NovelToon NovelToon

My Presdir

Aksa Arion Sanjaya

Muda, tampan, gagah, dan berkharisma. Siapa yang tidak mengenalnya? Lelaki yang masih berusia muda dan sebentar lagi akan menjabat sebagai Presiden Direktur di Sanjaya Group. Siapa lagi jika bukan Aksa Arion Sanjaya, anak dari Keno Arka Sanjaya dan Aira Madali.

Hari ini lelaki itu akan melakukan serah terima jabatan, pasti dia sangatlah senang, bukan? Tidak! Aksa tidak suka dengan jabatan yang akan diterima nanti, bagaimana bisa? Karena dia itu sebenarnya tidak menyukai dunia bisnis, dia hanya ingin menjadi dokter. Tapi, apa boleh buat, dia anak tunggal dan mau tidak mau dia harus mengurus perusahaan turun temurun di Keluarga Sanjaya.

"Sayang, kamu sudah siap belum? Bukalah pintunya," seru wanita yang sudah berumur namun tetap terlihat cantik dan masih segar.

"Iya Ibu Presiden, tunggu sebentar," sahut Aksa dari dalam kamarnya. Dia memang suka memanggil Mamanya itu dengan sebutan 'Ibu Presiden'. Mamanya itu sangatlah cerewet, suka melarang- larang dia, tapi sangatlah sayang dengannya.

"Selamat pagi, bidadari cantikku, sayangku, cintaku, kasihku," ucap Aksa seraya memeluk dan menciumi wajah Aira. Kebiasaannya setiap pagi selain sarapan adalah menghujani Mamanya dengan ciuman.

"Hey hey hey! Jangan terlalu dekat dengan istriku. Dia hanya milikku," sahut pria yang sudah berumur namun tetap terlihat gagah dan tetap tampan tentunya. Siapa lagi kalau bukan Keno Arka Sanjaya.

"Dia juga milikku, bukan cuma milikmu saja. Iya kan, Mah?" Aksa dan Keno memang selalu seperti ini, manja dan selalu memperebutkan Aira. Membuat wanita itu pusing jika melihat dua lelaki yang sangat ia saying berdebat memperebutkan dirinya.

"Sudah- sudah, Mama itu milik kalian. Dan kalian adalah harta Mama yang paaaaaling berharga, Mama menyayangi kalian." Aira menggandeng tangan dua lelaki itu dan mengajaknya untuk sarapan.

"Mama memang yang terbaik, kami juga menyayangimu Mama," seru Keno dan Aksa sembari mengecup pipi kanan dan kiri Aira.

"Tapi Mama lebih menyayangiku daripada Papa, kan?" tanya Aksa.

"Mama hanya sedikit menyayangimu, dia tentu saja lebih menyayangi Papa," sahut Keno tak terima.

"Mah..." Aksa merengek layaknya anak kecil.

Aira tersenyum dan menggelengkan kepalanya, "Sayang Mama ke kalian itu sama rata..."

"Tuh dengerin, Pah."

"Kamu juga dengerin dong!"

*****

Usai makan, mereka segera menuju mobil untuk berangkat ke Sanjaya Group dan akan menyaksikan serah terima jabatan Keno kepada Aksa. Semua keluarga akan datang menghadiri acara tersebut, termasuk Opa dan Oma Aksa. Keno dan Aira di dalam mobil yang sama, dengan Bi Ijah dan Mang Dadang. Sedangkan Aksa, ia memilih untuk pergi dengan Devano Satya Nugraha. Anak dari pasangan Frido dan Niken yang akan menjadi asisten pribadi Aksa nantinya. Dia sudah menunggu Aksa di halaman rumah. Berdiri di depan mobilnya sembari bergaya layaknya model ternama.

"Hey, My Bro, congratulation atas jabatan barunya," seru Devano seraya menepuk bahu Aksa.

"Belum serah terima, astagaaaaa kamu ini!"

"Hehe, aku pengen ngucapin aja. Siapa tahu nanti nggak ada yang ngucapin. Pasti aku orang pertama yang ngucapin, kan? Jadi, kamu harus memberikanku hadiah. Ehm, Cuma belikan aku mobil baru saja hehe."

"Ayooo belikan sekarang..."

Aksa berlalu mengitari mobilnya dan duduk di kursi kemudi. Ia tidak mau meladeni Devano yang sangatlah menyebalkan itu. Devano dan Aksa memang dekat dari kecil, usia mereka juga terpaut tak terlalu jauh. Terkadang akur dan terkadang tidak.

"Kamu mau di sana terus?" tanya Aksa kepada Devano yang sedari tadi masih diam di tempat tak masuk ke mobil. Lelaki itu malah asyik dengan ponselnya.

"Eh, iya tungguuuu ...." teriak Devano. Baru saja mau membuka pintu mobil, Aksa malah sudah melajukan mobilnya meninggalkan Devano.

"Ah, sialan tuh anak..." Devano terus berlari mengejar mobil Aksa, dan akhirnya anak itu berhenti di depan gerbang.

"Nak Aksa ini kebiasaan deh," ucap Pak Aryo, satpam rumah Keno.

"Biarin aja, Pak. Sekalian olahraga biar badan Devano nggak lebar." Aksa tergelak menatap Devano yang sedang berlari menghampiri dirinya. Sedangkan Pak Aryo hanya menggelengkan kepalanya melihat kejahilan anak majikannya itu.

"Pak, kita berangkat dulu ya. Papay Pak Aryo yang tampannya melebihi Lee Min Ho," seru Aksa dan langsung melajukan mobilnya ketika Devano sudah duduk di sampingnya.

"Hati- hati di jalan, Nak Aksa. Terima kasih pujiannya, walaupun saya sendiri juga sudah tahu," teriak Pak Aryo dan terkekeh.

*****

Di dalam mobil, Devano masih mengatur nafasnya karena lelah berlarian. "Ah, sialan kamu itu. Hobby banget sih ngerjain aku gini."

"Makanya jadi orang tuh jangan nyebelin, jangan lambat juga!"

"Lagi bales chat papa kamu tadi tuh."

"Kenapa emangnya?"

"Biasalah, disuruh ngawasin kamu biar nggak kabur pas acara serah terima nanti."

Aksa hanya diam dan tak menanggapinya. Sebenarnya Keno juga tahu kalau anaknya itu enggan untuk mengurus perusahaan, tapi dia tetaplah memaksa putra semata wayangnya itu.

Drrrttt...drrrtttt....

Ponsel Aksa terus saja berdering, membuat lelaki itu tak fokus mengemudikan mobilnya.

"Bro, angkatin dong siapa tahu penting." Aksa memerintah Devano, tapi lelaki itu tak menggubrisnya bahkan tidak mendengarnya karena ada earphone yang tersumbat di telinganya. Aksa berdecak kesal, ia pun mencoba mengangkat telfonnya. Dan ternyata adalah papanya sendiri yang menyuruh supaya dia cepat datang ke kantor.

"Kenapa mereka selalu tak sabaran seperti ini sih!" batin Aksa mengumpat kesal. Ia memang sengaja mengulur waktu supaya sampai di kantor lebih lama, tapi Papa dan Mamanya sangat tak sabaran.

"Ahh, shit !" umpat Aksa karena ponsel miliknya terjatuh. Devano yang tahu jika ponsel milik Aksa jatuh pun segera mengambilkannya.

Duggg!

Aksa dan Devano mengambil ponsel itu secara bersamaan, jadi kening mereka terbentur. Mereka pun memekik kesakitan. Kening keduanya memerah tapi tak sampai benjol.

"Kenapa nggak ngomong dulu sih kalau mau ngambilin, jadi sakit kan keningku," ucap Aksa dengan nada kesal sembari mengusap keningnya yang memerah.

"Aku kira kamu bakal ngebiarin ponselnya jatuh, kan kamu lagi nyetir, makanya aku ambil deh. Baik, kan, sahabatmu ini," seru Devano sembari memasang wajah sok imutnya yang selalu membuat Aksa naik darah.

"Ihhh, gemes, jadi pengen bunuh."

"Kalau gemes tuh pengen nyubit atau apa, ini malah pengen bunuh. Astagaaaa, Aksa jiwa psikopatnya kumat," ucap Devano tergelak.

"Kamu tuh diem aja deh." Aksa menoyor kepala Devano dengan tangan kirinya.

"Iya- iya! Nggak usah noyor kepala juga kali!" Devano yang tak terima pun membalas perbuatan Aksa.

Mereka terus saja berdebat dan berkelahi kecil hingga membuat Aksa tak fokus lagi mengemudikan mobil. Ia tak tahu jika lampu lalu lintas berwarna merah, dan motor di depannya telah berhenti tepat di garis batas. Aksa kewalahan mengerem mobilnya, hingga akhirnya...

Ckiiiiittttt

Brakkkkk!

Arghhhh!!!

.

.

.

.

.

Correct me if I have typo❤️😌

See you next episode wkwk

Tolong Maafkan

Mobil Aksa menabrak motor yang berhenti di depannya tadi. Motor terpental sejauh beberapa meter dari tempat semula karena pada waktu itu mobil Aksa melaju dengan kecepatan tinggi. Dua orang yang naik motor tadi juga ikut terpental, satu diantara mereka helmnya terlepas dan kepalanya terbentur aspal dengan keras.

"Sa, kamu nabrak orang," pekik Devano. Ia sangatlah terkejut dengan adegan tadi. Darahnya membeku dan tak berani bergerak sedikitpun.

Aksa hanya terdiam melihat motor yang rusak dan dua orang yang ia tabrak tergeletak di jalanan. Ia mengusap wajahnya dengan kasar dan langsung keluar menghampiri mereka yang sudah dikerumuni orang- orang.

Aksa bergidik ngeri melihat lelaki dengan darah yang terus mengalir di kepalanya dan tak sadarkan diri. Sedangkan wanita yang ikut dengan lelaki tadi masih sadar dan merintih kesakitan karena kakinya tertindih motor mereka.

"Reyfan..." lirih wanita itu, sebelum dia juga ikut tak sadarkan diri.

Banyak orang telah mengerubungi mereka tapi tak ada yang berani menolong karena kondisi sang pria sangatlah mengerikan. Aksa sendiri juga tak berani mendekat, ia terdiam dan terpaku di tempatnya.

"Aduh, Mas. Kok bisa- bisanya ada orang yang berhenti tapi malah ditabrak. Sampai parah gini lagi," celetuk salah satu orang yang mengerubungi mereka.

"Iya nih gimana? Orangnya sampai parah gini. Makanya kalau mengemudikan mobil tuh jangan ngebut- ngebut."

"To- tolong panggilkan ambulance! Sa- saya akan bertanggung jawab," ucap Aksa terbata, dia takut jika orang yang ditabraknya tak selamat.

Beberapa menit kemudian, ambulance sudah datang. Aksa serta yang lain membantu pria dan wanita itu masuk ke dalam ambulance.

Aksa masuk ke dalam mobilnya dan mengikuti ambulance dari belakang. Pikirannya sudah tak karuan, perasaan bersalah terus saja menyelimutinya. Kemeja yang dia pakai sudah berlumuran darah saat membantu pria dan wanita tadi.

"Mereka masih hidup, kan? Tadi nabraknya kenceng banget sampai terpental jauh tuh orang." Devano merinding dan gemetar mengingat kejadian tadi. Andai saja dirinya dan Aksa tadi tidak berdebat mungkin Aksa bisa fokus mengemudikan mobil dan kejadian mengerikan ini tak akan terjadi.

"Yang cewek nggak terlalu parah, kakinya tertindih motor saja. Tapi yang cowok nggak tahu, kepalanya pecah karena helmnya tadi terlepas." Wajah Aksa langsung pucat, dirinya telah melukai orang lain. Dia terus saja merapalkan do'a supaya dua orang tadi selamat.

*****

Aksa masih memandang pintu ruangan UGD dimana kedua korban yang ditabraknya itu masih ditangani para dokter. Sedangkan Devano, ia tengah mencoba menghubungi keluarga korban.

Derap langkah kaki menghampiri mereka, Aira dan Keno langsung menghampiri anaknya setelah mendapat kabar dari Devano. Mereka juga membatalkan acara serah terima jabatan.

"Bagaimana kondisimu, sayang? Kamu tak apa, kan?" tanya Aira panik.

Aksa menggeleng lemah sebagai jawabannya. Ia langsung memeluk sang Mama mencoba mencari ketenangan. Aira yang mengerti anaknya tengah takut pun menjadi ikut takut.

"Nggak papa, Sa. Ini sudah nasib, kita berdoa saja supaya mereka selamat dan baik- baik saja," ucap Keno menenangkan anaknya.

Tak lama kemudian, pintu ruangan UGD terbuka. Keluarlah beberapa perawat mendorong brankar gadis yang kecelakaan tadi, sepertinya hendak dibawa ke ruang perawatan. Mereka pun bernafas lega karena gadis itu selamat.

Kemudian keluar satu brankar lagi dimana orang yang terbaring di sana ditutupi kain putih. Jantung Aksa seakan berhenti berdetak melihatnya. Ditutupi kain putih dan didorong ke arah yang tak sama seperti gadis tadi, melainkan menuju ruang jenazah, lelaki yang ditabraknya tadi meninggal? Ah, tidak! Aksa telah membunuh seseorang.

Aira, Keno, dan Devano menutup mulut mereka karena terkejut melihatnya.

"Mah..." cicit Aksa meremas tangan Mamanya dengan kuat, tangannya sangat dingin dan Aira bisa merasakan kalau anaknya itu sangatlah ketakutan. Keno menepuk punggung anaknya memberinya kekuatan, ia sendiri juga tak tahu harus bagaimana. Ia jadi ikut merasa bersalah akan kejadian ini.

"Maaf, Tuan Keno. Saya harus memberitahukan kalau lelaki yang ditabrak anak Anda tadi meninggal karena pendarahan di kepalanya. Tapi gadis yang bersama pria itu selamat dan hanya mengalami patah tulang di kakinya," seru Dokter yang menangani tadi.

"Apa dia benar- benar nggak bisa diselamatkan, Dok?" tanya Keno memastikan.

Dokter menggeleng, "Dia sedikit terlambat dibawa ke rumah sakit, nyawanya tak tertolong." Dokter itu berlalu meninggalkan mereka.

Nyawa dalam tubuh Aksa seperti terbang dari tempatnya, ia terduduk lemas di lantai. Dirinya telah menghancurkan masa depan orang, lelaki itu telah membunuh seseorang.

Terdengar samar- samar dua orang yang berlarian dan bertanya keberadaan anaknya kepada perawat- perawat, yang tak lain adalah keluarga korban kecelakaan. Keno pun segera menghampiri mereka.

"Maaf, apa Anda keluarga kecelakaan di Jalan Kartini?" tanya Keno.

Wanita dan pria yang sepertinya adalah ayah dan ibu korban itu mengangguk, mereka saling menatap dan bertanya siapakah orang yang berada di hadapan mereka itu.

"Saya adalah Ayah dari orang yang telah menabrak putra Anda. Saya dan keluarga minta maaf atas kejadian ini," ucap Keno lirih di akhir kalimatnya.

"Bagaimana putra saya dan kekasihnya? Apa mereka baik- baik saja? Tolong beritahu kami di mana mereka dirawat." Wanita itu bertanya dan air matanya telah menetes membasahi pipi. Mendengar anaknya mengalami kecelakaan tentu saja membuat dia panik dan khawatir.

"Pu- putra, putra kalian telah tiada. Maafkan kesalahan anak saya," ucap Keno menundukkan kepalanya.

Tubuh wanita itu lunglai dan hampir jatuh mendengar perkataan Keno, untung saja suaminya dengan sigap menahan tubuhnya. Tangis wanita itu pecah, terdengar memilukan, dan membuat siapapun yang mendengarnya ikut merasakan kesedihannya.

"Maafkan kesalahan anak saya..." Aira ikut merasa bersalah akan kejadian yang mengejutkan ini.

"Reyfan, Pah...Dia telah pergi huuu...huuu...huuu..." lirih wanita itu disela tangisannya.

"Iya, Mah. Kita harus ikhlas, ini sudah takdir Reyfan."

Pasutri itu menuju ke ruang jenazah di mana anak mereka berada di sana. Mereka menangis meraung- raung tatkala melihat anaknya yang telah terbujur kaku dan tertutup kain putih di sekujur tubuhnya.

"Saya mohon jangan bawa urusan ini ke kantor polisi, saya akan memberikan uang berapapun yang kalian inginkan. Tetapi jangan memenjarakan anak saya." Keno mengatupkan kedua tangannya dan terus memohon kepada mereka.

"Saya tidak membutuhkan uang kalian, uang kalian tidak akan bisa mengembalikan anak saya. Saya hanya ingin kekasih anak saya bahagia. Kasihan dia, mereka akan menikah satu bulan lagi. Tapi ternyata takdir berkata lain," seru Dion, ayah korban.

Keno dan Aira yang mendengarnya semakin sedih, ia tak bisa membayangkan bagaimana perasaan gadis itu ketika mengetahui kekasihnya meninggal.

"Nak, jangan tinggalkan Mama. Jangan pergi..."

"Reyy, bangunlah, Nak. Bukankah kau akan menikahi Aza..."

"Bangunlah nak, kasihan gadis itu. Dia pasti akan sangat kehilanganmu..." Wanita itu terus saja meracau meratapi jenazah anaknya.

"Tante, Om. Maafkan saya..." lirih Aksa menundukkan pandangannya.

"Kamu sudah membuat anak saya pergi! Dan dengan mudahnya kamu meminta maaf..." Anita menatap benci ke arah Aksa yang tengah menundukkan wajahnya sembari meremas kedua tangannya.

"Apapun akan saya lakukan untuk kalian, asalkan saya bisa menerima maaf dari kalian. Tolong maafkan saya." Aksa bersujud di depan Anida dan Dion sembari mengatupkan kedua tangannya.

"Kamu mau kami maafkan?" Anida membantu Aksa berdiri dan menatapnya lekat.

Aksa mengangguk cepat.

"Menikahlah dengan kekasih anak saya, gantikanlah posisi Reyfan di hati gadis itu," ucap Anida membuat semua orang yang ada di sana terkejut.

.

.

.

.

.

Correct me if I have typo❤️😂

Pergi untuk Selamanya

Gadis polos, berkepang dua, dan baik hati itu mengerjapkan matanya, menyesuaikan dengan cahaya yang ada. Gadis yang memiliki nama lengkap Azalea Tanisha Anandhi dan kerap dipanggil 'Aza' itu nampak kebingungan.

"Dimana aku..." Pertanyaan yang pertama kali terlontar dari bibirnya. Ia menyapu seluruh ruangan yang bernuansa putih itu. Sunyi dan senyap, hanya ada dirinya di sana. Ah, dia baru teringat jika dia dan Reyfan tadi mengalami kecelakaan.

"Aawww..." pekik gadis itu ketika hendak bersandar di ranjang. Ia merasakan sakit di kakinya yang berbalut perban. Kepalanya juga sedikit nyeri atas benturan tadi.

"Reyfan..." Dia teringat akan kekasihnya. Dimana lelaki itu? Kenapa tidak satu ruangan dengannya? Apa kekasihnya itu baik- baik saja? Pertanyaan itu terus saja berputar di kepalanya.

Dia kembali mengingat kejadian tadi pagi dimana tiba- tiba ada sesuatu yang tak lain adalah mobil menabrak mereka dari belakang dan membuat mereka terpental jauh. Terakhir kali yang ia lihat adalah Reyfan yang sudah tak sadarkan diri.

Gadis itu tak sabar untuk mengetahui kondisi sang kekasih, dia menekan tombol di samping brankarnya berharap ada seseorang datang dan membantunya mencari Reyfan, sang kekasih.

Tak lama kemudian, datanglah seorang dokter pria dan dua perawat di sampingnya.

"Nona sudah sadar rupanya, bagaimana perasaan Anda sekarang, Nona?" tanya Dokter itu menyunggingkan senyuman.

"Aku baik- baik saja, tapi kakiku sangat sakit nggak bisa digerakin," jawab Aza.

"Kaki Anda mengalami patah tulang dan tadi kami melakukan operasi pemasangan pen di kaki Anda. Untuk beberapa waktu ke depan, Anda belum bisa berjalan normal."

Aza mengangguk pertanda mengerti, ia melontarkan banyak pertanyaan kepada dokter itu. "Bagaimana keadaan kekasihku? Dimana dia? Kenapa nggak dijadikan satu ruangan denganku? Tolong antarkan aku ke sana."

Dokter dan kedua perawat itu terdiam, mereka tak tega untuk mengatakan kenyataan pahit kepada gadis cantik nan lugu itu.

"Hey, kenapa kalian diam saja?" tanya Aza sedikit kesal.

Ceklek

Pintu terbuka mengalihkan pandangan Aza, membuat Dokter dan dua perawat bernafas lega karena tak harus menjawab pertanyaan gadis itu.

Lelaki berpostur tinggi dan sangatlah tampan memasuki ruangan Aza, dia menundukkan wajahnya tak berani menatap gadis yang telah ia lukai. Bukan hanya fisik tapi juga dia melukai hatinya. Dia telah membuat kekasihnya meninggal.

"Maaf."

Kata yang bisa Aksa lontarkan kepada gadis itu.

Gadis itu mengernyitkan dahinya menerka siapakah orang yang ada di hadapannya itu. "Kamu siapa? Kenapa meminta maaf kepadaku?"

"Aku orang yang telah menabrakmu dan kekasihmu, tolong maafkan aku..."

"Nggak papa kok, udah aku maafin," jawab Aza. Ia tak merasa benci sedikitpun dengan Aksa, ini juga bukan sepenuhnya kesalahan Aksa. Tapi, ini semua sudah takdir yang telah digariskan Tuhan untuknya.

"Ehm, apa kamu tahu dimana pacarku dan bagaimana kondisinya sekarang? Aku sudah bertanya kepada mereka tapi mereka hanya diam tak ada sepatah katapun yang terucap," ucap Aza menunjuk Dokter dan dua perawat.

Sama halnya dengan mereka, Aksa juga tak tega mengatakannya. Tapi, gadis itu juga berhak tahu kondisi pacarnya.

"Di- dia, dia di ruang jenazah. Dia sudah meninggal," ucap Aksa lirih.

Aza menutup mulutnya terkejut mendengarnya. Dunianya seakan runtuh seketika, orang yang ia cintai telah pergi untuk selamanya.

"Kamu pasti bohong, kan? Kamu cuma mau ngerjain aku, kan?" Gadis itu menggeleng tak percaya dengan perkataan Aksa, air matanya menetes, dia terisak.

Baru saja kehilangan ayahnya beberapa bulan yang lalu, kini gadis itu harus kehilangan lelaki yang ia cintai lagi untuk selamanya.

"Reyfan hiks...hiks...hikss..."

Aza melepas infus di tangannya dan mencoba bangkit dari ranjangnya. Rasanya sangatlah sakit.

"Argghhh..." pekiknya, Aza terjatuh dari brankar. Aksa dengan sigap hendak membantunya berdiri tapi Aza menepisnya. Ia juga tak mau dibantu dokter ataupun perawat. Dengan sepenuh tenaganya, ia menyeret tubuhnya keluar dari kamar dan mencari sesosok orang yang ia sebut kekasih.

Tangis pilunya membuat orang yang berpapasan dengannya iba, apalagi dengan keadaannya sekarang yang menyeret- nyeret tubuhnya.

Anida yang mengetahui calon menantunya gelesotan di lantai pun menghampirinya. Ia segera mengambilkan kursi roda dan membantunya duduk di sana.

"Bu, Reyfan nggak pergi, kan? Dia baik- baik saja kan, Bu?" tanyanya memilukan. Anida semakin sedih mendengarnya, ia tak sanggup membayangkan bagaimana hancurnya perasaan Aza saat ini.

Anida mendorong kursi roda menuju ruang jenazah. Dan menunjukkan dimana Reyfan berada. Aza menatap tak percaya pada seseorang yang tengah terbujur kaku di sana. Ia tak percaya jika kekasihnya itu pergi untuk selamanya.

"Reyfan bangun! Kumohon bangun!" teriaknya sembari memukuli jenazah Reyfan.

"Kamu pernah bilang kalau kamu bakal hidup sama aku sampai tua nanti..."

"Kamu akan menikahiku bulan depan, kita akan bahagia bersama..."

"Rey, aku akan menyiapkan baju kerjamu tiap paginya, membuatkanmu sarapan, dan kita akan berangkat kerja bersama."

"Tapi, kenapa kamu malah pergi, Rey..." isakannya semakin keras, ia benar- benar tak sanggup menerima takdir ini.

"Kumohon bangunlah, jangan tinggalkan aku..."

"Nak, ikhlaskan Reyfan, ya. Biarkan dia pergi dengan tenang. Kamu harus kuat..." ucap Anida memeluk Aza dari belakang.

"Reyy, bangun dan ajak aku ke sana. Aku nggak sanggup jika sendiri di sini. Aku ingin ikut kamu dan papa saja."

"Di sana pasti lebih menyenangkan karena ada dua lelaki yang sangat aku cinta..."

"Rey..." ucapnya tercekat, tangisnya kembali pecah.

Aza menatap lekat wajah pucat di depannya, wajah yang setiap harinya selalu menampilkan senyum manis tapi sekarang sudah tak ada lagi. Reyfan Aditya Pratama telah pergi untuk selamanya. Kemungkinan untuk digapai lagi adalah mustahil.

"Tunggu aku di sana, Rey. Aku mencintaimu..." Aza membelai pipi Reyfan dan mengecupi seluruh wajah lelaki itu.

"Kamu harus ikhlas ya, jangan seperti ini terus. Kita harus merelakan Reyfan pergi supaya dia tenang di sana." Anida semakin mengeratkan pelukannya kepada Aza.

Aza masih terdiam di samping jenazah Reyfan, ini adalah masa tersulit baginya. Dua tahun menjalin hubungan dengannya, kenangan yang telah tercipta, waktu yang telah dilalu bersama, semuanya akan berakhir hari ini juga. Tak akan ada lagi canda dan tawa yang tercetus saat mereka bersama, tak ada lagi senyum yang bisa Aza nikmati setiap harinya, semuanya telah pergi. Aza pasti akan sangat kesulitan untuk melupakan Reyfan. Lelaki itu adalah cinta pertamanya, begitu juga dengan Reyfan. Aza adalah cinta pertama lelaki itu.

"Nak, masih ada Mama Anida dan Papa Dion. Kamu jangan sedih ya, kami tetap menjadi keluarga kamu." Anida membelai kepala Aza dengan penuh kasih sayang, ia mencoba memberikan kekuatan untuk gadi polos itu walaupun dirinya sendiri juga masih membutuhkan kekuatan.

Di depan pintu kamar jenazah, Aksa berdiri mengamati gadis itu sedari tadi. Dirinya ikut sedih, tapi mau bagaimana lagi, Reyfan telah pergi dan tak bisa kembali. Andai saja ia bisa menggantikan posisi Reyfan, maka tak akan ada air mata yang menetes dari gadis itu dan orang tua Reyfan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!