❣️❣️❣️ Savero Abyan Lionel ❣️❣️❣️
Seorang pria berpostur tinggi dan bertubuh kekar menuruni tangga dengan mengenakan pakaian formal tersebut adalah Savero Abyan Lionel atau yang biasa dipanggil Tuan Vero, pria dengan paras tampan tersebut adalah Direktur Utama di perusahaan King Lionel yang saat ini tengah dia pimpin.
Pagi ini seperti biasa Vero akan pergi ke kantornya, namun sebelum dia berangkat Vero berniat untuk sarapan pagi bersama Oma Rebecca di meja makan dengan hidangan yang sudah disediakan oleh para pelayan dirumahnya.
"Vero, apakah kini kamu sudah memiliki seorang kekasih untuk menjadi pendamping hidupmu?" ucap Oma Rebecca di sela sarapan pagi mereka.
Pertanyaan yang selalu mengusik telinga Vero, membuatnya kini tidak lagi berselera untuk makan.
"Bisakah pagi ini kita tidak membahasnya dulu Oma? Lagi pula Vero belum ingin menikah." jawab Vero dengan malas.
"Bagaimana bisa Oma tidak membahasnya, kamu itu sudah dewasa bahkan sekarang umurmu sudah mencapai 29tahun. Sudah saatnya kamu menikah dan memiliki keturunan untuk meneruskan perusahaan keluarga kita."
"Ayolah Oma, menikah itu bisa kapanpun. Dan Vero belum tertarik untuk menikah."
"Kapanpun? Apa maksudmu Vero? Apa kamu mau menunggu Oma mati dulu baru kamu akan memikirkan tentang pernikahan!." ucap Oma Rebecca dengan kesal.
"Cukup Oma. Vero berangkat dulu kekantor." ucap Vero dengan menahan emosinya sambil beranjak dari tempat duduknya.
Oma Rebecca hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menatap kepergian Vero dengan tatapan heran.
"Anak itu selalu saja lari dari pembicaraan tentang pernikahan." gumam Oma Rebecca.
Savero memang pria yang sangat tampan, tidak heran jika banyak wanita menginginkannya. Terkadang dia juga bermain dengan perempuan-perempuan nakal diluar sana. Namun untuk menikah dan memiliki keturunan itu masih sangat jauh dari pandangannya.
Sesampainya mobil Vero didepan kantor King Lionel, Vero keluar dari dalam pintu mobil mewahnya yang telah dibukakan oleh asisten sekaligus supir pribadinya.
Kini Vero berdiri di depan bangunan yang terdiri dari lima puluh lantai. Perusahaan tersebut adalah perusahaan pusat. Sedangkan cabangnya berdiri diberbagai penjuru kota.
Dengan langkah tegas Vero mulai memasuki kantornya dengan didampingi asisten yang berjalan di belakangnya. Saat mulai memasuki ruangan, semua karyawan disana menyapa dan memberi salam dengan menundukkan kepala mereka.
"Selamat pagi Tuan Vero." Ucap seorang perempuan yang baru-baru ini di angkat sebagai sekertaris pribadi oleh Vero menggantikan sekertaris lamanya yang keluar karena tidak betah dengan sikap Vero yang dingin dan suka marah-marah.
Perempuan dengan wajah cantik, berambut panjang, dengan body yang indah itu adalah Jena Laila Yasmin yang kini sedang berdiri menyambut kedatangan Vero di ruang kerjanya dengan menundukkan kepala.
Namun pikiran Vero yang sedang kacau pagi ini membuat Vero hanya berlalu melewati Jena dan duduk di kursi kebesarannya tanpa menjawab sapaan dari Jena. Membuat Jena merasa sangat geram dan ingin meremas-remasnya seperti kertas saat itu juga.
Jika bukan karena Jena sangat membutuhkan pekerjaan ini demi menghidupi keluarganya, mungkin Jena juga tidak mau bekerja dengan orang macam Vero.
"Tuan, ini adalah laporan pagi ini. Dan untuk jadwal hari ini Tuan ada meeting di kantor dari jam 10 sampai selesai untuk membahas tentang cabang baru kita. Dan setelah makan siang nanti sekitar jam 2 kita ada pertemuan dengan Tuan Adipati di cafe lavender. Sekian jadwal hari ini." ucap Jena dengan cekatan sambil menundukkan kepalanya lalu pergi meninggalkan Vero dan kembali duduk di kursinya.
Sepanjang meeting pagi ini Vero tidak fokus dengan apa yang tengah diterangkan oleh Jena, pikirannya masih memikirkan tentang pembahasan Omanya tadi pagi, Namun matanya terus menatap ke arah Jena sekertaris yang baru 6bulan lalu Vero angkat. Gadis itu memang sangat cantik dan cerdas, hingga membuat semua laki-laki disana merasa terpikat dengan pesonanya, di tambah dengan bodynya yang indah semakin menunjang penampilannya. Jena yang tidak sengaja melihat tatapan dari Tuannya itu membuatnya menjadi gugup dan salah tingkah. Dia mulai berfikir, apa ada yang salah dengan penampilan atau ucapannya?.
Setelah meeting selesai, mereka pun pergi kembali keruangan masing-masing.
🩸
🩸
🩸
Sore itu setelah semua pekerjaan selesai, Jena berpamitan pada sang Direktur untuk pulang. Saat Jena sampai didepan kantor tiba-tiba hujan turun dengan deras membuat Jena kini tidak bisa pulang dan memilih untuk berdiri disana sambil menunggu sampai hujan reda.
Dari dalam kantor Vero berjalan bersama asisten pribadinya dan melihat Jena yang masih berdiri di sana.
Tiba-tiba handphone didalam tas milik Jena bergetar, Jena segera mengambil benda pipih itu dan mengangkatnya. Itu adalah panggilan dari Sarah yang tidak lain adalah ibu tiri Jena.
Siska menelfon Jena tidak lain hanyalah untuk meminta uang, hal yang biasa Sarah lakukan membuat Jena muak dengan sikapnya. Jena yang malas bertengkar di telfon dengan Sarah pun segera mematikan telfonnya.
Vero yang tidak sengaja mendengar pembicaraan Jena pun langsung mendekati Jena.
"Kamu belum pulang?." tanya Vero yang kini berdiri disebelah Jena dengan tatapan lurus ke depan.
"Tuan Savero." ucap Jena kaget dan langsung menundukkan kepalanya.
"Belum Tuan, saya menunggu hujan ini reda agar bisa pulang." lanjut Jena.
"Ini sudah sore, lebih baik kamu pulang denganku." titah Vero
"Tidak perlu repot-repot Tuan, saya bisa pulang sendiri. Mungkin sebentar lagi hujan ini juga akan reda." ujar Jena.
"Bagaimana jika tidak? Apa kamu mau tidur didepan kantor? Lagi pula saya tidak suka dibantah."
Benar yang dikatakan Savero, tidak ada jaminan jika hujan itu akan segera berhenti. Jika tidak lalu bagaimana dengan nasib Jena?
"Baiklah Tuan." jawab Jena patuh.
Segera asisten Rey mengambil payung untuk membawa mereka masuk kedalam mobil. Kini Jena duduk di kursi belakang mobil bersebelahan dengan Savero sang Direktur Utama.
"Apa rumah mu jauh?" tanya Savero saat mobil mewah itu mulai melaju.
"Lumayan Tuan." jawab Jena lalu menunjukan jalan menuju ke rumahnya.
"Baiklah kalau begitu, asisten Rey kita antarkan Jena terlebih dulu, setelah itu baru kita pulang." titah Vero.
"Baik Tuan." ucap asisten Rey dengan tegas sambil menganggukkan kepalanya tanda mengerti.
Sepanjang jalan Jena hanya menatap kearah jendela. Sedangkan Vero diam-diam mulai memperhatikan gadis cantik itu.
"Ngomong-ngomong kamu bicara dengan siapa tadi di telfon?" tanya Savero memecah keheningan.
Namun bukannya menjawab Jena malah menatap Vero dengan tatapan kaget.
"Maaf aku tadi tidak sengaja mendengar pembicaraanmu." lanjut Vero.
"Tidak masalah Tuan, saya tadi berbicara dengan ibu saya di telfon."
"Jika saya tidak salah dengar, apa kamu sedang membutuhkan uang?"
"Maaf Tuan, tapi saya pikir ini adalah privasi saya dan bukan urusan kantor. Jadi tolong jangan ikut campur urusan pribadi saya." ucap Jena kesal.
Ternyata pertanyaan Savero barusan membuat Jena tersinggung.
"Baiklah."
Savero memaklumi sikap Jena barusan karena ini memang hal pribadi untuknya dan Savero hanya orang asing baginya.
Tiba-tiba kilatan petir menyambar disusul dengan suara yang sangat keras.
Duaaarrrrr...!!!!
Suara tersebut membuat Jena seketika refleks memeluk Vero dengan mata terpejam. Kini bagian tubuh Jena menempel di lengan Vero membuat sesuatu timbul dari dalam sana.
"ekhmm!"
Suara asisten Rey memecahkan suasana membuat Jena sadar dan langsung melepaskan tangannya dari tubuh Vero lalu menjauhkan tubuhnya dari lelaki tampan itu sambil membenarkan posisi duduknya.
"Maaf Tuan, saya tidak sengaja. Tadi saya hanya refleks karena ada suara petir." ucap Jena tidak enak.
"Ya, tidak masalah." jawab Savero dengan canggung.
Setelah sampai didepan rumah Jena pun bersiap untuk turun dari mobil.
"Terimakasih Tuan untuk tumpangannya hari ini. Saya permisi." pamit Jena.
"Hm, tidak masalah."
Jena pun turun dari mobil mewah itu dengan dibukakan pintu oleh asisten Rey.
"Terimakasih." ucap Jena pada asisten Rey sambil tersenyum manis.
"Sama-sama sekertaris Je."
Jena melangkah pergi masuk kedalam rumahnya sementara asisten Rey kembali ke dalam mobil.
Saat Jena pulang ternyata ibunya sudah menunggu didepan pintu rumahnya.
"Heh, sudah berani kamu sama saya ya?" ucap Sarah dengan nada tinggi.
Jena yang baru pulang dari pekerjaannya merasa malas untuk mendengarkan ocehan ibu tirinya itu. Tanpa menjawab Jena mencoba masuk melewati Sarah.
"Kamu budeg ya!" ucap Sarah sambil mendorong tubuh Jena.
"Apa sih Bu? Jena tuh capek, mau istirahat." jawab Jena.
"Apa? capek kamu bilang! Capek tuh ibu, ngurusin ayah kamu yang bisanya cuma tiduran di ranjang doang, cuma jadi beban." ucap Sarah kesal.
"Harusnya kamu itu banyak-banyakin berterimakasih sama ibu, ibu itu udah rawat kamu dan ayah kamu. Sekarang waktunya kamu balas Budi buat ibu! Ibu cuma minta uang aja kamu nggak kasih, malah telfon ibu kamu matiin. Dasar anak nggak tau diri!" cerocos Sarah panjang lebar.
"Tapi Jena selalu kasih uang buat ibu, belum lagi untuk bayar hutang-hutang ibu yang selalu ditambah. Seharusnya ibu belajar hemat dong Bu, jangan belanja mulu. Sekarang Jena udah nggak punya uang lagi, lagipula tanggal gajian Jena juga masih jauh."
"Ya terserah ibu dong mau belanja kek. Pokoknya ibu nggak mau tau, kalo kamu nggak kasih uang buat ibu buat bayar hutang besok ibu nggak bakal mau urusin ayah kamu lagi." ancam Sarah.
Lalu Sarah pun pergi meninggalkan Jena diluar sana. Sebenarnya Jena bukanlah anak yang lemah, bisa saja Jena melawan pada Sarah. Tapi jika ini sudah menyangkut ayahnya Jena tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti semua kemauan Sarah.
Karena jika Sarah tidak mau merawat Jena, maka siapa yang akan merawatnya nanti saat Jena pergi bekerja.
Dari kejauhan ternyata mobil mewah Savero belum pergi dari sana. Savero dan asisten Rey tidak sengaja melihat kejadian itu. Membuat Savero semakin penasaran dengan gadis cantik tersebut.
"Saya mau kamu cari tau, dan selidiki tentang gadis itu dan tentang uang yang dia bicarakan di telfon tadi." titah Savero.
"Baik Tuan." jawab asisten Rey.
"Dan satu lagi, untuk malam ini antarkan saya pulang ke apartemen, dan carikan perempuan untuk menemani saya malam ini."
"Siap Tuan."
Savero memang seperti itu, dia selalu bermain dengan perempuan saat dia memiliki masalah. Dan asisten Rey sudah hafal akan hal itu, bahkan dia tau tipe wanita yang diinginkan oleh Tuannya tersebut. Kini masalah dengan Oma Rebecca yang berada di rumah membuatnya enggan untuk pulang dam memilih untuk pulang ke apartemen mewahnya.
Malam ini Savero habiskan bersama wanita yang dia pesan untuk bersenang-senang. Namun tidak seperti malam-malam sebelumnya yang dia nikmati, kini pikirannya mulai terganggu pada kejadian tadi di mobil bersama Jena sekertaris cantik itu. Bodynya yang indah membuat Savero panas dingin membayangkannya, namun sebagai seorang Direktur Utama tidak sepantasnya Savero memikirkan hal seperti itu apa lagi sampai memiliki hubungan sepesial dengan bawahannya. Mau ditaruh dimana harga dirinya nanti?
Esok harinya asisten Rey sudah berada di depan pintu apartemen untuk menjemput tuannya pagi ini, dengan berdiri tegap asisten Rey menyambut Savero keluar dari pintu apartemen mewah itu.
‘’Selamat pagi Tuan Savero.’’ Sapa asisten Rey dengan menundukkan kepalanya.
‘’pagi.’’ jawab Savero dengan wajah datar.
Savero mulai melangkah berjalan menyusuri lorong apartemen dalan masuk kedalam life untuk turun. Setelah sampai dibawah Savero keluar bersama asisten Rey yang setia berada dibelakangnya.
‘’Bagaimana tentang Jena, apa kamu sudah menyelidikinya?. Tanya Savero sambil terus berjalan.
‘’Sudah Tuan, sekertaris Je adalah anak pertama dari Tuan Krisna yang kini terkena struk, sedangkan istri yang kini bersamanya adalah ibu tiri dari sekertaris Je, istri kedua Tuan Krisna yaitu Nyonya Sarah. Tapi sepertinya hubungan antara sekertaris Je dan Nyonya Sarah kurang baik Tuan.’’
‘’Maksudmu?’’ ucap Savero menghentikan langkahnya secara mendadak dan menengok kebelakang dengan menautkan alis menatap asisten Rey.
‘’Iya Tuan, menurut data yang saya dapatkan Nyonya Sarah adalah orang yang boros dan suka berfoya-foya. Namun uang yang dia dapatkan adalah hasil dari memeras sekertaris Je dari gaji yang dia dapatkan, jika tidak dia akan berhutang pada rentenir untuk memuaskan keinginannya. Tapi nantinya yang harus melunasi hutang tersebut tetaplah sekertaris Je.’’ Terang asisten Rey panjang lebar.
Savero hanya tersenyum kecut mendengar kisah malang sekertaris cantiknya itu.
‘’Heh! gadis yang malang.’’
Asisten Rey mulai membukakan pintu mobil mewah itu untuk Tuannya dan segera pergi dari sana menuju ke kantornya. Sesampainya di kantor semua karyawan langsung berdiri menyapanya dengan menundukkan kepala mereka. Tatapan wanita disana seakan tidak mau lepas dari pria tampan itu, Savero memang selalu menjadi pusat perhatian kemanapun dia pergi. Bagaimana tidak, tubuh yang kekar dan paras yang rupawan membuat semua wanita yang melihat ingin berada dalam dekapannya, dengan kekayaan yang dia miliki membuat karismanya semakin terpancar. Hanya saja sikapnya yang dingin membuat nilai minus tersendiri untuknya.
Savero mulai memasuki ruang kerja dan duduk di kursi kebesarannya. Sementara itu Jena yang melihat Tuannya yang sudah duduk di ruangannya langsung datang menghampiri untuk memberitahukan jadwal hari ini untuk sang Direktur. Sekertaris cantik itu kini berdiri disamping Savero dan mulai membacakan jadwalnya.
‘’Savero!’’ panggil wanita tua dengan sanggul di kepalanya, yang kini berdiri didepan pintu ruangan Savero dengan tatapan tajam melekat pada wajah cucu laki-lakinya.
‘’Oma?’’ ucap Savero yang kaget dengan kedatangan Oma Rebecca secara tiba-tiba.
Asisten Rey mempersilahkan Oma Rebecca untuk masuk lalu dengan cekatan menggeser kursi yang berada didepan meja Vero untuk duduk.
"Kalau begitu saya permisi Tuan." pamit Jena yang saat itu juga langsung keluar dari ruangan itu. Dan pintu ruangan tersebut langsung ditutup oleh asisten Rey dengan kode dari Vero menggunakan jari telunjuknya. Karena Savero tidak mau jika orang luar tau pembahasan pribadinya.
Sementara itu diluar, karyawan king Lionel sedang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.
"Je, ngomong-ngomong ada apa sampai Nyonya Besar datang ke kantor?" tanya Acha saat Jena baru sampai dan duduk dikursi sebelahnya.
"Iya Je, tumben." ucap Teo ikut penasaran
"Nggak tau." ucap Jena sambil mengangkat kedua bahunya.
"Kamu kan sekertarisnya, masa nggak tau sih?" tanya Acha sambil menatap heran.
Jena menghela nafas.
"Acha, aku memang asistennya. Tapi aku nggak tau kalau hari ini Nyonya Rebecca akan datang kesini.
Acha menganggukkan kepalanya dan pembulatan mulutnya.
"Je, ngomong-ngomong kamu betah kerja disini?" ucap Acha teman kerja Jena dikantor ini.
"Jelas betah lah, orang Bos nya ganteng gitu." ucap Teo meledek.
"Ya, ganteng sii. Tapi bikin takut kalau lagi marah-marah." jawab Acha.
Mereka adalah sahabat baru Jena dikantor barunya. Dan mereka selalu bersikap baik terhadap Jena.
Jena tersenyum kecil mendengar ucapan kedua temannya itu.
"Nggak kok, dia orangnya baik cuma kadang ngeselin aja."
"Ciye.. ada yang belain. Eh, ngomong-ngomong gimana sih perasaannya satu ruangan sama seorang Savero?" tanya Acha.
"Biasa aja, lagi pula aku disana ngurusin kerjaan dan ngatur jadwalnya dia bukan ngatur perasaan jadi perasaan aku ya bisa aja." jawab Jena sambil terus mencatat sesuatu diatas mejanya.
"Tuh dengerin, Jena itu orangnya profesional. Nggak kaya kamu. Liat laki-laki ganteng dikit langsung pake perasaan." ejek Teo.
Memang, Jena bukan tipe gadis seperti yang selama ini mengejar-ngejar Savero, bahkan Jena sama sekali tidak tertarik padanya. Karena di pikiran Jena hanya bekerja untuk keluarganya, jadi tidak ada waktu untuk memikirkan masalah seperti itu.
🩸
🩸
🩸
"Oma kenapa tidak bilang jika akan datang kesini?" tanya Vero.
"Memangnya kenapa? ini adalah perusahaan Oma, jadi terserah Oma mau kesini kapanpun."
"Bukan begitu Oma, jika Oma bicara terlebih dahulu Vero bisa menyuruh Rey untuk menjemput dan menjaga Oma." terang Vero.
Oma Rebecca hanya tersenyum kecut mendengarnya.
"Heh, Oma pikir kamu sudah tidak perduli lagi pada Oma."
"Mana mungkin Oma, hanya Oma lah satu-satunya yang Vero punya sekarang. Jadi Vero pasti hanya ingin yang terbaik untuk Oma."
"Kalau begitu, segera menikahlah. Dan berikan Oma cucu!" jawab Oma Rebecca penuh penekanan.
Savero menghela nafas panjang sambil memalingkan wajahnya sebentar.
"Kenapa? kamu mau mengelak lagi? Dengar Savero, Oma sengaja datang kemari agar kamu tidak bisa lari lagi. Karena jika di rumah kamu selalu pergi menghindar dengan alasan pekerjaan jika Oma membahas tentang ini. Lalu malamnya kamu tidak akan pulang kerumah. Laki-laki macam apa kamu ini." ucap Oma Rebecca dengan kesal.
Ya, memang itulah yang selalu dilakukan Savero jika mendengar Oma Rebecca membahas tentang pernikahan. Jadi hari ini Oma Rebecca ingin agar Savero tidak lari lagi dari pembicaraan.
"Oma, Savero hanya...."
"Tidak ada bantahan untuk kali ini, percuma perusahaan sebesar ini jika tidak ada penerus nantinya. Pokoknya Oma tidak mau tau, secepatnya kamu harus segera menikah atau perusahaan ini Oma ambil alih kembali!" ucap Oma Rebecca sambil menepukkan satu tangannya dengan keras ke atas meja lalu keluar dari ruangan itu dengan dibukakan pintu oleh asisten Rey.
"Perlu saya antar sampai depan Nyonya?" tanya asisten Rey.
"Tidak, saya bisa sendiri. Lebih baik kamu antarkan saja Savero ke pelaminan agar dia cepat memberiku cucu." ucap wanita itu dengan nada menyindir dan melirik ke arah Savero. Dan Savero pun membuang mukanya mendengar ucapan wanita yang bergelar Oma itu.
"Baik, kalau begitu hati-hati Nyonya." ucap asisten Rey lalu menundukkan kepalanya.
Kini Savero duduk di kursi kebesarannya sambil memijat-mijat pelipisnya. Apakah sepenting itu sebuah pernikahan sampai membuat Savero merasa selalu dihantui?
Lelaki tampan itu mulai menghela nafas panjang.
"Bagaimana sekarang Rey, apa kamu punya saran?" tanya Savero.
"Maaf Tuan, tidak."
"Kamu itu sudah bekerja lama untukku, tapi hanya saran saja kamu tidak punya. Payah!" umpat Savero.
"Sekali lagi maaf Tuan." ucap Rey sambil menundukkan kepalanya.
Rey memang sudah bekerja begitu lama di perusahaan King Lionel untuk Savero. Namun dia tidak pernah ikut campur terhadap masalah pribadi Savero, begitu juga kali ini.
"Begini saja, aku punya ide." ujar Savero.
Asisten Rey terlihat menyimak apa yang akan dikatakan oleh Tuannya.
"Oma hanya takut jika perusahaan ini tidak memiliki penerus bukan? kalau kita harus mencari seorang wanita yang mau bekerja sama untuk ku." lanjut Savero.
"Maksud Tuan?" tanya asisten Rey tidak mengerti.
"Iya, semacam proyek besar yang akan kita tawarkan untuk wanita yang akan aku nikahi cara kontrak untuk memberikan keturunan." ujar sang Direktur.
"Ide gila dari mana ini?" batin asisten Rey mendengarnya.
"Tapi Tuan?" ucap Asisten Rey.
"Tidak ada tapi, tapi, kamu tau kan? semua yang keluar dari mulutku adalah perintah yang harus kamu kerjakan!" ucap Savero.
Tookkk!!
Tookkk!!
Tookkk!!
✨✨Jena Laila Yasmin ✨✨
Jena mengetuk pintu dan membuka ruang Direktur Utama dan kini berdiri didepan sang Direktur.
"Permisi Tuan Savero, maaf sudah mengganggu. Saya kemari untuk menyelesaikan laporan yang barusan belum selesai saya bacakan." jelas Jena.
Namun bukannya menjawab, Savero malah memandangi tubuh Jena dari bawah sampai atas dengan lekat. membuat wanita itu kini merasa risih.
"Maaf, apa ada yang salah dengan saya Tuan?"
Lagi-lagi Savero tidak menjawab pertanyaan Jena, namun matanya kini beralih ke asisten Rey. Asisten Rey yang mengerti apa yang ada dipikiran Tuanya pun membalas pandangan Tuan Savero sambil sesekali melirik ke Jena.
Savero berfikir, Jena adalah gadis yang cocok untuk proyeknya kali ini. Dia cantik dan juga pintar, dan lagipula Savero juga sudah mengetahui latar belakang keluarga sekertaris pribadinya itu. Membuat sang Direktur semakin tertarik, karena Savero tidak mau asal dalam memilih perempuan yang akan melahirkan keturunannya nanti.
"Maaf Tuan jika saya sudah mengganggu, kalau begitu saya permisi." ucap Jena berniat pergi dari sana.
"Hei! siapa yang menyuruhmu keluar!" cegah Savero.
"Duduk." titah Savero dengan menurunkan nada bicaranya.
"Baik Tuan." sekertaris cantik itu langsung menuruti perintah Tuanya.
Dengan tatapan tajam kini Savero menatap gadis cantik itu.
"Untuk sementara lupakan dulu tentang pekerjaan di kantor ini. Karena saya punya hal yang lebih penting dari itu." ucap sang Direktur membuat Jena kini penasaran.
Jena hanya diam menyimak apa yang akan di katakan lelaki tampan didepannya itu.
"Saya punya penawaran bagus untuk kamu." lanjut Savero.
"Maksud Tuan?" tanya Jena bingung.
"Menikahlah dengan saya dan beri saya keturunan, dan saya berjanji akan memberikan semua yang kamu butuhkan." ucap pria tampan itu tanpa basa-basi.
"Apa? Apa Tuan sudah gila! penawaran macam apa ini." ucap Jena dengan marah dan langsung berdiri dari duduknya.
"Duduk! saya belum selesai bicara." titah Savero.
Jena mencoba mengontrol emosinya dan kembali duduk.
Savero yang sudah malas menjelaskan pada Jena karena sikapnya barusan pun menyuruh asisten Rey untuk menjelaskan.
Inilah yang Savero tidak suka dari wanita, mereka terlalu banyak drama.
"Rey, jelaskan pada Jena." titah sang Direktur.
"Baik Tuan." ucap asisten Rey dengan menundukkan kepalanya.
Tatapan sang asisten kini beralih pada sekertaris cantik itu, Asisten Rey mulai mencoba memberikan penjelasan padanya, bahwa apa yang ditawarkan ini akan menguntungkan bagi kedua belah pihak.
"Apa! pernikahan kontrak?" jawab Jena sambil menatap mereka secara bergantian. Gadis cantik itu seolah tidak percaya dengan penawaran tersebut, ini sangat tidak masuk akal.
"Iya, saya tau kamu butuh uang. Karena itu saya menawarkan proyek besar ini untuk kamu. Bagaimana?" ucap Savero.
Ya, Jena memang membutuhkan uang untuk memenuhi keinginan Sarah dan melunasi semua hutang yang Sarah punya, Jika dia tidak segera mendapatkan uang itu maka rumah yang kini Jena tempati akan disita oleh rentenir. Dan Sarah pasti tidak akan mau lagi untuk menjaga ayahnya.
‘’Baik saya setuju, tapi saya mau imbalan yang besar.’’ Ucap Jena mantap.
‘’Ya, sebutkan apa yang kamu inginkan.’’ Ucap Savero sambil duduk santai sambil menyandarkan punggungnya.
‘’Karena ini proyek besar saya juga mau imbalan yang besar untuk itu saya mau anda memberikan saya satu milyar sebagai uang muka dan kartu ATM untuk saya pegang selama proyek ini berlangsung. Selebihnya saya pikirkan lagi nanti.’’
‘’Setuju! Segera akan saya buatkan surat kontrak untuk kamu tanda tangani.’’ ucap Savero sambil mengulurkan tangan yang langsung dibalas oleh Jena.
"Kalau begitu kamu boleh keluar sekarang.’’ titah Savero.
Wanita cantik itu segera beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan ruangan itu.
💦
💦
💦
Disisi lain wajah Sarah terlihat sangat pucat setelah kedatangan 2orang preman yang tengah berdiri menagih hutangnya.
‘’Mana uang yang kamu janjikan kemarin hah!’’ ucap preman itu.
‘’Iya, nanti juga akan saya bayar, tenang saja anak saya sedang mengusahakannya.’’ elak Sarah.
‘’Halah, janji mulu kapan bayarnya?! Pokoknya saya mau kamu bayar sekarang juga!’’ tekan preman itu lalu menendang salah satu kursi yang ada di depan Sarah dengan kakinya.
Braaakkk!!
‘’Ibu?’’ panggil Amora anak dari hasil pernikahan Sarah dan Krisna. Kini dia sudah duduk di bangku kuliah, tapi dia sama saja seperti ibunya suka bersenang-senang menggunakan uang Jena. Dan Amora adalah gadis yang manja, semua yang dia mau harus dituruti oleh ibunya membuat Jena semakin kewalahan menghadapi mereka.
Amora lalu berlari menghampiri dan memeluk erat ibunya.
‘’Ada apa ini bu? tanya Amora dengan terus memeluk ibunya.
Kedua preman itu kini melihat Amora dengan tatapan mesum.
‘’Cantik juga nih bro, kalo kita bawa pasti bos suka.’’ Ucap salah satu preman itu yang masih bisa didengar oleh Sarah dan juga Amora.
‘’kalian jangan macam-macam ya sama anak saya!’’ ucap Sarah.
Preman itu berdecih mendengarnya.
‘’Kalo kamu tidak bias bayar hutang kamu 3hari lagi, maka rumah ini akan kami sita termasuk anak kesayanganmu ini,’’ ucap preman itu dengan mengusap pipi Amora yang membuatnya takut sekaligus geli.
‘’menjijikan!’’
"Hahahaha......." tawa keras kedua preman itu.
Meraka pun pergi sana sambil menendang pintu rumah itu.
"ini semua gara-gara anak sialan itu!" maki Sarah kesal.
"Bu, aku nggak mau kalo sampai mereka bawa-bawa aku." ucap Amora dengan manja.
"iya sayang, kamu tenang saja, Biar nanti ibu bicara lagi sama Jena anak sialan itu!"
"Iya Bu, kalo perlu kasih saja dia sama kedua preman itu." ujar Amora.
"Jangan dong sayang, nanti siapa yang akan membiayai hidup kita? ibu itu sudah tua dan ibu juga tidak mau bekerja lagi." jawab Sarah.
Amora berdecik kesal sambil menghentakkan kakinya masuk kedalam kamar. Gadis yang kini berumur 20tahun itu kesal karena dia pikir Sarah sedang membela anak tirinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!