NovelToon NovelToon

Istri Culun Presdir Dingin

1. Bertemu Kembali

"Juwi kok bengong, ayo cepat pergi gih ke kantor! Antar dokumen ke presdir baru kita!" seru Salma dengan sangat ketus.

Pasalnya sejak tadi Juwita tak kunjung beranjak dari kursi.

"Calvin Cloud," gumam Juwita, masih termenung.

Wanita berkacamata bulat itu menatap nanar nama presdir di halaman depan dokumen. Juwita tak menyangka pria yang masih berstatus menjadi suaminya sampai saat ini adalah presdir baru di tempatnya bekerja.

"Astaga Juwi! Kamu tuli atau apa?! Pergilah ke ruangan sekarang! Apa kamu mau dipecat?" Lagi Salma berseru hingga rekan kerja yang lainnya menghampiri mereka.

Juwita tersentak. Cepat-cepat mendongakkan kepala kemudian melempar senyum hambar. "Maaf." Juwita mengakui kesalahannya dan hanya bisa mengucapkan kata maaf.

"Ada apa Sal?" tanya Dewi seraya melirik sinis Juwita.

"Karyawan baru ini lama sekali geraknya, baru dua hari masuk kerja sudah terlambat dan sekarang aku suruh dia mengantar dokumen malah lama banget geraknya!" balas Salma sangat kesal.

Mendengar hal itu Juwita bangkit berdiri sambil membawa dokumen yang diberikan Salma padanya tadi.

"Maaf Salma, Dewi, aku benar-benar minta maaf karena terlambat hari ini, baiklah, aku akan mengantar dokumen ini sekarang,"balas Juwita tersenyum simpul. Meski dua wanita di hadapannya menampilkan raut muka kesal setengah mati.

Keterlambatannya hari ini bukan semata-mata karena sengaja. Juwita memiliki alasan khusus. Dia sangat menyesal karena manajemen waktunya kurang baik. Padahal untuk masuk ke perusahaan bergengsi ini sangatlah sulit.

"Terserah! Cepat pergi sana! Sebelum kamu dimarahi presdir baru itu!" Salma tersenyum meremehkan sambil melipat tangan dada. Dia melirik sekilas ke samping, di mana Dewi juga menatap remeh Juwita.

Dengan cepat Juwita memutar tumit lalu berjalan cepat menuju kantor presdir yang terletak di lantai empat. Setelah berhasil memasuki lift, wanita berambut panjang dan terlihat cupu itu menarik napas panjang. Berharap lelaki yang sudah lama tidak dia temui itu tidak mengenalinya.

"Semoga saja dia tidak mengenaliku,"gumam Juwita pelan.

Seminggu sebelumnya Juwita baru saja mendapatkan panggilan kerja dan baru dua hari dia masuk bekerja. Dia pun baru tahu akan ada pergantian presdir.

Perusahaan Lara Crop adalah perusahaan yang bergerak di berbagai bidang, salah satunya fashion. Juwita sudah sejak lama ingin masuk perusahaan Lara Crop karena gaji yang ditawarkan begitu menggiurkan. Sebelumnya Juwita berkerja di perusahaan garmen. Kali ini dia ingin mencari peruntungan dengan menjadi karyawan di perusahaan Lara Crop.

Juwita sudah lama tidak bertemu Calvin. Mungkin hampir 5 tahun. Saat di bangku sekolah menengah atas mereka terpaksa menikah karena kesalahpahaman. Tidak ada yang tahu status pernikahan mereka. Selain keluarga Calvin dan keluarga Juwita.

"Tidak ada cinta di antara kita Juwi, aku harap kamu mengerti, yang penting aku sudah membuat namamu tidak tercoreng," kata Calvin kala itu.

Juwita memaklumi apa yang dikatakan Calvin. Siapa dirinya meminta pada Calvin untuk mencintainya. Dia hanya wanita culun dan mempunyai latar belakang yang sangat berbeda dengan Calvin, bagai langit dan bumi. Calvin hidup bergelimangan harta. Sementara dia hanyalah wanita miskin yang bercita-cita ingin menjadi orang sukses.

Calvin menempuh pendidikan di Inggris, Universitas Oxford. Sementara Juwita berkuliah di Jakarta, tepatnya di Universitas Indonesia. Juwita mendapatkan beasiswa berkat kerja kerasnya. Bertahun-tahun lamanya Juwita tak bertatap muka dan pada akhirnya hari ini dia akan bertemu Calvin.

Juwita meremas kuat blazer hitam miliknya, mengusir rasa gugup yang kian melandanya.

"Sekarang aku akan pergi ke luar negeri, jangan cari aku lagi." Kalimat terakhir yang keluar dari bibir Calvin waktu itu.

Lima tahun telah berlalu, kini penampilan Juwita berubah drastis. Yang dulu hitam seperti tai sapi sekarang kulitnya putih seperti bihun. Yang dulu berbadan gemuk sekarang terlihat lebih langsing.

Juwita melakukan semua perawatan itu di rumah. Dan hanya kacamata saja yang dia pakai karena penglihatan Juwita kurang baik. Dengan penampilannya sekarang Juwita yakin sekali jika Calvin tidak akan mengenalinya nanti.

Ketika sampai di lantai empat. Juwita bergerak cepat menuju kantor presdir. Setelah meminta izin pada sekretaris Calvin. Juwita mulai mengetuk pintu pelan-pelan.

"Permisi Pak, saya mau mengantar dokumen dari departemen pengembangan produk," kata Juwita.

"Masuk!" seru Calvin dari dalam.

Sekarang, suara bariton itu membuat jantung Juwita berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Juwita penasaran dengan rupa Calvin, apa masih tetap sama seperti dulu?

Apakah masih tampan, masih dingin, atau masih tak banyak berbicara? Entahlah Juwita mulai penasaran. Namun, mengingat perkataan Calvin beberapa tahun silam. Juwita tak berharap banyak.

"Juwi, jangan sampai teman-teman kita tahu kalau kita sudah menikah, aku harap kamu dapat menyembunyikan status kita," kata Calvin sewaktu dulu.

Juwita menghela napas kasar. Membuang rasa penasarannya sejenak. Dia pun mendorong perlahan pintu. Melihat Calvin berdiri di hadapan kaca raksasa dan membelakanginya sekarang. Entah apa yang dipandangi Calvin. Lelaki itu tengah memasukkan kedua tangan ke saku celana. Tubuh tegap pria blasteran Belanda Jawa itu terlihat makin lebar dan kekar.

"Taruh di atas meja." Calvin membuka suara kembali, tanpa menatap sang lawan bicara.

Juwita mulai melangkah cepat. Dengan lincah sepasang heels setinggi 5 cm itu beradu dengan porselen ruangan tersebut. Juwita semakin gugup dan gelisah sekarang.

'Ayolah Juwita kamu harus berjalan lebih cepat agar bisa cepat keluar juga dari ruangan ini!' teriak Juwita dalam hati, masih dengan posisi kepala tertunduk.

"Ini dokumennya Pak, kalau begitu saya permisi dulu," ucap Juwita sambil menaruh dokumen di atas meja kerja Calvin.

"Iya." Singkat dan padat balasan Calvin.

Setelah mendengar tanggapan, Juwita bergegas membalikkan badan. Namun, baru saja memutar tumit suara seorang wanita yang tidak asing mengagetkan Juwita tiba-tiba.

"Astaga, kamu Juwita, 'kan? Si culun itu?" Di sudut ruangan, tepatnya di sofa, seorang wanita berparas cantik dan berpakaian terbuka melempar senyum penuh arti pada Juwita.

Juwita reflek menoleh. Tidak salah lagi, Putri, teman kelasnya dulu saat di bangku sekolah menengah atas. Putri adalah salah satu teman yang dulu kerap kali membulinya.

Juwita penasaran, apa yang dilakukan Putri di sini? Ada hubungan apa Calvin dan Putri? Saat ini benak Juwita dipenuhi tanda tanya besar.

"Tuh kan benar kamu Juwita, wanita cupu itu! Lihatlah Calvin, teman kelas kita. Juwita jadi karyawanmu sekarang, oh my God, sempit sekali dunia ini. Haha!" seru Putri sambil mengeluarkan tawa dengan sangat keras.

2. Kala Itu

...Hai, saya kembali lagi dengan karya terbaru saya, semoga suka ya! Jika suka tambahkan jadi favorit dan jangan lupa dilike setiap babnya, like bisa membuat saya jadi lebih semangat lagi update-nya :)...

...Salam hangat ~...

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Mendengar tawa Putri, Juwita tanpa sadar mengepalkan kedua tangan. Dadanya terasa sangat panas dan terbakar. Ternyata Putri belum berubah sama sekali. Masih suka menghina dan memandang remeh orang lain.

Mendadak kejadian lima tahun lalu berputar-putar di kepalanya sekarang. Kejadian di mana dia dan Calvin terpaksa menikah karena sebuah kesalah

pahaman.

Kala itu ....

Masa putih abu-abu merupakan masa yang sangat dibenci Juwita. Dia sering kali dibuli hanya karena penampilannya yang cupu. Saat menginjak kelas 3 SMA, memasuki semester akhir.

Juwita dan teman-temannya mengikuti kegiatan volunteer di desa terpencil. Desa yang jaraknya lumayan dekat dengan tempatnya berasal. Juwita sangat antusias menjalankan program volunteer, yang di mana bertujuan meningkatkan softskill. Meskipun selama bersekolah dia tidak memiliki teman karena dia miskin dan wajahnya yang kurang enak dipandang.

Sore itu, hujan turun sangat deras. Juwita tak bisa kembali ke rumah khusus anak-anak volunteer. Sebab sedari tadi Juwita membantu seorang nenek memperbaiki kompor karena nenek itu hidup sebatang kara. Jadi dia pun terjebak di rumah sang nenek dan memutuskan berteduh sebentar di rumah itu.

"Dek Juwita, ayo dimakan ini singkong rebusnya," tawar sang nenek. Menatap sendu Juwita yang sejak tadi duduk di dekat teras, tengah melihat hujan turun.

Secara diam-diam, Juwita berencana akan menerobos hujan karena tidak ada tanda-tanda hujan akan berhenti. Sementara di luar, langit mulai menggelap.

"Hehe iya Nek, nggak usah repot-repot. Juwita masih kenyang."

"Yakin? Enak loh ini singkongnya, maaf ya Nenek nggak punya makanan lain selain singkong," balas nenek dengan raut wajah memancarkan kesedihan.

Juwita tak enak hati. Dengan gesit meraih singkong rebus dari dalam piring sambil mengembangkan senyuman. "Terima kasih ya Nek."

Melihat hal itu, sang nenek tersenyum lebar.

"Permisi Nek, numpang berteduh dulu!" seru seseorang dari depan pekarangan rumah tiba-tiba.

Obrolan Juwita dan sang nenek seketika terpotong. Keduanya menoleh cepat ke sumber suara.

Juwita sedikit terkejut. Melihat Calvin dalam basah kuyup. Entah dari mana lelaki itu, namun yang jelas sepertinya dari sawah karena banyak lumpur di kakinya.

"Ayo masuk, ini Dek Juwita juga lagi berteduh." Sang nenek terlihat antusias menawarkan rumahnya untuk berteduh.

"Saya numpang berteduh di depan sini saja ya Nek. Lagian kaki saya kotor," balas Calvin tanpa sedikit pun menoleh ke arah Juwita.

Juwita tak heran. Teman kelas sekaligus teman yang duduk di depannya ini, memang jarang menegur orang. Sikapnya sangat dingin, kalau berbicara hanya seperlunya saja. Tapi, meskipun begitu Calvin tidak pernah membulinya. Hanya memandangnya datar setiap kali tak sengaja berpapasan.

"Hei jangan, masuk saja nanti bisa dibersihkan kakimu. Tunggu sebentar, nenek ambil gayung dulu buat kamu bersihkan kaki, di samping ada sumur kecil sama WC." Belum juga Calvin menanggapi. Sang nenek beranjak dari lantai kemudian berjalan menuju dapur.

Sepeninggalan sang nenek, suasana di sekitar mendadak canggung. Juwita tak berani menegur Calvin, sibuk mengunyah singkong rebus. Sedangkan Calvin memandang ke depan sambil menahan gigil. Sampai pada akhirnya sang nenek kembali sambil membawa gayung dan beberapa helai pakaian serta handuk.

"Nah ini gayungnya, kalau mau berganti pakaian pakai saja baju cucu nenek, sepertinya muat sama badan kamu." Sang nenek menyodorkan gayung dan pakaian pada Calvin.

Calvin tak membantah atau pun menolak. Dia mengambil alih gayung dan pakaian tersebut.

"Minimal ucapin terima kasih kek," celetuk Juwita tanpa sadar membuat Calvin menoleh ke arahnya.

"Ngomong apa kamu?" tanya Calvin dengan tatapan yang sangat tajam.

Juwita tersenyum getir. Karena kelepasan bicara, seharusnya dia mengucapkan protes di dalam hatinya saja. "Nggak, aku cuma bilang ...." Juwita mulai kebingungan mencari alasan.

"Sudah, kalian tunggu di sini saja, Nenek mau ke dapur sebentar, buat teh hangat sama ambil singkong,"kata sang nenek menginterupsi keduanya.

"Nek, Juwi ikut ya." Juwita hendak menghindari Calvin. Karena sejak tadi tatapan tajam Calvin menembus dadanya. Tentu saja dia ketakutan dengan lelaki itu.

"Jangan, di sini saja dulu ya, Nenek nggak lama kok." Belum juga mendengarkan tanggapan Juwita. Sang nenek melangkah cepat menuju dapur kembali.

Suasana canggung tercipta lagi di sekitar.

"Maaf Calvin, tadi aku cuma bercanda." Juwita memberanikan diri membuka suara.

Calvin tak menyahut malah berjalan ke samping rumah hendak membersihkan diri. Juwita membuang napas berat, melihat kepergian Calvin. Kemudian melanjutkan memakan singkong sampai habis. Namun, belum sampai lima menit. Terdengar teriakan Calvin dari samping.

Juwita membelalakan mata. Spontan beranjak dari lantai lalu berlari cepat ke samping. Melihat Calvin berteriak-teriak.

"Calvin, ada apa?" tanya Juwita dengan raut wajah panik.

"Juwita ambil kodok itu dia lompat-lompat di badanku!" Calvin bergerak kesana kemari sambil menepuk-nepuk badannya yang sialnya sang kodok melompat-lompat sejak tadi.

Juwita terkejut bila Calvin takut dengan kodok. Meskipun begitu Juwita tak mempermasalahkan hal itu. Dengan gesit matanya mencari kodok hendak menangkap. Akan tetapi, sang kodok justru. mendarat di tempat terlarang.

Tanpa pikir panjang Juwita meraih dengan cepat kodok itu hingga membuat celana pendek Calvin melorot. Juwita tak menyadari keadaan mereka menimbulkan kesalahpahaman bagi siapa pun yang melihat.

"Dapat!" seru Juwita, membuang kodok ke sembarang arah sambil tersenyum lebar. Namun, senyumnya seketika memudar.

"Astaghfirullahaladzim Juwita, Calvin!" teriak seorang pria dari samping. Tak lain dan tak bukan Pak Bolot, guru yang bertanggungjawab dengan atas KKN mereka.

"Apa yang kalian lakukan?! Kalian berbuat mesum di kampung saya!" Pak RT yang kebetulan bersama Pak Bolot ikut berteriak.

Detik selanjutnya Juwita menutup mata sejenak. Dia baru sadar jika celana dalam Calvin terlihat saat ini.

"Ini tidak seperti yang Bapak pikirkan, tadi saya mengambil kodok di celana Calvin, iya kan Calvin?" Juwita mulai panik. Melirik Calvin ke samping, sedang menaikkan celananya.

Calvin ikut buka suara."Iya benar Pak, kami tidak ber—"

"Banyak alasan kalian, jelas-jelas tadi saya lihat gadis ini menarik celanamu! Dasar mesum! Ini namanya penghinaan, kalian harus segera dinikahan sekarang, benar kan Pak Bolot?!" murka Pak RT dengan muka merah padam.

Pak Bolot tak langsung menanggapi, malah menatap Pak RT dengan kening berkerut kuat. "Dikebiri?"

"Bukan Pak Bolot, dinikahkan!!!" teriak Pak RT tepat di kuping Pak Bolot. Karena pendengaran Pak Bolot memang sedikit terganggu.

"Oh iya, iya dikebiri, silakan," kata Pak Bolot dengan muka polosnya.

Pak RT mendengus, sudah pasrah dengan kelakuan Pak Bolot, memilih melihat ke depan. Di mana sang nenek yang tidak tahu menahu keluar dari rumah seketika.

"Ada apa ini?" tanyanya.

"Dua anak kota ini berbuat mesum di desa kita, mereka harus dinikahkan!" seru Pak RT berapi-api.

"Jangan Pak, kami tidak salah, semua ini hanya kesalahpahaman saja, tadi saya tidak sengaja menarik celana Calvin." Dalam keadaan hujan turun dengan sangat deras. Juwita mendekati Pak RT.

"Benar Pak, Juwita tidak sengaja menarik celana saya!" Dari kejauhan Calvin ikut menimpali.

"Tidak ada alasan, kalian harus dinikahkan. Gadis mesum kamu rupanya ya! Mukamu saja yang polos! Panggil Bapakmu ke sini!"

Juwita kalang kabut. Calvin juga sudah menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Pada sore itu, bapak Juwita dipanggil ke desa tersebut. Mereka menikah siri. Namun, seminggu setelah KKN berakhir. Dalam keadaan sakit keras, Bapak Juwita pergi ke Jakarta. Meminta keluarga Calvin menikah dengan Juwita secara sah bukan hanya siri.

Berbagai ancaman dilayangkan bapak Juwita dan pada akhirnya Juwita resmi menjadi istri Calvin. Walau tak ada pesta meriah atau pun ucapan selamat dari orang-orang di desa.

"Sebelum bapak pergi, bapak minta sama kamu jangan sekali-kali meminta cerai dari Calvin, sekarang kamu harus jadi wanita kuat, jangan mau ditindas terus, banggakan bapak dan mamakmu ya Nduk," ucap bapak Juwita waktu itu, sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhir.

Juwita memiliki janji yang tidak bisa dilanggar dan sampai saat ini masih menjadi istri Calvin Cloud yang tidak diketahui semua orang.

"Kenapa kamu, marah?" Dengan melempar senyum sinis, Putri melangkah cepat ke arah Juwita.

Lamunan Juwita mendadak buyar.

"Maaf Putri, aku sama sekali tidak marah hanya kasihan saja sikapmu tidak berubah sama sekali, masih suka menghina orang lain, aku heran kenapa wanita cantik sepertimu hatinya malah tidak cantik," kata Juwita seraya mengulas senyum. Sebuah senyuman yang membuat wajah Putri memerah.

"Kamu berani sama aku?!" Putri melebarkan mata hendak menjambak rambut Juwita. Namun, perkataan Calvin membuat Putri mengurungkan niatnya.

"Putri, keluar dari ruanganku sekarang!" titah Calvin kemudian tanpa menunjukkan ekspresi sama sekali. "Aku ingin berbicara dengan Juwita."

Putri tak membantah, malah mengendus kemudian berbisik pelan di telinga Juwita. "Awas saja kamu, aku akan membuat kamu menderita nanti."

Juwita enggan membalas, justru membalas perkataan Putri dengan sebuah senyuman lebar.

Selepas kepergian Putri. Juwita tertunduk dalam, tengah menunggu apa yang ingin disampaikan Calvin. Dengan sabar dia menunggu Calvin membuka suara hingga lima menit kemudian. Juwita memberanikan diri mengangkat dagu.

"Pak Calvin, mau bicara apa? Saya masih ada kerjaan yang belum saya tuntaskan," kata Juwita.

Calvin tak membalas, malah melangkah cepat mendekati Juwita dengan tatapan datar.

Juwita mulai gugup. Dia reflek memundurkan langkah kaki sambil berkata dengan terbata-bata.

"Pak, mau apa? Sa—ya masih ada kerjaan ...."

"Pak!"

3. Masih Sama

"Calvin!" seru Juwita.

Bagaimana tidak saat ini Calvin memojokkannya ke dinding hingga tak ada ruang lagi yang tersisa di antara mereka. Dalam hitungan detik Calvin mulai memajukan wajah. Juwita semakin gugup lantas cepat-cepat membuang muka ke samping.

"Pak, ada apa? Bisakah Bapak minggir. Saya mau bekerja," kata Juwita dilanda kepanikan. Aroma tubuh Calvin membuat jantungnya mulai berdetak tak normal.

Perlahan, lelaki bermata cokelat itu memundurkan langkah kaki kemudian memandang Juwita dengan tatapan datar.

"Sudah lama kita tidak berjumpa Juwi."

Perkataan Calvin membuat Juwita memberanikan diri menatap ke depan. Akhirnya Juwita dapat melihat wajah Calvin dengan sangat jelas. Masih sama seperti dulu, tampan dan berkharisma.

Apa Calvin sudah berubah sekarang? Pikir Juwita sejenak. Tentu saja Juwita merasa senang jika Calvin sudah berubah.

"Iya Calvin, bagaimana kabar—"

"Kuharap kamu dapat profesional dalam bekerja. Jangan sampai orang-orang di kantor tahu kalau kita punya hubungan," kata Calvin, dingin dan tegas.

Perkataan Calvin membuat Juwita tersenyum getir karena nyatanya laki-laki itu tidak berubah.

"Jangan buat keributan di kantor, aku tidak suka. Pergilah sekarang!" lanjut Calvin kembali seraya memandang Juwita dari bawah hingga ke atas.

Juwita kemudian menarik napas panjang, demi meraup udara di sekitar yang membuat dadanya terasa sesak sekarang. Walaupun menikah tanpa dasar cinta. Seiring berjalanannya waktu benih-benih cinta bermekaran di hati Juwita. Namun, dia sadar dan tahu diri. Calvin tidak akan menaruh hati padanya.

Lihatlah sekarang, Calvin tidak mau orang lain sampai tahu jika dia istrinya. Sikap lelaki itu masih sama seperti dulu, selalu dingin dan memandang rendah dirinya.

"Kamu tenang saja, orang-orang di kantor tidak akan tahu. Kalau begitu aku permisi dulu mau lanjut kerja," ungkap Juwita kemudian berlalu pergi dari ruangan tersebut.

***

Waktu menunjukkan pukul empat sore, yang artinya jam kerja akan usai sebentar lagi. Beberapa karyawan sudah bersiap-siap untuk pulang.

Termasuk Calvin yang baru saja menutup laptop dan menyelesaikan pekerjaannya. Di hari pertama bekerja sudah banyak dokumen yang harus dia periksa. Wajah lelahnya terlihat amat kentara sekarang.

"Calvin, karena kamu sudah selesai kerja. Temani aku belanja ke mall yuk!" Putri yang sejak tadi pagi berada di ruangan langsung bangkit berdiri dari sofa.

"Harus sekarang?" tanyanya dengan mengangkat sedikit alis mata sebelah kanan.

Wanita bertubuh elok dan berpenampilan glamour itu bibirnya mendadak manyun.

"Ih kamu lupa sama janji kamu kemarin, katanya kamu mau temanin aku ke mall kalau sudah selesai kerja," balas Putri, masih dalam mode merajuk.

Calvin membuang napas kasar lalu melangkah cepat menuju pintu ruang kerja. "Ayo, cepatlah aku tidak punya banyak waktu."

Mendengar hal itu, wajah Putri langsung berseri-seri. Dengan cepat ia menghampiri Calvin kemudian bergelayut manja di lengannya.

"Terima kasih Calvin, kamu memang yang terbaik,"kata Putri saat berada di luar pintu. "Aku mencintaimu."

Calvin enggan menyahut, memilih berjalan menuju lift dan mengabaikan tatapan rasa iri para karyawan wanita yang ditujukan pada Putri.

Setibanya di lantai satu, Putri berteriak histeris karena ada seorang anak laki-laki memakai topeng spiderman menabraknya tiba-tiba.

"Hei, apa kamu tidak punya mata?!" jerit Putri dengan mata melotot keluar.

Anak laki-laki yang diperkirakan berusia 5 tahun itu mendongakkan kepala.

"Astaga, Chelstel minta maaf ya Tante, soalnya tadi nggak lihat ke depan," balasnya. "Maaf ya."

Suara anak laki-laki ini sangatlah imut hingga para karyawan yang hendak pulang berkerja merasa iba. Mereka tak berani mendekat karena Putri yang disinyalir kekasih presdir di tempat mereka bekerja tengah marah besar sekarang. Jadi, mereka bermain aman dan hanya bisa menonton dari kejauhan. Berharap anak yang imut itu dapat lolos dari amukan singa.

"Alasan, di mana orang tuamu?! Siapa yang memperbolehkan anak-anak bermain di perusahaan ini hah?!" Putri melirik ke sana kemari, mencari di mana orang tua Chester. Berbeda dengan Calvin yang sejak tadi berdiri di samping Putri sembari memandang aneh Chester.

Mendengar suara Putri yang menggelegar. Chester terperanjat kaget sejenak.

"Sekali lagi Chestel minta maaf ya Tante, Mama Chestel nggak tahu Chestel ke sini, soalnya Chestel mau kasi kejutan, Mama ada di dalam, kayaknya lagi siap-siap pulang deh. Mama baru dua hali kelja loh di sini. Chestel senang banget," balasnya, memberanikan diri membuka suara. Meski sebenarnya di balik topeng anak itu mulai berkeringat dingin.

"Chester!" Seorang wanita berteriak tiba-tiba dari belakang.

Anak laki-laki bernama Chester itu mengalihkan pandangan dengan cepat, matanya langsung berbinar-binar.

"Nah itu Mama!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!