Amara Chalista, seorang gadis ceria bertubuh bongsor dengan tinggi badan 178 cm dan berat badan 65 kg, baru akan masuk bangku SMK di sekolah swasta elit milik orang tuanya sendiri. Ayahnya bernama David Anggara dan ibunya Dinda Ocktavia. Hari ini adalah hari pertama Ara masuk sekolah.
"Pagi, Ma... pagi, Pa..." sapa Ara, nama panggilan Amara, sambil mencium pipi mamanya.
"Pagi, sayang...!" jawab mamanya yang tengah menyiapkan sarapan dibantu bibi tini.
"Mama doang nih yang dicium, papa nggak?" tanya papa David dengan nada sedikit menggoda.
"Ye... jangan jealous, Pa... Ara kan anak mama!" jawab Ara sambil makan roti bakarnya, sambil mengedipkan mata dengan manja.
"Nggak ada papa, nggak jadi kamu, Ra..." jawab papanya. Ara hanya memanyunkan bibirnya, sementara mamanya hanya tertawa kecil melihat tingkah mereka.
"Dek, berangkatnya bareng papa, kan?" tanya mamanya dengan lembut.
"Nggak, Ma... Ara bawa mobil sendiri, boleh kan, Pa? Ara kan udah gede!" jawab Ara dengan nada memohon.
"Bareng papa aja, Dek... kan sama tujuannya!" Kata mamanya sambil tersenyum lembut.
"Pa, nanti jangan bilang-bilang Ara anak papa ya... biar nggak ada orang yang tahu," kata Ara dengan nada serius.
"Kenapa? Harusnya Ara bangga dong punya ayah kayak papa yang gagah perkasa, ganteng mempesona ini!" Kata papanya menggoda sambil berpose seperti superhero.
"Ih...papa pede banget, Ara pingin membaur sama temen-temen tanpa ada batasan pa, nanti kalau temen-temen tahu Ara anak papa, mereka temenan nggak lhoooooosss pa, cuma karena segan aja. Makanya Ara bawa mobil sendiri aja biar pada nggak tahu Ara anak papa," jelas Ara dengan tegas.
"Oh gitu... ya udah deh, senyamannya Ara aja." Jawab papa dengan nada mengalah.
"Udah, Dek, jangan debat terus, sarapan yang banyak, nanti upacara biar nggak pingsan." Kata mama Dinda dengan nada khawatir.
"Ma... jangan panggil Dek lagi dong, Ara udah gede lagi!" Kata Ara dengan nada sedikit mengeluh.
"Ya nggak papa dong, kan panggilan sayang!" Jawab mama sambil tersenyum hangat.
"Ya udah deh... suka-suka mama aja, asal mama bahagia!" Kata Ara sambil tersenyum pasrah.
"Yuk, Ra, berangkat, entar telat, kan nggak lucu pertama masuk telat, terus kena hukum BK" kata papa dengan nada mengajak sambil mengacak-acak rambut Ara.
Dengan semangat 45 Ara dan papanya berangkat ke sekolah. Persiapan upacara penerimaan siswa baru dan penyerahan jabatan ketua Osis yang lama ke yang baru sudah siap. Seluruh siswa sudah berkumpul di lapangan, begitu juga dengan Ara. Ada temannya dari SMP yang satu sekolah namanya Widdi dan Nola, yang lain Ara tidak tahu karena itu teman sekelasnya dulu.
Upacara dipimpin langsung oleh pemilik sekolah, papanya Ara. Hanya Widdi dan Nola yang tahu kalau Ara adalah anak pemilik sekolah. Tapi Ara melarang kedua temannya itu untuk memberi tahu teman yang lain. Ara yang anak tunggal yang kecerdasannya diakui diatas rata-rata, walaupun anak orang kaya tapi sikap Ara yang bersahaja, supel, dan periang. Sifatnya yang tidak sombong membuat dia disukai teman-temannya. Ara yang suka ngemil selalu membawa cemilan dan coklat di tasnya.
"Ra, untung kita sekelas lagi ya, coba kalau nggak pasti kamu longak-longok nggak punya kenalan!" Kata Widdi sambil nyomot snack Ara.
"Ye......emangnya kamu......kuper! eh Btw mantan ketua Osis kita ganteng ya, kapten basket lagi, aku mau lah ikut daftar tim basket putri, secara postur aku kan mendukung." Kata Ara dengan pede.
"Jangan bilang kamu ikut basket karna mau deketin pak kapten!" Jawab Nola.
"Ye.....kan emang dari SMP aku masuk tim basket, tapi kalo jadian ama pak kapten nggak papa dong, mencetak bibit unggul!" Kata Ara dengan songong nya.
"Ha......tuh kan kumat ngehalu nya, emang udah tau nama pak kapten?" Tanya Widdi.
"Eh.....siapa tadi namanya La....." Tanya Ara pada Nola.
"Tuh kan udah budeg masih muda, eh Lo budeg apa telmi sih?" Tanya Nola sambil menonyor kepala Ara.
"Ye ......Aku tuh lagi terpesona sama ketampanannya, nggak fokus ke acaranya". Jawab Ara asal.
"Tanya jaelangkung noh....pasti dijawab!" kata Widdi yang tidak berhenti ngunyah.
"Tanya papah ah, Aku keruangan papa dulu yah, dadah...!" Kata Ara sambil lari- lari.
Didepan ruang Kepsek Ara clingak-clinguk lihat kanan kiri sebelum mengetuk pintu, dirasa aman, tidak ada yang melihat, Ara langsung mengetuk pintu.
Tok tok tok......
"Masuk!" Jawab dari dalam.
"Papah.......sttttttt......!" Ara buru- buru masuk sambil menutup mulutnya sendiri dengan jari telunjuk.
"Ada apa Ra?" Tanya papanya sambil berjalan mendekati Ara yang sudah duduk di sofa ruangan itu, dan duduk disamping Ara sambil merangkul pundak putrinya.
"Ih.....papah tangannya, nanti ada yang liat!" kata Ara sambil menggeser tangan papanya.
"Emang kenapa kalo ada yang liat, kan anak papa sendiri!" jawab papa dengan senyum jahil.
"Papa lupa perjanjian kita tadi pagi? Papa, Ara mau nanya boleh?" Tanya Ara manja.
"Jangan kan nanya Ra .....ginjal papa aja boleh kamu minta!" Canda papanya.
"Ih......papah becanda mulu ih, males tau nggak!" jawab Ara cemberut.
"Boleh dong......mau nanya apa? tapi tunggu pajaknya mana dulu;" Kata papanya sambil nunjuk pipi kanannya minta cium.
Cup......Ara mengecup pipi papanya.
"Pa, nama mantan ketua Osis yang kapten basket tadi siapa si?" Tanya Ara malu-malu.
"Hah! anak papa naksir cowok ya, papa mau diduakan nih?!" Kata papanya pura- pura ngambek.
"Ih.......papah........!" Rengek Ara.
"Ra.....ha....sia.......udah masuk kelas Ara!nanti telat." Kata papanya dengan senyum penuh kemenangan.
Pagi ini keluarga pak David menikmati sarapan seperti biasa. Pak David sangat disiplin dalam mendidik Ara. Sifat Ara yang manja tak menjadikannya mau menuruti semua kemauan Ara. Setiap Ara mempunyai keinginan selalu dipertimbangkan baik buruknya. Walaupun Ara anak tunggal, pak David selalu tegas. Hanya mama Dinda yang selalu menuruti kemauan putrinya tanpa syarat. Sifat Ara banyak menuruni dari mamanya, sedangkan fisiknya mengikuti papanya. Tubuhnya yang tinggi bahkan lebih tinggi dari papanya diusia yang baru menginjak lima belas tahun.
Mama Dinda selalu menuruti makanan apapun yang diinginkan Ara, dengan alasan tak tega dengan rengekan Ara. Mama Dinda selalu menyiapkan aneka cemilan untuk putri tunggalnya. Pertumbuhan tubuh Ara tidak di permasalahkan oleh mama Dinda. Walaupun mama Dinda sendiri sangat menjaga penampilannya, menjaga pola makannya dan melakukan perawatan rutin di salon. Tapi untuk putri tunggalnya asalkan membuat Ara senang semua dituruti, toh Ara sudah bisa memilah-milah baik-buruknya.
"Mama, papa, Ara berangkat dulu ya! Mau nyamperin Nola, ban motor Nola bocor katanya." Kata Ara sambil mengunyah sarapannya.
"Habisin dulu dek sarapannya, trus minum susunya!" Pinta mama Dinda.
"Nanti nggak keburu ma, rumah Nola jauh, jadi ara harus berangkat awal!" Kata Ara yang meninggalkan sarapannya dan hanya meminum separo susunya. Lalu mencium pipi mamanya serta menyalami tangan mama, papanya dan langsung lari dengan menyambar tasnya.
"Hati-hati dek bawa mobilnya, jangan ngebut!" Teriak mamanya karena Ara sudah lari keluar rumah.
"Duh ma, anak mama itu bener-bener ya, kayak mama banget, sukanya buru-buru!" Kata pak David pada sang istri.
"Katanya nggak ada papa nggak jadi Ara, berarti anak papa juga, kalau punya kemauan ngeyel kayak papa!" Mama Dinda membantah kata-kata suaminya.
"Masak sih, papa kayak gitu, perasaan papa penurut deh!"
"Penurut dari mananya, sama kok kayak Ara, secara mama kan nggak tegaan, jadi apa maunya Ara sama papa, mama turuti." Kata mama Dinda sambil cemberut.
Ha ....ha...ha...
"Nggak papa ma, kan cuma papa sama Ara yang mama punya, mau manjain siapa lagi?" Kata pak David dengan senyum jahilnya.
"Nah itulah, papa sama anak sama banget, gedenya juga sama!" Ketus mama Dinda.
"Ok ma, dah siang papa berangkat dulu!" Kata pak David mengakhiri perdebatan.
"Lah papa, nih snack Ara ketinggalan, tolong papa bawain ya, biar nanti diambil Ara ke ruangan papa!" Kata mama Dinda sambil membawa paper bag berisi snack milik Ara.
"Iya ma, nanti papa kirim pesan sama Ara biar dia yang ngambil." Kata pak David sambil melangkah keluar rumah diikuti sang istri yang mengantarkannya sampai ke mobil.
***
Altaf dan teman-temannya sedang berkumpul membicarakan pertandingan basket yang akan diikuti sekolah itu.
"Al, lo dah buat proposalnya apa belum?" Tanya Leo pada Altaf.
"Udah, tinggal minta tanda tangan ke pak kepsek." Jawab Altaf singkat.
"Masalah jersey aman kan?" Tanya Haidan.
"Aman, lo pada tenang aja, semua udah beres, kalau lo mau bantu, nih lo minta tanda tangan pak kepsek!" Kata Altaf sambil menyodorkan map pada Leo, Haidan, dan Daffa.
"Lo aja Al, malas gua jawab pertanyaan panjangnya pak kepsek!" Jawab Daffa enteng.
"Dasar! Mau enaknya aja!" Kata Altaf yang langsung berdiri dan berjalan meninggalkan mereka bertiga.
Jam istirahat Ara clingak-clinguk di depan ruang papanya. Merasa aman lalu mengetuk pintu.
Tok....tok....tok...
"Masuk!" Jawab pak David dari dalam.
"Papa, Jajanan Ara mana?" Tanya Ara to the point.
"Ini, makanya kalau mau pergi jangan buru-buru Ra, jadi ketinggalan kan, emangnya kamu bisa tanpa ngemil?" Goda papa David.
"Ya kan emang Ara mau jemput Nola pa, kalau nggak cepet-cepet nanti terlambat!"
"Hem.....banyak alasan, ngomong aja emang Ara suka teledor, kan?" Kata papa David sengaja membuat Ara kesal.
"Papa.....! Udah ah, Ara mau balik ke kelas dulu, Nola sama Widdi sudah nungguin!" Kata Ara yang langsung mencium pipi papanya tanpa di minta.
Di luar ruangan ada sepasang telinga yang tak sengaja mendengar percakapan antara pak David dan Ara. Orang itu adalah Altaf, yang menunggu di depan ruang karena tahu di dalam masih ada tamu. Mengetahui pintu akan dibuka dari dalam, Altaf bersembunyi di balik pilar sambil memperhatikan siapa yang keluar dari ruangan kepsek.
Kepala Ara nongol keluar memperhatikan sekeliling, dirasa aman Ara langsung keluar.
Gadis bertubuh tinggi besar, berkulit putih dengan beberapa jerawat di pipi, keluar dari ruangan kepsek.
"Oh ternyata anaknya pak kepsek sekolah di sini juga. Posturnya bangus tuh kalau mau ikut basket!" Gumamnya dalam hati.
Seminggu Ara menjadi siswa baru, banyak teman sekelas yang sudah akrab. Sifatnya yang supel membuatnya mudah bergaul.
Hari ini ada pengumuman pendaftaran siswa yang ingin masuk tim bola basket. Di kelas Ara, sang ketua kelas juga mempunyai postur yang cocok sebagai pemain basket. Vano panggilan Devano Arganata, sang ketua kelas menyampaikan pengumuman itu.
"Amara, jadi ikut daftar masuk tim basket kan?" Tanya Vano mendekati Ara yang tengah asik bercanda dengan Widdi dan Nola.
"Iya Van, jadi. Sekarang?" Tanya Ara berlagak cengo.
"Iya Amara Calista, masa tahun depan, keburu kumisan!" Jawab Vano becanda.
"Ya nggak papa kumisan, kayaknya kalau Ara kumisan jadi tambah keren, beda gitu!" Jawab Ara asal.
"Lo emang beda Ra, cewek unik!" Kata Vano dalam hati.
"Ya udah ayok, sekarang kita daftar!" Kata Vano tegas.
"Bareng?" Tanya Ara sok bego lagi.
"Nggak! Ya iya lah bareng, nanya lagi, ayok buruan!" Kata Vano makin kesal.
"Iya, iya....maaf!" Jawab Ara yang langsung berjalan mengikuti langkah lebar Vano.
Di ruangan osis tempat pendaftaran masuk tim basket, Altaf duduk di depan laptopnya.
Mendengar pintu diketuk, Altaf langsung mempersilahkan masuk.
Tok.....tok....tok....
"Masuk!" Jawab Altaf.
"Misi mas kami mau mendaftar masuk tim basket sekolah!" Kata Vano, dan Altaf menghentikan kegiatan dengan laptopnya.
"Nama?" Tanyanya singkat sambil mengambil selembar kertas yang berisi nama-nama siswa yang sudah mendaftar.
"Devano Arganata, dan ini teman sekelas saya mananya Amara Calista mas, mau daftar masuk tim putri." Kata Vano, Altaf melirik ke samping ke arah Ara.
"Bagus lah akhirnya kamu ikut daftar juga, jadi nggak perlu repot-repot aku nyuruh kamu masuk tim putri, gadis unik!" Kata Altaf dalam hati.
"Mulutnya kenapa?" Tanya Altaf dingin.
"Aku kak?" Tanya Ara yang membuat Altaf melotot.
"Iya, siapa lagi? Kenapa nggak ngomong sendiri, mulutnya sakit?" Kata Altaf kesal.
"E...enggak kak, anu saya tadi....." Ara tak dapat menyelesaikan kata-katanya Altaf sudah memotongnya.
"Anu kamu kenapa, saya nggak butuh penjelasan tentang anu ya! Sebut nama lengkap!" Altaf memberi perintah dengan tegas. Ara menyebutkan namanya sambil menunduk menahan kesal.
"Amara Calista kak, aku sekelas sama Vano!" Jawab Ara masih menunduk malas memandang pria sombong di depannya.
"Di bawah ada duwit?" Tanya Altaf membuat Ara semakin kesal dan langsung melotot ke arah Altaf.
"Maaf kak!" Kata Ara sambil mengalihkan pandangannya.
"Belum lebaran, nggak perlu maaf-maafan, lain kali ngomong sendiri, nggak usah pinjem mulut orang lain buat ngomong. Dan kalau ngomong sama seseorang tatap orangnya, jangan nunduk!" Kata Altaf sambil memperhatikan Ara yang nampak kesal.
"Iya kak!" Jawab Ara singkat.
"Badan aja gede, nyali kayak biji kedelai!
Sabtu ini tesnya, pengumuman hari senin!" Kata Altaf tegas, dan dijawab bareng oleh Ara dan Vano. Setelah itu mereka keluar ruang osis.
"Gila Van, huh....maunya aku geplak aja kepalanya, siapa nama dia?" Tanya Ara kesal sambil berjalan menuju kelasnya.
"Altaf Alfarizi, tapi kamu jangan benci sama dia Ra, nanti bisa bucin lho!" Goda Vano.
"Awalnya lihat dia emang suka Van, tapi begitu tahu dinginnya kayak es batu, kesel banget aku. Mulutnya itu lho....hih.....pingin tak peres-peres kaya kelapa parut!" Kata Ara yang makin kesel, dan Vano hanya tertawa melihat gadis manis tapi bongsor didepannya. Yang menurut Vano sangat lucu.
Hari sabtu tiba, hari libur yang seharusnya digunakan Ara untuk bersantai dengan mama, papanya. Justru pagi pagi harus bersiap ke sekolah. Rasa malas dan kesal masih ada kalau bertemu dengan cowok es batu.
Di sini sekarang Ara berada, di parkiran sekolah. Ara keluar dari mobilnya dan mengambil ponsel di tasnya. Ara berjalan sambil mengetik pesan tiba-tiba ada motor sport hitam yang hampir menyerempetnya.
"Allahu Akhbar!" Kata Ara yang kaget sambil
memegangi dadanya. Pengendara motor itu memikirkan motornya lalu membuka helm.
Ara melotot melihat pengendara motor yang hampir menyerempetnya ternyata Altaf.
"Huh....dia lagi! apes-apes, pagi-pagi sudah ketemu demit itu lagi!" Kata Ara dalam hati.
"Kalau berjalan tuh lihat keadaan, lihat depan, jangan lihat layar ponsel! Mau ketabrak?!" Kata Altaf marah, Ara tak ingin berdebat langsung berjalan tak memperdulikan kata-kata Altaf.
"Woy...gua ngomong sama lo! Budek ya? Cepat minta maaf!" Kata Altaf yang berjalan cepat mensejajari Ara.
"Belum lebaran!" Kata Ara tanpa menoleh pada cowok yang berjalan di sampingnya.
"Lo...!" Kata Altaf tak mampu menyelesaikan kalimatnya karena heran keberanian gadis di depannya ini menentangnya.
"Iya kak Altaf Alfarizi, nama aku, Amara Calista, catat jangan sampai lupa!" Kata Ara yang mendekatkan wajahnya di depan wajah Altaf bahkan hanya berjarak tak sampai sejengkal.
Altaf makin penasaran dengan Ara yang semakin berani kepadanya.
"Gadis unik, apa karena dia putri pak kepsek jadi berani sekali sama gua, tapi dia nggak ingin statusnya diketahui orang! Huh dasar gadis aneh!" Kata Altaf dalam hati.
Seleksi telah selesai di lakukan atas penilaian guru olah raga. Pengumuman akan di sampaikan pada hari Senin. Semua anggota yang mendaftar di minta menyertakan nomor ponsel.
"Ok, seleksi sudah selesai, pengumuman akan disampaikan hari senin. Setiap anggota yang masuk seleksi nanti harap memberikan nomor ponselnya pada Altaf sebagai asisten saya dan sebagai kapten tim. Akhir bulan ini tim putra akan mengikuti pertandingan antar sekolah, bapak harap kalian bisa memberi dukungan dan semangat sebagai suporter. Juga agar kalian bisa menambah pengetahuan tentang dunia basket. Acara kita akhiri, semangat semua!" Kata pak Reza menutup acara.
Setelah acara Ara dan Vano berjalan menuju parkiran sambil bercanda. Ada sepasang mata yang memperhatikan mereka dengan tatapan tak suka. Altaf melihat dari jauh keakraban Ara dan Vano.
"Ra, mau langsung pulang? kita jalan dulu yuk!" Ajak Vano.
"Lain kali aja Van, gerah, mau langsung mandi, nggak nyaman." Jawab Ara menolak ajakan Vano.
"Ok, lain kali kita jalan bareng ya!" Kata Vano dan Ara hanya mengacungkan jempolnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!