fasa tidak memuaskan bagi dosennya itu. Padahal puas atau tidaknya itu tergantung mahasiswanya. Tapi sepertinya pak dosen ini terlalu sayang dengan anak bimbingnya.

"Kamu ngapain abis dari ruangan pak dosen?" tanya Fasa yang sedang penasaran dengan apa yang dilakukan oleh Aira.

"Ini loh saya mau minta tanda tangan buat persetujuan, tapi pak dosen sepertinya mempermainkan saya" jawab Aira.

"Nggak perlu kaget kali namanya juga dosen kiler" ucap Fasa.

"Bukannya kaget sih, tapi seenggaknya hargai perjuangan gua lah" ucap Aira.

"Namanya berjuang pasti pahit" jawab Fasa.

"Padahal gua ga pernah sama sekali mempersulit perjalanan pak dosen, kenapa balasannya seperti ini ya tuhan" ucap Aira.

"Namanya juga dosen, udah ah ga usah lebay kali gitu aja ngeluh" ucap Fasa dengan sarkas.

"Apaan sih lo gua ga seperti lo yang nerima apa adanya. Gua masih ingin hasil yang memuaskan" ucap Aira dengan nada sedikit ngegas.

Menurut Aira menerima apa adanya bukan tipe orang yang suka dengan perjuangan. Sedangkan Aira adalah tipikal orang yang sangat senang memperjuangkan sesuatu.

Benar kata orang kita akan di jodohkan dengan cerminan diri sendiri. Jika Aira tak suka berjuang mungkin bukan dosen yang seperti ini yang ia dapatkan.

"Emang punya lo udah di setujui oleh pak dosen?" tanya Aira kepada Fasa.

"Ya alhamdulilah sudah sih, walaupun sangat susah meminta persetujuan dari beliau" jawab Fasa.

"Bagus deh selamat ya di permudah jalannya sama pak dosen" ucap Aira.

"Ya sudah kamu semangat berjuang ya, semoga cepat bertemu dengan pak dosen" ucap Fasa.

Setelah sedikit banyak mereka berdua berbincang. Fasa beranjak pergi. Ia menuju ke kantin. Sedangkan Aira menuju ke lobi. Sembari menunggu pak dosen datang. Seolah ia menghadang kedatangan pak dosen. Ia berharap pak dosen akan segera datang. Semoga hari ini adalah hari keberuntungannya.

"Udah mati-matian gua nyiapin semuanya, kesana kemari demi selesai tugas ini" ucap Aira dengan sedikit bersedih karena ia merasa kecewa.

Di tengah kesedihannya ada seorang pria yang menghampirinya. Pria tersebut memanggil Aira dari kejauhan.

"Aira" teriak seorang pria.

"Eh siapa itu semoga saja pak dosen" ucap Aira yang sudah kesenangan ada suara pria yang memanggilnya. Namun ternyata ketika ia menoleh bukan seseorang yang diharapkan. Hal itu membuat Aira semakin kecewa dengan hari ini.

"Eh ini aku pio" ucap Pio yang menghampiri Aira.

"Hisss... Aku kira pak dosen ternyata kamu" ucap Aira sambil sedikit menangis.

"Kamu kenapa nangis, jangan menangis" ucap Pio yang berusaha menenangkan. Namun bukannya Aira tenang malah semakin menangis.

Aira menangis karena ia bersedih dan menahan rasa kecewa. Ia ingin bercerita. Tapi hati tak sanggup rasanya. Menahan hal seperti ini saja terasa berat dilakukan oleh Aira

"Aku nggak papa kok" ucap Aira.

"Yaudah kamu cerita dulu sama aku, sebenarnya kamu kenapa" ucap Pio.

"Kamu ada tugas yang butuh persetujuan dosen nggak?" tanya Aira.

"Emm ada di beberapa mata kuliah saja" ucap Pio.

"Bagaimana dengan dosen-dosen tersebut?" tanya Aira.

"Ya begutu ada yang mudah di temui, ada yang sulit. Ada juga yang sangat sulit di hubungi" ucap Pio.

Pernyataan dari Pio membuat Aira sedikit tenang. Ternyata tidak hanya dirinya saja yang merasakan hal seperti ini. Padahal Aira sudah hampir menyerah. Tapi bertemu dengan orang Pio adalah sebuah anugerah besar yang membuatnya lebih tenang.

"Ya ampun aku kira cuman aku saja yang seperti itu, ternyata juga banyak lainnya ya" ucap Aira.

"Oh jadi kamu itu sedih karena hal ini toh dari tadi?" tanya Pio.

"Ya begitulah kurang lebihnya" jawab Aira.

"Ya sudah nanti kita beli es krim ya biar kamu nggak sedih-sedih lagi" ucap Pio sedikit menenangkan pikiran dari Aira. Pio sadar bahwa pikiran Aira saat ini sedang kacau. Terlebih Aira adalah orang yang sulit mengendalikan pikirannya.

"ahh yang bener aja kamu?" ucap Aira.

"Kapan sih aku bohongin kamu" tanya Pio dengan menyadari bahwa Aira sedang mengajak dirinya bercanda.

"Setiap hari mungkin hehe" ucap Aira.

"Mana ada aku seperti itu, palingan juga kamu yang seperti itu" ucap Pio yang malah menuduh balik Aira.

Mereka berdua memang berteman sedari SMP. Namun di pisahkan karena memilih SMA yang berbeda. Ketika SMA mereka sama sekali tak pernah ada hubungan kontak satu sama lain. Bukan maksud saling melupakan. Tetapi sama-sama mempunyai kesibukan yang sangat padat.

Namun takdir menemukan kembali di jenjang pendidikan tinggi. Yaitu di dunia perkuliahan. Walaupun berbeda program tapi masih satu wadah yang sama.

Rencana jalan-jalan

Keesokan harinya Pio berniat untuk mengajak jalan sahabatnya itu. Lama tak bertemu ia bermaksud ingin melepas rindu dengan temannya. Kala SMP dulu mereka sangat dekat sekali. Bahkan tak menyangka jika mereka akan berbeda pilihan untuk menempuh pendidikan SMA nya.

Biasanya ketika SMP mereka berdua selalu satu pemikiran, dan sangat sefrekuensi. Memang bukan kematian yang memisahkan keduanya. Tapi seperti sudah mati perannya untuk menjadi sahabat yang saling terhubung setiap harinya.

Semakin dewasa justru semakin tidak bisa untuk melakukan hal seperti itu. Sulit di lakukan. Bahkan ketika kita dewasa biasanya teman akan lebih menyusut dibanding kita masih kanak-kanak. Sangat berbeda dalam hal ini.

Apalagi pemikiran seseorang yang menempuh pendidikan tinggi. Akan sangat berbeda dengan seseorang yang hanya menempuh pendidikan menengah saja. Apalagi dengan orang yang tak mendapatkan pendidikan di bangku sekolah. Tentu saja akan lebih berbeda dengan teman-temannya.

"Kira-kira Aira mau nggak ya kalau aku ajak jalan?" ucap Pio pada diri sendiri. Ia memang sudah berniat ingin mengajak jalan sahabatnya ketika bertemu nanti. Tapi keinginannya itu masih belum bisa diutarakan. Terlebih lagi ia takut ajakannya ditolak oleh Aira.

Pio sangat paham dengan Aira. Ia tak akan begitu saja menuruti permintaan Pio. Karena Pio sangat paham bahwa Aira adalah seseorang yang sangat ulet. Susah sekali untuk di taklukkan.

"Yaudah lah ya penting aku pergi ke kampus dulu, toh juga aku ga punya kontak Aira sama sekali" ucap Pio.

Setelah rapi dan siap semuanya Pio menuju ke kampus. Tempat tinggalnya dengan kampus tidak terlalu jauh. Perjalanan dapat di tempuh dengan waktu sekitar 10 menitan saja.

Setelah sepuluh menit berlalu. Pio sengaja tidak langsung masuk ke ruang kelas. Karena ia berharap bahwa Aira akan melewati dirinya.

Pio sengaja membawa motor. Karena ia tahu bahwa Aira selalu membawa motor. Ia berharap bahwa dengan begitu bisa bertemu dengan Aira di parkiran motor. Tapi ternyata juga tak kunjung lewat.

"Kemana sih itu Aira, apa jangan-jangan karena hal itu dia jadi ngga ngampus" Pio berpikir bahwa Aira tidak pergi ke kampus karena ia merasa dipermainkan oleh seorang dosen.

Tapi disisi lain Aira sedang di perjalanan menuju ke kampus. Ia mengendarai sepeda motor untuk pergi ke kampus. Biasanya ketika sedang bersedih ia berkendara dengan kecepatan tinggi. Namun kali ini sedikit berbeda. Aira sangat perlahan. Justru malah di sambi dengan menangis.

"hik...hik...hik...." rintihan dari Aira yang sedang menangis di atas sepeda motornya. Ia takut jika melebihi deadline namun belum juga di beri persetujuan oleh pak Hirata.

Pak Hirata memang terkadang membuat beberapa mahasiswanya merasa deg-degan. Seperti sedang bertemu dengan presiden jika sudah bertemu dengan pak Hirata. Terkadang juga di beberapa acara pak Hirata dihindari oleh beberapa oknum. Karena tidak mau hal yang seperti Aira rasakan di rasakan oleh oknum lainnya.

"Apa sih salahku sama Hirata sialan itu, awas aja ya kalau aku udah lulus jadi dosen anaknya jadi mahasiswa ku ga akan aku permudah jalannya" ucap Aira dengan sedikit emosi.

Ia sedikit menaruh dendam kepada pak Hirata. Padahal pak Hirata tidak sesibuk itu untuk bertemu dengan mahasiswa. Tapi entah kenapa ia selalu berlagak seperti orang paling sibuk sedunia.

Setelah tibanya di kampus Aira langsung memarkirkan motornya di tempat yang telah di sediakan oleh kampus. Kampusnya memang cukup terkenal walaupun swasta. Fasilitas yang diberikan juga lumayan oke. Tidak kalah saing dengan kampus negeri.

Tapi pusingnya kuliah disini juga tidak kalah saing. Hanya identitas saja swasta. Tapi tugasnya kebut-kebutan. Sepertinya remnya blong.

Padahal kampus ini merupakan kampus impian Aira. Kampus ini juga di pilih oleh Aira sendiri, tanpa campur tangan siapapun.

Orang tua Aira sangat mendukung potensi yang dimiliki oleh anaknya. Orang tua Aira tidak terlalu mampu untuk melanjutkan pendidikan tinggi anaknya. Tapi anaknya selalu berusaha keras agar mendapatkan beasiswa.

Sebenarnya Aira juga bukan orang yang sangat pintar. Tapi ia beruntung karena di karuniai sebuah kerajinan.

Pintar belum tentu rajin, rajin sudah pasti pintar.

Aira selalu mengimbangi doa dan juga usahanya. Ia tidak lupa berusaha. Tetapi juga tidak lupa untuk berdoa dan meminta kepada tuhan.

"Akhirnya sampai juga hik...hik...hik..." tiba Aira tetap saja merintih karena ia masih memikirkan tentang dosen itu. Ia berharap di pagi hari ini bisa bertemu dengan dosen tersebut. Ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan dosen itu.

Pio yang sadar akan kedatangan Aira langsung memanggil Aira.

"Aira" teriak Pio.

"Iya kenapa Pio?" tanya Aira.

"Bagaimana dengan persetujuan dosenmu?" ucap Pio bertanya balik kepada Aira.

"Saat ini aku belum bisa menemui dosen tersebut, sangat susah untuk di hubungi" ucap Aira dengan tegas dan menghilangkan tangisannya itu.

"Kamu mau aku bantu nggak buat dapetin dosen itu?" ucap Pio memberikan tawaran kepada Aira.

"emang nggak ngereptin kamu?" tanya Aira.

"Tentu saja tidak, dengan senang hati" ucap Pio.

Aira senang sahabat nya itu memberikan tawaran kepada nya. Ia juga senang hati menerima tawaran tersebut.

Pio juga sangat senang sahabatnya menerima tawaran yang ia berikan. Walaupun hanya sederhana tetapi sangat bermakna. Indahnya persahabatan mereka.

"Emm... Aku ada satu tawaran lagi nih mau nggak?" ucap Pio yang yakin bahwa tawarannya akan diterima dengan baik oleh sahabatnya.

Tapi disisi lain Pio juga heran. Kenapa sahabatnya itu jadi entengan. Apakah dia sadar bahwa karma itu nyata. Ketika SMP dahulu Aira sangat susah untuk bertemu dengan teman-temannya. Sekarang di balas oleh dosen pembimbingnya. Memang hidup itu maha adil.

"Emang kamu mau ngapain lagi?" ucap Aira.

"Aku mau ngajak kamu jala sih sebenarnya" ucap Pio.

"Boleh deh tapi dengan satu syarat ya!" ucap Aira dengan santai.

"Iya kenapa tuh?" ujar Pio.

"Aku maunya nanti kalau udah bertemu dengan dosen dan kamu harus membantuku untuk mendapatkan itu" ucap Aira.

"Beres kalau itu mah gampang" ucap Pio.

Terlihat sangat manis. Tapi persahabatan mereka sampai detik ini tidak pernah melibatkan perasaan. Namun tidak tahu di hari-hari selanjutnya siapa yang akan jatuh cinta. Atau malah mereka berjalan dengan masing-masing pasangan.

"Kamu ga di marah sama pacarmu emang sama aku terus begini?" tanya Aira.

"Nggak lah" jawab Pio.

"Pacar kamu nggak cemburuan ya" ujar Aira.

"Bukan ngga cemburuan sih, tapi nggak ada pacarnya hehehe" jawab Pio.

"Ah masa sih, ga percaya kamu kan dulu playboy di SMP siapa sih yang gamau sama mu" ujar Aira.

"Lahh serius" jawab Pio

Problem

 Hari ini Aira sudah menyiapkan semua berkasnya untuk meminta tanda tangan kepada pak Hirata. Kali ini ia berdiri dikaki sendiri. Ia tak akan meminta bantuan dari siapapun. Juga tak akan menerima bantuan dari siapapun.

Memang sedikit terpaksa. Karena ini adalah larangan dari pak Hirata.

Aira juga kesal kenapa pak dosen bersikap seperti itu kepadanya. Ia bertanya-tanya salah apakah dirinya kepada pak Hirata.

"Huohh... Salah apa sih aku sama pak Hirata itu sebenarnya sampai sebegininya" ucap Aira di dalam batinnya.

Aira juga tak menyangka akan dihadapkan hal seperti ini dimasa perkuliahannya. Bukan hanya sekali ataupun dua kali pak Hirata melakukan hal ini.

Jika pak Hirata bukan merupakan dosen pembimbing Aira. Mungkin Aira sudah sangat kapok berurusan dengannya.

Aira ingin segera lulus. Tetapi kuliahnya saja belum ada setengah jalan. Saat ini ia berada di semester 2. Kurang 6 semester lagi untuk meninggalkan kampus ini. Kurang lebihnya adalah 3 tahun.

3 tahun jika Aira menjalani dengan rasa seperti ini, di kekang, banyak perintah, banyak halangan. Ia akan merasa berat. Aira sama sekali tidak bisa menikmati masa perkuliahannya seperti teman-temannya yang lain.

"Ouh iya kemaren kata pak dosen jam 2 kan ya berarti aku datang lebih awal gapapa deh" ucap Aira santai.

Karena sudah mengetahui informasi lebih awal. Aira tidak mau seenaknya. Ia akan tetap segera sampai di kampus lebih awal. Tanpa menunggu pak dosen tiba terlebih dahulu. Lebih baik ia menunggu daripada ia mencari pak dosen.

Seperti biasa setelah selesai bersiap diri. Ia mengeluarkan kendaraan sepeda motornya. Sepeda motor matic yang selalu menemaninya kemana saja ia berpergian.

Sepeda motor matic berwarna hitam yang menjadi kesayangan. Selain itu juga warna hitam adalah warna kesukaannya. Ia sangat identik dengan warna hitam.

Mungkin karena hidupnya gelap maka ia memilih warna hitam. Padahal sangat banyak warna-warna cantik lainnya. Tapi hitam adalah pilihan bagi Aira.

Setelah ia keluarkan sepeda motornya. Ia langsung memanaskan motornya. Karena memang sepeda motornya terbiasa dipanaskan di pagi hari.

"Panasin dulu ah kuda hitam" ujar Aira mengoceh sendiri tanpa ada lawan bicara.

Beberapa menit berlalu ia bersantai menaiki sepeda motornya menuju ke kampus. Jarak yang di tempuh tidak begitu jauh maka dari itu ia bisa sedikit santai dalam kecepatan rendah. Tapi untuk jam mepet biasanya ia menggunakan kecepatan yang sangat tinggi.

"Ah apaan sih ga asik ah masa kejebak lampu merah sialan" ucap Aira.

Perjalanannya menuju ke kampus terhambat oleh lampu merah. Ia masih ingat peraturan lalu lintas. Bahwa tidak boleh menerobos lampu merah. Dan syukurnya kali ini ia bisa menahannya. Biasanya Aira selalu melanggar peraturan ini. Sampai sering kali kena tilang oleh pak polisi.

Setelah lama ia menunggu lampu merah menjadi lampu hijau. Ia melanjutkan perjalanannya.

"Yess... Udah hijau lanjut ah" ujar Aira pada dirinya sendiri.

Namun siapa sangka di tengah perjalanannya ia di halang sesuatu. Tidak seperti yang dibayangkan. Perjalanan akan mulus.

Justru perjalanan Aira dihambat oleh ban yang bocor. Pikiran kacau Aira memuncak. Ia juga lupa tidak mengecek terlebih dahulu ketika hendak berangkat tadinya. Namun apa daya tidak ada yang bisa di sesali.

"His.... Sialan ban-nya bocor"

Aira sangat kesal karena dirinya sudah terburu-buru. Namun ternyata malah di hambat oleh halangan tersebut. Ingin sekali rasanya menghilang dari bumi karena kejadian ini.

"Dorong lagi astaga udah lelah banget ini" ucap Aira di dalam batinnya.

Aira kelelahan karena tenaganya sudah di kuras hari ini. Sudah tak berenergi lagi.

Energi Aira sudah habis. Ia sudah tak sanggup. Dan juga sudah tak berdaya lagi.

Padahal Aira sudah mengejar waktu untuk menemui pak Hirata. Namun takdir memang tak bisa di rubah. Ia sudah di takdirkan tidak menemui pak Hirata untuk saat ini.

Padahal ia sangat butuh pertemuan dengan pak Hirata dosennya.

Memang sudah menjadi rahasia umum. Bahwasannya di dunia perkuliahan hanya ada dua pasar. Pasar pertama yaitu dosen tidak pernah salah, dan pasal kedua jika dosen salah kembali ke pasal pertama.

Wanita juga akan salah jika yang menilai adalah seorang dosen. Kodratnya wanita akan selalu benar tidak berlaku di dalam perkuliahan.

Dunia kampus tidak menganut hal seperti itu. Namun hal itu tetap berlaku di luar dunia perkuliahan. Mungkin bahwa Aira sudah menyelesaikan pendidikannya di kampus ini, ia tidak akan merasakan siksaan seperti ini.

Siksaan ini sungguh menyebalkan bagi Aira. Terlebih banyak sekali halangan yang diberikan kepadanya oleh tuhan. Mungkin jika bukan Aira yang menjalani sudah menyerah dari dahulu. Perlu di ingat bahwa Aira bukan seorang yang mudah menyerah. Apalagi menyerahkan dirinya kepada pak dosen.

"Bismilah semoga tukang bengkel nya ada" ujar Aira di dalam batinnya.

Di dalam hatinya sudah banyak sekali doa yang terucap. Dan benar tuhan maha baik. Doa nya dikabulkan oleh tuhan. Ia diberikan izin untuk segera datang ke kampus. Jalan allah memang maha baik. Dan tuhan tidak pernah tidur.

"Permisi pak saya mau tambal ban apakah bisa? Ban saya bocor?" ujar Aira kepada tukang tambal ban tersebut.

Ia sangat berucap sopan walaupun hanya dengan tukang tambal ban. Ia tidak pernah di didik sebagai seorang yang sombong. Tidak pernah di bimbing untuk menjadi seorang yang meninggikan derajat nya sesama manusiawi. Didikan orang tua nya sangat bagus.

"Bisa dek, taruh situ saja motornya biar saya kerjakan ban nya" Ucap bapak bengkel tersebut.

Lalu bapak tukang tambal ban tersebut langsung membenahi ban Aira yang bocor tersebut. Tidak butuh waktu yang lama. Bapak itu sudah ahli dalam bidang nya.

Lima belas menit berlalu bapak tukang tambal ban tersebut sudah menyelesaikan pekerjaannya. Hal ini tentu sangat menolong Aira.

"Baik nak,ini sudah selesai dan sudah saya coba insyaallah tidak akan ada bocor-bocor lagi ban ny" ucap bapak tukang tambal ban tersebut.

Aira senang karena akhirnya sudah bisa di kendarai dengan normal lagi, sepeda motor nya itu. Setelah itu, Aira membayar ongkos untuk bapak tersebut.

Lalu, Aira langsung bergegas ke kampus. Ia langsung gaspol. Mengejar waktu demi menemui si dosen kiler.

Walaupun begitu Aira harus tetap mencari keberadaan dosen nya. Jika tidak maka akan pengaruh terhadap nilai yang di perolehnya.

Sedangkan, tanpa tanda tangan Aira tidak akan mendapatkan nilai. Ia tidak bisa mengharapkan nilai yang sempurna jika nilai saja tidak bisa ia peroleh.

Aira selalu berusaha sekeras mungkin. Untuk mendapatkan tanda tangan itu. Ia tidak mungkin untuk meninggalkan tugasnya begitu saja. Terlebih, Aira adalah seseorang yang sangat ambis kepada tugas kuliahnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!