"Ratu, Anda harus menikah dengan Raja dari Skylarheaven!" seru salah seorang menteri.
"Ta-tapi saya ...," jawab Frisillia terdiam.
"Anda harus memikirkan bagaimana kondisi perekonomian saat ini!" sela salah seorang mentri lain.
"Bagaimana bisa kedudukan tertinggi pemimpin Galaxillia jatuh pada Anda yang begitu egois!" ujar salah seorang penasihat kerajaan.
"Pernikahan ini bersifat mutlak, Yang mulia harus menerimanya!" ucap salah seorang tetua negeri.
"Yang mulia ..., tolong kasihanilah kami ...." teriak rakyat kecil yang mengalami kemiskinan. Semakin Frisillia terdiam, semakin keras suara mereka, "Yang mulia ...."
"Ka-kalian kenapa?" tanya Frisillia cemas sekaligus kebingungan.
"Hahaha liat, Ratu kita adalah seorang boneka." sindir salah seorang pelayan.
"Dengar-dengar Raja dari Skylarheaven yaitu Vincentcius sangat kejam dan tidak berperasaan sedikit pun." cibir kepala pelayan pertama.
"Rumornya nyonya selir agung ditemukan sudah dalam keadaan tergantung." sahut pelayan lainnya.
"Bagaimana kalau kita korbankan saja Yang mulia?" ucap mereka semua bersamaan, "Yang mulia berkorbanlah untuk kami ...."
"Hentikan!" teriak Frisillia terjatuh.
"Frisillia. Terimalah takdirmu! HAHAHAHA!" kekeh Mawar dengan wajah smirk kemudian tertawa terbahak-bahak. Bersamaan dengan itu, mulai terdengar suara orang-orang tadi yang ikut menertawakannya.
"TIDAKKKKK!"
Tiba-tiba, gadis itu terbangun dari mimpinya. Air keringat bercucuran tampak pada dahinya. Wajah-wajah dan suara itu seperti menghantuinya. Detak jantungnya berpacu begitu cepat.
"Honey? Are you okey?" tanya Victor lembut menatap Frisillia.
Gadis itu terdiam dan menengok. "Ha? Di mana ini?"
"Mengapa wajahmu begitu pucat begitu?" sambung Victor mengambil segelas air yang terdapat pada meja di sebelah kamar tidurnya. Kemudian pria itu menyodorkannya pada Frisillia.
"Victor, benar Victor, kan?" tanya Frisillia ragu-ragu.
"Ini, minumlah segelas air dahulu," tutur Victor masih berusaha sabar.
"Tidak mau! Jawab saya! Di mana kita sekarang! Mengapa kita dalam ruangan seperti ini?" kekeh Frisillia menatap Victor.
Namun dengan kejamnya, Victor langsung memaksanya minum air tersebut. Tiba-tiba jendela kamar itu pecah, diikuti suara tembakan dan seorang wanita yang berjalan mendekat.
Dengan cepat Victor berteriak memanggil para penjaga bersenjata untuk masuk ke ruangan dan mengamakannya. Wanita tadi langsung mengambil kesempatan dan menarik Frisillia untuk ikut bersamanya.
Namun, saat tangan gadis itu ditarik spontan dia pun terjatuh di lantai. Dia tidak bisa merasakan kakinya lagi saat ini.
"Kalian mau kemana?" tanya Victor menatap tajam keduanya, "Cecilia ..., usahamu akan sia-sia." Pria itu berjalan ke arah Frisillia kemudian memeluknya dari belakang.
"Lepaskan saya, Victor!!" teriak Frisillia dengan mencoba memberontak.
"Saya tidak akan membiarkanmu pergi dari sisiku lagi! Tidak akan aku biarkan dia merebutmu dariku!" sentak Victor dengan penuh amarah, menodongkan senjata apinya pada pelipis gadis itu.
Seketika detak jantung Frisillia seperti terhentikan dengan sikap dan perkataan pria itu padanya. Tubuhnya semakin lemas dari sebelumnya. Dirinya sangat tidak menyangka Victor akan begitu terobsesi sampai tega melakukan hal seperti ini. Padahal selama ini mereka sudah tumbuh bersama, dan banyak hal yang sudah mereka lewati,
"Kejam kamu Victor, saya tidak menyangka kamu akan seperti itu." kata Frisillia menggenggam tangannya dengan sisa tenaga yang dipunya. Matanya mulai mengeluarkan air mata.
Sebenarnya hati Victor yang terdalam juga merasakan sakit mendengar tangis gadis yang dicintainya. Ini adalah pilihan yang begitu sulit baginya, diantara membiarkan cintanya kandas atau memperjuangkan cintanya. Hatinya sudah tidak bisa menahannya lagi.
Bersamaan dengan itu, para prajurit bersenjata tim a pun datang. Mereka langsung menyerbu Cecilia ditempat.
"Tolong lepaskan saya Victor! Lepaskan saya!" teriak Frisillia memohon kepada Victor.
"Kesempatan tidak datang dua kali ...," ujar Victor, "namun ingat jangan mencari kakakmu lagi."
Mendengar perkataan Victor, Cecilia pun melarikan diri. Mungkin sudah saatnya meminta bantuan, batin Cecilia mengingat satu orang.
"Kamu lihat sendiri keluargamu seperti apa, maafkan saya harus melakukan hal ini," bisik Victor menaruh kembali senjata apinya kemudian memukul pelan titik kesadaran Frisillia, sehingga gadis itu pingsan. Dia pun membaringkan tubuh Frisillia di tempat tidur dan meninggalkannya.
Victor meminta beberapa orang prajurit untuk berjaga di luar ruangan. Tidak lupa, dia juga menutup segala akses untuk keluar dari ruangan itu.
Di sisi lain, Cius seperti mendengar suara Frisillia yang terdengar menjerih meminta bantuan. Berulang kali suara itu lagi dan lagi seperti menghipnotis sesadarannya. Padahal saat ini, pria itu sedang mengadakan rapat dengan keanggotaan militer. Karena merasa tidak bisa terfokus, dia pun memutuskan untuk mengakhiri rapat serta melakukan panggilan kepada Frisillia untuk memastikannya. Namun, ini sudah yang kesepuluh kalinya, panggilan itu tidak dijawab.
---
Dering ponsl Frisillia terus terdengar. Cecila memutuskan untuk mengangkat telponnya dan menenangkan Cius.
"Halo dengan Cecilia di sini," sapa Cecilia.
"Bagaimana keadaan Ratu Galaxillia?" tanya Cius..
"Tumben kamu bertanya? Iya kok beliau baik baik saja," jawab Cecilia yang masih ragu mengatakan kebenarannya.
"Owh."
"Ada yang mau ditanyakan lagi??" tanya Cecilia.
Cius langsung menutup telponnya, kemudian meminta pelayan menyiapkan mobil untuk melakukan sebuah perjalanan. Tidak lupa dia juga memanggil Jenni untuk ikut bersamanya.
Cecilia merasa kesal sekaligus lega dengan berakhirnya panggilan dari Cius.
Namun mendengar percakapan mereka, Ibunda Xiana menimbulkan rasa curiga, "Cillia, menurutmu apa langkah baik yang harus kita ambil? Apakah kita harus berdiam gitu saja? Nasib Galaxillia kedepannya akan seperti apa jika Frisilia benar-benar tidak akan pernah bisa kembali?"
Melihat Ibunda Xiana tidak tenang, Cecilia mengusulkan untuk membuat rencana cadangan. Rencana ini bertujuan bila mana kecemasan Ibunda Xiana benar.
Sementara Cius dalam perjalanan, yang tidak lama lagi akan sampai di Negeri Galaxillia. Seperti apa yang dicemaskan Ibunda Xiana.
Bersambung...
Dalam perjalanan ke Galaxilia, entah mengapa detak jantung Cius tidak seperti biasanya. Dia merasakan ada sesuatu yang buruk sedang terjadi.
"Yang mulia, apakah Anda baik-baik saja? Wajah Anda terlihat begitu cemas?" tanya Sekretaris Jenny yang terus memperhatikan wajah Cius.
"Mungkin iya, mungkin juga tidak," jawab Cius mengalihkan pandangannya.
"Sepertinya akan lebih baik jika Yang mulia menenangkan diri terlebih dahulu. Apapun yang membuat Anda cemas saat ini, percayalah semua akan baik-baik saja," tutur Sekretaris Jenny dengan lembut, "sepertinya tak lama lagi kita akan segera sampai di pintu gerbang Kerajaan Galaxilia."
Wajah pria itu langsung berubah, mengeluarkan senyum smirknya. Mari kita lihat apa benar gadis itu ada dalam kerajaan, ucapnya dalam batin. Jenny yang melihat itu langsung terdiam tidak berani berkata apapun.
Setelah mendarat, pria itu bersama wanita di sampingnya memasuki Istana Kerajaan Galaxilia. Tidak lupa disambut beberapa prajurit serta Jenderal divisi kedua, yang tidak mengetahui situasi sebenarnya. Dikarenakan Jenderal tersebut baru saja pulang bertugas.
Ditengah perbincangan Xiana dan para menteri lainnya, dalam sidang Istana. Kedatangan Cius, berjalan menuju singgahsana di tengah rapat dan membuat seisi sidang tersebut terdiam.
"Raja Skylarheaven?" lontar Xiana terkejut, yang sontak berdiri dari singgahsana.
Xiana yang tiba-tiba berdiri membuat perhatian menteri-menteri ikut tertuju pada Cius.
Begitu berada di hadapan Xiana, Cius langsung memberi hormat padanya, diikuti Jenny dan Jenderal. "Salam Madam Xiana."
"Tidak perlu terlalu sungkan," ucap Xiana menggerakkan tangan.
Cius, Jenny, dan Jenderal langsung kembali ke posisi tegak. Kemudian Jenderal berjalan mundur kembali ke tempatnya selama rapat berlangsung, yaitu berapa selangkah di depan para menteri.
"Bukankah kalian harus mengenali siapa Raja baru kalian?" gertak Cius milirik para menteri yang diam-diam membicarakannya.
"Betul-betul sekali, ha-ha-ha," jawab Xiana mencoba mengembalikan situasi.
"Hormat saya Yang mulia, namun bukankah cukup lancang tiba-tiba mendatangi ruang sidang saat ruangan sedang dipakai?" tanya salah satu Tetua.
"Salam saya Yang mulia, saya menyetujui perkataan tetua Haju, ini terlalu lancang bahkan menyalahi aturan dalam negeri," sahut Penasihat kerajaan.
Para menteri turut membincangkan masalah kesopanan Cius ini. Namun pria itu hanya terdiam dan bejalan menuju tahkta singgahsana dan mendudukinya.
"Kalian semua keberatan?" ucap Cius menatap mereka sembari mengangkat salah satu kakinya.
"Mohon ampun Yang mulia, saya tidak berani," jawab Para menteri.
"Tetua dan penasihat, kalian keberatan juga?" ucap Cius sekalinya melirik mereka berdua secara bergantian.
"Penasihat tidak berani mengatakan apa pun lagi," jawab Penasihat kerajaan terdiam.
"Namun ini sudah sangat menyalahi a---!" tegas Tetua.
"Sudah-sudah, kita akhiri saja sidang kali ini," sela Xiana mencoba menenangkan Cius dan Tetua, "saya tahu kejadia ini tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Namun, Raja Skylarheaven pasti ada alasan yang mendesak sampai tiba-tiba datang ke ruang sidang seperti ini."
"Baiklah Yang mulia, kami pamit undur diri," ucap para anggota sidang. Ketika mereka akan meninggalkan ruang sidang, Cius menghentikan langkah mereka.
"Untuk masalah perekonomian Kerajaan Galaxilia akan segera saya atasi, bantuan dana dari Skylarheaven akan sampai minggu depan. Setelah saya menikah dengan Ratu kalian," jelas Cius.
Para menteri serta Tetua dan Penasihat kerajaan langsung berbalik badan. Mereka bersujud mengucapkan terima kasih pada Cius. Setelah itu mereka meninggalkan ruang sidang.
"Jadi Yang mulia Vincentcius, ada keperluan apa Anda ke sini?" tanya Xiana berbalik badan menatap Cius.
"Tidak ada, saya hanya ingin bertemu Frisillia," jawab Cius bangkit dari singgahsana. Bersamaan dengan itu, dia langsung meberi mengangkat alisnya, sebagai kode untuk sekretarisnya.
Menyadari kode itu, Jenny yang hendak berjalan untuk menjemput Frisillia terhentikan oleh Xiana.
"Berhenti!" perintah Xiana, "Anda tidak bisa begitu saja menyalahi tradisi di sini."
"Hmm." Cius berjalan mendekati Xiana, dengan tangan yang bersiap mengambil pistol dari sakunya.
"Betul!" lontar Cecilia berjalan mendekati mereka.
"Cillia?" sebut Xiana terkejut.
Gadis itu sampai di hadapan Cius dengan napas yang terengah-engah. "Apa yang dikatakan Ibunda tidak salah ini benar adanya!"
"Menyalahi tradisi bagaimana?" tanya Cius mengurungkan niatnya.
"Dalam tradisi Galaxillia memang pasangan pengantin yang akan menikah dilarang untuk saling berjumpa beberapa hari sebelum mereka akan melangsungkan pernikahan," jawab Xiana mengikuti rencana yang tadi sudah tersusun. Namun apa yang dikatakannya tersebut bukanlah kebohongan.
"Siapa pun yang menemui pasangannya sebelum resmi menikah, maka sepanjang pernikahannya akan dilanda kemalangan terusmenerus," sambung Cecilia.
"Sebesar apa pun masalah atau bahkan langit menentang sekali pun, saya tidak peduli, saya hanya ingin memastikan keadaan Frisillia!" tegas Cius.
"Saya tahu sebesar apa cintamu pada Frisillia, namun ...," ucap Xiana.
"Kakak diculik oleh pangeran Victor!" seru Cecilia menyela ucapan Xiana. Dia merasa tidak tahan lagi membayangkan Frisillia yang sekarang bersama Victor, dengan sifatnya seperti itu.
"Jenny, siapkan anggota pasukan militer AU! Kita adakan perang sekarang juga, apa pun yang terjadi!" seru Cius murka.
"Te-te ...." Jenny terkejut sampai tidak berani berkata apa pun.
"Hentikan, perang bukanlah solusinya, mohon Yang mulia pahami hal tersebut," saran Xiana mencoba menghentikan Cius.
"Kerajaan kecil seperti mereka, berani membuat hal lancang seperti ini ...," ucap Cius mencoba menahan emosi.
"Perang terlalu berisiko besar, dan bukanlah jalan keluar terbaik," sahut Leisya.
"Apa pun yang terjadi, kami siap membantu," lontar Grisya.
Mereka berdua berjalan mendekati mereka, dengan pakaian tentara. Jenny langsung menyadari bahwa yang berjalan bersamanya tadi adalah salah salah satu dari mereka.
"Grisya? Leisya? Kalian sudah kembali!" seru Cecilia.
"Yo! Tuan putri Cecilia .... Tadi Leisya mengabari terjadi kerusuhan di ruang sidang, ternyata benar," jawab Grisya mengangkat tangan menyapa Cecilia.
Begitu sampai di hadapan Xiana, Cius, dan Cecilia, mereka berdua bergegas memberi hormat. Kemudian bangkit berdiri.
"Jadi apa rencananya?"
Bersambung...
Mereka semua mulai mendiskusikannya, dengan kepala dingin. Meskipun wajah Cius tetap terlihat tidak senang.
"Bagaimana jika kakak ipar ke Kerajaan Clinton?" tanya Cecilia melirik Cius.
"Untuk apa?" sanggah Cius tidak tertarik dengan rancangan gadis itu.
"Jangan langsung menolak, kita dengarkan terlebih dahulu idenya," sahut Jenderal Grisya melirik Cius. "Lanjutkan Tuan Putri."
"Jadi, kakak ipar ...," ucap Cecilia hendak menjelaskan.
"Cillia, kamu tidak sopan, Raja Skylarheaven belumlah menjadi kakak iparmu," tegur Xiana.
"Lanjutkan Cillia," ungkap Cius tampak tidak senang dengan perkataan Xiana.
"Baiklah simpelnya gini," lanjut Cecilia membuat gambaran kejadiannya, "setahu saya, kak Victor begitu menginginkan kerja sama dengan Kerajaan Skylarheaven dalam kemiliteran. Mengingat kerja sama itu, kakak ipar bisa memanfaatkannya dengan berpura-pura berdiskusi."
"Jadi tepatnya Yang mulia berdiskusi dengan pangeran Victor, kita melakukan rencana lain di belakangnya? Yaitu rencana untuk menculik Ratu Galaxillia?" sahut Jenny melirik Cecilia.
"Jadi intinya menculik balik Ratu yang diculik?" tanya Leisya melirik Jenny dan Cecilia bergantian
"Betul!" jawab Cecilia dan Jenny secara bersamaan.
"Tetapi semua tergantung kakak ipar," lanjut Cecilia yang serentak melirik Cius bersama yang lain.
"Rencana yang konyol," jawab Cius mengkerutkan dahinya.
"Bagaimana dengan seluruh awak media nanti? Mereka tentu akan menyorot berita ini walau hanya pura-pura." sahut Letnan ragu sembari berjalan mendekati mereka.
"Letnan!" sambut Leisya bersemangat.
"Selama kita berhati-hati kemungkinan besar kita tidak akan menarik perhatian awak media," jawab Xiana
"Sebenarnya saya juga punya rencana, namun tepatnya menyempurnakan rencana Tuan Putri," ucap Grisya. "Namun memang sangat melibatkan Raja Skylarheaven."
"Lancang sekali!" seru Jenny menodongkan senjata apinya pada Grisya secara tiba-tiba. Perhatian semua kini tertuju pada gadis itu. Cius sontak menatap Jenny, dan membuat gadis itu menurunkan kembali senjata apinya.
"Santai dong santai, Sektetaris Jenny," cibir Grisya smirk.
"Maaf saya terbawa suasana," lontar Jenny menurunkan kembali senjata apinya.
"Lanjutkan usulanmu, Grisya," ujar Xiana melirik Grisya.
"Baik Yang mulia," lanjut Grisya mulai menjabarkan rencananya.
Namun ditengah tersusunnya rencana itu, Ibunda Xiana mengundurkan diri untuk beristirahat. Dia berpesan pada Cius, bahwa apa pun yang terjadi pria itu harus membawa putrinya kembali.
Dalam kamarnya, Xiana berbicara sendiri sembari menatap cermin. "Frisillia .... Seandainya kamu tidak Ibunda paksa menikah dengan Raja Skylarheaven, mungkin semua ini tidak akan terjadi. Maafkan Ibunda membuatmu terlibat dalam keadaan sulit seperti ini. Andai saja .... Andai peperangan itu tidak terjadi dan Ibunda tidak salah sangka pada Cynfria."
Sementara itu, Cius mendapatkan panggilan dari Juliana yang merupakan Ibu Ratu Skylarheaven. Bertepatan rencana tersebut baru saja selesai disahkan(pastikan).
"Halo, Vincentcius, kamu ada di mana? Para menteri sudah menunggumu untuk rapat sore ini."
"Maaf saya atas kelancangan ini. Namun saya ada urusan mendadak, saya harap Ibunda bisa menggantikan saya," jawab Cius.
*"Tentu, lakukan apa yang harus kamu lakukan. Namun ingat, jangan sampai kamu bersentuhan atau bertemu Frisillia secara langsung. Sebagai suami masa depannya, kamu berhak menyelamatkannya dan sebagai Raja yang terhormat, kamu juga harus ingat pada Tradisi!" *
Cius langsung mematikan panggilan tersebut dengan raut wajah kesal mendengar perkataan ibundanya sendiri. Sejak dahulu, dirinya tidak percaya pada takhayul bahkan sering menentang tradisi. Walau mementang sekalipun, caranya memimpin negara tidak pernah menyalahi aturan maupun tradisi.
Tidak lama panggilan Juliana berakhir, panggilan lainnya tersambung pada Cius. Namun setelah melihat nama yang tertera, dia langsung mengabaikannya dan mematikan daya ponselnya.
Semua persiapan mulai diperiksa kembali. Tepat pukul empat sore, mereka semua berangkat menuju Kerajaan Clinton dengan kendaraan yang berbeda. Sementara itu, Xiana dan Juliana, saling berdoa untuk keselamatan nyawa mereka yang ikut serta dalam misi ini.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!