NovelToon NovelToon

PETAKA GHIBAH

Bab 1 22 April 2020

Malam itu petir mengaum keras di langit, suara gemuruhnya bergema. Angin mengamuk, langit menangis, meneteskan air dengan deras. Alam seolah memberi pertanda, akan datang suatu bencana yang mengancam sebuah keluarga.

Clara menyiapkan pesta ulang tahun sederhana untuk anaknya yang bernama Dilara yang ke 15. Clara memasang hiasan dan balon-balon warna warni. Tidak lupa Clara membuat kue ulang tahun berwarna ungu dengan hiasan terbuat dari Fondant bertemakan alat make-up.

(ilustrasi kue ultah Dilara)

Kafi suaminya sengaja membawa Dilara jalan-jalan ke pasar malam yang diadakan setahun sekali di desa mereka. Memberi waktu untuk Clara menyiapkan pesta kejutan untuk Dilara. Dan ternyata sedari sore hujan tidak kunjung reda, terpaksa Kafi dan Dilara menghabiskan waktu bermain wahana yang ada di pasar malam.

Clara mendengar suara ketukan pintu dari arah luar. Clara mengintip dari tirai jendela, terlihat beberapa orang berdiri di depan rumahnya dengan pakaian sedikit agak basah. Pasti ada sesuatu yang sangat penting, sehingga mereka rela datang ke rumahnya di saat hujan petir melanda. Dan salah satu dari mereka adalah Pak Kepala Desa, Clara segera membukakan pintu rumah.

"Iya ada yang bisa saya bantu?" Clara dengan sopan bertanya kepada Pak Kades dan para warga.

"Maaf Bu Clara, hmmm, saya mendapatkan laporan dari warga, keluarga Ibu meresahkan warga," kata Pak Kades.

"Meresahkan bagaimana Pak?" Clara mengernyitkan keningnya.

"Sudah Pak Kades kita bawa saja ke Polisi,"

"Iya Pak Kades, banyak sudah memakan tumbal. Tangkap saja dia!"

"Tumbal? Maksudnya apa Pak Kades?" Clara dalam kebingungan meminta penjelasan.

"Dia! Dia pemakan bayi di kampung kita! Lihat yang ada di belakangnya. Sesosok perempuan berambut panjang pemakan bayi!" tunjuk seorang nenek tua menggunakan tongkat yang ada di tengah warga ke belakang Clara.

"Apa ini? Saya tidak mengerti. Apa maksud Anda Mak Tua?" Clara ketakutan, karena tatapan para warga sangat tidak ramah. Carla merasa terancam.

"Maaf Bu Clara, mereka bilang Bu Clara memakai pesugihan. Dan dalam beberapa bulan terakhir bayi-bayi di kampung kita ini meninggal tidak wajar. Dan kata mereka ini semua karena pesugihan yang dilakukan keluarga Bu Clara," dengan berat hati Pak Kades menjelaskan kepada Clara. Jauh di dasar hati paling dalam, Pak Kades tidak mempercayai rumor yang beredar. Tapi Pak Kades harus menjalankan tugasnya.

Clara akhirnya mengerti yang di maksud Pak Kades. Mungkin para warga kaget melihat perubahan keluarga Clara. Clara akhirnya dengan sabar menjelaskan kepada para warga.

Clara dan suaminya dulu termaksud keluarga yang sangat sederhana di desanya. Rumah mereka pun bisa di bilang gubuk derita. Gubuk kecil yang berdindingkan anyaman bambu, beratap jerami, beralaskan tanah, tanpa aliran listrik.

Nasib baik menghampiri mereka. Kafi ketika di sawah tanpa sengaja melihat seekor ular terluka. Orang-orang takut menolong ular itu, mereka lebih sayang nyawa mereka. Berbeda dengan Kafi. Kafi memejamkan mata berdoa kepada Yang Maha Kuasa. Kafi pelan-pelan menolong ular itu dan membawanya ke gubuk mereka.

Sama seperti Kafi, Clara juga menaruh kasihan kepada ular hijau itu. Mereka berdua mengobati luka ular dengan daun-daun dan akar-akaran yang mereka tumbuk dan tempelkan di kulit ular tersebut. Sebagai tanda terima kasih, ular memberikan kelereng berwarna kuning kepada mereka.

Hasil penjualan kelereng emas itu mereka sumbangkan kepada tetangga yang membutuhkan, kepada janda-janda, anak yatim piatu. Dan juga digunakan untuk memperbaiki rumah mereka sehingga layak disebut rumah dan ditempat tinggali.

Para warga semua diam. Memang benar, setelah kehidupan Kafi dan Clara berubah, semua warga juga mendapatkan keuntungan. Kafi dan Clara tidak pelit, mereka selalu berbagi.

"Jangan dengarkan omongannya! Ingat bayi-bayi kalian yang meninggal tidak wajar!" Nenek tua itu terus memprovokasi warga.

Warga-warga kembali terpancing emosi. Emak-emak yang sudah kalap mata menyerang Clara. Mereka mencakar, mencubit, memukul, menjambak bahkan menendang perut Clara. Orang-orang yang pernah ditolong Clara termasuk Pak Kades mencoba melerai Emak-emak yang sudah kemasukan setan. Mereka melindungi Clara.

"Cukup! Berhenti! Kalian jangan mudah difitnah. Kita cari buktinya!" teriak Pak Kades.

"Bu Clara tidak mungkin seperti itu," sahut salah satu warga.

"Jangan dengarkan! Habisi wanita itu!" Nenek tua itu memukulkan tongkatnya ke arah Pak Kades dan orang-orang yang mencoba melindungi Clara.

Keributan tidak dapat dihindari lagi. Clara penuh dengan luka. Bajunya sobek, nampak lah pakaian dalamnya. Pria-pria memandang penuh nafsu ke arah Clara yang berwajah cantik dan berkulit putih.

Salah seorang dari mereka mengangkat tubuh Clara dan masuk ke dalam rumah diiringi beberapa pria lain di belakangnya. Tubuh Clara dihempaskan ke atas sofa. Clara berontak berusaha lari, dengan sadisnya salah seorang dari empat orang pria itu memukulkan vas bunga ke kepala Clara. Kepala Clara berdarah, matanya berkunang-kunang, darah segar menetes jatuh ke pipinya.

Pria-pria kejam itu semakin rakus melihat tubuh Clara. Satu orang memegangi tangan Clara di atas kepalanya, dua orang membuka lebar dan memegang kaki Clara. Mulut Clara dibekap. Dan mereka bergantian melecehkan dan melakukan tindakan asusila pada Clara. Clara tidak berdaya, nafasnya hampir habis. Tubuhnya gemetar menahan sakit. Clara menatap mereka semua satu persatu. Clara tidak akan melupakan wajah-wajah iblis itu.

Di luar rumah masih terdengar keributan. Pak Kades dan warga yang masih waras mencari Clara. Mereka mendobrak masuk pintu rumah Clara.

BRAAAAKKK!

Pintu rumah Clara terbuka. Nampaklah dari luar pria-pria yang melecehkan Clara. Mereka semua telanjang. Begitu juga dengan Clara terlihat tanpa sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya. Dan darah segar terus saja mengalir dari kepala dan daerah kemaluannya.

"BIADAB! APA YANG KALIAN LAKUKAAAAAN!" Kafi dengan penuh kemurkaan menghajar 4 orang pria yang melecehkan istrinya.

"Mama, mamaaaaaaaa," Dilara menangis histeris, Dilara tak sanggup melihat kondisi Clara yang sungguh menggenaskan. Dilara jatuh tidak sadarkan diri.

Para warga yang masih berakal sehat ikut membantu Kafi menghajar keempat pria itu. Dan kembali terjadi perkelahian antar warga yang pro keluarga Kafi dan yang membenci keluarga Kafi. Kafi berlari mengambil selimut ke dalam kamarnya dan kembali ke ruang tamu menutupi tubuh Clara.

"Sayang, maafin aku. Aku datang terlambat. Bertahanlah," Kafi berniat mengangkat Clara dan membawanya ke rumah sakit.

"AAGGGGHHH!" Kafi memuntahkan darah dan kepalanya jatuh di pundak Clara.

Samar-samar Clara melihat orang yang berdiri di belakang Kafi. Clara kenal betul siapa dia. Dan Clara dengan lemah menatap Kafi yang sudah tidak bernyawa dihadapannya. Clara pun akhirnya menutup mata. Mereka berdua meninggalkan dunia saling berpelukan dengan sebuah tombak yang menancap di pinggang Kafi dan menembus perut Clara.

Dan orang yang menancapkan tombak itu tersenyum melihat kematian mereka. Dia pun menyelinap keluar lewat pintu belakang rumah, menghilang dalam gelap dan menyatu dalam dinginnya malam.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Bab 2 Kampung Ghibah

Raungan sirine memecahkan keheningan malam. Petugas Polisi langsung turun tangan melerai para warga yang tidak henti-hentinya adu kekuatan. Mereka tidak memperdulikan para petugas. Sampai dentuman keras dari pistol yang diarahkan petugas ke angkasa berhasil membuat mereka semua berjongkok sambil menaruh kedua tangan mereka ke belakang kepala.

Semua diam, hening tidak ada yang berani mengangkat kepala. Dan tiba-tiba saja dari dalam rumah Clara keluar asap. Mereka semua berdiri melihat ke dalam rumah. Para petugas dan Pak Kades masuk ke dalam. Betapa terkejutnya mereka melihat Clara dan Kafi yang sudah tak bernyawa, saling berpelukan dengan tombak yang menancap di tubuh mereka.

Kepulan asap semakin menjadi dan membuat dada sesak. Api bergemuruh melahap bagian belakang rumah Clara. Pak Kades dan beberapa warga berusaha menyelamatkan jasad Clara dan Kafi. Tapi apa daya, api dengan cepat menjalar sampai ruang tamu rumah Clara. Reruntuhan kayu yang ada di atas jatuh menimpa tubuh Clara dan Kafi. Jasad mereka terpanggang api.

Petugas polisi, Pak Kades dan warga berlarian menyelamatkan diri. Semua ikut membantu memadamkan api. Dan lagi-lagi hujan turun dengan derasnya dan angin dengan kencang meniup api yang sudah berkobar panas membara. Perlahan api meredup, hujan memeluk dan mengakhiri amukannya.

"Bu Clara, Pak Kafi, maafkan kami. Kami tidak dapat menyelamatkan kalian. Tapi saya yakin Anda berdua tidak bersalah." Pak Kades menangis tubuhnya merosot ke bawah tidak sanggup melihat kondisi terakhir Clara dan Kafi.

Beberapa warga lain juga menangisi kepergian Clara Dan Kafi. Mereka menyesal semua ini menimpa orang baik seperti mereka. Dan mereka melindungi Dilara yang pingsan dari sasaran warga yang membenci keluarganya.

"Dia! Anak itu juga harus mati!" Nenek tua itu mencoba kembali mempengaruhi warga.

Pak Kades dan warga yang baik menghadang orang-orang yang ingin melukai Dilara.

"Pak Polisi, tolong, Nenek tua ini telah memprovokasi warga. Dia memfitnah keluarga Pak Kafi sebagai pelaku pesugihan." Pak Kades menunjuk ke arah nenek tua.

"Apa benar yang dituduhkan Pak Kades?" Pak Polisi menatap si nenek tua.

"Perempuan yang tinggal di rumah itu adalah pembunuh! Dia memakan sukma bayi-bayi yang ada di desa ini," jawab si nenek tua.

"Apa ada buktinya?" Pak Polisi kembali bertanya.

Si nenek diam. Semua warga yang ada di belakangnya saling berpandangan. Mereka memang tidak mempunyai bukti yang menyatakan Clara adalah pemangsa sukma bayi yang dituduhkan si nenek. Mereka hanya mempercayai apa yang mereka lihat. Keluarga Clara yang dulunya miskin tiba-tiba menjadi kaya. Pastilah mereka memakai pesugihan.

"Kalian semua tidak ada bukti? Kalian sudah membunuh sepasang suami istri di dalam sana!" Pak Polisi memandangi mereka satu persatu.

"Para warga sekalian, dari mana kalian mendapatkan kabar bahwa keluarga Pak Kafi melakukan pesugihan dan menjadikan bayi-bayi di desa ini tumbal?" Pak Kades berdiri di samping Pak Polisi.

Semua warga mulai berbicara, mereka mendapatkan kabar itu dari mulut ke mulut. Dan tidak tahu siapa yang pertama kali menyebarkan kabar tersebut. Dan mereka semua memandangi nenek tua yang ada di antara mereka.

"Nenek, dari mana Anda tahu, Bu Clara adalah pemangsa sukma bayi di desa kita?" Pak Kades menyorot tajam ke arah si nenek tua.

"Aku mencium bau amis yang sangat pekat. Bau itu berasal dari rumah itu." Mata si nenek memerah ketika menatap ke reruntuhan rumah Clara yang sebagian sudah menjadi arang.

Dan dari dalam rumah Clara, muncul seekor ular berwarna hijau. Awalnya ular itu menampakkan dirinya dengan ukuran normal. Lama kelamaan ular itu menjadi besar. Ular itu menyerang dan mengibaskan ekornya kepada warga pembenci keluarga Kafi. Ular itu kemudian melilit tubuh si nenek tua.

Dengan suara berat dan penuh dengan kemarahan sang ular menatap warga yang tergeletak di tanah penuh dengan luka. "Kalian sudah termakan hasutan Nenek tua ini! Clara tidak bersalah. Asal kalian tahu, si wanita bajingan inilah yang sudah memakan sukma bayi kalian!"

Semua yang ada terperanjat mendengar perkataan si ular. Mereka yakin ular inilah yang ditolong Kafi dan Clara. Ular itu juga mencoba masuk ke dalam pikiran semua orang yang ada di sana tanpa terkecuali. Ular itu memutar sebuah adegan dibenak mereka semua, saat si nenek tua melakukan ritual pesugihan. Dia menaburkan sesuatu di depan rumah warga sebagai tanda.

Malam harinya seorang wanita astral berambut panjang berantakan, berbaju putih lusuh, datang ke rumah yang sudah ditandai si nenek tua. Dialah yang memakan Sukma bayi-bayi tak berdosa di desa itu. Setiap malam jum'at kejadian seperti itu terus berlanjut. Sampai di hari ke 49, sang nenek harus mencari orang yang bisa di kambing hitamkan.

Setelah nenek itu berkeliling desa, keluarga yang pantas dikorbankan adalah keluarga Kafi. Warga pasti dengan mudah percaya karena kehidupan mereka yang berubah drastis. Dan dari mulut sang nenek keluarlah ghibah berujung fitnah yang memancing kemurkaan warga.

"Astaghfirullah, kita salah, kita telah membunuh keluarga tak berdosa," salah satu dari mereka menyesal dan merasa bersalah.

"Ini semua gara-gara kamu nenek!" Ibu-ibu yang tidak mau sepenuhnya disalahkan kini beramai-ramai mendekati si nenek.

Petugas Polisi mencoba menghalangi para Ibu-ibu yang ingin menyerang nenek tua. Nenek tua tidak berdaya karena tubuhnya masih terlilit ular. Ular hijau melepaskan lilitannya. Perlahan ular menghilang dari pandangan mata.

Ibu-ibu mulai menyerang nenek tua yang tergeletak di tanah. Mereka mencakar, menjambak, bahkan ada yang tega menendang tubuh nenek yang sudah tua itu. Dan Polisi lagi-lagi menembakkan pistol ke udara untuk menenangkan mereka.

Demi keselamatan, si nenek tua, para warga dibawa paksa ke Bhabinkamtibmas. Nenek tua dibawa dalam mobil patroli yang terpisah. Sedangkan para warga diangkut dengan mobil pickup yang dipinjam dari para warga setempat.

Pak Kades dan beberapa orang warga yang sudah mendapatkan izin dari pihak kepolisian meminta izin untuk memakamkan Clara dan Kafi secara layak. Pemakaman pun dilaksanakan malam itu juga. Dilara yang sudah sadarkan diri hanya diam menatap pusara kedua orang tuanya.

Pak Kades sangat mengerti keadaan Dilara sekarang. Pak Kades terus meminta maaf kepada Dilara atas semua yang terjadi. Dilara harus ikhlas menerima semuanya. Mungkin ini adalah jalan hidup yang harus dia jalani.

Pak Kades akhirnya menyerahkan Dilara kepada keluarganya yang jauh-jauh datang dari kota setelah melihat berita di televisi. Mereka sangat mengutuk perbuatan warga yang sudah menghilangkan nyawa Kafi dan Clara. Mereka ingin para warga dihukum seberat-beratnya.

Keluarga Dilara akan membawa kasus ini ke jalur hukum. Dan malam itu juga mereka meninggalkan desa ghibah. Ya desa yang penuh dengan ghibah, gunjing, gosip yang tidak berdasarkan fakta.

Dan setelah Dilara dan keluarga meninggalkan tempat peristirahatan terakhir Kafi dan Clara, lagi-lagi langit menangis. Lolongan anjing malam semakin menambah kehororan area pemakaman. Petir dan kilat kembali menyambar.

JGEEEER!

JGEEEER!

Makam Clara berguncang. Dari dalam tanah keluar sebuah tangan berwarna hitam. Tangan itu terus menggapai permukaan, gali dan terus menggali. Nampak lah sosok seorang wanita berambut panjang, hitam gosong, berbadan bungkuk merangkak di atas makam.

"AKU DATANG, AKU AKAN MENCARI KALIAN!"

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Bab 3 Kebakaran

Sosok yang keluar dari makam Clara, terbang melayang meninggalkan pemakaman. Sosok itu mengitari desa. Sosok itu berputar-putar di kediaman Clara yang sudah porak poranda akibat kebakaran. Matanya memancarkan aura kemurkaan. Dia mendengar raungan sirine di kejauhan, dalam sekejap dia pun menghilang.

Di atas mobil pickup, para warga yang terdiri dari Emak-emak dan Bapak-bapak yang diduga penganiaya Clara terlihat menyesali perbuatannya. Mereka saling menyalahkan diri sendiri. Mengapa mereka begitu mudahnya percaya omongan nenek tua yang baru saja pindah ke desa mereka.

Salah satu dari mereka menyadarkan semua. Sebelum nenek itu ada, desa mereka damai, tentram, rukun, sangat terasa kekeluargaan. Tapi setelah kemunculannya entah mengapa warga yang dulunya adem, berghibah sana sini. Ada saja gosip yang mereka ciptakan. Nenek itu pandai merangkai cerita, memoles sedemikian rupa, sehingga menarik untuk dijadikan topik.

Nenek itu berhasil menanamkan kebencian kepada para warga. Berlagak seolah dia manusia paling lemah, mencari simpati. Nenek itu juga tidak segan-segan menggunakan kekurangan fisik seseorang sebagai bahan candaan. Tanpa mereka sadari, dibalik candaan si nenek tua tersirat kebencian luar biasa kepada orang yang dia hina.

Nenek tua itu tidak suka melihat kesuksesan seseorang. Dia iri dan dengki melihat orang yang memiliki kekayaan, jabatan yang lebih darinya. Dia juga sangat marah kepada Tuhan. Karena dia menganggap Tuhan sungguh tidak adil terhadapnya.

Orang lain sangat mudah mendapatkan pekerjaan, kekayaan bahkan pasangan. Sedangkan dia sedari muda harus banting tulang mencari makan. Suaminya juga pergi meninggalkannya demi janda kaya. Dan suaminya tidak menghiraukan putri mereka satu-satunya.

Bosan dengan semua kekurangannya. Akhirnya si nenek yang waktu itu masih muda pergi ke dukun dan melakukan perjanjian dengan ilmu hitam. Nenek harus berkelana dari satu tempat ke tempat lainnya bersama anaknya. Dan harus memberikan tumbal bayi setiap malam Jumat. Dan hari ke 49 harus mengkambing hitamkan satu keluarga agar semua kekayaan si korban bisa berpindah ke tangan nenek.

Dan terjadilah. Clara dan Kafi menjadi sasaran ghibah dan fitnah si nenek tua. Yang berhasil mencuci otak warga sehingga mengantar Clara dan Kafi ke alam baka. Sungguh fitnah yang sangat kejam.

Dan dari arah belakang mobil pickup yang membawa beberapa warga dan petugas polisi, sekelebat bayangan hitam melintas di atas mereka.

"Apa tadi? Bau amis darah," tunjuk salah satu warga ke atas mereka.

"Iya benar darah," beberapa orang dari mereka terkena tetesan darah yang jatuh di pipi mereka.

Dan dari arah atas, bayangan hitam itu semakin lama semakin mendekat. Sontak semua yang ada di mobil pickup mendongakkan kepalanya ke atas.

Dan mereka semua menjerit berjamaah. "AAAAAAAAAAAAAA!"

"MATILAH KALIAN!"

Sosok yang menyerupai Clara dengan cepat berputar-putar di atas mereka. Terbentuk pusaran angin yang semakin membesar. Para warga yang sebelumnya jahat kepada Clara tersedot masuk ke dalamnya. Suara gemuruh, teriakan dan rintihan semakin keras terdengar. Tubuh warga terus berputar dan saling bertabrakan. Pusaran angin menjauh dari mobil pickup. Menyisakan petugas kepolisian.

"Lapor Komandan, semua warga yang berada di mobil pickup hilang. Dibawa angin puting beliung," Petugas Polisi melaporkan.

Pusaran angin itu melemparkan para warga kembali ke rumah keluarga Clara.

BRAAKKKKK!

BRAAAAKKK!

Tubuh mereka berhamburan di rumah Clara. Sebagian dari mereka terkena reruntuhan rumah Clara yang masih berasa panas. Kepala mereka berputar-putar. Mereka mengatur napas yang mulai terasa sesak. Mereka juga merintih kesakitan, penuh dengan luka.

Sosok itu kembali menemui mereka. Dia memandangi warga yang terluka satu persatu. Para warga ketakutan di saat sosok itu melayang menampakkan diri. Sosok hitam berbau gosong. Dengan wajah yang menyeramkan.

"DI MANA MEREKA! DI MANA MEREKAAA!" dengan suara berat, sosok itu menatap tajam ke arah para warga.

"Ampun, kami tidak mengerti apa maksud Anda?" Pak Kades yang baru saja balik dari makam Clara menjawab.

"Orang yang sudah membunuh Clara dan suaminya!"

"Maaf, mereka melarikan diri sebelum pihak kepolisian tiba," dengan berat hati Pak Kades memberitahu sosok itu.

Sosok itu kembali mengingat kejadian yang baru saja menimpa dirinya. Clara dendam, sampai kapanpun dia tidak akan pernah melupakan pelaku yang sudah melecehkannya. Para warga yang sudah menghakiminya tanpa ada persidangan.

Clara bukan lagi dirinya. Kemarahan, emosi yang sudah meluap telah menguasai.Tubuhnya sudah diambil alih iblis. Clara haus akan darah. Clara akan membalas sakit hatinya. Clara tidak akan tenang jika belum membalas dendam. Mereka harus merasakan penderitaan Clara. Mereka juga harus membayar kematian suami tercintanya.

Dan sosok itu kembali melemparkan para warga. Dengan sekali tiupan. Kali ini dia mengembalikan mereka ke rumah masing-masing. Para warga bersyukur sosok itu tidak melukai mereka. Mereka meminta maaf kepada sosok itu. Mereka menyesal, mereka salah, mereka sudah berbuat tidak semena-mena terhadap Clara.

"Ternyata walaupun wajahnya menyeramkan, tapi tidak sejahat yang kita kira," bisik salah satu Emak-emak.

Sosok itu kembali terbang melayang mengitari desa. Kali ini dia membakar desa dengan menyemburkan api dari mulutnya. Para warga yang sudah menyakiti Clara, dia kurung di dalam rumah mereka. Kepanikan menyelimuti desa. Setiap orang berusaha menyelamatkan diri dari kobaran api. Api terus melambung tinggi dan membakar rumah warga yang terbuat dari kayu.

"Tolooooong! Tolooooong!" jeritan para warga sangat memilukan.

"RASAKAN KALIAN! MATILAH KALIAAAAN!" teriak sosok yang menyerupai Clara.

Api terus berkobar melahap sebagian desa. Sosok itu tidak kenal ampun. Sudah banyak korban jiwa berjatuhan. Dia belum puas sebelum melihat Desa Ghibah terbakar habis. Dia menari-nari di udara sambil tertawa lepas.

Di tengah panasnya api, dia juga masuk ke dalam rumah para warga dengan menghantui mereka sampai mereka gila. Setelah itu dia mencekik korbannya sampai mati. Clara semakin menggila, Pak Kades mencari bantuan ke desa sebelah.

Pak Kades datang bersama tokoh pemuka agama yang ada di desa sebelah. Pak Ustad berdiri memandangi lautan api. Bayangan Clara semakin merajalela di rumah-rumah para warga. Pak Ustad membacakan ayat-ayat suci, tangannya bergerak seolah menarik sesuatu.

"AAAAGGGGHHHHHH!" Clara berusaha melepaskan sesuatu yang terikat di kakinya. Semakin dia berontak semakin kuat cengkeraman belenggu yang ada di kakinya.

"Kembalilah ke asalmu. Jangan racuni dia dengan dendam. Makhluk seperti mu hanya membuat petaka!" Pak Ustad kembali melantunkan ayat-ayat suci.

Clara mengeluarkan rintihan menggelegar memekak telinga. Semua menutup telinga. Kobaran api semakin membara.

"Bu Clara, kembalilah ke alam mu. Maafkan kami. Kami juga tidak dendam kepada Bu Clara. Kami akan selalu mengirimkan doa untuk keluarga Bu Clara. Maafin kami," kata Pak Kades.

"AKU AKAN KEMBALI! AKU AKAN KEMBALI!" teriak Clara.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!