Dua orang setengah baya saat ini berada di sebuah panti asuhan dengan tujuan ingin mengadopsi seorang anak karena sudah tiga tahun mereka tidak mendapatkan keturunan. Johan dan Daisy sedang berbicara dengan kepala panti ibu Nina yang memberitahu kalau dia baru saja menemukan seorang gadis kecil sedang menangis di sebuah hutan di dekat sungai dengan keadaannya yang begitu mengkhawatirkan.
Kebetulan sekali Daisy sangat ingin mengadopsi seorang anak perempuan, lalu tidak lama gadis itu Isabella berjalan menghampiri Ibu Nina dengan membawa botol susu yang kosong,”Bu tutu, aus …”
Celoteh gadis yang usianya baru berumur tiga tahun. Deisy dan Johan sudah jatuh hati melihat tingkah gadis kecil tersebut yang sangat lucu ditambah tubuhnya yang gemuk dan pipinya yang gembul dengan rambut lurusnya yang di ikat dua membuat Daisy langsung menggendongnya. Isabella tersenyum dan entah mengapa gadis itu terlihat nyaman di dekat Daisy.
“Kamu mau ikut mama?” tutur Deisy mengusap lembut kedua rambut yang telah di ikat sangat lucu dan Isabella mengangguk pelan tanda setuju membuat Daisy langsung membawa keluar anak itu dan mengajaknya bermain boneka yang dipegangnya.
Johan dan bu Nina langsung mengurus semua surat-surat untuk mengadopsi Isabella secara resmi. Kemudian Bu Nina membereskan barang-barang gadis kecil itu lalu mereka pamit dengan membawa Isabella. Gadis kecil itu sama sekali tidak menangis melainkan terlihat bahagia saat dirinya masuk ke dalam sebuah mobil hitam milik Johan.
Maksud sebenarnya Daisy dan Johan angkat anak hanya untuk pancingan mereka agar bisa mendapatkan keturunan sesuai saran para keluarga dan semoga saja berhasil. Biar begitu seiring berjalannya waktu Daisy sangat bahagia memilki Isabella di tengah keluarganya. Isabella anak yang pandai dan sangat pintar ia mampu membuat hari-hari kedua orang tuanya selalu dipenuhi kebahagiaan.
Dua tahun kemudian Daisy mengandung buah cintanya dengan Johan membuat keluarga itu bahagia begitupun Isabella merasa senang memilki seorang adik. Akan tetapi, kebahagiaan gadis kecil yang sudah berumur lima tahun itu tidak berlangsung lama. Setelah kelahiran putri pertama Daisy sangat senang dan sangat memanjakannya sampai ia lupa kalau Isabella juga butuh perhatiannya.
Daisy berubah semenjak Stella Cliere lahir ia menjadi sosok ibu yang pilih kasih,terkadang ia menyindir Isabella dengan statusnya yang hanya anak angkat membuat Johan menegurnya dan mengingatkan kembali kalau berkat Isabella mereka bisa mendapatkan seorang anak kandung tapi Deisy kekeh kalau ia mendapatkan Stella itu berkat usaha dan doanya selama ini.
Isabella tahu kalau dia hanya anak angkat keluarga Johan setelah pria itu memberitahu Isabella saat usianya sudah menginjak umur dua puluh tahun, Bella panggilan akrab gadis itu tidak terlalu terkejut mendengar kenyataan jika dia hanya anak angkat karena perlakuan sang mama yang selama ini selalu mengutamakan Stella sang adik angkat dan dia hanya pasrah setidaknya masih ada Johan yang selalu menyayanginya membuat Bella menerima segala sikap mamanya yang memperlakukan dirinya sebagi pembantu yang harus melayani dirinya dan Stella.
*
*
Pagi hari seperti biasa Bella yang menyiapkan semua sarapan sebelum ia berangkat kuliah padahal di rumah Johan ada dua maid, tetapi Daisy hanya ingin Bella yang menyiapkan semua sarapan sebagai bentuk balas budi karena selama ini Daisy merasa sudah merawatnya jadi, Bella harus membayarnya dengan menuruti semua perintahnya.
“Biar saya bantu Nona,” tawar Bibi Nur yang tidak tega dengan Bella yang harus memasak sebanyak itu, bukan hanya sarapan, makan siang dan makan malam juga. Jadi, sepulang kuliah atau saat libur pun ia tidak pernah bermain dengan siapapun karena memang dia tidak pernah mempunyai teman untuk sekedar bercerita hanya Bibi Nur yang selalu menanyakan keadaan Bella.
Bella menolak dan langsung segera membawa beberapa lauk pauk yang terakhir ia masak. Tidak lama Daisy, Johan dan Stella tentunya dengan santai duduk di meja makan dan langsung menyantap sarapan yang dibuat Bella.
“Kamu mau ke mana, Bella? Tidak sarapan?” tanya Johan menahan Bella karena dia tahu kalau putrinya akan sarapan di dapur lagi bersama kedua maid nya.
“Tapi … pah,” Bella melirik Daisy yang menatapnya tajam ia pun tertunduk takut. Karena kalau Johan sedang dinas di luar negri Daisy tidak akan pernah mengizinkannya untuk makan bersama di meja makan.
Johan sebenarnya sangat kesal dan marah melihat perlakuan istrinya yang membedakkan perlakuannya dengan bella. Seakan-akan dia lupa atas janjinya dulu yang akan menyayangi putri angkatnya walaupun suatu saat nanti mereka berhasil mendapatkan keturunan. Johan menganggukkan kepala tanda perintah untuk Bella agar ia sarapan bersama akhirnya Bella menuruti Johan dan duduk bersebelahan dengan Stella.
“Jangan di sini! Aku gak mau bersebelahan sama kamu,” ketus Stella mendorong tubuh Bella degan satu jarinya seperti jijik pada gadis yang seharusnya ia hormati.
Johan menatap sendu Bella yang akhirnya pindah ke kursi sebelah lalu dengan ragu ia mengambil nasi goreng buatannya sendiri sedikit tertunduk takut dengan tatapan mama dan adiknya yang selalu tidak suka dengan kehadirannya.
“Pah, dua hari lagi ulang tahunku. Aku mau kita merayakannya dengan makan malam bersama,” pinta Stella yang setiap tahun selalu dirayakan ulang tahunnya oleh kedua orang tuanya. Berbeda dengan Bella yang setiap tahun tidak dirayakan, jangankan perayaan bahkan tidak ada satupun yang mengingat hari ulang tahunnya.
Seperti biasa Johan menuruti kemauan putri bungsunya dan ia akan segera membooking tempat untuk semua keluarganya tidak terkecuali Bella karena Johan tidak pernah membedakkan putri angkatnya ia sudah berjanji akan menjaga amanah yang tuhan berikan sekalipun Bella bukan putri kandungnya.
Stella dan papanya sudah berangkat bersama, Stella masih bersekolah SMA tinggal beberapa bulan lagi ia lulus, Bella langsung membereskan semuanya dan Daisy justru meninggalkan gadis itu sendiri memilih bersiap karena hari ini ia akan pergi bersama teman arisannya.
“Nona, biar Bibi saja yang mencuci piring. Sudah siang nanti Nona terlambat pergi kuliah,” ujar Bibi Nur mengambil alih cucian piring dari tangan Bella.
Bella ingin menolak, tetapi yang dikatakan Bibi benar karena waktu begitu cepat bergulir membuat Bella menuruti perkataan Bibi Nur. Akan tetapi, ia ragu untuk melangkah pergi dari dapur karena takut sang Mama akan memarahinya. Bibi Nur tahu kegelisahan Bella lalu ia tersenyum pada Bella dan mengatakan kalau Daisy sudah pergi sedari tadi dijemput teman arisannya.
Bella menarik napas lega,”Terimakasih, Bi. Kebetulan hari ini aku ada sidang. Doakan agar aku lulus dengan nilai yang terbaik,” ujar Bella.
“Bibi selalu mendoakan, Non,” sahut Bibi Nur berusaha menyemangati Bella hanya dia satu-satunya yang peduli dengan gadis itu.
Bella sudah bersiap ia sedikit merapikan penampilannya sebentar lalu melangkah dengan penuh harap agar hari ini ia bisa lulus dan segera bekerja. Bella Kuliah di Universitas yang tidak lah mahal karena Daisy tidak ingin membiayainya dengan kampus yang biayanya sangat mahal. Tentu Bella tidak mempermasalahkan hal itu karena ia adalah tipe orang yang selalu bersyukur dengan apa yang dia terima.
Bella mengambil jurusan seni, dia sangat suka sekali dengan bunga dan bercita-cita menjadi seorang Florist. Daisy sangat merendahkan jurusan yang diambil Bella. Karena menurutnya jurusan yang diambil Bella tidak akan menjanjikan kesuksesan kedepannya. Berbeda dengan Stella yang sangat ingin menjadi seorang model terkenal dan ingin sekolah model tentu saja Daisy sangat mendukungnya. Karena menurutnya pekerjaan menjadi model itu sangat menjanjikan dibandingkan menjadi seorang Florist.
Florist adalah profesi seseorang yang bertugas merangkai bunga segar atau imitasi menjadi karangan bunga, buket, bunga meja dan lainnya.
***
Malam ini keluarga Cliere sedang bersiap untuk pergi ke sebuah restoran yang sudah dibooking Johan untuk merayakan ulang tahun Stella yang ke tujuh belas tahun serta merayakan kelulusan kedua putrinya dengan nilai terbaik membuat Johan merasa bangga.
“Pah, kenapa dia ikut sih?” kesal Stella yang malam ini terlihat sangat cantik dengan gaun merah selutut dan rambutnya yang sedikit ikal tergerai begitu saja.
“Iya, papa ini gimana sih. Malam ini ulang tahun putri kita! Kenapa kau selalu mengajaknya? Sekali-kali kita rayakan bertiga saja!” decak Daisy yang sibuk merapikan rambut indah Stella.
“MAH?! Apa kau lupa kalau Bella juga putri kita!” sentak Johan merangkul tubuh Bella yang saat ini tertunduk menahan tangis.
“Aku ingat dan sangat ingat dia hanya putri angkat kita,” timpal Daisy.
Johan ingin membalas ucapan sang istri, tetapi Bella menahan sang papa dan memilih untuk tidak pergi. Namun Johan tetap membawa Bella setuju atau tidaknya Stella dan Daisy ia melangkah santai melewati mereka berdua merangkul sang putri melangkah keluar menuju mobilnya.
“Ishhh. Menyebalkan! Mah …” rengek Stella
“Sudah, ayo. Biarkan saja memang papamu selalu membela anak angkat itu,” bujuk Daisy.
Stella menghentakkan kakinya menyusul Johan dengan perasaan kesal tapi begitulah papanya dia lebih memilih membela Bella membuat ia semakin membenci kakaknya yang sebenarnya sangat menyayanginya tidak peduli Stella bukan adik kandungnya.
*
*
Bersambung.
Sepanjang perjalanan Bella sangat khawatir karena Stella yang mengemudikan mobilnya. Bella berusaha mencegahnya karena Stella belum begitu mahir mengendarai mobil dan baru latihan seminggu yang lalu,”Stella, hati-hati membawa mobilnya. Jangan mengebut,” tegur Bella yang kini berada dibelakang duduk bersama sang mama.
“Apaan sih, Kak. Dari tadi kamu rewel banget sih! Jangan buat konsentrasi aku buyar kerena terus mendengar ocehan mu itu!” protes Stella tanpa menoleh karena ia harus fokus ke depan agar tidak terjadi apa-apa.
Di samping Daisy melanjutkan omelannya karena Bella sangat menyebalkan menurutnya,”Apa kamu iri sama adikmu. Sampai-sampai kau nyerocos terus sama Stella? Dia itu sudah latihan kau tenang saja dan diam biarkan Stella fokus menyetir,” kesal Daisy.
“Kau iri ya sama hadiah ulang tahun ku dari papa yang membelikan mobil impian ku?” sindir Stella.
“Tidak Stella aku bahagia melihatmu bahagia dan maaf kakak gak bisa memberikanmu hadiah setiap kau ulang tahun,” lirih Bella dengan tertunduk.
“Tidak apa-apa doakan saja yang terbaik untuk adikmu,” ujar Johan berusaha membuat suasana menjadi tidak tegang sembari menghela napasnya yang terasa berat melihat Bella selalu terpojokkan dengan kelakuan mereka berdua.
“Ck, dia selalu saja mencari muka sama papa yang selalu membelanya. Aku akan segera membuatmu pergi dari keluargaku, Bella,” batin Stella yang sekilas menatap Bella dari spion depan.
Akhirnya mobil mereka sampai di depan restoran yang sangat mewah. Mereka tertegun melihat dekorasi depan restoran saja sudah memperlihatkan betapa mahalnya restoran ini. Tidak menunggu lama mereka masuk dan disambut para pelayan restoran tersebut yang menuntun mereka ke meja pesanan Johan dan sudah siap dengan menu makanan yang tentunya sangat mahal.
Keluarga itu langsung duduk bersama menikmati hidangan yang sudah siap tapi Johan malah mencegahnya,”Tunggu, papa punya kejutan untukmu,” ujar Johan membuat Stella bingung.
Prok
Prok
Johan menepukkan kedua tangannya tidak lama para pelayan lain mendorong meja troli berukuran panjang berisikan kue ulang tahun dua tingkat menghampiri Stella,”Selamat ulang tahun Nona,” ucap pelayan itu.
“Terimakasih”
Stella langsung menatap sang papa lalu memeluknya dengan amat senang. Johan memang sangat menyayangi sang putri selama tiga tahu ia menantikan sang buah hati hadir dan memutuskan mengadopsi Bella sebagai pancingan dan penantiannya berakhir dua tahun kemudian. Johan sangat bersyukur akan hal itu, tetapi tidak dengan Daisy yang melupakan Bella yang membawa keberkahan di keluarganya.
Make a wish dan doa sudah dipanjatkan semua keluarga lalu Stella membuka kedua matanya langsung meniup lilin yang ada di hadapannya. Mereka melanjutkan acara makan malamnya dengan sangat bahagia kalau dari kejauhan, tetapi tidak yang sebenarnya yang mana Bella selalu tersiksa dengan sikap Mama dan adiknya. Andai saja setiap hari mereka terlihat akur seperti ini Bella sangat bahagia memiliki keluarga yang utuh. Akan tetapi, ia tetap bersyukur memilki Johan sang papa yang sangat menyayanginya membuat Bella memilih bertahan di keluarga Cliere.
Jam menunjukkan pukul sembilan malam mereka memutuskan untuk pulang. Malam itu tiba-tiba saja langit mendung di kegelapan. Stella yang mulai mengantuk mengendarai mobil sambil menahan ngantuk yang amat sangat. Daisy dan Johan sudah tertidur sedangkan Bella masih memperhatikan Stella yang nampaknya mulai tidak fokus menyetir karena rasa ngantuk nya tidak bisa ia tahan lagi.
“Stella …” teriak Bella membuat Stella reflek menginjak rem secara mendadak. Bahkan Daisy dan Johan pun terbangun karena tubuh mereka tersungkur ke depan.
“Apa-apaan sih kamu, kak! Kalau aku jantungan gimana?” sentak Stella membalik tubuhnya menghadap belakang di mana Bella duduk.
“Sepertinya kamu ngantuk, biar aku saja yang menyetir,” tawar Bella tanpa menghiraukan tatapan sang adik yang sangat menyeramkan.
“Ini mobilku! Kamu gak boleh sentuh!” tekan Stella lalu melanjutkan perjalanan.
Daisy yang masih mengantuk pun tertidur kembali begitu pun Johan, walaupun terkejut ia malas untuk mengomel kembali pada Bella dan memilih untuk melanjutkan tidurnya.
*
*
“Pokoknya aku gak mau menghadiri acara perjodohan itu, pah,” tolak seorang pria yang sudah berumur tiga puluh tahun dengan wajahnya yang menahan amarah.
“Sayang, lihat dulu calon kamu. Baru nanti kamu tolak juga gak apa-apa. Umur kamu sudah kepala tiga apa kamu gak malu sama teman-teman mu yang sudah pada menikah?” ujar Nania ibu dari pria itu.
“Ngapain malu, menikah itu bukan untuk ajang perlombaan, mah. Pokoknya aku belum mau menikah titik!” ucapnya sedikit meninggi.
“Arrayan …” tegur Lais Mahendra.
Arrayan Mahendra putra dari keluarga Mahendra saat ini dalam perjalanan menuju keluarga calon istrinya yang telah dijodohkan untuk dirinya, tetapi dengan keras ia menolak dan tidak peduli dengan umurnya yang sudah berumur tiga puluh tahun. Baginya tidak ada cinta yang tulus dan hanya memandang dari segi harta saja karena masa kecil Arrayan selalu dibully teman wanitanya yang selalu mengatai dirinya jelek dan culun.
Tidak ada bantahan lagi suasana menjadi sunyi saat Lais sudah membuka suaranya. Jujur saja Arrayan sangat takut dengan sang papa yang mendidiknya begitu keras hingga membuat pria itu semakin dingin sikapnya kepada siapapun.
Namun suasana menjadi tegang saat Arrayan merasakan sang supir menyetir dengan tidak benar,”Pak Toni, kau bisa tidak membawa mobil dengan benar?” tanya Arrayan.
“Maaf, Tuan. Sepertinya ada yang tidak beres dengan mobilnya saya akan lihat dulu,” jawab sang supir seraya menepikan mobilnya.
Pak Toni keluar untuk memeriksa sedangkan keluarga itu memilih menunggu di dalam. Karena merasa lama Arrayan memutuskan keluar menghampiri Toni yang sedang memeriksa mesin mobil. Sedangkan Lais dan Nania menunggu di dalam.
“Lama banget, sih!” protes Arrayan.
“Tuan, sepertinya ini akan lama, bagaimana kalau kita menghubungi bengkel dan Tuan naik taksi saja ke rumah calon Tuan,” usul Toni masih berusaha membenarkan mesin yang membuat mobil majikannya mogok.
“Makanya jangan telat service jadi nyusahin kan ujungnya,” ketus Arrayan meraih ponselnya untuk menghubungi bengkel dan memesan taksi.
Toni sudah terbiasa dengan sikap majikannya dia tidak menghiraukan perkataan Arrayan dan memilih fokus melihat kerusakan mesin.
Lais membuka kaca mobil saat Arrayan bersandar di mobil dengan berselancar di ponselnya,”Ada apa? Kenapa lama sekali?” tanya Lais dari dalam.
“Mobilnya mogok, pah. Aku sedang menghubungi bengkel papa sama mama tunggu di dalam saja. Di luar agak gerimis,” ujar Arrayan dan Lais mengangguk kepalanya pelan.
Arrayan sedikit menjauh dari mobil karena susah mendapatkan sinyal karena mungkin akan turun hujan membuat sinyal menjadi sedikit eror. Sedangkan Toni celingukan mencari seseorang yang mungkin bisa membantunya lalu ia melihat sebuah warung kecil di pinggir jalan agak jauh dari mobil.
Tanpa berpamitan ia langsung berjalan menuju warung yang kebetulan banyak pemuda dan pria setengah baya sedang berkumpul sekedar menikmati kopi di warung tersebut. Tanpa mereka sadari mobil dengan kecepatan yang sangat tinggi tiba-tiba menghantam pembatas jalan.
Brakkk
“Akhhhh … Stella injak rem mobilnya!” teriak Bella yang sangat khawatir karena mobil mereka berputar-putra hingga akhirnya menabrak mobil yang sedang terparkir dengan posisi saling berhadapan.
Mobil mereka saling tersangkut, tetapi Stella tidak bisa mengimbangi dan dia hanya terus menginjak gas karena ketakutan dan panik ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sampai mobil itu pun berhenti menabrak sebuah rumah dan seketika ringsek di tabrak terus menerus oleh Stella yang juga mobilnya ringsek karena terkena reruntuhan tembok rumah tersebut.
Toni yang mendengar suara hantaman pun menoleh ke arah mobil majikannya yang sudah tiada di tempat. Ia pun langsung berbalik sebelum sampai ke warung berlari menghampiri kerumunan orang-orang yang berada di depan rumah yang sudah tidak berbentuk dan sangat hancur. Arrayan, entah ke mana pria itu pergi sambil menelepon masih mencari sinyal dan tidak sadar kalau dia sudah agak jauh dari tempat mobilnya terparkir.
Karena kesal ia pun memutuskan kembali ke mobil, Arrayan sempat bingung melihat orang-orang yang berlarian seperti panik dan dia menahan salah satu orang yang berlari,”Ada apa? Kenapa kalian berlarian seperti sedang panik?” tanya Arrayan.
“Di depan ada kecelakaan, Tuan. Sebuah mobil menabrak mobil lain yang sedang terparkir, saya dengar dari orang-orang begitu,” jelas pemuda itu.
“Apa?”
Arrayan panik dan langsung berlari sangat kencang menuju mobilnya yang kebetulan terparkir juga, dalam hatinya ia berharap bukan mobil orang tuanya yang ditabrak karena mereka masih berada di dalam. Kalaupun benar Arrayan juga berharap kedua orang tuanya sudah berada di luar mobil.
Namun, harapannya pupus ketika melihat kedua orang tuanya sudah dibawa keluar dari mobil oleh petugas ambulan sudah tidak bernyawa. Tubuhnya luruh dihadapan jasad kedua orang tuanya dan sangat menyesal meninggalkan mereka di dalam mobil hanya karena ingin mencari sinyal.
“Papa … Mama. Jangan tinggalin Arrayan, Hiks. Kalau kalian gak ada Arrayan sama siapa!” Isak Arrayan.
Pria muda itu histeris melihat kedua orang tuanya tiada di hadapannya dengan sangat mengenaskan, noda darah yang terus mengalir pada kain putih yang menutup tubuh kedua paru baya itu membuat Arrayan tidak bisa menahan rasa sakit di hatinya dan terus menggoyangkan tubuh Nania dan Lais yang sudah terbujur kaku dengan wajah putih pucat berharap mereka akan bangun kembali
Toni yang melihat Tuan mudanya seperti itu hanya bisa menatap sendu, ia berusaha menenangkan Arrayan dengan mengusap punggung Tuannya agar segera tenang.
Stella berhasil keluar dari mobil membawa sang ibu keluar. Mereka tidak terluka parah. Sedangkan Jihan masih berada di dalam bersama Johan,”Stella, papa mu masih di dalam,” ujar Daisy.
“Iya, nanti aku akan menolong papa, mama duduk dulu aku akan kesana lagi nanti,” ucap Stella yang malah pergi membeli minum untuk sang mama.
Sedangkan di mobil Bella sedang berusaha membangunkan sang papa yang pingsan beruntung Johan hanya terluka di pelipis matanya, tetapi Jihan terluka parah kakinya terjepit dan terluka parah akibat melindungi Daisy tapi ia tidak rasakan karena ingin membantu sang papa keluar dari mobilnya.
“Tuan itu mobil yang menabrak mobil kita,” ucap Toni memberitahu.
Arrayan menatap mobil itu terlihat jelas Bella yang sedang duduk di tempat mengemudi masih berusaha membangunkan sang papa membuat Arrayan geram ingin sekali ia memberikan pelajaran pada wanita yang ia sangka penyebab kecelakaan yang telah merenggut nyawa kedua orang tuanya.
“Aku akan lapor polisi agar wanita itu dipenjara, Tuan,” ujar Toni.
“Tidak perlu! Penjara terlalu ringan untuknya, akan akan membalas dendam dengan cara ku sendiri dengan wanita itu! Kau cari tahu saja keluarganya dan bilang pada polisi aku tidak akan menuntut apapun tentang kecelakaan ini tapi beritahu polisi juga jangan mengungkapkan identitas keluargaku,” perintah Arrayan yang masih menatap tajam ke arah Bella yang saat ini merangkul Johan dengan berjalan sedikit pincang.
“Baik, Tuan,” jawab Toni.
*
*
Bersambung
Semua keluarga Cliere dilarikan ke rumah sakit dengan ambulan, khusunya Bella yang saat ini langsung dibawa ke ruang UGD karena dia pingsan dan mengalami luka parah di kaki kirinya. Sedangkan Johan dan Daisy hanya diobati lukanya yang tidak parah apalagi Stella yang sama sekali tidak terluka. Kenapa bisa? Daisy pingsan saat mobil berputar begitupun Johan karena terkejut sedangkan Bella ia tetap bertahan melindungi sang mama dan memeluknya sehingga kakinya yang berada dekat pintu mobil terjepit kursi Stella ketika ia menabrak mobil Arrayan yang sedang terparkir.
Sedangkan Stella ia hanya terkejut seraya memegangi setirnya dengan erat dan menatap kosong ke depan menatap mobil yang ia tabrak dengan keadaan hampir hancur. Dia tidak bisa berpikir apakah di dalam mobil tersebut ada seseorang atau tidak, kalaupun ada tentunya dia akan menjadi korban dan pertanyaan lagi yang ada dibenaknya apakah mereka selamat atau tidak? Karena melihat keadaan mobil yang rusak parah pikiran negative pun muncul dari pikirannya dan langsung turun ketika sadar karena rintihan Stella segera ia segera turun bersama sang mama yang juga sadar dari pingsannya karena mendengar rintihan Bella.
Johan sadar dari pingsannya ia mengerjapkan kedua matanya dan berada di ruang rawat. Pertama kali yang ia lihat hanya Daisy dan Stella yang sedari tadi menunggunya agar cepat sadar,”Ini di mana?” Tanya Johan mengangkat tubuhnya dan bersandar dibantu oleh Stella.
“Rumah sakit, pah. Mobil kita menabrak mobil orang lain,” ujar Daisy sedikit khawatir karena ia tidak tahu bagaimana kondisi mobil yang tertabrak.
Johan menghela napas pelan dia saat ini sangat syok dengan kecelakaan yang dialaminya, netranya tidak henti mencari seseorang siapa lagi kalau bukan Bella yang tidak ada di hadapannya,”Di mana Bella? Apa dia baik-baik saja?” lirih Johan yang ingin bangkit, tetapi Stella mencegahnya agar papanya tidak mencari Bella.
“Dia … dia baik-baik saja, pah. Sekarang kak Bella …”
Ceklek
Seorang Dokter membuka pintu dan menghampiri Johan memberitahu kalau Bella harus segera dioperasi karena kakinya sangat tidak mungkin untuk diobati begitu saja. Mendengar itu Johan menatap tajam pada Stella karena ia baru saja mengatakan kalau Bella baik-baik saja.
“Bisa ikut ke ruangan ku sekarang, Tuan?” ajak Dokter itu.
“Bisa Dokter,” jawab Johan.
Johan melangkah bersama Dokter itu menuju ruangannya karena ada sesuatu yang perlu dijelaskan sebelum melakukan operasi. Johan terlihat sangat khawatir melihat keadaan Bella yang terbaring di dalam ruang operasi saat ia melewati ruangan tersebut dan berhenti sejenak.
“Bella …”
“Ada yang harus aku katakan mengenai kondisi putri anda, Tuan. Marilah ke ruangan ku sekarang,” ajak Dokter itu kembali dan lamunan Johan buyar.
Di sisi lain proses pemakaman di kediaman Mahendra berjalan dramatis dan sedikit lambat karena Arrayan yang menahan keranda yang akan membawa kedua orang tuanya untuk di makam kan membuat keluarga harus ekstra menahan Arrayan. Bahkan para bodyguard pun sampai kualahan menahan tubuh Arrayan karena ia mencoba melawan para Bodyguard nya itu.
“Lepaskan aku! Kenapa kalian menahanku!” teriak Arrayan menatap tajam semua orang yang berada di rumahnya termasuk para tetangga yang datang melayat.
Arrayan pergi dan langsung berlari keluar untuk mengejar ambulan yang membawa Keranda kedua orang tuanya, tetapi terlambat. Mereka sudah pergi jauh dan pintu gerbang yang menjulang tinggi itupun segera dikunci dan agar Arrayan tidak bisa keluar.
“Buka pintunya?! Cepat! Atau tidak aku akan menembak kalian semua!” ancam Arrayan.
Akhhhh
Seseorang melumpuhkan Arrayan dengan membiusnya agar bisa membawanya ke dalam kamar. Lalu beberapa Bodyguard diperintahkan untuk membawa Arrayan ke dalam kamarnya,”Maafkan aku Arrayan, paman terpaksa menyuruh dokter untuk membiusmu,” ucap seseorang yang tidak lain adalah adik kembar dari Lais.
Willweiam Mahendra yang selama ini menetap di London langsung terbang menuju Jakarta menggunakan pesawat pribadinya saat mendengar sang kakak dan kaka iparnya meninggal karena kecelakaan. Keputusannya sangat tepat untuk segera datang sebelum pemakaman karena ia tahu kalau Arrayan pasti sangat syok, karena dia sangat menyayangi kedua orang tuanya. Saat Lais sakit ia meninggalkan pekerjaannya hanya demi merawat papanya padahal Nania sudah melarangnya agar dia tidak perlu di rumah sakit, tetapi Arrayan menolak ia ingin merawat Lais sampai sembuh baru hatinya bisa tenang.
William menatap Arrayan dengan tatapan sendu, pria yang selama ini selalu menurut apa kata kedua orang tuanya dan tidak bisa melihat kedua orang tuanya kenapa-napa kini terbaring lemah dengan kedua matanya yang sembab akibat terus-menerus menangisi kepergian Lais dan Nania.
“Kakak, aku berjanji akan mencarikan jodoh yang tepat untuk putramu,” lirih Wiliam.
*
*
Pemilik bulu mata lentik itu perlahan membuka kedua matanya ia melihat sekitar yang terasa asing baginya,”Di mana ini?” gumam Bella.
Bella menoleh melihat Daisy dan Stella yang terlihat malas menunggunya di rumah sakit kalau bukan Johan yang memintanya. Karena sang papa sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit setelah meetingnya selesai. Bella hanya bisa menghela napas dengan wajah masam kedua orang itu yang selalu menatap tidak suka pada Bella.
Tidak lama Johan datang membuat senyuman gadis yang baru saja sadar terbit melihat sang papa datang lalu ia mengangkat tubuhnya dan bersandar agar bisa menyambut Johan yang saat ini membawakan bunga Rose berwarna merah kesukaan Bella.
“Terimakasih, papa,” ujar Bella meraih bunga itu.
“Bagaimana keadaan mu. Apa sudah merasa baikkan?” tutur Johan lembut.
“Sudah, pah. Bagaimana keadaan papa? Papa tidak apa-apa kan? Aku sangat khawatir,” ujar Bella menatap lekat Johan.
“Seperti yang kamu lihat, papa baik-baik saja, kamu tidak perlu khawatir,” balas Johan tersenyum getir sekarang dia yang khawatir bagaimana cara menjelaskan kondisi Bella yang sebenarnya? Ia takut kalau putrinya tidak bisa menerima kondisi ia yang sekarang.
Semua keluarga Cliere dilarikan ke rumah sakit dengan ambulan, khusunya Bella yang saat ini langsung dibawa ke ruang UGD karena dia pingsan dan mengalami luka parah di kaki kirinya. Sedangkan Johan dan Daisy hanya diobati lukanya yang tidak parah apalagi Stella yang sama sekali tidak terluka. Kenapa bisa? Daisy pingsan saat mobil berputar begitupun Johan karena terkejut sedangkan Bella ia tetap bertahan melindungi sang mama dan memeluknya sehingga kakinya yang berada dekat pintu mobil terjepit kursi Stella ketika ia menabrak mobil Arrayan yang sedang terparkir.
Sedangkan Stella ia hanya terkejut seraya memegangi setirnya dengan erat dan menatap kosong ke depan menatap mobil yang ia tabrak dengan keadaan hampir hancur. Dia tidak bisa berpikir apakah di dalam mobil tersebut ada seseorang atau tidak, kalaupun ada tentunya dia akan menjadi korban dan pertanyaan lagi yang ada dibenaknya apakah mereka selamat atau tidak? Karena melihat keadaan mobil yang rusak parah pikiran negative pun muncul dari pikirannya dan langsung turun ketika sadar karena rintihan Stella segera ia segera turun bersama sang mama yang juga sadar dari pingsannya karena mendengar rintihan Bella.
Johan sadar dari pingsannya ia mengerjapkan kedua matanya dan berada di ruang rawat. Pertama kali yang ia lihat hanya Daisy dan Stella yang sedari tadi menunggunya agar cepat sadar,”Ini di mana?” Tanya Johan mengangkat tubuhnya dan bersandar dibantu oleh Stella.
“Rumah sakit, pah. Mobil kita menabrak mobil orang lain,” ujar Daisy sedikit khawatir karena ia tidak tahu bagaimana kondisi mobil yang tertabrak.
Johan menghela napas pelan dia saat ini sangat syok dengan kecelakaan yang dialaminya, netranya tidak henti mencari seseorang siapa lagi kalau bukan Bella yang tidak ada di hadapannya,”Di mana Bella? Apa dia baik-baik saja?” lirih Johan yang ingin bangkit, tetapi Stella mencegahnya agar papanya tidak mencari Bella.
“Dia … dia baik-baik saja, pah. Sekarang kak Bella …”
Ceklek
Seorang Dokter membuka pintu dan menghampiri Johan memberitahu kalau Bella harus segera dioperasi karena kakinya sangat tidak mungkin untuk diobati begitu saja. Mendengar itu Johan menatap tajam pada Stella karena ia baru saja mengatakan kalau Bella baik-baik saja.
“Bisa ikut ke ruangan ku sekarang, Tuan?” ajak Dokter itu.
“Bisa Dokter,” jawab Johan.
Johan melangkah bersama Dokter itu menuju ruangannya karena ada sesuatu yang perlu dijelaskan sebelum melakukan operasi. Johan terlihat sangat khawatir melihat keadaan Bella yang terbaring di dalam ruang operasi saat ia melewati ruangan tersebut dan berhenti sejenak.
“Bella …”
“Ada yang harus aku katakan mengenai kondisi putri anda, Tuan. Marilah ke ruangan ku sekarang,” ajak Dokter itu kembali dan lamunan Johan buyar.
Di sisi lain proses pemakaman di kediaman Mahendra berjalan dramatis dan sedikit lambat karena Arrayan yang menahan keranda yang akan membawa kedua orang tuanya untuk di makam kan membuat keluarga harus ekstra menahan Arrayan. Bahkan para bodyguard pun sampai kualahan menahan tubuh Arrayan karena ia mencoba melawan para Bodygardnya itu.
“Lepaskan aku! Kenapa kalian menahanku!” teriak Arrayan menatap tajam semua orang yang berada di rumahnya termasuk para tetangga yang datang melayat.
Arrayan pergi dan langsung berlari keluar untuk mengejar ambulan yang membawa Keranda kedua orang tuanya, tetapi terlambat. Mereka sudah pergi jauh dan pintu gerbang yang menjulang tinggi itupun segera dikunci dan di gembok agar Arryan tidak bisa keluar.
“Buka pintunya?! Cepat! Atau tidak aku akan menembak kalian semua!” ancam Arrayan.
Akhhhh
Seseorang melumpuhkan Arrayan dengan membiusnya agar bisa membawanya ke dalam kamar. Lalu beberapa Bodygart diperintahkan untuk membawa Arrayan ke dalam kamarnya,”Maafkan aku Arrayan, paman terpaksa menyuruh dokter untuk membiusmu,” ucap seseorang yang tidak lain adalah adik kembar dari Lais.
Wiiliam Mahendra yang selama ini menetap di London langsung terbang menuju Jakarta menggunakan pesawat pribadinya saat mendengar sang kakak dan kaka iparnya meninggal karena kecelakaan. Keputusannya sangat tepat untuk segera datang sebelum pemakaman karena ia tahu kalau Arrayan pasti sangat syok, karena dia sangat menyayangi kedua orang tuanya. Saat Lais sakit ia meninggalkan pekerjaannya hanya demi merawat papanya padahal Nania sudah melarangnya agar dia tidak perlu di rumah sakit, tetapi Arrayan menolak ia ingin merawat Lais sampai sembuh baru hatinya bisa tenang.
William menatap Arrayan dengan tatapan sendu, pria yang selama ini selalu menurut apa kata kedua orang tuanya dan tidak bisa melihat kedua orang tuanya kenapa-napa kini terbaring lemah dengan kedua matanya yang sembab akibat terus-menerus menangisi kepergian Lais dan Nania.
“Kakak, aku berjanji akan mencarikan jodoh yang tepat untuk putramu,” lirih Wiliam.
*
*
Pemilik bulu mata lentik itu perlahan membuka kedua matanya ia melihat sekitar yang terasa asing baginya,”Di mana ini?” gumam Bella.
Bella menoleh melihat Daisy dan Stella yang terlihat malas menunggunya di rumah sakit kalau bukan Johan yang memintanya. Karena sang papa sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit setelah meetingnya selesai. Bella hanya bisa menghela napas dengan wajah masam kedua orang itu yang selalu menatap tidak suka pada Bella.
Tidak lama Johan datang membuat senyuman gadis yang baru saja sadar terbit melihat sang papa datang lalu ia mengangkat tubuhnya dan bersandar agar bisa menyambut Johan yang saat ini membawakan bunga Rose berwarna merah kesukaan Bella.
“Terimakasih, papa,” ujar Bella meraih bunga itu.
“Bagaimana keadaan mu. Apa sudah merasa baikkan?” tutur Johan lembut.
“Sudah, pah. Bagaimana keadaan papa? Papa tidak apa-apa kan? Aku sangat khawatir,” ujar Bella menatap lekat Johan.
“Seperti yang kamu lihat, papa baik-baik saja, kamu tidak perlu khawatir,” balas Johan tersenyum getir sekarang dia yang khawatir bagaimana cara menjelaskan kondisi Bella yang sebenarnya? Ia takut kalau putrinya tidak bisa menerima kondisi ia yang sekarang.
Saat sampai di ruang Dokter sebelum melakukan operasi kecil pada Bella, sang Dokter menjelaskan kalau kaki sebelah Kiri Bella mengalami cidera otot, adanya tulang yang patah serta adanya gangguan pada syaraf ototnya sehingga kaki kirinya tidak bisa berjalan normal dan harus menggunakan tongkat.
“Jadi, maksud dokter Bella c4c4t?” lirih Johan tubuhnya menjadi lemas dan matanya mulai berkaca-kaca.
“Bisa dikatakan seperti itu. Aku ahrus memberitahu juga untuk kesembuhannya hanya sepuluh persen, karena aku melihat ada infeksi pada sendi ototnya jadi kemungkinan untuk sembuh sangatlah kecil,”
Penjelasan Dokter tentunya membuat Johan sangat syok, air mata yang tidak terbendung lagi itupun jatuh membasahi pipinya. Hati Johan sakit menerima kenyataan kalau putrinya menjadi c4c4t akibat kelalaian Stella padahal sudah beberapa kali ia mengingatkan Stella untuk berhati-hati membawa mobilnya. Andaikan Johan menuruti Bella saat itu kecelakaan itu tidak akan pernah terjadi dan Bella tetap normal.
“Papah, kapan kita pulang? Aku sudah tidak betah di rumah sakit ini,” protes Stella.
“Hari ini Bella sudah boleh pulang,” ujar Johan.
Stella memutar bola matanya malas karena ia tidak peduli dengan kepulangan Bella, kalau perlu kakak angkatnya tidak usah kembali ke rumahnya,”Stella, bantu kakak mu berdiri,” titah Johan yang sedang membalas email yang masuk dari sekretarisnya.
“Ngapain, dia bisa jalan sendiri jangan terlalu memanjakannya,” ujar Daisy tidak terima putri kesayangannya di suruh-suruh apalagi untuk membantu Bella.
Sebelum Johan meneruskan omongannya seorang suster masuk dengan membawa kursi roda dan sebuah tongkat siku yang mana akan membantu Bella berjalan. Bella mengerutkan dahinya dalam melihat tongkat siku yang dibawa suster, ia tidak masalah dengan kursi rodanya yang akan membantu membawanya sampai ke mobil karena ia belum pulih benar.
Akan tetapi, tongkat siku itu untuk apa? Lalu ia menoleh pada Johan dengan tatapan bertanya,”Pah, itu tongkat untuk siapa?” tanya Bella. Johan yang di tatap sang putri hanya bisa diam dan mengusap wajahnya kasar.
“Un-untuk mu,” lirih Johan menatap Bella dan berusaha tegar.
“Apa? Untuk Bella? Memangnya dia kenapa?” sela Daisy karena Stella dan Daisy tidak tahu kondisi sebenarnya Bella seperti apa dan mengira lukanya tidak begitu parah.
“Salah satu kaki Bella tidak bisa berjalan dengan normal akibat terjepit saat kecelakaan menyebabkan tulangnya patah dan ada gangguan pada syaraf ototnya,” jelas Johan.
Degh!
*
*
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!