...Terlalu indah setiap bait - bait yang terucap dari bibir pria bertanggung jawab. Untaian doa dan janji sakral adalah sebuah kalimat yang di tunggu setiap wanita. Benarkah akan selalu bahagia jika menikah atas dasar saling mencintai....
~ Gema ~
...****************...
Sebuah awal baru dalam mengarungi bahtera kehidupan. Terdengar nyaring di telinga suara sakral yang telah terucap di balik bibir pria berdarah biru. Membuat seluruh tubuh seorang gadis cantik bergetar, jantungnya berdegup tak beraturan tatkala pria itu mulai mengucapkan janji suci.
SAH ... ?
SAH ...
Sahutan itu seketika mampu meredamkan rasa khawatir. Ya, gadis cantik itu bisa bernafas lega di saat para saksi dan tamu undangan menjawab Bapak penghulu yang menikahkan Rinjani Gema Argantara dengan kekasih yang amat dicintainya Dewa Alingga Baskara di sebuah Gedung yang mewah.
Mereka pasangan yang serasi di mata setiap orang yang memandang. Rinjani Gema Argantara yang kerap di panggil dengan sebutan Gema adalah putri satu-satunya dari keluarga Argantara yang memiliki paras manis sedangkan Dewa, anak pertama dari keluarga besar Baskara.
Setelah dua hari menikah, Gema dan Dewa pergi ke pulau Dewata untuk bulan madu. Kepergian mereka memang sudah mereka rencanakan sebelum menjelang pernikahan.
“Kamu bahagia, sayang?”
Gema mengangguk pelan di iringi dengan terbitnya senyum yang merekah di bibirnya yang tebal dan seksi.
“Iya Mas.”
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sesampainya di hotel Dewa mengecek namanya yang sebelumnya sudah melakukan reservasi.
“Permisi, saya sudah memesan kamar VIP atas nama Dewa Alingga Baskara, apakah kamarnya sudah di siapkan?”
“Baik, atas nama Pak Dewa Alingga Baskara, ya? Mohon untuk menunggu sebentar pak. Saya cek terlebih dahulu.”
Resepsionis itu mengoperasikan komputernya untuk beberapa saat mencari nama pemesanan atas nama tersebut.
“Pak Dewa, kamar Bapak dan Nyonya Dewa sudah di siapkan sesuai dengan permintaan Bapak. Pramu tamu kami akan mengantarkan Pak Dewa dan Nyonya ke kamar VIP.”
“Baik, terima kasih banyak.”
“Sama-sama Pak Dewa dan Nyonya, semoga senang dengan pelayanan kami dan liburannya menyenangkan,” sambung resepsionis sembari membungkukkan badannya.
Salah satu Bellboy hotel membawakan koper dan barang bawaan mereka kemudian mengantarkan Dewa dan Gema menuju kamar mereka melalui lift.
“Ini kamarnya Pak, seperti yang bapak lihat kamarnya di hias sesuai dengan pesanan. Kalau membutuhkan sesuatu Bapak dan Nyonya bisa menghubungi pihak resepsionis melalui telepon seluler yang ada di meja bagian pojok,” ujar Bellboy itu seraya menyerahkan cardlock kepada Dewa kemudian meninggalkan mereka berdua di dalam kamar.
Kamar dengan nuansa romantis, dengan lampu tidur yang remang-remang, ranjang yang berhiaskan taburan bunga mawar merah berbentuk love dan dua handuk di lipat seperti burung angsa berdiri di atas kasur menambah kesan romantis dan intim mereka berdua.
Hati Gema berdebar kecang seperti ada jutaan kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutnya, senyumannya tak kunjung pudar mengekspresikan kebahagiannya seolah dia menjadi wanita paling beruntung di dunia, karena memiliki pria seperti Dewa.
Kaki jenjangnya melangkah ke kamar mandi, netra indahnya melebar berbinar melihat bathtub yang sudah bertaburan bunga mawar merah dengan aroma parfum kelas atas.
Malam ini adalah malam yang sangat istimewa buat aku, Gema memonolog dirinya.
“Apa, kamu suka sayang?” ucap Dewa yang tiba-tiba memeluk pinggang mungil Gema dari belakang.
Gema memutarkan badannya dan saling berhadapan seraya kedua bola mata mereka saling menatap. “Terima kasih sayang, aku sangat suka dengan kejutan ini,” sambung Gema.
Gema mendekatkan wajahnya pelan, mengikis jarak di antara mereka lalu mengecup lembut bibir Dewa. Mereka saling berbalas kemesraan di atas ranjang juga di dalam kamar mandi. Malam pertama yang indah dan romantis telah mereka lalui bersama sebagai sepasang suami istri yang berjanji akan menua bersama sampai akhir hayatnya.
Suara dering telepon hotel di atas nakas terdengar sampai ke indra pendengaran Dewa. Segera pria itu meraih gagang telepon lalu menjawabnya.
Dewa: Hallo
Resepsionis: Selamat pagi, kami dari pihak hotel ingin menyampaikan kalau breakfast sudah siap di buffet di lantai dasar dan akan berakhir sampai pukul 10.00 wib, terima kasih.
Dewa: Terima kasih
Dewa menutup telepon, melanjutkan kembali tidurnya sembari menarik kembali selimut lalu melingkarkan tangannya di pinggang istri tersayangnya dari belakang. Gema yang merasakan pelukan Dewa membuat wanita itu terbangun dari mimpi indahnya semalam. Ia berusaha membuka mata yang masih terasa berat karena semalam memang Dewa membuatnya tak berdaya di atas ranjang.
“Sayang, ayo bangun.” Tangan Gema menyentuh bahu Reza dan menggoyangnya agar Reza bangun. “Sayang, ayo, sudah waktunya kita sarapan, aku sudah lapar sekali.”
“Iya sayang. Sebentar lagi, masih ngantuk banget aku,” sambung Dewa seraya menarik pergelangan tangan Gema sampai terjatuh dalam pelukannya lagi.
Gema mencoba melepaskan pelukan Reza. Dia menurunkan kakinya satu persatu dari atas ranjang. Mencoba kembali membangunkan Dewa setelah selesai membersihkan dirinya.
“Kalau Sayang gak bangun sekarang, aku akan turun sendiri breakfast loh,” gumam Gema menggoda suaminya.
Dewa yang masih tertidur seketika matanya terbuka mendengar ucapan istrinya. Dia tidak ingin istrinya keluar sendirian tanpa ada dia. Ia bergegas meloncat dari ranjang, masuk ke kamar mandi guna mencuci muka dan gosok gigi.
“Ok, sudah siap, nih, Sayang.”
Gema cekikikan melihat tingkah suaminya yang selalu bucin sama dia.
“Woke, ayo kita ke bawah, cacing di perutku sudah teriak-teriak nih minta di kasih makan, haha …,” ucap Gema tertawa lepas.
Mereka berjalan menuju lantai dasar melalui lift untuk breakfast. Banyak sekali dari berbagai jenis makanan yang hotel tersebut suguhkan. Dari makanan nusantara sampai makanan jepang semuanya tersedia dengan lengkap lantaran mereka berdua menginap di hotel kelas atas.
“Kamu mau sarapan apa pagi ini?” tanya Dewa di sebelah Gema yang masih melihat kanan- kiri memilih sarapannya.
“Emm … apa ya,” ucap Gema pelan sembari memainkan dagunya.
Setelah mereka selesai memilih dan mambawa makanan mereka, salah satu pelayan laki-laki hotel yang cukup tampan dan putih menghampiri mereka.
“Maaf apakah Ibu dan Bapak sudah mendapat tempat duduk yang kosong? Kalau belum saya bisa membantu mencarikan tempat yang kosong,” ujar pelayan laki-laki hotel itu dengan tersenyum ramah.
“Iya, kebetulan kami masih mencari tempat duduk yang kosong. Bisa mengarahkan kami apa sudah ada kursi kosong,” celetuk Gema, menarik kedua sudut bibirnya keatas dan tersenyum ramah.
“Baik, silahkan mengikuti saya.”
Mereka mengikuti pelayan itu sampai ke meja kosong yang sudah di bersihkan sebelumnya. Gema yang meliki sifat ramah, membalas senyuman setiap pelayan yang memandangnya baik wanita ataupun laki-laki, rupanya sikapnya selalu di perhatikan oleh suaminya.
“Silahkan Bapak, Ibu.”
“Terima kasih,” ucap Dewa datar tanpa ekspresi.
“Terima kasih Mas, nanti kalau kami membutuhkan sesuatu saya akan memanggil salah satu pelayan di sini,” lanjut Gema tersenyum tipis. Kemudian, pelayan itu meninggalkan mereka.
“Kamu kenapa sih, senyum-senyum sama mereka! Aku nggak suka ya kamu terlalu ramah mengumbar senyumanmu sama orang lain,” lirih Dewa menatap bola mata Gema dengan sorot mata tajam.
“Sayang, tidak ada salahnya kita senyum. Senyum ‘kan ibadah, lagipula aku senyum pada tempatnya, nggak yang sembarangan senyum, apalagi senyum-senyum sendiri ‘kan nggak lucu,” timpal Gema pelan menjelaskan pada suaminya agar bisa mengerti.
Gema yang baru memasukkan makanannya ke dalam mulut dua kali suap, tiba-tiba Dewa dengan wajah kesalnya langsung menarik pergelangan tangan Gema dengan kasar hingga berdiri dari posisi duduknya.
To be continued👉
Terima kasih sudah mampir di karya terbaru saya...
...AIR MATA PERNIKAHAN...
...Mohon dukungannya agar saya lebih bersemangat dengan memberi...
...👉 like...
...👉 komentar...
...👉 follow akun author...
...👉 Subscribe...
...👉 Vote...
...Cerita kali ini tentang kehidupan rumah tangga di mana di dalamnya ada cinta dan sejuta konflik....
... 1 Oktober 2024 cherrypen 🙏...
...Bukankah mencintai seharusnya menjaga perasaannya bukan malah menyakiti, membuat remuk redam tubuh dan hati. ...
...Tetapi, nyatanya lelaki yang sudah berjanji akan membahagiakan dan sejuta kali bilang cinta justru menyakiti dan mematahkan hati juga memudarkan rasa percaya....
...~ Gema ~...
...----------------...
“Sayang, sakit.” Gema mencoba melepaskan tangannya tetapi tidak bisa lantaran tangan Dewa jauh lebih kuat. “Kamu, kenapa sih tiba-tiba kayak gini?”
Dewa yang tidak menghiraukan ucapan Gema, terus saja berjalan menariknya sampai masuk ke dalam lift, tidak peduli semua orang melihatnya.
Sesampainya di dalam kamar hotel, Dewa langsung melempar tubuh Gema ke atas ranjang, mencium bibir istrinya dengan brutal, menyesap bahkan menggit bibirnya. Lidahnya menerobos masuk dengan sarkas ke dalam mulut Gema dengan agresif sampai istrinya kesusahan bernapas.
Dewa melucuti semua pakaian Gema sampai tak ada sehelai benangpun yang menempel di tubuhnya. Pria itu memegang kedua tangan Gema ke atas dan juga mengungkung tubuh Gema, menindih tubuh istrinya dengan kasar tanpa ampun, memaksa masuk ke bagian inti bawah Gema dengan sarkas.
“Akkh…, Mas Dewa apa yang kamu lakukan! Kenapa kamu kasar begini!” pekik Gema keras, akan tetapi tidak di hiraukan Dewa meskipun air mata istrinya mengalir dari sudut netranya menahan perih.
“Kenapa kamu menjadi kasar begini, Mas? Apa salahku padamu, semalam kamu begitu memanjakanku dengan kelembutan sampai ak terbuai nikmatnya sentuhanmu, tetapi kenapa pagi ini kamu dalam sekejap berubah menjadi seperti binatang yang kelaparan!" gumam Gema dalam hatinya dengan air mata yang sudah membajiri seluruh wajahnya.
Gema mengalami kekerasan seksual yang di lakukan oleh suaminya sendiri. Setelah Dewa selesai melampiaskan kekesalannya dengan cara seperti itu dia berjalan menuju kamar mandi membersihkan tubuhnya dengan air hangat di bawah shower, meninggalkan Gema di atas ranjang yang tengah menangis sesenggukan sembari menarik selimut menutupi tubuhnya yang membiru akibat bekas cengkraman Dewa yang terlalu kuat.
Gema berusaha turun dari ranjang di saat Dewa berada di kamar mandi. Dia meringkuk mendekap lututnya di sofa sembari melilitkan selimut ke tubuhnya yang masih polos. Bagian intimnya terasa sakit dan perih lantaran hujaman bagian intim Dewa masuk dengan sarkas.
Tidak ada sama sekali kenikmatan yang dirasakan Gema. Sangat berbeda jauh dengan malam pertama yang membuatnya merasa terbang ke negeri kayangan. Setelah Dewa keluar dari kamar mandi, dia merebahkan tubuhnya ke ranjang tak menghiraukan istrinya yang tengah menahan kesakitan.
Satu jam telah berlalu.
Gema masih sesenggukan, air matanya tak kunjung berhenti, ketika melihat bekas lebam yang ditinggalkan suaminya. Kulit kuning langsat bak porselen telah ternoda oleh ulah Dewa yang bejat.
Isak tangis Gema saat terjaga, membuat Dewa terbangun. Ia berusaha membuka matanya yang terasa berat seperti ada gembok 10 kg di pelupuk matanya. Dia menatap istri tercintanya yang terduduk lemas dari posisi tidur miring.
“Apa yang tadi telah aku lakukan terhadap, istriku?” ucap Dewa pelan. “Kenapa, aku tega melukai belahan jiwaku sendiri. Ya Tuhan, aku telah melakukan sebuah kesalahan.” Dewa beranjak dari tempat tidurnya kemudian berjalan mendekati istrinya.
“Maafkan aku, Sayang,” pinta Dewa sembari tangannya memegang kepala Gema dan menciumnya dengan bertubi-tubi. “Sayang, maafkan aku,” ujar Dewa sekali lagi. Kedua tangannya memegang rahang Gema yang simetris, menatap netra coklat istrinya.
Tangisan Gema, semakin runtuh saat memandang wajah suaminya. Dia menggigit bibir bawahnya sampai gemetar menahan ketakutan, jika Dewa mengulangi perbuatannya lagi. “Sayang, aku mohon jangan lakukan itu lagi,” pinta Gema seraya menggelengkan kepalanya dengan cucuran air mata bak hujan turun membasahi bumi, yang tak sanggup menahan gelapnya menyelimuti langit.
Menatap wajah Gema yang di penuhi dengan rasa takut, membuat Dewa merasa sangat bersalah. Dunianya seakan hancur kala wanita yang dia amat
sayangi merasakan sakit hati.
“Sayang, lihat aku. Lihatlah mataku ini, Sayang,” tutur Dewa sembari mengusap air mata yang mengalir di pipi merah merona istrinya. “Mas Dewa, benar-benar minta maaf. Mas, janji tidak akan mengulanginya lagi, Tolong, maafkan Mas Dewa.” Dewa mencium punggung pergelangan tangan Gema sembari matanya meneteskan air mata penyesalan. “Mas Dewa, sangat mencintaimu sayang. Mas, tidak mau kehilangan kamu,” ucap Dewa menatap manik Gema.
Perasaan Gema luluh lantah melihat sikap Dewa yang tulus meminta maaf kepadanya. Dia merengkuh tubuh Dewa kemudian memeluknya. Mereka berpelukan sembari mengelus- ngelus punggung masing-masing.
“Gema, maafkan Mas Dewa. Gema, mohon jangan lakukan hal itu lagi,” ucap Gema seraya menahan isak tangis.
“Iya, sayang. Mas Dewa janji.”
.
.
.
“Mas, supir dari hotel yang akan mengantar kita ke bandara sudah menunggu di lobby.”
Jantung Dewa berdegup dengan kencang, saat mendengar ucapan Gema. Dadanya terasa bergemuruh hebat ingin rasanya berteriak sekeras-kerasnya, kemudian terduduk di pinggir ranjang seketika lututnya merasa lunglai.
Penggalan ingatan buruk masa lalu Dewa kembali terlintas dalam benaknya.
“Roky,” teriak Sania memanggil supir pribadi suaminya.
“Iya, sebentar Nyonya.” Roky berjalan menuju Sania yang tengah duduk santai di taman bersama Dewa.
Saat itu Dewa masih berusia 7 tahun. Dia melihat Ibunya Sania tengah bercanda dengan supir pribadi Ayahnya di kursi taman saat ayahnya pergi ke kantor, Roky namanya. Karena, dia masih kecil makanya hal itu di anggap biasa olehnya. Sampai, dia melihat candaan itu berakhir mereka saling menatap dan berpegangan tangan, akan tetapi karena ada Dewa, mereka menghentikan aksi tersebut.
“Berhenti Roky ada Dewa,” ucap Sania berbisik di telinga Roky yang tak menghiraukan ada pelayan lain melihat dari kejauhan.
“Baiklah, Sayang,” sambung Roky pelan.
Setelah mereka selesai bercanda Dewa dan Mamanya meninggalkan Roky sendirian. Dewa, berlari dengan cepat memasuki rumahnya, sedangkan Mamanya masih berjalan dengan santai. Dari balik korden Dewa melihat roky mengejar Mamanya kemudian mendaratkan kecupan di bibir Sania. Untuk beberapa menit mereka berdua beradu bibir dan saling membalas melumat.
Dewa, yang masih polos hanya melihat dan memendamnya dalam hati dan tidak berani bercerita kepada Papanya lantaran merasa takut Mamanya akan memarahinya.
“Sayang, Kamu kenapa diam,” papar Gema, mencoba membangunkan suaminya dari lamunan.
“Owh iya, sayang, maafkan aku. Ya, ayo, kita turun sekarang ke bawah, jangan sampai ada yang ketinggalan,” ucap Dewa sembari mengatur setiap tarikan nafasnya, setelah mengenang masa lalu Mama dan supir pribadi Ayahnya.
Sampai di lobby. Supir hotel itu membantu memasukkan koper mereka. Dewa yang sedang mengurus pelunasan pembayaran di resepsionis memalingkan wajahnya. Dia melihat Gema tengah berbicara dengan supir tersebut, seketika Dewa lari dengan rahang mengetat. Dia menarik pergelangan tangan Gema hingga tubuhnya terpelanting hingga menghadap suaminya.
“Gema duduk!” decak Dewa, menatap tajam. “Jangan, banyak bicara sama seorang supir!” bentak Gema di depan supir tersebut.
Gema kebingungan dengan sikap Dewa, pasalnya dia hanya mengarahkan sang supir agar mengatur kopernya dengan rapi. Akan tetapi, justru membuat Dewa merasa cemburu. Gema hanya terdiam kemudian duduk di ruang tunggu sembari menghela nafas. Dia tidak berani membantah Dewa, khawatir jika timbul kericuhan di tempat umum. Di dalam hati Gema juga merasa tidak enak hati dengan sikap Dewa terhadap supir yang sudah paruh baya tersebut.
...****************...
“Mas, kamu sepertinya sedikit keterlaluan sama Bapak supir tadi, kasian sudah tua Bapaknya.”
“Kamu, kenapa membela dia? Dia itu hanya seorang supir, pantas di perlakukan seperti itu,” sanggah Dewa dengan tatapan tidak suka jika istrinya berbicara dengan lawan jenis.
Gema, tidak menjawab kembali bantahan Dewa. Dia lebih memilih menutup matanya dengan sleep mask, kemudian tertidur seraya menyandarkan bahunya di kursi pesawat.
To be continued 👉
Hampir satu minggu dua kali Dewa membawa Gema pergi dinner di restoran yang romantis serta memberi banyak hadiah seperti bunga mawar merah
dan perhiasan.
“Bik Sumi, biar saya sendiri yang menyiapkan makan siang untuk Mas Dewa.”
“Baik Nyonya.”
Gema yang tengah sibuk di dapur mempersiapkan makan siang, dari arah belakang kedua tangan Dewa melingkar di perut Gema.
“I Love You, sayang,” bisik Dewa seraya meniup pelan nafasnya di telinga istrinya sampai membuat Gema
merinding mendengarnya.
Gema memalingkan wajahnya ke kanan menatap wajah Dewa yang sudah meletakkan dahunya di bahu Gema.
“Mas Dewa duduk saja, sebentar lagi makanannya selesai,” ucap Gema.
“Permisi, Tuan, ada tamu yang ingin melamar menjadi supir,” ucap Bik Sumi.
Deg
Mimik wajah Dewa seketika berubah rahangnya mengetat tatkala kata-kata supir terdengar di telinganya.
“Jangan biarkan dia masuk! Suruh di luar saja!” ketus Dewa.
Gema menatap wajah Dewa penasaran. Kenapa setiap mendengar perihal supir, Dewa langsung berubah seakan tidak suka. Sampai di rumahnya sendiri pun tidak ada supir pribadi padahal mereka termasuk dalam golongan orang-orang berada.
Dewa mendorong kursinya ke belakang kasar sampai muncul suara gesekan antara lantai dan kaki kursi. Dia melangkahkan kakinya cepat seraya bahunya condong ke depan hingga pada ambang pintu.
“Selamat siang, Tuan. Perkenalkan saya Rendi.”
“Ada perlu apa kamu ke sini?!”
“Saya, ingin melamar sebagai supir di sini. Apakah Tuan membutuhkan seorang supir?” jawab laki-laki itu.
Dewa menarik napas dalam. Ia teringat akan kejadian masalalunya di saat Roky melamar kerja.
Dewa kecil bermain bola di halaman rumahnya. Datanglah seorang laki-laki tinggi dan tampan memasuki halaman rumahnya. Saat, itu yang
menerima salamnya pertama kali adalah Mamanya. Sebuah awal mereka saling melempar senyum.
“Saya Roky, Nyonya."
“Masuklah Roky,” sahut Papanya Dewa dari arah belakang.
“Papa kenal?”
“Iya, sebelumnya melamar di Perusahaan Papa, tapi Papa memutuskan untuk datang ke rumah.”
Mereka berdua akhirnya menerima Roky, bekerja sebagai supir di kediaman Baskara, Papanya Dewa. Selain Roky mengantarkan Baskara ke kantor ataupun keperluan lain. Dia juga mengantarkan Dewa kecil ke sekolah bersama Mamanya, Sania. Terkadang, Mamanya sendiri minta di antar ke moll,
arisan dan kegiatan lainnya, disinilah awal di mulainya perselingkuhan mereka di belakang Papanya.
“Silahkan di minum kopinya, Pak.”
Dewa tersentak mendengar suara Gema yang menyuguhkan kopi di atas meja.
“Gema, siapa yang menyuruhmu keluar! Masuk, sekarang juga aku bilang masuk!” bentak Dewa seraya ujung jari kanannya mengarah ke dalam rumah. “Dan, Kamu angkat kakimu dari rumah saat ini juga, aku tidak membutuhkan supir seperti kamu!” decak Dewa meninggikan suaranya pada laki- laki itu.
Rupanya sikap baik Gema menawarkan kopi membuat laki-laki itu membuat marah dan terbakar api cemburu.
"Kenapa masih berdiri di sini! Kamu mau selingkuh sama dia!" Dewa membentak Gema sembari menunjuk ke arah laki-laki tersebut yang tengah keluar dari pekarangan rumah.
PlAK ....
Seketika tangan Dewa melayang menampar pipi Gema sampai memerah.
“Mas.” Gema memegang pipinya. Netranya berkaca-kaca menatap wajah suaminya yang menatapnya tajam.
Dewa melempar cangkir berisi kopi ke halaman kemudian menarik tangan Gema masuk ke dalam lalu melemparnya ke lantai. Gema tidak dapat lagi menahan air mata di pelupuk matanya. Ia berusaha menahan sakit lantaran suaminya menamparnya lagi, bahkan mencubit bahunya sampai membiru dan juga menendang kaki Gema.
“Mas Dewa, berhentilah, aku sangat kesakitan, tolong hentikan!” pinta Gema sembari sesenggukan.
Kedua tangannya hanya memeluk dirinya sendri, berlindung dari kekerasan yang di hantarkan Dewa. Hatinya sakit seperti tersayat-sayat dengan belati tajam, lelaki yang dia perjuangkan di hadapan orang tuanya, telah tega melakukan kekerasan terhadap dirinya.
“Mas Dewa, apa kau ingat dahulu? Kamu berlari mengejarku saat aku sudah selesai kelas hanya untuk memberikan sekuntum mawar merah
untukku. Dari dahulu kamu selalu bersikap dingin dengan semua wanita, akan tetapi tidak terhadapku. Meskipun, sikapmu posesif terhadapku sebelum kita
menikah aku masih bisa memakluminya, itu kamu lakukan karena takut jika aku berselingkuh. Padahal, itu tidak membuatku merasa terkekang sama sekali. Kamu sering tidak mengijinkanku banyak bicara dengan laki-laki lain karena kamu pencemburu. Aku tetap bisa memahami dan menjaga batasanku, tetapi kenapa kamu sekarang
berubah seperti monster yang menakutkan Mas,” batin Gema seraya mengingat masa lalunya.
Diamnya gema membuat Dewa tersadar. Ia seketika berhenti marah-marah dan bersikap kasar saat matanya tertuju pada setetes darah di ujung bibir Gema akibat tamparannya.
“Oh … Sayangku, sayang maafkan aku,” pinta Dewa
memelas sembari mengacak-ngacak rambutnya yang sudah kalap.
Dewa menggerakkan kakinya maju mendekati Gema. Akan tetapi, dengan bercucuran air mata Gema menyeret tubuhnya mundur dengan kedua tangannya
berusaha menghindari Dewa seraya menggelengkan kepala. Dewa bersimpuh di hadapan istrinya sembari menundukkan kepala sambil menangkupkan ke dua
tangannya di atas kepala.
“Gema, ku mohon maafkan aku kali ini saja,” ucap Dewa sembari matanya berkaca-kaca.
Lagi-lagi Dewa hanya bisa meminta maaf, tetapi tidak merubah sikap agar Gema merasa nyaman di
pelukannya. Merasa sudah tidak mendapat maaf lagi dari Gema. Dia berusaha untuk memukul dadanya yang bidang, berkali-kali bahkan menampar pipinya sendiri mencoba menarik simpati Gema.
Melihat Dewa melukai diri sendiri. Gema tak tega melihatnya, begitu besar cintanya terhadap Dewa sampai tidak mengindahkan rasa sakit yang sudah di torehkan sampai ke sudut jantungnya.
“Mas, jangan sakiti dirimu. Iya Mas, Gema memaafkan Mas Dewa,” sahut Gema menggenggam kedua tangan Dewa kemudian mencium punggung tangannya.
Pemicu kemarahan Dewa adalah karena teringat masalalu orang tuanya. Mamanya berselingkuh dengan supir pribadi Ayahnya, sampai mengakibatkan
kedua orang tuanya bercerai. Sejak saat itu dia menjadi pribadi yang pecemburu, karena sejak Mamanya berselingkuh, dia merasa kurang mendapat perhatian. Hampir setiap hari dia tanpa sengaja melihat adegan bercumbu antara sania dengan supir
pribadi Ayahnya bahkan berhubungan intim di kamar supirnya.
Trauma yang mendalam di rasakan sampai dia bertemu dengan Gema, bahkan setelah menikah
sikap Dewa semakin menjadi-jadi dan berubah drastis, ada rasa takut jika Gema berselingkuh di belakang dia sama seperti yang di lakukan Mamanya.
***
Satu tahun pernikahan telah berlalu. Sikap Dewa juga sudah menunjukkan perubahan yang sebelumnya tempramental kini menjadi lebih lembut.
Dering ponsel Gema bergetar ada sebuah pesan masuk.
To Gema:
Hay Gema, apa kabar? Masih ingat kan ama gue, ini Merry teman SMA kamu. Gema, 1 minggu lagi tepatnya hari senin jam 15.00 ada reuni nih, di Gedung serbaguna sekolahan kita. Ayoo … datang ya, semua teman-teman se angkatan kita pada hadir loh… pokoknya kamu datang ya? Gue kangen banget ama sahabatku yang satu ini. Sejak kamu menikah sekarang kamu seperti artis saja susah di temui. Peluk jauh untukmu sahabatku.
Setelah Gema selesai membaca pesan dari sahabatnya. Dia berjalan seraya melompat kecil mencari Dewa yang sedang memcuci mobil di pekarangan rumah.
“Mas Dewa ada yang ingin gema sampaikan,” ujar l Gema manja.
“Ada apa?”
“Minggu depan ada acara reuni SMA, Gema minta ijin menghadirinya, ya, Mas?” pinta Gema seraya menunjukkan pesan dari sahabatnya Merry.
Mata Dewa melirik ponsel Gema yang di arahkan ke sebelahnya.
“Itu reuni khusus cewek semua, kan?” ujar Dewa sambil menggosok kaca mobil yang masih penuh dengan busa sabun.
“Yang namanya reuni pasti ada cowok juga cewek Mas, seluruh angkatan Gema akan datang menghadiri, boleh ya, Mas? Please, Gema mohon?”
harap Gema, menaikkan kedua sudut bibirnya seraya tersenyum manis.
To be continued 👉
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!