Matahari mulai mengintip di balik tirai jendela, menorehkan sinar keemasan yang lembut di wajah Lia. Gadis SMA berusia 17 tahun ini memiliki rambut panjang hitam legam yang selalu terurai indah membingkai wajah bulatnya. Matanya berwarna coklat yang ceria, mencerminkan kebahagiaan yang selalu ia pancarkan.
Lia terbangun dengan senyum manis di bibirnya. Ia mencintai pagi hari. Udara segar dan suasana tenang di rumah membuat hatinya merasa tentram.
"Selamat pagi, Mama Papa," sapa Lia dengan suara yang merdu, sambil mencium tangan kedua orang tuanya yang sedang sarapan.
"Selamat pagi, Sayang. Kamu sudah siap berangkat sekolah?" tanya Mama Lia dengan senyum hangat.
"Sudah, Ma," jawab Lia. "Aku sudah siap. Hanya saja aku masih sedikit bingung memilih baju hari ini."
Lia berdiri dan melihat koleksi bajunya yang tersusun rapi di lemari. Ia memiliki banyak baju yang cantik, tapi ia tak mudah memutuskan baju mana yang akan dipakai hari ini.
"Kamu mau memakai baju yang mana, Sayang?" tanya Papa Lia.
"Aku bingung, Pa," jawab Lia. "Baju ini cantik, tapi aku takut kelihatan terlalu formal. Baju itu lucu, tapi takutnya terlalu kasual. Aku bingung!"
Papa Lia tersenyum. "Tidak apa-apa, Sayang. Kamu memakai baju apa pun pasti cantik."
Mama Lia menangguk. "Iya, Sayang. Yang penting kamu merasa nyaman dan percaya diri."
Lia tersenyum. Ia mencintai orang tuanya. Mereka selalu memberikan dukungan dan cinta padanya.
"Baiklah, aku akan memakai baju ini saja," kata Lia, sambil menunjuk ke baju yang berwarna biru pastel. Baju itu terlihat simple dan elegan.
Lia berganti baju dan menata rambutnya dengan rapi. Ia melihat cermin dan tersenyum puas. Ia terlihat cantik dan siap untuk bersekolah.
Lia menurunkan tangga dan mendekati kedua orang tuanya. Ia mencium tangan kedua orang tuanya lagi sebelum berangkat sekolah.
"Aku pergi sekolah dulu, Ma Pa," sapa Lia. "Hati-hati di jalan."
"Iya, Sayang," jawab Mama Lia. "Hati-hati di jalan. Dan jangan lupa makan siang ya!"
"Iya, Ma. Terima kasih!" jawab Lia.
Lia mencium pipi Papa Lia dan berjalan keluar rumah. Ia menaiki sepeda dan berangkat ke sekolah.
Lia menaiki sepeda dan berangkat ke sekolah. Ia menikmati udara pagi yang segar dan suasana kota yang tenang. Di benaknya, Lia memikirkan pelajaran di sekolah hari ini.
Lia adalah siswi kelas XI IPA di SMA Pelita. Ia adalah siswi yang pintar dan rajin. Namun, selama ini Lia merasa ragu dengan pilihan jurusannya. Ia memimpikan untuk menjadi wanita karir yang sukses di bidang bisnis dan manajemen. Tapi, ia terdaftar di jurusan IPA karena mendapat dukungan dari orang tuanya.
"Ah, aku harus berani mengutarakan keinginan aku pada Mama dan Papa," gumam Lia, sambil menggerakkan sepeda. "Aku ingin berpindah jurusan ke IPS. Aku ingin mempelajari bisnis dan manajemen. Aku ingin mencapai cita-cita aku untuk menjadi wanita karir yang sukses."
Lia tersenyum sedikit. Ia merasa semangat dengan keputusannya. Ia akan berani mengutarakan keinginannya pada orang tuanya. Ia percaya orang tuanya akan mendukungnya.
"Tapi, bagaimana dengan Clara ?" gumam Lia lagi. "Clara adalah sahabat aku sejak kecil. Ia adalah satu-satunya orang yang benar-benar mengerti aku. Tapi, Clara berada di jurusan IPA. Apakah Clara mau Nerima jika aku berpindah jurusan?"
Lia terdiam. Ia memikirkan Clara dengan hati yang sedikit galau. Ia menyayangi Clara. Clara dan Fatimah adalah sahabat sejati yang selalu memberikan dukungan padanya. Tapi, Lia juga ingin mencapai cita-citanya untuk menjadi wanita karir.
"Ah, aku harus berani menghadapi semuanya," gumam Lia lagi. "Aku harus berani memilih jalan hidup yang ingin aku tempuh."
Lia tersenyum sedikit. Ia mengangkat kepala dan menatap langit biru. Ia merasa semangat untuk menjalani hidupnya. Ia akan berani menghadapi semua tantangan yang ada di depannya.
"Aku akan menjadi wanita karir yang sukses. Aku akan mencapai mimpiku," gumam Lia dengan penuh semangat.
Lia terus mengayuh sepedanya. Ia bergerak menuju sekolah dengan semangat baru. Di hatinya, Lia merasa optimis dan bersemangat untuk menghadapi masa depannya.
Lia sampai di sekolah dan memarkirkan sepedanya di parkiran. Ia melangkah masuk ke sekolah dan menyapa beberapa teman sekelasnya.
"Hai, Lia," sapa Raya, sahabat Lia sejak kelas X. "Kamu kelihatan ceria hari ini."
"Iya, ray," jawab Lia. "Aku lagi senang."
"Kenapa?" tanya Raya.
"Ah, ini rahasia," jawab Lia, sambil mengedipkan matanya.
Lia tertawa kecil. Ia senang menahan rahasia dari Raya. Ia ingin memberikan kejutan pada Raya nanti.
"Ya sudahlah, kalau begitu," kata Raya. "Tapi jangan lupa menceritakannya nanti."
"Oke," jawab Lia.
Lia dan Raya berjalan bersama menuju kelas yang berbeda. Saat mereka berjalan, Lia melihat Clara yang sedang berdiri di depan kelas. Clara menyapa Lia dengan senyum yang menawan.
"Hai, Lia," sapa Clara. "Kamu kelihatan cantik hari ini."
Lia tersipu malu. "Makasih, cla."
Clara menatap Lia dengan tatapan yang dalam. "Lia, kamu kok kelihatan mikir sesuatu?"
Lia terkejut mendengar itu. "Ah, nggak kok, cla. Aku cuma lagi mikir tentang pelajaran hari ini."
Clara mengerutkan kening. "Kamu kok kelihatan galau begitu? Ada yang nggak beres?"
Lia terdiam sejenak. Ia ingin menceritakan semuanya pada Clara. Tapi, ia takut apa yang akan dirasakan Clara.
"Cla," bisik Lia, "Aku ingin berpindah jurusan ke IPS."
Clara terkejut mendengar itu. "Apa? Kamu nggak serius, kan?"
Lia mengangguk. "Aku serius, Cla. Aku ingin mencapai cita-cita aku untuk menjadi wanita karir yang sukses."
clara terdiam sejenak. Ia menatap Lia dengan tatapan yang penuh keprihatinan.
"Lia, aku tahu kamu memiliki cita-cita yang tinggi," kata Clara. "Tapi, aku sedikit sedih mendengar kamu ingin berpindah jurusan. Aku takut kita akan terpisah jika kamu berpindah jurusan."
Lia menatap Clara dengan mata yang berbinar. "Clara," bisiknya, " Aku harus mencoba mencapai mimpiku."
Clara mengangguk. "Aku mengerti, Lia. Aku mendukung keputusanmu. Tapi, janji ya, kita tetap berteman meskipun kamu berpindah jurusan."
Lia tersenyum. "Tentu, Cla. Kita akan tetap berteman meskipun aku berpindah jurusan. Aku sayang padamu."
Clara tersenyum kembali. "Aku juga sayang padamu, Lia."
Lia sedikit bersedih memikirkan Clara, tapi ia tetap bersemangat untuk menghadapi hari ini.
Jam pelajaran berlalu dengan cepat. Lia fokus pada pelajaran di kelas IPA, meskipun hatinya masih tertuju pada keinginannya untuk berpindah jurusan. Ia terus memikirkan cara menjelaskan keinginannya pada orang tuanya dan bagaimana ia akan menghadapi perubahan besar ini.
Saat bel istirahat berbunyi, Lia dan Clara bergegas menuju kantin. untuk bertemu Raya dan menceritakan semuanya padanya.
Lia, Raya, dan Clara bertemu di kantin untuk makan siang. Mereka duduk di meja favorit mereka, di dekat jendela, sehingga bisa melihat pemandangan taman sekolah.
Lia mendekati meja itu dan menyapa Raya dengan senyum.
"Hai, Raya," sapa Lia. "Boleh duduk di sini?"
Raya tersenyum. "Tentu, Lia. Silakan duduk."
Lia duduk di samping Raya. Ia menatap Raya dengan mata yang berbinar.
Lia menceritakan tentang keputusannya untuk pindah jurusan kepada Raya dan Clara. Raya tampak terkejut, sedangkan Clara tampak sedih.
"Lia, aku sedikit sedih mendengar kamu ingin berpindah jurusan," kata Clara. "Aku takut kita akan terpisah jika kamu berpindah jurusan."
"Aku juga sedikit sedih mendengar itu," kata Raya. "Tapi aku mendukung keputusanmu. Kamu harus mengejar mimpimu."
Lia tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada mereka berdua. "Aku tahu ini akan sulit, tapi aku harus mencoba. Aku ingin mencapai cita-citaku untuk menjadi wanita karir yang sukses."
Raya menangguk. "Aku tahu kamu bisa melakukannya, Lia. Kamu adalah wanita yang kuat dan berani. Aku percaya padamu."
Clara menambahkan, "Aku juga percaya padamu, Lia. Kita akan tetap berteman meskipun kamu berpindah jurusan. Aku akan selalu mendukungmu."
Lia terharu mendengar kata-kata mereka. Dia beruntung memiliki sahabat yang selalu mendukungnya. Dia bertekad untuk menjalani perjalanan baru ini dengan penuh semangat.
Sepulang sekolah, Lia bergegas pulang. Ia sedikit gugup, namun tekadnya bulat untuk membicarakan keinginannya pada orangtuanya. Di ruang makan, ia menemukan ayah dan ibunya sedang menikmati teh sore. Lia mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri.
"Ma, Pa," panggil Lia, suaranya sedikit gemetar. "Aku ingin bicara sesuatu."
Ayahnya menatap Lia dengan tatapan yang penuh kasih. "Ada apa, Sayang? Ceritakan saja."
Lia menjelaskan keinginannya untuk berpindah jurusan ke IPS. Ia bercerita tentang minatnya pada dunia bisnis, cita-citanya untuk menjadi wanita karir yang sukses, dan bagaimana jurusan IPS akan membantunya mencapai tujuan itu.
Ayahnya menanggapi dengan sorot mata yang dalam. Ia tahu betapa keras Lia berusaha untuk menentukan jalan hidupnya. Ia berpikir sejenak dan kemudian mengucapkan, "Lia, ayah mengerti keinginanmu. Ayah senang melihat kamu memiliki cita-cita yang tinggi. Tapi, pikirkan baik-baik keputusanmu. Apakah kamu sudah menimbang semua risikonya?"
Lia menangguk. "Aku sudah memikirkan semuanya, Pa. Aku tahu akan ada tantangan yang menunggu, tapi aku siap menghadapinya. Aku percaya aku bisa menjalani jurusan ini dengan baik."
Ibunya menatap Lia dengan tatapan yang lembut. "Lia, mama tahu kamu anak yang cerdas dan bertekad. Mama mendukung keputusanmu. Tapi, jangan lupakan bahwa mama dan ayah selalu ada untukmu. Jika kamu mengalami kesulitan, jangan ragu untuk menceritakannya pada kami."
Lia merasa lega mendengar kata-kata orangtuanya. Ia tahu bahwa orangtuanya mencintainya dan selalu mendukungnya. Ia bersyukur memiliki keluarga yang begitu menyayanginya. Lia bertekad untuk terus berjuang mencapai mimpi-mimpinya. Ia tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, tapi ia yakin bisa melakukannya. Lia pun berjanji untuk selalu berkomunikasi dengan orangtuanya, memberi tahu mereka tentang perkembangannya dan mencari nasehat ketika ia membutuhkannya.
Lia duduk di teras rumah, menikmati hangatnya sinar sore yang menembus daun-daun pohon mangga di halaman. Ia memasukkan tangan ke dalam saku celana dan mengambil ponselnya. Ia menatap layar ponselnya, membaca pesan dari Raya.
"Lia, kamu udah cerita ke kakak sama adek kamu belum?"
Lia menjawab pesan itu dengan senyum. "Belum, Ra. Aku mau ngobrol sama mereka besok."
Lia memikirkan cara menjelaskan keputusannya pada kakak dan adiknya. Kakaknya, Dina, adalah mahasiswa jurusan Kedokteran di universitas ternama di Jakarta. Dina selalu menjadi yang terbaik untuk Lia dan adiknya, Silvi. Silvi, adik Lia yang masih SD, adalah anak yang pendiam dan penurut. Lia tahu bahwa Silvi akan menyayangi dan mendukung keputusannya, tapi ia takut Dina akan kecewa.
Keesokan harinya, Lia mencari kesempatan untuk berbicara dengan Dina. Ia menemukan Dina sedang berlatih main piano di ruang musik. Lia mendekati Dina dan duduk di kursi dekat piano.
"Kak, aku ingin ngomong sesuatu," kata Lia.
Dina menghentikan latihannya dan menoleh ke Lia. "Ada apa, Lia?"
Lia mengambil napas dalam-dalam dan mencoba menenangkan diri. "Aku ingin ganti jurusan ke IPS," ucapnya dengan suara yang sedikit gemetar.
Dina menatap Lia dengan tatapan yang heran. "Kenapa? Kamu nggak suka jurusan IPA?"
"Aku suka, Kak. Tapi, aku memiliki cita-cita lain yang ingin aku capai. Aku ingin menjadi wanita karir yang sukses di dunia bisnis. Aku berpikir jurusan IPS lebih sesuai dengan cita-citaku."
Dina terdiam sejenak. Ia menatap Lia dengan mata yang penuh keprihatinan. "Lia, aku tahu kamu memiliki cita-cita yang tinggi. Tapi, aku takut kamu akan menyesal jika kamu berpindah jurusan. Jurusan IPA akan membuka banyak pilihan karir untukmu di masa depan."
Lia mengangguk. "Aku mengerti, Kak. Aku sudah memikirkan semuanya dengan baik. Aku tahu jurusan IPA akan membuka banyak pilihan karir untukku, tapi aku ingin mengambil jalan yang sesuai dengan minat dan cita-citaku. Aku ingin mencoba sesuatu yang baru dan menantang."
Dina menatap Lia dengan tatapan yang lembut. "Lia, aku tahu kamu adalah anak yang cerdas dan bertekad. Aku mendukung keputusanmu. Tapi, janji ya, kamu akan selalu berusaha dan berjuang untuk mencapai cita-citamu. Jangan sampai kamu menyesal dengan keputusanmu ini."
Lia tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada kakaknya. "Terima kasih, Kak. Aku janji akan selalu berusaha dan berjuang untuk mencapai cita-citaku. Aku takut aku akan menyesal jika aku tidak mencoba."
Dina menangguk dan mengusap rambut Lia dengan lembut. "Aku percaya padamu, Lia. Kamu bisa melakukannya. Aku akan selalu mendukungmu."
Lia merasa lega mendengar kata-kata Dina. Ia beruntung memiliki kakak yang selalu mendukungnya. Ia pun bertekad untuk menjalani perjalanan baru ini dengan penuh semangat.
Usai berbicara dengan Dina, Lia mencari Silvi yang sedang bermain di halaman belakang. Lia mendekati Silvi dan duduk di sampingnya.
"Sil, kakak mau ngomong sesuatu," kata Lia.
Silvi menoleh ke Lia dengan mata yang penuh keingintahuan. "Apa, Kak?"
Lia menceritakan keputusannya untuk berpindah jurusan ke IPS pada Silvi. Silvi mendengarkan dengan seksama. Saat Lia menjelaskan cita-citanya untuk menjadi wanita karir yang sukses, Silvi menatap Lia dengan mata yang berbinar.
"Kakak keren!" ucap Silvi. "Aku bangga sama Kakak. Aku yakin Kakak bisa mencapai cita-citamu."
Lia tersenyum lebar mendengar kata-kata Silvi. Ia beruntung memiliki adik yang selalu memberikan semangat padanya. Lia bertekad untuk terus berjuang mencapai mimpi-mimpinya dan membuat Silvi bangga padanya.
Lia merasa bahagia karena mendapatkan dukungan dari kakak dan adiknya. Ia tahu bahwa perjalanan baru ini tidak akan mudah, tapi ia yakin bisa melakukannya dengan semangat dan dukungan dari keluarga tercinta.
Malamnya, keluarga Lia duduk bersama di meja makan malam. Mereka berbagi cerita tentang hari yang mereka jalani. Lia menceritakan percakapannya dengan Dina dan Silvi. Ayah dan ibunya menanggapi dengan senyum dan kata-kata yang menenangkan.
"Lia, kami menyayangimu dan kami selalu mendukungmu," kata Ayah. "Pilihlah jalan yang kamu yakini akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan untukmu."
Lia menangguk dan tersenyum lebar. Ia merasa bahagia memiliki keluarga yang selalu menyayanginya dan mendukungnya. Ia bertekad untuk terus berjuang mencapai mimpi-mimpinya dan membuat keluarganya bangga padanya.
Beberapa minggu berlalu, Lia merasa semakin yakin dengan keputusannya untuk berpindah jurusan. Ia telah mencari informasi, menjalin hubungan baik dengan teman-teman baru di jurusan IPS, dan mulai mendalami ilmu bisnis yang menarik minatnya.
Saat istirahat sekolah, Lia beranikan diri mendekati Ibu Susi, guru jurusan IPA yang selalu memberikan bimbingan dan dukungan padanya. Lia mencari kesempatan untuk berbicara empat mata dengan Ibu Susi di ruang guru.
"Bu, saya ingin berbicara sebentar," kata Lia dengan nada yang sedikit gemetar.
Ibu Susi menoleh ke Lia dengan senyum hangat. "Ya, Lia. Silakan duduk."
Lia duduk di kursi berhadapan dengan Ibu Susi. Ia menarik napas dalam-dalam dan mencoba menenangkan diri.
"Bu, saya ingin memberitahukan bahwa saya berencana untuk berpindah jurusan ke IPS," kata Lia dengan suara yang agak tersendat.
Ibu Susi menatap Lia dengan sorot mata yang penuh keprihatinan. "Lia, apa kamu sudah memikirkan ini dengan baik? Apakah kamu sudah mencari informasi tentang jurusan IPS dan menimbang semua risikonya?"
Lia menangguk. "Bu, saya sudah memikirkan ini dengan baik. Saya sudah mencari informasi tentang jurusan IPS dan berbicara dengan keluarga saya. Saya yakin bahwa jurusan IPS lebih sesuai dengan minat dan cita-cita saya."
Ibu Susi terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Lia. Ia mengerti perasaan Lia yang ingin mengejar mimpi dan cita-cita yang telah ia tentukan. Ibu Susi pun menilai Lia sebagai siswa yang cerdas dan bertekad kuat.
"Lia, Bu Susi mengerti keputusanmu. Bu Susi menyayangimu dan selalu mendukungmu. Jika kamu yakin dengan keputusanmu, Bu Susi akan menyerahkan sepenuhnya padamu. Namun, jangan lupakan bahwa kamu harus terus berusaha dan berjuang untuk mencapai cita-citamu," kata Ibu Susi dengan nada yang penuh ketenangan.
Lia tersenyum dan mengucapkan terima kasih pada Ibu Susi. "Terima kasih, Bu. Saya janji akan terus berusaha dan berjuang untuk mencapai cita-cita saya."
Setelah berbicara dengan Ibu Susi, Lia mencari Pak Anton, guru jurusan IPS yang dikenal dengan sikapnya yang ramah dan mendukung siswa. Lia bertemu Pak Anton di ruang guru dan menjelaskan keinginannya untuk berpindah jurusan.
"Pak, saya ingin meminta izin untuk berpindah jurusan ke IPS," kata Lia dengan suara yang agak gemetar.
Pak Anton menanggapi dengan senyum yang hangat. "Ya, Lia. Silakan duduk. Ada apa ini? Kamu ingin berpindah jurusan?"
Lia menceritakan alasan di balik keputusannya untuk berpindah jurusan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!