“Tuan, saya ingin menginformasikan sesuatu,” ujar lelaki bernama Geni, seorang asisten pribadi.
“Jangan katakan apa pun padaku kalau kalian hanya akan melaporkan hal yang sama,” jawab Randy, seorang direktur pengembangan bisnis sebuah perusahaan properti ternama.
Rasanya, Randy memang sudah bosan mendengar laporan anak buahnya yang tak kunjung berhasil menemukan Alya, mantan kekasihnya 8 tahun lalu.
Bukan tanpa alasan, Randy menginginkan Alya untuk membalaskan rasa sakit hatinya karena diputuskan secara sepihak oleh mantan kekasihnya itu. Apalagi Bu Linda, ibu dari Alya, juga dulu pernah menghinanya hingga membuatnya sakit hati. Entah apa yang akan Randy lakukan jika telah bertemu Alya, yang jelas, ia ingin sekali balas dendam setelah dirinya sukses.
“Lebih baik kamu urus saja masa depanmu itu. Aku tidak mau anakku berhubungan dengan anak yatim piatu sepertimu, yang masa depannya tak jelas!” Begitu lah ucapan Bu Linda yang sampai saat ini masih ia ingat betul, begitu menyesakkan dadanya.
Randy memang seorang anak yatim piatu yang ditinggal pergi oleh kedua orang tuanya saat ia berusia 10 tahun. Mereka adalah korban kecelakaan kereta, yang beritanya pernah masuk televisi saat itu, dan hanya Randy lah yang selamat. Sejak saat itu, hidupnya ditanggung oleh sang paman, Om Tama, adik kandung dari ayah Randy.
Meski pun begitu, Randy tak tinggal bersama keluarga Om Tama, melainkan dengan keluarga mantan pembantu Om Tama, yaitu Bu Yusi dan suaminya, yang tak bisa memiliki anak. Meski hanya tinggal di rumah sederhana pemberian Om Tama, Randy sangat bersyukur memiliki keluarga seperti sang paman, yang telah membiayai sekolahnya hingga kuliah S2. Termasuk juga memberikan jabatan padanya saat ini di perusahaan Om Tama.
Setidaknya, ia masih merasakan kehangatan keluarga, sejak diasuh oleh Bu Yusi dan Pak Mukid, yang sudah ia anggap sebagai orang tuanya sendiri.
“Tante Linda, aku memang hanya anak yatim piatu yang tinggal di rumah kecil. Orang tua angkatku juga hanya seorang pembantu. Tapi, bukan berarti aku tidak punya masa depan!” Randy mengepalkan tangannya, menunjukkan rasa sakitnya yang masih terasa hingga kini.
Memang, ia tak pernah menceritakan pada siapa pun termasuk pada Alya dan keluarganya, tentang keluarga Om Tama yang kaya raya. Ia hanya mengatakan bahwa pamannya lah yang membantu membiayainya, tanpa menyebutkan apa profesi Om Tama. Hal itu lantaran Randy tak merasa berhak memamerkannya. Jadi yang banyak orang tahu, ia hanya seorang anak yatim piatu yang diasuh oleh orang tua angkat berprofesi pembantu.
“Tapi, Tuan, saya tidak ingin menyampaikan hal itu. Justru, kami sudah menemukan Nona Alya,” sahut Geni membuyarkan lamunan Randy.
Seketika Randy membalikkan tubuhnya dan menatap tajam sang asisten. “Apa? Benar begitu? Di mana dia sekarang?”
“Nona Alya bekerja sebagai seorang asisten rumah tangga, yang tergabung dalam yayasan penyalur ART “Rumah Citra”, yayasan yang cukup punya nama di beberapa kota. Saat ini, Nona Alya sudah ada yang pakai, dia bekerja di salah satu rumah dinas pejabat,” jelas Geni.
Yayasan tempat Alya bekerja merupakan yayasan penyalur ART berkompeten, yang tak diragukan kredibilitasnya. Para ART di bawah mereka, benar-benar dididik khusus dan sering diperkerjakan oleh orang-orang kaya. Untuk itu, yayasan tersebut memang memiliki tarif yang lebih mahal dari yayasan lainnya.
Randy pun cukup tertegun mendengar hal ini, ia tak menyangka Alya yang dikiranya akan menjadi orang sukses, kini hanya menjadi seorang asisten rumah tangga.
“Aku tidak mau tahu bagaimana caranya, aku ingin dia bekerja di rumahku! Buatlah salah satu ART-ku pergi dan berikan pekerjaan pengganti padanya, agar Nadia tak curiga!” titah Randy pada sang asisten.
Mengangguk, Geni seakan paham apa yang harus ia lakukan.
***
Beberapa hari kemudian setelah bernegosiasi dengan pemilik yayasan dan tentunya memberikan sejumlah uang yang tak sedikit, Alya berhasil keluar dari rumah tempat ia bekerja sebelumnya, dan akan dipindahkan ke rumah Randy.
"Sudah, kamu percaya saja pada kami, Alya. Ini sudah tugas kami untuk mengatur pekerjaan seluruh ART yang tergabung di yayasan ini. Kinerjamu sangat baik, kamu harus mendapat majikan yang lebih kaya dan lebih baik dari majikanmu sebelumnya. Di sana, kamu akan lebih makmur,” ucap salah seorang pengurus yayasan.
Tanpa membantahnya, Alya pun berangkat menuju rumah yang telah diinformasikan padanya, malam ini juga. Memang, perpindahan tempat kerja adalah hal yang wajar dan beberapa kali juga terjadi pada teman-temannya. Untuk itu, ia hanya menurut begitu saja. Apalagi, ia hanya tinggal duduk manis karena sudah ada fasilitas mobil dari yayasan yang mengantarnya.
Hingga setibanya di depan rumah majikan barunya, ia pun turun dari mobil.
“Selamat bekerja di tempat yang baru, Mbak Alya, semoga betah ya,” ujar sopir yayasan, kemudian membantu menurunkan tas-tas Alya dari bagasi.
“Terima kasih, Pak,” angguk Alya berlalu membawa barang-barangnya menuju gerbang.
Ia pun langsung disambut oleh satpam rumah. “Selamat malam, ada yang bisa dibantu?”
Alya pun menjelaskan bahwa ia adalah asisten rumah tangga yang diminta bekerja di rumah itu.
“Oh, Mbak Alya, ya. Silakan masuk, Tuan dan Nyonya sudah menunggu di dalam,” ujar satpam membuka pintu gerbang dan membantu membawakan barang-barang Alya ke dalam.
Saat mereka telah masuk ke dalam rumah, satpam dengan sopan memberitahukan kedatangan Alya pada Nyonyanya yang berada di ruang tengah.
"Nyonya Nadia, ini Mbak Alya, ART baru yang Tuan dan Nyonya tunggu,” lapor satpam.
Memandangi Alya dari ujung kaki sampai ujung kepala, raut wajah Nadia menunjukkan ekspresi yang tak begitu ramah. Istri Randy itu tak memberikan senyumnya sama sekali. Wajahnya yang cantik, tak menutupi sifat judesnya yang begitu kentara.
“Kamu sudah berapa lama jadi ART? Kenapa modelan kamu tidak seperti seorang ART?” ketus Nadia menduga yang tidak-tidak, mengingat kasus perselingkuhan antara ART perempuan dengan majikan laki-laki cukup marak terjadi.
Menundukkan kepalanya dengan sopan, Alya pun mengatakan bahwa ia sudah berpengalaman menjadi ART selama 7 tahun. Ia juga memperkenalkan yayasannya yang memiliki nama baik dan tak pernah bermasalah, baik dengan hukum maupun dengan mitra mereka. Ia juga memamerkan dirinya yang tak pernah mendapat teguran maupun sanksi dari pihak yayasan, atas sebuah kesalahan yang ia lakukan di rumah majikannya selama ini.
Tak lama kemudian, Randy memanggil sang istri dari dalam kamar.
“Iya, Sayang, sebentar. Ini aku sedang bicara pada pengganti Yuyun yang baru datang,” sahut Nadia setengah berteriak agar ucapannya didengar oleh sang suami.
Lalu, Randy pun keluar dari dalam kamar dan bersiap menyambut ART barunya.
Sontak Alya menjatuhkan tasnya di lantai yang sedari tadi dipegangnya, ketika melihat sosok Randy berdiri di samping Nadia.
Sementara Randy yang awalnya ingin sekali terlihat menyebalkan di depan Alya, justru hanya bisa diam terpana melihat Alya yang masih tampak memesona. Seketika jantungnya berdegup kencang. Rasa cinta yang masih tertinggal dalam dirinya untuk Alya, kini seakan kembali bergejolak. Padahal di saat seperti ini, seharusnya rasa sakit dan dendam lah yang bermain.
...****************...
Randy lalu memperkenalkan dirinya pada Alya dan dengan sengaja menunjukkan kemesraannya pada sang istri di hadapan mantannya itu. “Oke, Alya, pembalasanku akan dimulai dari sekarang,” batinnya.
“Maaf, Tuan dan Nyonya. Apa saya boleh ke kamar sekarang untuk bersiap kerja esok pagi?” tanya Alya menundukkan kepalanya.
Nadia pun lalu memanggil Sari, salah satu ART lamanya, untuk mengantar Alya ke kamarnya.
“Aku lebih suka Yuyun yang berpengalaman, kalau ini seperti amatir,” ujar Nadia setelah Alya pergi.
“Kita tidak bisa memaksa Yuyun untuk tetap bekerja di sini, dia punya kehidupan sendiri. Kita doakan saja semoga pernikahannya di kampung lancar. Geni bilang, dia sudah 7 tahun 'kan sebagai ART, seharusnya bukan amatir lagi,” jelas Randy membujuk sang istri.
Setelahnya, Randy pun sempat berpikir, ternyata Alya sudah selama itu menjadi ART. Ia pun begitu penasaran dengan kondisi Alya paska putus darinya. Dulu, keluarga Alya adalah keluarga yang berkecukupan meski tidak berkelimpahan. Apalagi, Alya juga sempat kuliah.
Sementara itu, Sari yang baru saja mengantar Alya ke kamarnya, mengingatkan rekan kerjanya itu untuk menghormati dirinya sebagai senior di rumah itu. “Jangan mentang-mentang kamu dari yayasan ternama, kamu bisa seenaknya. Kamu harus patuh padaku! Jangan lupa, besok pukul 4 pagi kamu sudah harus bangun dan mulai membersihkan rumah.”
Mengangguk paham, Alya meminta izin untuk beristirahat karena esok adalah hari pertamanya kerja di rumah ini.
Merebahkan tubuhnya, Alya tak menyangka akan menjadi ART di rumah mantan kekasihnya. “Kenapa bisa kebetulan ya?”
Perasaannya pun campur aduk, antara canggung, tapi juga malu. Terlebih lagi, Randy sudah beristri. Saat pertemuan tadi, Alya juga cukup kagum pada kegagahan Randy, mantannya itu tampak lebih tampan dari saat menjadi kekasihnya dulu.
Tak dapat dipungkiri, masih ada rasa cinta yang tersisa. Bagaimana pun, mereka putus bukan karena kemauan satu sama lain. Semenjak putus dari Randy, Alya belum pernah menjalin cinta dengan lelaki lain.
“Kerja di mana ya dia sekarang, sudah sukses ternyata dia. Beruntung yang jadi istrinya,” gumamnya.
“Ah, Alya, mikir apa sih kamu? Ingat, kamu adalah pembantu dan dia adalah majikanmu, tak ada yang namanya mantan dalam pekerjaan ini!” Ia meyakinkan dirinya untuk profesional.
***
Keesokan paginya, sedari bangun Alya sudah sibuk menyapu, mengepel, dan mencuci baju.
“Sar, tolong untuk nanti siang kamu tidak usah masak. Masakanmu tidak seenak Yuyun. Suruh coba Alya saja yang masak,” pinta Nadia pada Sari saat tengah sarapan.
“Baik, Nyonya,” jawab Sari lalu pergi.
Raina, anak mereka yang telah lebih dulu selesai sarapan, berpamitan pada kedua orang tuanya untuk meninggalkan meja makan.
“Aku mau main dulu ya, Ma,” ujar bocah berusia 5 tahun itu.
Tak lama, Alya pun menuju meja makan untuk membereskan piring dan gelas kotor, juga menyimpan kembali makanan yang masih ada.
“Permisi,” ujarnya setengah menunduk meminta izin membereskan meja, setelah majikannya selesai sarapan.
Hanya melirik sekilas ke arah Alya, Randy lalu memegang dan mencium tangan istrinya. “Aku berangkat dulu ya, Sayang.”
Terpaksa, Alya harus menyaksikan pemandangan saat Randy berpelukan dan berciuman dengan istrinya. Ada rasa sakit yang terlintas di hati. Meski begitu, ia tak mau urusan hatinya ini bercampur ke dalam pekerjaannya.
Setelah membawa peralatan makan yang kotor untuk dicuci, Sari menghampirinya dan meminta Alya untuk menjaga Raina yang ingin bermain di taman belakang, setelah Alya menyelesaikan cucian piringnya. “Setelah itu kamu masak ya, Nyonya minta kamu yang masak."
“Maaf, Mbak Sari. Dari tadi aku belum sarapan. Mbak Sari juga tidak bekerja dari pagi. Mbak Sari saja ya yang jaga Raina, aku mau cuci piring lalu sarapan sebentar dan lanjut masak. Setelah Raina tidur, Mbak Sari yang setrika baju nanti ya, biar kita imbang,” tutur Alya.
Menatapnya tajam, Sari tak suka dibantah, apalagi Alya terkesan mendiktenya. “Aku bilang patuhi aku! Cuci piringnya, temani Raina main, lalu masak dan setrika baju!”
Terpaksa, Alya melakukan apa yang Sari mau untuk segera menuju ke taman belakang setelah selesai mencuci piring.
“Halo, Alya. Tante temani bermain ya,” sapa Alya ketika menghampiri Raina di taman belakang.
Tampak melihatnya asing, Raina mundur satu langkah.
Alya pun memperkenalkan dirinya sebagai teman Sari dan mengatakan bahwa mama Nadia memintanya untuk menemani Raina bermain.
Sontak Raina yang sedang memegang selang, mengarahkannya ke muka Alya, hingga tubuh Alya pun basah kuyup akan guyuran air dari selang.
“Non Raina, letakkan, letakkan.” Seorang tukang kebun menghampiri Alya dan mengambil selang dari tangan Raina.
Tukang kebun bernama Pak Sapto itu pun meminta maaf karena Raina memang nakal dan usil, apalagi terhadap orang baru.
Mengangguk memakluminya, Alya pun bergegas masuk ke dalam untuk berganti baju.
***
“Maaf, Nyonya, hari ini mau dimasakkan apa?” tanya Alya sopan pada istri Randy itu yang sedang asyik menonton televisi.
“Tanyakan pada Sari makanan kesukaan kami,” jawabnya tanpa menoleh ke arah Alya.
Pergi ke dapur, Alya menemui Sari untuk menanyakannya.
“Nyonya Nadia dan Raina suka soto segar alias soto rumahan. Kalau Tuan Randy suka sup iga. Bisa masaknya?" Sari tampak meremehkan kemampuan memasak seorang Alya.
Mengangguk, Alya menyanggupinya dan segera memulai memasak karena menurut penuturan Sari, majikannya akan makan siang pukul 1 dan tuannya juga akan pulang untuk makan bersama siang ini.
Alya yang masih baru, tampak kebingungan mencari-cari di mana letak bumbu dapur dan yang lainnya. Saat bertanya pada Sari pun, ia tak mendapat jawaban karena Sari begitu asyik rebahan di kamarnya sambil memainkan ponselnya. Lagi-lagi Alya hanya bisa menghela nafas panjang.
1 jam kemudian, Alya yang masih sibuk memasak, tiba-tiba mendengar suara tangisan Raina dan teriakan Nadia yang memanggil dirinya dan juga Sari.
“Ke mana kalian? Kenapa tidak ada yang jaga anak saya? Lihat, Raina jatuh!” Suara Nadia begitu menggelegar.
Sari pun seketika menghampiri Alya dan majikannya, untuk melapor bahwa Alya lah yang seharusnya menjaga Raina, karena dirinya sedang menyetrika baju.
“Saya makan masih jam 1 siang. Kamu bisa temani Raina dulu baru masak!” ujar Nadia melotot ke arah Alya.
Meminta maaf, Alya lalu menjelaskan bahwa Sari memintanya untuk masak karena setelah itu harus setrika baju, jadi Alya pikir Sari yang akan menjaga Raina.
“Dia salah paham, Nyonya. Sepertinya, Alya kurang bisa diajak berkomunikasi,” bantah Sari.
Tak ingin ribut, Nadia lalu mengingatkan agar Alya bisa bekerja lebih baik.
***
Saat jam makan siang, Randy sengaja pulang karena ingin makan di rumah, padahal, ia tak biasanya begitu.
Sari dan Alya pun mulai menyiapkan makanan di atas meja makan.
“Loh, siapa yang masak sup iga? Aku sedang tidak ingin makan sup iga siang-siang begini,” ujar Randy mengangkat alisnya.
Seketika Sari teringat bahwa ketika siang hari, tuannya itu tak suka makan yang berkuah dan lebih suka makan sayuran dan masakan ayam atau pun telur.
“Tadi saya sudah bilang pada Alya agar memasakkan ayam fillet atau telur dadar dan cah kangkung untuk siang ini, dan sup iga untuk nanti malam, tapi sepertinya Alya salah paham,” sahut Sari.
Nadia pun semakin naik pitam kala melihat Alya melakukan kesalahan lagi.
Ingin membantah pun rasanya sudah tak ada guna, Alya memilih diam.
Memandangi Alya tajam, Randy menunjukkan arogansinya sebagai seseorang yang berkuasa. “Masak lagi yang baru. Tidak pakai lama karena saya harus segera ke kantor!"
Nadia juga mengadukan soal anaknya yang terjatuh karena Alya lalai menjaganya.
Randy pun semakin puas memarahi Alya, bahkan mengatainya dengan kasar. “Bisa kerja tidak? Begini cara kerja kamu yang ngakunya sudah 7 tahun jadi ART? Mau saya laporkan ke yayasan kalau kerjamu sangat bodoh?”
...****************...
Malam harinya saat tengah beristirahat selesai membereskan meja makan, Alya langsung pergi ke kamarnya. Baru sehari kerja di rumah sang mantan, ia seakan sudah tak sanggup. Beban kerjanya begitu berat. Belum lagi lingkungan kerjanya yang membuatnya tertekan.
Tapi, ada satu hal lagi yang membuat ia ingin menangis. Sikap Randy padanya yang begitu dingin dan kejam. Padahal, dulu lelaki itu begitu manis dan penyayang.
Hingga saat tengah melepas lelah, tiba-tiba, Randy masuk ke dalam kamar Alya. Seketika Alya yang sedang merebahkan tubuhnya pun bangun. Apalagi, ia hanya mengenakan piyama pendek.
"Kamu masih ingat aku ‘kan? Masih ingat dengan apa yang sudah kamu dan orang tuamu lakukan padaku dulu?” Randy seakan begitu ingin melampiaskan rasa sakitnya.
“Maaf,” jawab Alya menunduk tanpa berbicara lebih, dan tetap menutupi dirinya dengan selimut.
Tersenyum kecut, Randy mengatakan bahwa apa yang Alya alami saat ini adalah bentuk hukuman dari semesta karena telah menyakitinya di masa lalu. Termasuk nasib Alya yang kini menjadi ART. Ia juga menegaskan bahwa hatinya belum bisa memaafkan Alya dan kedua orang tuanya dulu.
“Aku, yang kalian bilang hanya anak yatim piatu tanpa masa depan, nyatanya memiliki kehidupan yang lebih baik darimu. Lupa, ibumu pernah bilang kalau aku tak pantas untukmu karena statusku? Sekarang bagaimana? Apa kamu sudah memberitahu ibumu kalau kamu jadi pembantu di rumahku?” lanjut Randy.
Mengangkat dagu Alya yang sedari tadi menunduk, Randy menatapnya begitu dalam. Seakan dua kepribadian saling beradu dalam dirinya. Saat memandang wajah Alya, ada perasaan bersalah dalam dirinya, apalagi saat mereka berpandangan sekian detik. Wajah mulus Alya seakan mengingatkan memorinya saat dulu mereka masih bersama. Tak bohong, masih ada sisa rasa di antara mereka.
Tapi di sisi lain, rasa sakit hati dan dendam Randy masih begitu kental.
Hingga tak lama, terdengar suara Nadia memanggil suaminya. Sontak Randy pun berdiri dan keluar dari kamar Alya. Sayangnya, Nadia lebih dulu melihatnya.
“Kamu sedang apa di kamarnya?” Raut wajah Nadia terlihat penuh tuduhan.
“Tadi saat aku lewat, dia bilang ada kecoak. Tapi, setelah aku cek tidak ada apa-apa. Sepertinya dia sengaja memancingku agar menemuinya di kamar,” jelas Randy berbohong.
Nadia pun langsung masuk ke kamar Alya dan menamparnya. “Dari awal saya sudah curiga, kamu tidak seperti pembantu pada umumnya. Kamu sengaja kerja di yayasan itu hanya ingin menggoda majikanmu ‘kan? Karena kamu tahu majikanmu adalah orang-orang kaya!”
Menggeleng sembari menahan tangis, Alya hanya bisa mengatakan bahwa ia tak seperti itu.
“Sudah, ayo masuk kamar,” ajak Randy melerai istrinya.
Hati Alya pun semakin hancur, kala ia baru menyadari bahwa Randy memperkerjakannya karena ingin balas dendam. Ia pun meringkukkan tubuhnya di bawah selimut, agar tak ada siapa pun yang mendengarnya menangis. “Ayah...ibu.”
***
Sementara itu, saat di dalam kamarnya, Randy tak henti memikirkan Alya. Rasa cinta dan dendam itu seakan datang silih berganti tanpa bisa dikontrol. Dibayangkannya wajah Alya yang masih terlihat cantik seperti dulu.
Hingga jiwa lelakinya muncul, terlintas niat buruk Randy untuk semakin melakukan pembalasan dendamnya. Entah setan apa yang sudah merasukinya, Randy keluar kamar setelah memastikan Nadia tengah tertidur pulas. Ia berjalan ke kamar Alya dan langsung masuk begitu saja karena kamar ART memang tak boleh dikunci.
Alya yang tengah tertidur pun tiba-tiba terbangun dan ingin berteriak karena terkejut melihat kedatangan Randy malam-malam begini.
“Diam, jangan berteriak! Layani aku, Alya!” Randy membungkam mulut Alya dengan tangannya.
Menggeleng, Alya tak bisa menahan air matanya. Ia begitu ketakutan. Lelaki yang sampai detik ini masih ada di hatinya itu pun seakan ingin menyakitinya.
Melepas bajunya, Randy juga melakukan hal yang sama pada Alya. Mantan kekasihnya itu dibuat tak berkutik dengan belaian tangan Randy. Apalagi, Randy juga mengancam akan melaporkannya pada yayasan dan membuat Alya tak akan lagi bisa bekerja di mana pun, karena kekuasaannya.
“Tolong, jangan lakukan ini, Randy. Aku mohon. Aku minta maaf atas kesalahanku juga orang tuaku dulu,” pinta Alya menangis.
Tak peduli, Randy hanya fokus pada tubuh Alya yang baginya sangat menggoda. Mulai mencumbunya, Randy begitu menikmati tubuh Alya yang masih gadis itu. Sepertinya, ini bukan lagi dendam yang bermain, tapi rasa cinta yang masih ada itu lah yang berubah menjadi n*fsu. Sementara Alya pun tak bisa berbuat apa-apa untuk melawannya dan hanya bisa pasrah.
“Katakan pada ibumu, Sayang, ini lah masa depanmu," ujar Randy semakin gila mencumbu Alya.
Malam panas itu pun terjadi begitu saja.
Hingga beberapa saat kemudian, Sari yang baru saja dari kamar mandi, tak sengaja melihat tuannya itu baru saja keluar dari kamar Alya pukul 12 malam.
***
Satu bulan berlalu, Alya menahan diri untuk terus bekerja di lingkungan yang tak menyenangkan itu. Tekanan, teguran, dan amarah para majikannya pun seakan sudah biasa terjadi. Belum lagi perlakuan Sari padanya dan juga kenakalan Raina. Semua itu ia tahan demi agar ia bisa tetap bekerja di bawah yayasan untuk menyambung hidup.
Apalagi, sejak malam panasnya kala itu, sikap Randy seolah tak terjadi apa-apa dan masih sama dingin dan kejamnya seperti biasa.
Hingga suatu ketika, wajahnya tiba-tiba pucat, tubuhnya melemas dan pekerjaannya pun jadi berantakan.
Masakannya pun jadi keasinan sampai mengudang amarah Nadia.
Akhir-akhir ini, Sari bahkan beberapa kali mendengar suara Alya sedang muntah-muntah saat di kamar mandi. Tentu, ia tak bisa berpikir positif. Otaknya seketika tertuju pada malam saat tuannya itu keluar dari kamar Alya.
“Kamu hamil ya?” tuding Sari.
Menggeleng, Alya mengaku hanya masuk angin.
Entah apa yang ada dalam benak Sari, ia lalu dengan semangatnya membeli testpack.
Setelah melaporkan kondisi Alya yang sering muntah, Sari juga melaporkan kejadian malam itu pada Nyonyanya.
“Apa? Kamu serius, Sar? Kenapa baru bilang sekarang?” Nadia seakan tak menyangka atas apa yang Sari katakan.
“Kalau Nyonya tidak percaya, kita buktikan saja,” usul Sari lalu menyodorkan testpack itu pada majikannya.
Mereka berdua pun langsung memanggil Alya untuk diinterogasi dan memintanya melakukan tes kehamilan.
Dengan ragu, Alya terpaksa melakukannya karena ditekan dan dipaksa.
Hingga saat ia keluar dari kamar mandi, mereka dibuat terkejut setelah melihat tanda pada testpack itu.
Seketika Nadia menampar pipi Alya begitu keras sampai memerah.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!