Ada sebuah kisah mistis yang dialami oleh 5 orang anak SMK Kenanga. Berawal dari masa liburan yang sedang dinikmati oleh murid kelas X TI 2.
Murid-murid tersebut bernama Bisma, Intan, Ratu, Reyza, dan Ninda. Awalnya mereka gunakan waktu liburan untuk membuat tugas sekolah tentang drama.
Dan pada saat pembuatan naskah dramanya, mereka belum ada yang memiliki laptop. Mau tidak mau mereka mengambil keputusan untuk meminjam komputer sekolah, dengan cara mereka masuk ke sekolah tanpa diketahui oleh penjaga sekolahan.
Pada malam jum'at kliwon setelah waktu maghrib, kelima anak itu berhasil membobol gerbang sekolah yang dikunci selama masa libur.
"Eh, lo yakin kita nulis naskah jam segini? Ini auranya gak kayak biasanya loh," tanya Intan memastikan.
Mereka membawa tas sekolah masing-masing, juga menggunakan jaket mereka sendiri. Suasana bangunan sekolah tak terlalu terang akibat semua lampu yang menyala redup. Hal itu membuat Ninda mulai merasa tidak enak.
"Perasaan gue udah gak enak nih, kenapa gak milih ke warnet aja sih?" ujar Ninda sambil mengusap tengkuk lehernya merinding.
Bisma yang merasa tertantang malah berdecak remeh. Sementara Ratu dan Reyza hanya diam sebab karakter mereka yang sama-sama kalem.
"Eh, lo pikir kita udah tau mau bikin drama apa hah? Belum kan? Aduh, lo tuh punya otak dipakai dong. Kalo kita bikin di warnet, nanti yang ada kita gak bisa mikir! Udah, mending kita ke laboratorium komputer aja." ketus Bisma dengan suara berbisik.
Intan dan Ratu saling menatap pasrah.
Sedangkan Bisma mulai melangkah masuk kemudian belok kanan untuk menaiki tangga ke lantai dua, tepatnya menuju laboratorium komputer.
Tak tak tak ...
Suara langkah sepatu mereka membuat Bisma berkali-kali memberi kode untuk lebih hati-hati.
"Lagian kenapa gak waktu siang atau pagi sih, Bis!" ketus Intan pelan. Tatapannya mengarah kemana-mana.
"Itu karena kalo siang penjaganya tuh belum balik, lo tau sendiri sekolah kita ini kosong kalo malem aja. Ini pun pas masa libur panjang, jadi gak ada anak-anak yang berangkat buat ekskul." jawab Bisma sambil terus melangkah dengan sesekali membungkuk.
Ketika sampai di depan pintu laboratorium, Ratu dan Reyza beristirahat sejenak duduk di koridor. Sementara Intan, Bisma dan Ninda berhasil membobol pintu laboratorium menggunakan alat seadanya.
"Ayo masuk, buruan," Ajak Bisma bersemangat.
Ninda serta Intan mengikuti Bisma, namun Reyza tetap masih duduk di koridor bersama Ratu.
"Lo sempat dengar kasus tentang lemari sekolah terlarang gak sih?" tanya Ratu sekedar basa-basi.
Reyza terdiam sambil berpikir sejenak, kemudian lelaki itu pun mengangguk. "Gue pernah dengar itu, katanya kalo gak salah ada di laboratorium ini." jawabnya kalem.
Ratu mengayunkan kedua kakinya sambil menatap pintu laboratorium yang sedikit tertutup. "Kenapa semua orang gak ada yang berani buat buka lemari buku itu ya? Bukannya laboratorium komputer jurusan kita memang menyediakan satu lemari di ruang nomor 5 ini." kata Ratu mulai penasaran dengan apa yang terjadi sebelum ia dan teman-temannya menjadi murid di SMK Kenanga.
"Menurut gue sih pasti ada sesuatu di sana, cuma belum ada orang yang mau menguak faktanya." sahut Reyza santai.
Di bawah pencahayaan lampu yang redup, Ratu tiba-tiba merasa ingin ke toilet. Ratu menoleh ke arah kanan koridor, ia sangat tidak tahan.
"Rey,"
"Hm?"
"Gue pengen ke toilet, tiba-tiba kebelet." ucapnya sambil memegangi perutnya.
Reyza langsung masuk ke laboratorium untuk memanggil Ninda. Ratu pun menunggu sambil menyalakan lampu di ponselnya.
"Nin," Panggil Reyza.
"Hah? Kenapa Rey?" tanya Ninda saat dirinya sedang mencari ide untuk membuat naskah drama di komputer.
"Temenin Ratu ke toilet tuh, kasian udah kebelet." ujar Reyza dingin.
Akhirnya Ninda beranjak dari duduknya dan keluar untuk menemani Ratu ke toilet. Keadaan sekolah yang sangat sepi membuat Bisma memiliki ide cemerlang.
"Heh, gue kayaknya dapet ide nih! Sini dah buruan," Bisma mengajak semua temannya mendekat.
Ketika sampai di toilet yang lokasinya dekat dengan tangga menuju koperasi, Ninda memilih menunggu duduk di koridor tak ikut masuk ke toilet.
Perasaan Ratu sudah tidak enak saat dirinya melangkah di lorong memasuki salah satu toilet perempuan.
Ciet ...
Sheerrsh ...
Suara air kran berbunyi setelah Ratu masuk ke dalam toilet tersebut. Berbeda dengan pendengaran Ninda yang merasa amat sepi bahkan tidak mendengar ada suara air dari kran mengalir.
"Duh, Rat, jangan kelamaan dong. Gue jadi ngerasa aneh gini tau ..." gumam Ninda mulai merinding.
Suhu udara di koridor mendadak sangat dingin dan membuat Ninda sempat merasakan rasa pusing. Perubahan hawa yang dirasakan oleh Ninda pun rupanya dirasakan juga dengan Ratu.
"Kok kran nya kebuka sendiri ya? Bukannya aku belum nyalain, apa ada sistem otomatis?" Ratu merasa ada hal aneh ketika dirinya baru masuk.
Bahkan pada saat ia menghilangkan rasa mulas itu, tiba-tiba dirinya merasa mual. Ditambah dengan suasana hawa yang mendadak dingin.
"Aduh, ini ada apa ya. Kok rasanya aku mual banget." lirihnya usai selesai membersihkan diri kemudian bergegas keluar dengan tubuh yang sempoyongan.
Ninda melihat Ratu seketika khawatir, "Rat? Lo kenapa? Kenapa lo jadi pucat kayak gini? Lo ngerasain pusing?" Sebenarnya banyak pertanyaan yang terlintas di pikiran Ninda saat ini.
Tetapi keadaan yang tidak tepat membuatnya akhirnya mengajak Ratu untuk ke laboratorium.
Selama berjalan menuju laboratorium, Ratu tak sengaja melihat sekelebat sosok perempuan yang menggantung di tiang bendera paling atas. Melihat itu, Ratu bergidik ngeri.
"Lo kenapa?" tanya Ninda.
"Ada yang kendat ..." Lirih Ratu sontak membuat Ninda ketakutan dan menoleh kemana-mana.
Tatapan Ratu masih terpaku pada tiang bendera yang tidak ada benderanya, penglihatan kini berbeda dari yang tadi.
Ratu pun mengerjapkan matanya berkali-kali. "Perasaan tadi menggantung di samping tiang itu, kenapa sekarang malah kayak di ..." Belum sempat Ratu menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba bahunya ditepuk oleh seseorang.
"Astaghfirullah! Reyza! Ih, lo bikin gue kaget ngerti gak!" ketus Ninda, rasa takutnya berubah menjadi kesal.
Reyza menatap Ratu yang bersikap aneh, lelaki itu pun sebenarnya sama seperti Ratu. Makanya, mereka lebih sering bersama untuk membicarakan hal yang tidak semua orang dapat melihat.
"Lo masuk aja, Nin, urusin naskahnya sama Intan dan Bisma. Biar cepet selesai," Perintah Reyza diangguki oleh Ninda.
Menatap kondisi Ratu yang kedinginan dan lemas, Reyza melepas jaketnya untuk menyelimuti tubuh temannya itu agar tidak terlalu dingin.
Latar belakang kehidupan Reyza dan Ratu memang sama. Mereka sudah sejak kecil dapat melihat bahkan berkomunikasi dengan yang tak terlihat.
Namun, untuk situasi kali ini mereka tidak berani jika hanya berdua saja.
"Lo ngeliat apa?" tanya Reyza lembut.
"Ada yang gantung ..." lirih Ratu putus-putus.
Reyza mengusap bahu Ratu menenangkan. Beberapa menit kemudian Bisma keluar dari laboratorium dalam kondisi wajah seperti akan marah.
"Wey, lo berdua kenapa gak ikut bantu hah?! Lo berdua cuma numpang nama? Iya? Lo juga Rey-"
"Gue juga apa, Bis? Lo ngerti gak keadaan Ratu sekarang, hah? Dia gak akan kayak gini kalo bukan karena lo! Ulah siapa lagi sih, kalo bukan lo yang suka seenak diri lo sendiri? Lo mikir gak ini anak siapa? Anak orang, lo gak mungkin ngertiin sampai situ kan? Pikiran lo cuma lo bisa bikin tugas naskah drama yang diganti jadi seolah-olah kayak film, dan itu lo memilih film horor kan? Lo pakai kesempatan di sini dengan lo pura-pura bikin video, padahal itu jadi film buat lo sendiri." Tegas Reyza kali ini tidak mengeluarkan sikap dinginnya.
Bisma pun sangat tidak menyangka jika Reyza mampu membantahnya. Ia menatap tajam pada Reyza yang selalu membela Ratu.
Ninda dan Intan ikut keluar karena mendengar keributan diantara tiga teman mereka.
"Rey, udah ... Gak papa, Rey,"
"Gak bisa gitu, Ratu ... Oke, kalo lo semua gak ngerti dengan keadaan Ratu sekarang, biar gue jelasin dengan satu hal ini." ucap Reyza serius.
Ratu duduk berpindah sandaran menjadi ke bahu Ninda. Reyza duduk di samping Ratu, sedangkan Intan di sebelah Ninda. Hanya Bisma yang berdiri di hadapan Reyza.
Selang beberapa menit, Reyza memperlihatkan sebuah sketsa gambar sesuatu dari hasil gambarnya ke Bisma, Ninda dan Intan.
"Nih, kalo masih gak paham biar sekalian gue tunjukkin di mana." kata Reyza.
"Sosok itu Rey ... Dia mau masuk ke gue ... Tadi-ngegantung di samping tiang bendera itu, dia nyuruh gue buat mau dikasih gimana gambaran dia dulunya, tapi gue gak mau karena gue gak akan kuat." Ucapan Ratu membuat Ninda serta Intan merasa iba.
Bisma melotot tak percaya dengan apa yang digambarkan oleh Reyza dan ucapan Ratu.
"Sosok ini? Dia yang gangguin Ratu dari toilet?" tanya Bisma sok tahu.
Reyza lagi-lagi tersulut emosi. "Dia yang gak suka lo upload dan lakuin uji nyali di ruang itu! Lo gak ngerti apa tentang kasus siswi meninggal misterius?!"
Ratu mengumpulkan tenaganya kembali, kemudian berusaha menenangkan diri Reyza yang masih marah.
Memang Ratu akui, Reyza pendiam seperti itu bukan berarti ia tidak mengerti dan mengetahui sesuatu.
"Udah Rey, Bis, ini kan malam jum'at kliwon. Udah lah, ngapain sih malah jadi ribut? Gue gak papa, mending sekarang kita selesaikan buat naskahnya, biar besok langsung diprint. Kita juga gak boleh terlalu lama di tempat ini, apalagi usai setahun diselimuti oleh kasus kematian seorang siswi secara misterius. Dan lokasinya gue yakin ada kaitannya sama ruang 5 itu, laboratorium jurusan kita."
Usai semuanya tenang, mereka kembali masuk ke laboratorium dengan perasaan yang waspada. Banyak kegelisahan diantara Ninda dan Intan.
Bisma kembali mengoperasikan komputer dan menulis naskah untuk tugas drama mereka dengan judul 'Misteri Lemari Terlarang'. Baru memencet tombol Enter, Reyza langsung menghapus judul tersebut hingga membuat Bisma menatap tajam tidak terima.
"Lo apa-apaan sih?! Gue udah capek-capek mikirin judul, sementara lo cuma duduk romantisan sama Ratu! Kerja kelompok macam apa lo!" Bentak Bisma berdiri sambil menarik kedua kerah baju Reyza.
Ketiga perempuan hanya bisa menyaksikan tanpa berkomentar. "Gak usah lo bawa-bawa nama Ratu! Lo bilang capek mikirin judulnya?! Terus lo bilang kerja kelompok macam apa? Lo mikir gak ini tugas apa? Lo yang bilang kerja kelompok kan?! Terus apa yang lo lakuin sekarang, hah?! Kerja kelompok? Dengan cara seenaknya sendiri? Pake apa-apa menurut sendiri, gitu? Yang namanya kerja kelompok itu kerja sama! Bukan cuma lo doang yang mikir! Dan cari ide sama inspirasi tuh gak kayak gini caranya!" Amarah Reyza tiba-tiba membludak.
Ratu menghampiri Reyza yang masih terbawa emosi.
"Udah, Rey. Sabar ... Gak usah kebawa emosi dong, santai aja bicarain baik-baik." ucap Ratu sambil mengelus dada Reyza untuk menenangkan.
"Enggak gitu, Kak. Aku udah sabar tapi dia tetap aja kayak gitu." Raut wajah Reyza benar-benar lelah.
"Kak? Jadi? Kalian berdua ini?" tanya Intan tak menyangka.
Reyza memeluk Ratu dari samping, wajahnya kembali cuek dan tersenyum tipis. "Apa? Kaget? Orang Ratu ini kakak kandung gue."
Bisma tak kalah bingung, lelaki itu justru sekaligus melihat sekelebat bayangan perempuan seumurannya. Lalu, bau amis pun turut hadir memasuki hidung mereka.
"Jadi, kalian saudara? Pantesan aja mirip, malah gue kira kalian pacaran," ujar Ninda berdiri di belakang Bisma.
Ratu tersenyum aneh, sementara Reyza mendekati Bisma yang sedang duduk di kursi depan banyaknya komputer. Ninda dan Intan saling menatap bingung, mengapa Ratu serta Reyza mendadak bersikap aneh.
"Kalo gue ada salah, gue minta maaf ya. Namanya juga manusia kan? Pasti punya kesalahan di masa hidupnya. Soal sikap lo yang kayak tadi udah gue maafin kok, maklum lah kalo ngomongin soal tugas buat seminggu depan." kata Reyza datar dengan tatapan mata yang kosong.
Bisma yang mendengarkan seketika merinding. Ia pun menoleh ke Ratu yang mendekati Ninda dan Intan. "Dan kalian jangan pernah takut sama hal-hal yang berbau mistis, tapi jangan pernah juga mengganggu kehidupan mereka. Hadapi segala rintangan dengan cara yang baik," kata-kata dari Ratu membuat Ninda, Intan dan Bisma merinding.
"Eh, kalian ada ngerasa bau amis semakin dekat gak sih? Apa di sini ada bangkai?" tanya Intan celingukan sambil mengusap lengan tangannya yang terus merinding.
Tiba-tiba Ratu dan Reyza berjalan menuju sebuah lemari yang tepatnya di pojok samping meja guru. Bisma melotot tak percaya, kedua kakak beradik itu seolah akan membuka lemari terlarang tersebut.
"Aduh, itu bukannya lemari terlarang yang pernah jadi kasus belum jelasnya tragedi kakak kelas kita setahun lalu kan? Yang katanya identitasnya cewek?" Baru saja Bisma berucap, lemari itu tiba-tiba mengeluarkan suara ketukan dari dalam.
Intan dan Ninda yang mendengar pun sontak terkejut merinding. Bulu kuduk mereka semuanya meremang, Bisma masih menatap posisi Reyza dan Ratu yang semakin aneh.
"Tan, Nin! Mereka berdua semakin dekat! Gimana ini?!" ucap Bisma tegas namun dengan nafas yang memburu karena ketakutan.
Ninda celingukan mencari jalan keluar, sedangkan Intan berusaha berpikir keras untuk mencegah dua temannya yang akan membuka lemari kosong terbengkalai tersebut.
Detik per detik jam dinding yang ada di laboratorium itu terus berjalan dan terdengar oleh mereka. Namun, saat ketiga anak itu masih menatap Reyza dan Ratu yang nyaris menyentuh lemari terlarang tersebut seketika pintu laboratorium mendadak ditutup dari luar.
Suara keras dari pintu yang tiba-tiba tertutup dan terkunci itu membuat Bisma semakin yakin, bahwa ruang komputer jurusannya memang angker.
"Reyza sama Ratu gimana?! Itu mereka mau buka lemari nya!" Teriak Ninda ternyata mampu menyadarkan Ratu yang kerasukan sosok perempuan misterius.
Saat melihat keadaan Reyza yang masih kerasukan, Ratu berusaha menghalangi adiknya ketika hendak membuka lemari tersebut.
"Rey, sadar Rey! Astaghfirullah ... Reyza sadar! Istighfar, Dek ..." Teriak Ratu sambil menangis karena adik satu-satunya tidak ingin disadarkan dan tetap nekat membuka lemari terlarang itu.
Lantas detik-detik dibukanya lemari terbengkalai itu seketika menguak segala kasus yang tak terungkap selama satu tahun berlalu.
Reyza langsung sadar begitu sosok yang merasuki ke dalam tubuhnya itu keluar, tanpa waktu lama semuanya pun melihat isi dalam lemari tersebut.
"Astaghfirullah!" pekik Ninda dan Intan berteriak kompak ketakutan.
Sementara Bisma memundurkan langkahnya dengan gugup. Wajahnya terlihat sangat tidak menyangka setelah melihat apa di dalam lemari itu.
Ratu dijaga oleh Reyza yang masih lemas.
"Jadi ..." lirih Intan menutup mulutnya di belakang Reyza dan Ratu.
"Ternyata bener dugaan aku, Kak. Ada orang di dalam lemari ini, dan nyatanya adalah seorang siswi yang sudah meninggal selama satu tahun. " ucap Reyza kemudian mendekat ke sebuah jasad perempuan yang diduga ialah seorang siswi yang meninggal sejak satu tahun lalu.
Dengan perasaan bercampur aduk, Ratu dihampiri oleh Intan dan Ninda. Sedangkan Bisma berusaha menenangkan diri, lalu ia pun memberanikan dirinya berdiri di samping Reyza.
"Jasadnya udah busuk, tapi kok bisa masih utuh ya. Di dalam lemari juga ada berbagai kertas yang dicoret seperti dengan pulpen warna merah. Ini jasadnya bisa dikeluarkan gak ya? Kasian soalnya dalam keadaan tergantung kepalanya, terus kakinya diikat semacam pakai tali yang buat pramuka." jelas Reyza.
Ratu tampak sedang berpikir keras untuk menemukan cara bagaimana bisa mengeluarkan jasad seorang siswi tersebut.
"Identitasnya ada gak, Dek? Siapa tahu kita masih bisa hubungin kerabat atau keluarganya yang masih hidup?" tanya Ratu mengusulkan.
Reyza menoleh kilat, kemudian lelaki itu kembali menatap tubuh sang siswi yang berdiri dengan keadaan leher terikat di tengah bagian dalam lemari. Sementara posisi masing-masing siswi itu pun diikat namun berada di sebelah kiri dan kanan dalam lemari dengan sebuah paku.
"Namanya Sherin, Kak. Kita harus cepat keluarin dia dari sini, kasian udah satu tahun gak ada yang berani buka lemarinya. Padahal dia cuma butuh jasadnya dikubur secara layak." ucap Reyza yang tiba-tiba merasakan hawa perasaan sedih.
Ratu menggenggam tangan Reyza karena khawatir. Sedangkan Bisma dicolek oleh Intan.
"Eh, lo bantu Reyza buat keluarin dia dari situ cepetan!" Perintah Intan merasa tidak memiliki banyak waktu.
Bisma menatap jasad mengenaskan itu dengan tatapan tidak tega.
"Bener kata Intan, kalian berdua yang harus keluarin dia. Kasian, lagian ini udah jam setengah dua belas malem. Gak mungkin juga kita cari orang buat minta tolong." sahut Ratu menyetujui perkataan Intan.
Selang beberapa menit, Ninda mendapatkan informasi tentang keluarga sang siswi yang sudah meninggal itu.
"Eh, guys! Gue dapet informasi keluarga yang masih nyari anak cewek hilang selama satu tahun di sekolah ini. Apa sekalian aja gue tanya soal cewek ini ya? Siapa tau beneran kalo mereka keluarganya," Usul Ninda sambil menatap ponselnya yang membuka informasi berita harian.
Semuanya mengangguk setuju. Tak berselang kemudian usai Reyza dan Bisma dapat mengeluarkan jasad siswi tersebut keluar laboratorium dengan sebuah tandu yang terbuat dari kayu di gudang sekolah mereka.
"Untung lo anak pramuka, Nin. Kita jadi bisa bawa almarhumah Sherin." ujar Bisma lega.
Reyza menutup dan mengunci kembali ruang laboratorium jurusannya, sementara Bisma menjaga almarhumah yang diletakkan pada sebuah tandu darurat buatan Ninda dan Intan.
"Sekarang kita bikin pertemuan sama keluarganya Sherin, mau gimanapun dia masih kita anggap sebagai kakak kelas kita. Nin, atur waktu buat ketemu sama keluarganya, kita serahkan almarhumah ke mereka." celetuk Reyza sesudah mengunci lalu menggenggam tangan Ratu erat.
"Ah, iya. Kebetulan keluarganya lagi jalan ke sini kok, mereka punya mobil yang bisa buat bawa almarhumah. Kayaknya sebentar lagi nyampe deh, soalnya katanya rumahnya gak jauh dari sini." jawab Ninda.
Baru saja ingin turun ke tangga untuk keluar dari sekolahan, Reyza tiba-tiba dicolek oleh sesuatu yang tak terlihat.
"Eh, ada yang nyolek gue. Siapa ya?" tanya Reyza celingukan sembari mengusap tengkuk lehernya yang merinding.
Semuanya tampak bingung. Disela-sela itu, seketika Reyza melihat sekelebat bayangan seperti sosok yang melayang pergi dari belakangnya. Lelaki seorang adik dari Ratu itu langsung berlari cepat di koridor menuju tangga menurun ke koperasi yang melewati toilet.
"Reyza! Kamu mau ngapain?! Rey!" teriak Ratu histeris.
Bisma sontak terkejut dan melihat punggung Reyza yang kian tak terlihat.
"Kayaknya dia lagi kejar sesuatu, tapi apa? Apa yang dia bilang tadi ada yang colek dia ya?" Bisma memiliki banyak pertanyaan di otaknya.
Ninda dan Intan segera melihat dari koridor lantai atas ke lapangan. Suasana malam yang terbatasnya sumber cahaya membuat mereka kesulitan mencari keberadaan Reyza.
Sedangkan keadaan Reyza kini masih berlari begitu cepat memburu sesosok laki-laki seumurannya. Setelah melewati koperasi dan kantin utama, Reyza dibuat curiga hingga dirinya sampai ke sebuah bangunan kecil samping kantin kedua, atau kantin milik pedagang sederhana.
Lelaki itu berhenti di depan sebuah bangunan kecil yang ada pagar kecilnya, seperti tempat parkir namun juga mirip seperti kantin lama.
"Huft, di mana sosok itu? Terus ini apa, ya? Kayak tempat parkir tapi kayak kantin yang udah lama gak dipakai." gumam Reyza tak mengerti.
Matanya mengarah kemana-mana, lalu tatapannya berhenti pada sebuah kantin milik pedagang yang ia ketahui namanya Mang Ujang dan Bi Sari.
"Mas atau Mbak yang colek saya tadi, mohon keluar dari persembunyian dengan wujud yang maaf, jika aslinya menakutkan tolong memperlihatkan dengan wujud yang sedikit layak." ucap Reyza celingukan.
Seusai merasa tidak menemukan apapun, Reyza tiba-tiba mendapati sesosok laki-laki yang ia kejar tadi di sebuah bangunan kecil sedikit luas itu.
Reyza menyipitkan matanya untuk memperjelas penglihatannya. Saat mengusap-usap matanya berulang kali, Reyza melihat sosok laki-laki pucat itu tersenyum menyeringai.
Bulu kuduknya mendadak berdiri, ia meremang menahan rasa takut. Disaat melihat sesosok laki-laki tersebut, Reyza bahkan melihat pula kehadiran sosok perempuan seperti Ratu di samping laki-laki itu.
"Siapa kalian? Apa maksud mencolek saya? Apa ada hal yang ingin kalian sampaikan?" tanya Reyza mencoba mendekati.
Selama beberapa menit Reyza berkomunikasi dengan dua sosok penunggu parkiran para murid di zaman dulu, akhirnya lelaki itu mengerti apa yang terjadi selama ini.
"Jadi, si Olive yang iseng ke kakak aku, ya? Dia namanya Ratu, Liv. Kalo Opang yang masuk ke tubuh aku tadi? Berarti Olive juga yang masuk ke badan kakak aku kan? Ya, gak papa kok. Berkat kalian berdua juga kita jadi tahu siapa pelaku dan korbannya." ucap Reyza di dalam bangunan parkiran lama.
Disaat masih berhadapan dengan dua sosok pasangan pada zaman dulu — Bisma, Ninda, Intan dan Ratu bersama-sama berteriak memanggil nama Reyza. Membuat lelaki itu seketika menoleh dan berpamitan dengan Olive dan Opang.
"Iya, Kak! Rey ke atas sekarang!"
Lagi-lagi Opang dan Olive tersenyum dengan raut wajah mereka yang pucat serta berpakaian seragam Osis SMK penuh darah.
Ya, dua sosok tersebut memang memperlihatkan wujud aslinya pada Reyza. Bahkan adik dari Ratu itu pun berusaha menahan bau amis yang sangat menyengat.
"Kalo gitu, aku pamit dulu, ya. Udah ditungguin sama kakak dan teman-teman aku. Mungkin lain kali kita bisa mengobrol dan bercerita lagi ya, sekian terima kasih atas waktu serta informasinya. Assalamualaikum ..." Usai mengucapkan salam, Reyza langsung berjalan keluar lalu pergi ke lantai atas.
Senyuman Opang dan Olive pun tak hilang sebelum Reyza sampai di lantas atas.
Tak tak tak ...
"Adek ... Kamu ke mana sih?" tanya Ratu begitu khawatir sampai matanya berkaca-kaca.
Reyza yang pipinya dipegang oleh kakaknya seketika memeluk erat untuk menenangkan.
"Aku di sini, Kak. Gak papa, aku lari buat ngejar yang colek aku." jawab Reyza lembut.
Sesudah berpelukan, Reyza lebih dulu melepas pelukannya. Kemudian ia menatap jasad Sherin yang masih dijaga oleh Bisma.
"Gue tadi liat sekilas kayak ada beberapa orang nunggu di depan gerbang," Celetuk Reyza membuat semua temannya jadi menatapnya.
"Yaudah, ayo, buruan. Itu pasti keluarganya Sherin. Cepetan, kasian dia." sahut Ninda gugup sekaligus merasa tidak enak pada keluarga almarhumah.
Ratu menoleh ke belakang. "Iya, langsung bawa keluar sekolah sekarang. Soalnya Sherin udah gak sabar dari tadi di belakang aku, dia pengen cepet ketemu sama keluarganya." kata Ratu saat melihat jin yang menyerupai wujud Sherin.
Intan mengusap lengan tangannya merinding.
"Aduh, mana Ratu ngeliat orangnya lagi. Udah, buruan ayo," desak Intan karena sudah ketakutan.
••••
Tepat pukul 00.00 malam hari, Reyza dan Bisma berhasil membawa jasad Sherin keluar dari sekolahan. Mereka berlima akhirnya bertemu dengan para keluarga Sherin.
"Ini almarhumah Sherin, Bu, Pak, Om. Kita temukan beliau di dalam lemari ruang 5. Tepatnya di salah satu ruang laboratorium lama. Sebenarnya ruang itu masih kadang untuk praktik, namun tidak begitu sering." jelas Reyza dengan ucapan sopan dan lembut.
Seketika sang ibu dan ayahnya Sherin menangis histeris. "Ya Allah, Sherin ... Kenapa bisa seperti ini, Nak? Kenapa kamu terlalu cepat tinggalkan kami ... Ibu kira kamu hilang selama satu tahun, Sayang ... Tapi ternyata kamu sudah pergi selamanya," Ucapan sang Ibu dari Sherin sambil memeluk putri semata wayangnya.
Ratu dan Reyza merasa iba, sedangkan Bisma, Intan dan Ninda hanya mampu menunduk pasrah. Suasana larut malam yang begitu dingin, membuat keluarga almarhumah Sherin mengucapkan terima kasih dan berpamitan.
"Sekali lagi kami sekeluarga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan kalian yang menemukan Sherin. Saya sebagai kepala keluarga bersyukur Sherin dapat ditemukan, meskipun dia sudah tiada begitu lama." tutur Pak Sanadi, ayahnya Sherin.
Kelima anak-anak itu mengangguk.
"Sama-sama, Pak. Karena sudah malam, mungkin kami akan ke rumah bapak besok pagi, kami akan melayat bersama." kata Reyza mewakili.
Pak Sanadi menatap istrinya yang bernama Bu Sarmi. Ada raut kurang senang pada keluarganya Sherin, Ratu dapat memastikan mereka tidak begitu setuju pada ucapan Reyza.
"Bapak dan Ibu tenang saja, kami ke rumah almarhumah hanya berlima. Jika memang kalian tidak ingin diketahui —" Belum selesai Ratu berbicara, Pak Sanadi terburu menjawab.
"Iya, Nak. Bukannya kami tidak ingin banyak orang yang mengirim doa untuk Sherin, tapi kami tidak mau membuat pihak sekolah merasa bersalah karena tidak menemukan jasad Sherin." jelas beliau sedih.
"Tidak apa-apa, Pak. Kami mengerti bagaimana perasaan bapak dan keluarga, mungkin pada saat nanti hari pertama berangkat setelah masa liburan selesai, kami akan mengajak seluruh orang di sekolah ini untuk mengirimkan doa agar Sherin dapat tenang di alam sana." Perkataan Reyza diangguki dan ditanggapi dengan senyuman ikhlas.
Satu malam yang melelahkan telah berlalu dalam beberapa jam. Reyza dan Ratu sudah diajak oleh Bisma, Ninda dan Intan di depan rumah mereka.
"Kakak bawa jaket juga ya? Takutnya masuk angin karena masih pagi buta kayak gini," kata Reyza yang sudah siap menggunakan pakaian lengan panjang berwarna putih dan memakai peci.
"Iya, Dek. Kamu juga loh bawa jaket, kita kan kesana pakai motor." jawab Ratu yang sudah siap dengan gamisnya dan hijab berwarna putih.
Sesampainya perjalanan menuju rumah Sherin yang tak jauh dari tempat sekolah mereka, akhirnya lima anak itu bertemu dan mengucapkan belasungkawa pada keluarga yang ditinggal.
"Assalamualaikum, Ibu, Bapak. Saya Reyza datang bersama kakak saya — Ratu, juga dengan tiga teman saya ingin ikut membantu untuk mengantarkan almarhumah ke peristirahatan terakhirnya," tutur Reyza bersalaman dengan Pak Sanadi dan Bu Sarmi.
"Waalaikumsalam, Nak Reyza. Maasya Allah, terima kasih atas kehadiran kalian semua, ya. Saya tidak menyangka kalian akan benar-benar datang ke rumah Sherin, setelah kita berpisah beberapa jam lalu. Pasti kalian masih ngantuk kan?" tanya Bu Sarmi merasa tidak enak.
Ratu menggeleng bersama tiga temannya setelah bersalaman dengan keluarga almarhumah. "Gak papa kok, Bu. Justru kami berterima kasih karena diizinkan untuk melayat kesini, tanpa diizinkan mungkin kami akan merasa bersalah karena tidak dapat mengantarkan kakak kelas kita ke peristirahatan terakhirnya." sahut Ratu tersenyum ramah.
"Kebetulan masih dimandikan, Mas Reyza. Barangkali mau ikut melaksanakan sholat jenazah?" tanya Pak Sanadi.
"Oh boleh, Pak. Sekalian nanti saya dan teman saya yang bernama Bisma juga ingin mengantarkan sampai ke pemakaman kalau diperbolehkan,"
"Tentu, boleh, Mas."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!