Dentuman musik diskotik yang keras tidak menghentikan tarian Regita Anastasya, gadis kelahiran Oktober yang masih mengenyam bangku pendidikan terakhir tersebut untuk tetap bergoyang.
Satu tangan di atas, sementara satunya lagi memegang gelas kaca berkaki yang berisi minuman berwarna pekat seperti darah.
“Huuuuhhhh!”
Regita berteriak nyaring. Sesekali gadis itu juga melompat sembari meminum minuman di tangannya. Oleh tingkah Regita tersebut, dress merah ketat yang ia kenakan ikut terangkat kesana kemari. Memperlihatkan pakaian dalamnya yang juga ketat membalut bokong sexynya.
Dari kejauhan, tampak seseorang yang sejak tadi memperhatikan Regita dari meja bar tersenyum sembari menjilati bibir bawahnya. Pria dengan brewok yang hampir memenuhi wajahnya itu pun meneguk minumannya hingga tandas sebelum bangkit dan mendekat ke arah Regita.
“Hai cantik,” bisik pria itu di telinga Regita.
Dia menyentuh lambat pinggang Regita, ketika tidak menerima penolakan, dia pun melingkarkan tangan berototnya secara penuh di pinggang gadis itu. Sesekali dia menghirup aroma wangi dari tubuh Regita seraya menekan bagian bawahnya pada tubuh Regita.
Memabukkan.
Sungguh, ini kali pertama Charles -nama pria itu- merasa terangsang hanya melihat seorang gadis meliuk-liukkan tubuhnya secara asal. Padahal dengan sekali lihat saja Charles tahu jika wanita di pelukannya saat ini berumur sangat jauh darinya.
Regita melenguh. Matanya terpejam sementara bibirnya menyunggingkan senyuman tipis.
Membuat Charles yang melihat itu menjadi mengeras. “Aku harus mendapatkannya,” bathin Charles menyeringai.
Pria itu baru hendak menggiring Regita ke tepian. Namun, sebuah tangan mencekal bahunya cukup kuat.
“Aish! Siapa yang berani menggangguku!” umpat pria itu segera menolehkan kepalanya.
Namun, alangkah terkejutnya Charles saat melihat siapa orang yang baru saja mencekalnya itu. “A-aksa,” cicitnya.
Urat leher Charles mengundur. Bersamaan dengan tangannya yang melingkar di pinggang Regita.
“A-anu, sedang apa kau di sini?” tanya Charles berbasa-basi seraya menggaruk pipinya yang tak gatal.
Tatapan tajam Aksa, salah satu temannya di kampus tersebut membuat Charles mengatupkan bibirnya rapat. Sebenarnya, Charles sendiri tidak begitu akrab dengan Aksa Prayoga Ahmad itu. Dia hanya sekedar tahu dari beberapa desas-desus yang beredar. Kabarnya, meskipun memiliki wajah tampan serta kekayaan yang tidak bisa dihitung oleh jari, Aksa merupakan anak yang tidak beres.
Ayah dan ibunya sudah lama bercerai. Padahal ayahnya dahulu merupakan salah satu pejabat yang memiliki catatan bersih. Sayang, ibunya harus meninggalkan ayah Aksa karena perselingkuhan.
Tatapan Aksa yang tak lepas dari Regita disebelah Charles membuat lelaki itu menelan ludah susah payah. Apa mungkin Charles melewatkan sesuatu?
“K-kau mengenalnya?” tanya Charles kembali.
Meskipun pertanyaan-pertanyaan sebelumnya juga tidak pernah di jawab oleh Aksa.
“Lepaskan!”
Datar, namun, mampu membuat Charles segera menuruti perintah Aksa. Dia buru-buru mendorong lambat bahu Regita didekatnya agar gadis itu sedikit menjauh.
Oleh dorongan yang tiba-tiba itu membuat pijakan Regita terasa goyah. Hampir saja gadis itu mencium lantai dibawahnya jika saja sebuah tangan tidak menyambutnya.
Regita menarik sudut bibirnya ketika melihat orang di depannya sekarang. “Oh, Kakak tampan?” cengirnya menunjuk wajah Aksa.
Tidak ada tanggapan dari pria itu. Membuat Regita merengut, lalu melompat ke arah Aksa. Dia sudah seperti koala yang siap dibawa kemana saja oleh induknya.
“Nyaman,” bisik Regita seraya memposisikan kepalanya di leher berotot milik Aksa.
“Kau tidak bisa membawanya kesini, Ratih!”
Wanita yang baru saja disebutkan namanya itu pun menggeram. Dengan tatapan lurus tak kalah tajamnya dari pria didepannya, Ratih pun ikut berteriak. “Itu adalah hakku. Perlu kau ingat jika aku masih berhak atas rumah ini.”
Menggeleng seraya meraup kasar wajahnya, Antonio pun bertolak pinggang. Tidak habis pikir dengan pemikiran istrinya tersebut. Bagaimana tidak? Selama dua puluh lima tahun pernikahan mereka, Antonio baru mengetahui jika istri yang teramat ia cintai itu berselingkuh. Baru saja Antonio mengetahui itu, Ratih -istrinya- tersebut malah memboyong anak dari selingkuhannya untuk tinggal bersama di rumah mereka.
Regita Anastasya, gadis yang baru berusia 16 tahun. Dengan tubuh yang cukup tinggi serta rambut panjang menjuntai menutupi punggung, Regita memiliki mata caramel yang mampu membuat orang lain merasa terhipnotis. Hidung gadis itu juga mancung, dengan proporsi bibir tidak terlalu tebal yang sangat sexy.
Jika saja Antonio tak dikenalkan dengan cara seperti ini, dia pasti sudah memuji kecantikan Regita yang menyerupai dewi itu.
“Kau gila!” komentar Antonio memilih meninggalkan Ratih.
Merasa tak puas, Ratih pun mengejar langkah besar Antonio. “Mas, tunggu!” pekiknya.
Antonio tak menghentikan langkahnya. Pria matang yang hampir memasuki usia 45 tahun itu bahkan tidak memperlambat langkahnya sama sekali.
“Mas!”
“CUKUP RATIH!” pekik Antonio murka sebelum Ratih sempat memegang lengannya.
“KAU MEMBAWA ANAK ITU KE RUMAHKU! RUMAHKU, RATIH! BAHKAN SAMPAI DETIK INI PUN KAU SENDIRI TIDAK ADA PENYESALAN KARENA TELAH BERSELINGKUH DARIKU. KAU TELAH MENGKHIANATI KEPERCAYAAN YANG SUDAH AKU BERIKAN RATIH!”
Ratih terdiam. Baru kali ini dia melihat suaminya semarah itu. Memang kesalahannya telah berselingkuh dari Antonio. Namun, itu tidak sepenuhnya kesalahannya. Selama berumah tangga dengan lelaki itu, Ratih sering dibuat sendiri. Setiap hari Antonio meninggalkannya di rumah seorang diri. Bahkan setelah kelahiran anak pertama mereka, Aksa Prayoga Ahmad, Antonio tetap tidak mempedulikan dirinya. Antonio memperlakukannya seperti pengurus rumah tangga yang hanya butuh uang saja.
Ratih tidak menginginkan semua itu. Dia hanya menginginkan kasih sayang serta dekap hangat suaminya. Sampai waktu di mana Ratih bertemu dengan Damian. Duda dengan satu orang anak yang berhasil membuat Ratih kembali merasa jatuh cinta. Damian memperlakukannya dengan baik. Sampai di mana Ratih merasa tidak butuh siapapun lagi kecuali pria itu. Namun, takdir tetap saja jahat pada Ratih. Setelah dua tahun pernikahan diam-diamnya bersama Damian, lelaki itu meninggalkannya dalam sebuah kecelakaan tragis yang merenggut nyawanya.
Oleh rasa cintanya yang besar, Ratih pun merasa tidak tega dengan Regita. Anak kandung dari suaminya. Ratih begitu ingin membesarkan Regita seperti anaknya sendiri.
“Jika bukan karena mu, situasi ini tidak mungkin terjadi, mas,” ucap Ratih penuh luka.
Dahi Antonio berlipat. Tak mengerti maksud dari perkataan istrinya itu.
“Kau bertingkah seolah aku bukanlah wanita yang kau mau,” Ratih kembali bersuara sebelum Antonio sempat meminta penjelasan. “bagimu semua masalah dan kebutuhanku akan terselesaikan dengan uang. AKU TIDAK BUTUH ITU, MAS! AKU BUTUH KAU SEBAGAI SOSOK SUAMI YANG MENCINTAIKU. Bahkan selama beberapa tahun pernikahan kita, tak pernah sekalipun kau mengucapkan kata ‘aku mencintaimu, terimakasih sayangku’. Aku benar-benar merasa seperti pembantu dan pemuas nafsumu saja, mas!” lanjut Ratih berapi-api.
Ditempatnya, Antonio pun terdiam. Berusaha mencerna cercaan dari Ratih barusan. Selama ini Antonio memang sangat jarang berada di rumah. Oleh pekerjaannya sebagai pemilik perusahaan ternama, yang Antonio lakukan hanya bekerja keras demi kebutuhan Ratih dan Aksa, buah cinta mereka. Antonio berfikir bahwa uang akan membuat keluarga kecilnya bahagia. Maka dari itu tidak pernah sehari pun dia berhenti bekerja. Bahkan perusahaan kecil miliknya itu sekarang sudah melebarkan sayap kemana-mana.
Ratih menangis. Membayangkan pernikahannya dengan Antonio yang benar-benar tidak bisa terselamatkan.
“Aku ini wanita, mas. Sudah selayaknya mendapatkan cinta dan pengakuan dari suamiku. Bukan hanya uang sebagai bayaran atas menjaga anak dan menemanimu di ranjang,” cicit Ratih tertunduk.
Semua seperti tamparan keras untuk Antonio. Meskipun sakit di hatinya masih terasa perih, Antonio berusaha menurunkan egonya. Dia teramat mencintai Ratih. Sampai melihat wanita itu menangis pun Antonio langsung mengutuk dirinya sendiri di dalam hati.
“Maafkan aku,” ujar Antonio seraya membawa Ratih masuk ke dalam pelukannya.
Tubuh Ratih bergetar hebat. Dalam pelukan Antonio, wanita itu menangis sejadi-jadinya. Membayangkan senyuman teduh Damian yang bahkan tidak akan pernah ia lihat kembali.
Meninggalkan Ratih dan Antonio, ada Aksa dan juga Regita yang menyaksikan kedua orang dewasa itu dalam diam. Tak sengaja pandang Regita dan Aksa bertemu. Lelaki itu tidak langsung mengalihkan pandangannya dari Regita.
Rasa dingin menusuk serta kesepian langsung menyelimuti Regita. Ingin dirinya mengalihkan pandang dari netra kelam Aksa yang seolah menguncinya. Namun, entah mengapa Regita tidak bisa melakukan itu sesuka hatinya. Dia terkunci. Merasa terjebak oleh pesona Kakak tirinya itu, Regita pun dengan cepat menggigit bibir bawahnya.
“Sial. Mengapa tatapannya membuat jantungku terasa aneh?” bathin Regita.
Dia tidak bisa membayangkan jika suatu hari nanti, dirinya pun akan merasa bahagia dan sakit secara bersamaan oleh ulah Aksa.
Kakak tirinya.
Saat itu, Regita berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Pikirannya berkecamuk, memikirkan pertemuan pertama dengan kakak tirinya, Aksa. Perasaannya bercampur aduk antara penasaran, canggung, dan gugup. Bagaimana tidak? Mereka belum pernah bertemu sebelumnya, meskipun kini mereka berada dalam satu keluarga, diikat oleh pernikahan yang tidak pernah Regita harapkan.
Ketika pintu ruang tamu terbuka, Aksa melangkah masuk dengan postur tegap, wajahnya memancarkan ketenangan yang kontras dengan kegelisahan yang dirasakan Regita. Tinggi, tampan, dengan sorot mata yang dingin namun dalam. Regita merasakan dadanya berdebar tak teratur, dan entah kenapa dia merasa lebih gugup dari sebelumnya.
"Mungkin ini karena situasinya... dia hanya kakak tiri," pikirnya, mencoba meyakinkan diri. Namun, perasaan itu tidak bisa diabaikan begitu saja.
Aksa mengulurkan tangan, memperkenalkan diri dengan suara rendah dan tenang, "Hai, aku Aksa."
Regita tersenyum kaku dan menjabat tangannya, merasakan sentuhan yang membuatnya semakin gugup. "Regita," jawabnya singkat. Dadanya semakin berdebar saat dia merasakan hangatnya tangan Aksa.
Mereka duduk berseberangan di ruang tamu. Regita bisa merasakan tatapan Aksa yang sesekali mencuri pandang ke arahnya, tetapi tidak mengatakan banyak. Hening itu membuat atmosfer semakin canggung. Dalam benak Regita, dia berusaha keras untuk mengatasi perasaan yang tidak seharusnya ada. Kakak tirinya memang tampan, lebih tampan dari yang dia bayangkan. Tapi di balik pesona itu, ada sejarah kelam yang tidak bisa diabaikan.
Pernikahan antara ayahnya dan ibu Aksa adalah hasil dari perselingkuhan yang menyakitkan. Regita tahu betul betapa hancurnya ayahnya ketika mengetahui semua ini. Namun kini, mereka terjebak dalam situasi yang memaksa mereka untuk saling mengenal, bahkan ketika luka itu masih sangat nyata.
"Jadi... kamu sudah lama tinggal di sini?" Regita mencoba memecah keheningan, suaranya terdengar ragu.
Aksa menoleh dengan ekspresi datar. "Tidak juga. Baru beberapa bulan. Bagaimana denganmu?" jawabnya singkat, tanpa banyak emosi.
Regita merasa dirinya semakin tertekan. Setiap kata terasa canggung, seperti mencoba menyusun puzzle yang potongannya tidak pas. Dia bisa merasakan dinding yang memisahkan mereka, dinding yang tercipta dari sejarah kelam keluarga mereka. Namun, di sisi lain, ada ketertarikan yang membuatnya bingung. Dia tahu ini salah, tapi perasaan itu tetap ada, membayanginya setiap kali dia menatap Aksa.
Hingga akhirnya, hening kembali menguasai mereka.
Setelah perkenalan singkat yang canggung dengan Aksa, Regita merasa suasana di rumah itu semakin tegang. Terlebih ketika Aksa tiba-tiba bangkit dan pergi entah kemana.
Duduk sendirian di ruang tamu, dia mendengar suara sayup-sayup dari arah ruang keluarga. Itu adalah suara perdebatan yang tidak keras, tetapi cukup jelas untuk membuat dadanya semakin sesak.
Ayah Aksa terdengar kesal, suaranya sedikit bergetar saat berbicara dengan ibu Aksa. "Dia itu bukan anakku, kenapa harus tinggal di sini?" kata pria itu dengan nada teredam, tetapi Regita bisa merasakan tekanan dari kata-katanya.
Regita menundukkan kepala, menggigit bibir bawahnya. Hatinya tersayat mendengar ucapan itu, meskipun ia tahu, dari awal, dia tidak diharapkan di sini. Dia adalah orang asing bagi ayah Aksa, seorang pendatang yang tiba-tiba harus menyesuaikan diri di lingkungan yang tidak familiar. Dan meskipun lelaki itu sangat mencintai ibu Aksa, rasa keberatannya pada Regita tidak bisa disembunyikan.
Di sisi lain, ibu Aksa terdengar berusaha menenangkan suaminya. "Dia juga anakku. Regita tidak punya tempat lain. Kita sudah sepakat untuk menjalani hidup bersama sebagai keluarga. Aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja," suaranya terdengar lembut, namun tegas.
Regita menelan ludah, matanya berkaca-kaca. Dia tidak pernah membayangkan bahwa keadaan akan seberat ini. Ayahnya sudah cukup terluka karena perselingkuhan ini, dan kini dia sendiri harus menanggung ketidaknyamanan di rumah yang seharusnya menjadi tempat baru baginya. Rasa canggung yang dirasakannya sejak bertemu Aksa kini semakin dalam, bukan hanya karena ketertarikan aneh yang dia rasakan pada kakak tirinya, tetapi juga karena dia tahu posisinya di rumah ini sangat rapuh.
Perdebatan di ruangan lain terus berlanjut, namun Regita berusaha menutup telinganya. Dia tidak ingin mendengar lebih banyak lagi, karena setiap kata yang terucap hanya menambah beban di hatinya. Bagaimana mungkin dia bisa merasa nyaman di sini, jika ayah Aksa jelas-jelas tidak menginginkan kehadirannya? Bagaimanapun juga, dia adalah hasil dari sebuah hubungan yang telah menghancurkan kehidupan keluarga ini.
Di tengah kecanggungannya, Aksa tiba-tiba muncul di ambang pintu. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya dengan nada rendah, seolah tahu apa yang sedang terjadi. Tatapannya tajam, namun ada sesuatu di dalamnya yang sepertinya memahami situasi Regita.
Regita hanya mengangguk, mencoba tersenyum meskipun hatinya hancur. "Aku baik," jawabnya singkat, meski kenyataannya jauh dari itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!