NovelToon NovelToon

Diam-Diam Sayang

bab 1

“Arsyilla!”

Yang punya nama langsung menoleh dan berbalik arah. Tersenyum pada orang yang memanggilnya. Keduanya absensi dulu baru berjalan beriringan menuju lift yang akan membawa mereka ke kantor divisi mereka.

“Kay, tumben sudah datang?” sindir Arsyilla sambil tersenyum saat Kayla menjajari langkahnya.

“Aku ingin memberi tahu hot news!” seru Kayla dengan semangat sambil menekan tombol up di pintu lift.

“Apa itu?” tanya Arsyilla penasaran.

Pintu lift terbuka dan keduanya masuk dengan segera.

“Karena skandal perselingkuhan Pak Heru dengan Vivian tempo hari di ketahui owner perusahaan. Pak Heru dan Vivian di skorsing satu minggu. Yang aku dengar sih, Pak Heru di pindah ke kantor cabang dan Vivian di turunkan jabatannya menjadi resepsionis.”

“Hanya Vivian yang di turunkan jabatannya? Pak Heru?”

“Kalau untuk Pak Heru aku tidak tahu sih. Yang aku dengar habya di mutasi ke kantor cabang.”

“Lalu, yang akan menggantikan Pak Heru di divisi kita siapa? Apa Pak Zaen?”

“Tentu saja bukan!” seru Kayla sambil tertawa dan keluar dari lift menuju meja kerja mereka masing-masing yang berseberangan.

“Aku yakin kamu pasti akan jatuh cinta padanya. Dia, salah satu mentor favorit kamu sewaktu kita awal magang dulu.”

“Mentor favorit?”

Arsyilla berpikir dengan keras siapa yang di maksudkan Kayla. Sudah lewat tiga tahun mereka bekerja di perusahaan King Company, setelah magang selama tiga bulan.

Yang Arsyilla ingat, hanya ada tiga mentor waktu magang dulu. Pak Heru, Pak Zaen dan Pak Rivandra, satu-satunya mentor yang tidak di sukai Arsyilla.

Di tim magang dulu, terdiri lima orang. Arsyilla, Kayla, Vivian, Nadine dan Shayna. Dan di mata Pak Rivandra, yang selalu menjadi kambing hitam selalu Arsyilla.

Entahlah, setiap tugas proposal yang dibuat Arsyilla selalu saja ada kesalahan. Padahal, di mata Pak Heru atau Pak Zaen selalu dapat pujian sempurna.

“Eiiitttsss... Lagi nostalgia ya. Atau, sudah tidak sabar bertemu dengan mentor favorit?” goda Kayla sambil menepuk lengan Arsyilla dengan beberapa lembar kertas.

“Isshh... Enak saja. Aku tidak punya mentor favorit. Semuanya sama.”

“Beneran? Tapi, Shayna juga mengatakan hal yang sama lho sebagai adik pak mentor.”

“Ahh... Sudahlah. Jangan membahasnya lagi. Aku jadi tidak bisa konsentrasi!”

Kayla tertawa mendengarnya. Kemudian, beranjak duduk di meja kerja Arsyilla.

“Asal kamu tahu ya, Shayna sudah pulang dari S3nya.”

Arsyilla kaget hingga berdiri, “Serius? Kok dia tidak mengabariku?”

“Karena aku ingin memberikan surprise!!” seru seseorang yang tiba-tiba memeluk Arsyilla dari belakang.

Dan Arsyilla hafal betul siapa pemilik suara itu. Dia pun berbalik dan memeluk orang yang tengah memeluknya sekarang.

“Aku kangen kamu, Syilla.”

“Aku juga, Shay.”

“Apa kabar, Shay?” tanya Kayla saat Shayna melepaskan pelukannya pada Arsyilla.

“Seperti yang kamu lihat, Kay. Ini sedikit oleh-oleh untukmu. Terima kasih sudah menjaga kembaranku ini,” gurau Shayna.

Ketiganya tertawa mendengar gurauan Shayna. Yah... Kalau Syilla tidak memakai hijab, sekilas wajah keduanya memang terlihat mirip.

“Hanya Kayla yang dapat oleh-oleh?” gurau Arsyilla.

“Aku sudah memberikan oleh-oleh untuk Vivian dan Nadine.”

“Untukku?”

“Sabar ya. Aku titipkan oleh-olehnya di tas kerja kakakku. Mungkin sekarang masih sampai lobi.”

Senyum di wajah Arsyilla sedikit demi sedikit hilang. Itu, berarti mentor yang di bicarakan Kayla memang benar, Pak Rivandra, Kakak Shayna dan juga direktur utama King Company yang akan menggantikan Pak Heru di divisi mereka.

“Syilla sudah tidak sabar menantikan kedatangan mentor favoritnya, Shay,” gurau Kayla.

"Benarkah?" sahut Shayna sembari tertawa.

“Sudah diamlah, Kay. Lanjutkan pekerjaanmu!” seru Arsyilla kesal sembari duduk tidak menghiraukan tawa kedua temannya.

Shayna menarik kursi di sebelah meja kerja Arsyilla.

“Kamu masih membenci kakakku?” tanya Shayna pelan setengah berbisik.

“Apa aku punya alasan untuk itu?”

“Mungkin karena sikap dinginnya saat kita magang dulu." jawab Shayna asal.

"Syukurlah kamu masih ingat betul gimana reseknya kakakmu itu." sindir Arsyilla kesal.

"Jangan terlalu benci nanti jadi terlalu cinta.”

“Pergilah. Bicaramu semakin ngawur.”

“Aku aminkan ya. Aku akan dengan senang hati menerima kamu di rumah.”

Arsyilla mencubit pipi kanan Shayna hingga nampak bekas kemerahan di wajah putihnya.

“Sakit!!” pekik Shayna sambil menggosok-gosok pipinya.

“Makanya jangan halu terus. Sudah sana pergi, sebelum kakakmu datang.”

“Semuanya... Minta perhatiannya!!”

Shayna mendekat ke arah kakaknya yang baru datang. Kayla dan Arsyilla berdiri di ikuti dua pegawai yang baru datang.

“Kalian tentu sudah mendengar tentang kepindahan Pak Heru ke kantor cabang, dan untuk sementara divisi ini akan menjadi tanggung jawab saya. Dion dan Shayna akan membantu saya memantau kinerja kalian. Saya harap divisi ini bisa mengikuti aturan yang sudah saya buat. Terima kasih dan silahkan lanjutkan pekerjaan kalian.”

Setelah pidato sejenak, Rivandra langsung menuju kantornya. Sejenak menatap dua pegawai yang dulu menjadi anak buahnya saat menjadi mentor untuk pegawai magang. Kayla hanya mengangguk dengan sopan. Berbeda dengan Arsyilla yang hanya menunduk.

Rivandra masuk ke kantornya. Berdiri menatap sekeliling ruangaannya yang serba kaca. Matanya tertuju pada pegawai magang yang serius mengerjakan laporannya.

"Bagaimana kinerja dua orang pegawai yang itu?" tanya Rivandra pada Dion, asisten pribadinya.

"Menurut data dari Pak Heru, kedua kinerja mereka baik, Pak. Sudah bisa mengimbangi pegawai senior."

"Keduanya?"

"Iya, Pak. Apa ada yang salah, Pak?"

"Kita lihat saja nanti, apa dia bisa mengikuti standart cara kerjaku. Aku tidak mau mempunyai pegawai yang tidak becus."

"Dia? Siapa yang Pak Rivan maksud?"

"Arsyilla. Untuk penilaian kinerjanya, letakkan di mejaku. Kamu bisa melanjutkan pekerjaanmu."

"Baik, Pak." jawab Dion sambil meletakkan dokumen penilaian kinerja Arsyilla di meja Rivandra.

Rivandra duduk di mejanya setelah Dion keluar dari ruangannya. Membuka dokumen penilaian tentang kinerja Arsyilla sejak dia magang sampai menjadi pegawai tetap selama tiga tahun.

Rivandra tersenyum sekilas saat melihat hanya dia yang memberikan nilai C di dokumen itu sewaktu magang dulu.

Shayna mendekat ke meja Arsyilla dan meletakkan satu paperbag berisi jam tangan di atas meja Arsyilla. Sebenarnya jam tangan itu seri couple, dan pasangannya, tentu sudah diberikan Shayna pada Rivandra kakaknya.

"Ini oleh-oleh yang aku janjikan," ujar Shayna sambil mencium pipi kanan Arsyilla.

"Thank you," ucap Arsyilla senang.

"Happy birtday, Syilla."

"Kamu mengingatnya?"

"Tentu dong, ahh,, sebentar ada yang telepon."

Shayna menerima panggilan telepon di ponselnya sesekali melihat ke arah kantor Rivandra.

"Dasar si Rivan!" umpatnya pelan.

"Kenapa?"

"Kembali ke mejamu dan lanjutkan pekerjaanmu! Sudah, langsung di tutup."

Senyum di wajah Arsyilla langsung lenyap, "Pak Rivandra melihat kita yang sedang ngobrol?" tebaknya.

"Sepertinya begitu, mungkin kakakku sudah sangat merindukanmu."

"Sudah kembalilah ke mejamu!" tegas Arsyilla takut.

"Inilah yang aku sukai dari kalian berdua, dengan berbeda kepribadian tapi apa yang kalian katakan sering kali sama."

"Shayna, aku gak mau cari masalah dengan kakakmu itu. Sudah kembalilah!"

Shayna hanya tertawa sambil beranjak pergi dari meja kerja Arsyilla.

bab 2

Sudah satu bulan berlalu. Seperti yang Arsyilla duga. Hari-harinya sejak kedatangan Rivandra menjadi hari-hari yang melelahkan.

Laporan proposalnya tidak ada satupun yang lolos dari Rivandra. Selalu saja ada coretan kesalahan, meski sudah di baca dan di teliti Shayna dan Kayla terlebih dulu sebelum menyerahkannya ke Rivandra.

Arsyilla masih berdiri dengan kepala tertunduk sembari mempermainkan jemarinya. Tidak berani menatap Rivandra yang tengah mengecek laporan yang dia buat.

Rivandra menyandarkan tubuhnya di kursi, sedikit mengangkat berkas laporan Arsyilla hingga menutupi sebagian wajahnya. Tapi matanya tidak terlepas dari sosok Arsyilla, sesekali tersenyum lucu karena Arsyilla seolah tidak berani bergerak bahkan seolah berat hanya untuk sekedar bernafas.

Sebenarnya laporan Arsyilla tidak ada yang salah, Rivandra pun hanya sekedar mencoret asal hingga siapapun yang membacanya akan kesulitan mencari di mana letak kesalahan laporan Arsyilla.

"Ini sudah satu bulan, tapi kamu masih belum juga becus merevisi laporan yang kamu buat. Apa aku harus membuatmu lembur setiap hari untuk lebih teliti lagi?"

Arsyilla menelan ludah getir, salah lagi?

"Ini mau bagaimana? Kita sudahi laporan ini, atau mau mencoba membuat berkas laporan yang lain?"

Arsyilla masih terdiam, tidak berani menjawab.

"Apa sekarang kamu sudah menjadi bisu? Bosmu bicara dan kamu hanya diam? Memangnya bosmu sedang bicara dengan tembok?"

"Ma-af, Pak. Ijinkan saya mencoba merevisi lagi, Pak." pinta Arsyilla dengan suara sedikit gemetar.

Rivandra tersenyum lucu, "Kamu bahkan tidak melihat bosmu saat bicara. Apa kamu pikir aku akan mengijinkannya?"

Arsyilla mendongak, sejenak mata mereka bertemu. Arsyilla mengalihkan tatapannya menuju rak di belakang Rivandra. Merasa takut melihat sorot mata tajam itu.

"Maaf, Pak" ulang Arsyilla.

"Baiklah. Aku beri satu kesempatan untuk merevisinya sekali lagi. Meskipun, kamu sudah tidak sopan dengan tidak melihat bosmu saat bicara." kata Rivandra sambil melemparkan berkas Arsyilla di depannya.

Arsyilla hendak protes tapi di urungkannya saat melihat Rivandra berdiri.

"Kamu pikir aku tidak tahu kemana arah mata kamu?" Rivandra melangkah ke kanan sedikit, "matamu tertuju pada rak ini, bukan padaku."

Arsyilla berdehem sebentar untuk mangatasi kekagetannya. Lalu mengangguk dengan sopan, "permisi, Pak."

'Kenapa Pak Rivandra bisa tahu aku melihat rak itu bukannya matanya? Ngeri juga ya. Meskipun suaranya tidak dalam keadaan marah, tapi matanya tetap setajam itu.' batin Arsyilla heran.

"Gimana? Gimana?" tanya Shayna yang sedari tadi menunggu di meja kerja Arsyilla.

"Revisi lagi."

"Lagi??" tanya Shayna heran, “Padahal menurutku ini sudah perfect lho Syilla. Apa lagi yang harus dirubah?” protes Shayna saat menggantikan Kayla yang sedang absen karena sakit.

“Tidak bisakah pertanyaan itu kamu tanyakan pada kakakmu?” sindir Arsyilla kesal dan mulai mengecek laporannya.

Shayna hanya tertawa melihat Arsyilla yang cemberut. Dia mendekat dan mencubit kedua pipi Arsyilla dengan gemas.

“Senyum dong! Sejak kakakku di sini, aku tidak pernah melihat lesung pipit di kedua pipi ini lagi. Apa sebegitu bencinya kamu pada kakakku?”

“Ahh... Lepaskan, Shay!”

“Apa yang sedang kalian lakukan?! Ini waktunya bekerja bukan bercanda!!” bentak Rivandra.

Spontan Shayna melepaskan cubitannya. Dan Arsyilla berdiri karena kaget. Bahkan sorot mata Rivandra di rasa Arsyilla lebih menakutkan daripada saat di ruangannya tadi.

“Maaf, Pak.” jawab keduanya bersamaan.

“Begini kinerja kamu? Pantas saja laporan kamu tidak ada yang becus!!”

“Pak Rivan!!” tegur Shayna kesal.

“Kenapa? Mau memamerkan sok jadi teman yang baik? Lupa dengan tugasmu yang harus memantau kinerja mereka?”

“Bukan begitu, Pak. Tapi...”

“Mulai hari ini, Arsyilla di mutasikan ke bagian pemberkasan. Silahkan bereskan meja kerjamu!” Bentak Rivandra kesal dan beranjak masuk ke ruangannya.

Shayna melongo tidak percaya dengan keputusan Rivandra yang tiba-tiba.

“Tunggu...”

“Shay, sudahlah. Kamu tahu kan kalau Pak Rivandra sedang marah. Sudah lanjutkan pekerjaanmu.” cegah Arsyilla.

“Ta-tapi...”

Arsyilla menghela nafas panjang dan membereskan meja kerjanya. Teman-teman yang lain hanya bisa melihat Arsyilla kasihan, tapi mereka juga sudah diberitahu kalau Rivandra memang selalu seperti itu pada Arsyilla sejak mereka masih magang.

Shayna juga membantu membereskan barang-barang Arsyilla. Masih tidak berani mengajak Arsyilla bicara.

Arsyilla melangkah menuju ruangan pemberkasan. Satu-satunya ruangan yang penghuninya selalu tidak ada yang betah. Karena harus lebih bekerja keras menyiapkan dan memisahkan berkas untuk pekerjaan empat orang pegawai dan juga berkas untuk Pak Rivandra.

Sebenarnya, bagi Arsyilla pekerjaannya di rasa lebih mudah daripada harus menerima penolakan setiap kali laporan pada Rivandra. Hanya saja yang membuatnya malas berada di bagian ini, karena setiap hari dia harus keluar masuk ke ruangan Pak Rivandra untuk memberikan berkas-berkasnya. Itu berarti setiap hari dia harus keluar masuk ke ruangan Pak Rivandra, orang yang tidak di sukainya.

"Ehhmm,,, masih marah?" tanya Shayna ragu.

"Marah kenapa?"

"Maafkan aku, Syilla. Aku gak tahu kalau si Rivan itu ternyata keluar kandang." gurau Shayna.

Arsyilla tertawa sedikit mengurangi kesalnya.

"Lalu, kamu sendiri? Kenapa masih ada di sini? Sana, kembali ke kandangmu!"

"Iihhh,,, apaan sih!"

Keduanya kembali tertawa lucu.

"Aku benar-benar gak bermaksud membuatmu di mutasi, Syilla."

"Aku mengerti, Shay. Setidaknya, aku gak harus merevisi laporan lagi kan? hanya saja,,,"

"Hanya saja apa?"

"Apa bisa kamu saja yang memberikan berkas Pak Rivandra ke kantornya?"

Shayna menepuk keningnya lalu tertawa lucu, "Ah iya. Kenapa tidak terpikirkan ke sana ya. Itu berarti, setiap hari kamu harus keluar masuk kandang si Rivan untuk memberikan berkasnya."

"Masuk ke kandang kakakmu lebih menakutkan daripada masuk ke kandang singa."

"Ihhh,,, memangnya kakakku sejelek itu ya?"

bab 3

Sudah satu minggu Arsyilla berada di ruang pemberkasan. Teman-teman divisinya tentu saja senang. Karena Arsyilla memang teliti sedari dulu sewaktu di kepemimpinan Pak Heru. Malah banyak yang menyayangkan keputusan Pak Rivandra memutasikan Arsyilla di sana. Tapi, melihat sikap dan senyum Arsyilla yang kembali ceria akhirnya mereka pun menerimanya. Setidaknya mereka tidak harus melihat kemarahan Rivandra pada Arsyilla karena harus merevisi laporannya.

Seperti biasa, Arsyilla setiap hari harus berangkat lebih awal dan pulang lebih akhir. Memang ada uang insentif untuk itu karenanya Arsyilla jadi semakin bersemangat.

Senyum di wajah Arsyilla hilang seketika saat melihat yang membuka lift di lantai berikutnya adalah Pak Rivandra.

'Apa yang dilakukan Pak Rivandra sepagi ini? Dan kenapa dari lantai lima? Apa ada jadwal meeting hari ini?' pikir Arsyilla bingung.

Arsyilla hanya terdiam di pojok lift dengan menunduk mempermainkan jemari tangannya.

“Kamu marah padaku?”

Arsyilla mendongak sekilas, melihat Rivandra tidak menoleh padanya, Arsyilla mengira Rivandra sedang menelpon. Dia kembali menunduk.

“Apa kamu sengaja mengacuhkan aku?” tanya Rivandra sembari menghadap ke depan Arsyilla, tentu saja Arsyilla menjadi kaget.

“Ma-af, Pak,” jawab Arsyilla kaget hingga tergagap.

'Sejak kapan Pak Rivandra bicara aku-kamu? Biasanya juga bosmu?'

“Sedari tadi aku bicara dan kamu sengaja mengacuhkanku?!”

“Aku kira Pak Rivandra sedang telepon,” ujar Arsyilla pelan dengan suara gemetar.

“Kamu marah padaku?”

“Untuk alasan apa, Pak?”

“Memutasikan kamu?”

“Tidak, Pak.”

“Sepertinya kamu menikmati pekerjaanmu disana.”

“Alhamdulillah, Pak.”

“Apa wajahku semenakutkan itu hingga kamu tidak melihatku sama sekali?!” hardik Rivandra kesal karena Arsyilla menjawab pertanyaannya dengan kepala tertunduk.

“Maaf, Pak,” jawab Arsyilla sambil langsung menatap wajah Rivandra. Benar-benar menatap matanya, sorot mata yang menakutkan.

Wajah yang memiliki kulit seputih Shayna dan mata setajam silet. Sikap yang dingin. Entah ada angin apa hingga mau meluangkan waktu untuk sekedar berbasa basi dengan Arsyilla.

“Aku merindukan kamu.”

Mulut Arsyilla makin menganga saat Rivandra mendaratkan bibirnya di kening Arsyilla. Bertepatan dengan pintu lift yang terbuka.

Rivandra melangkah menuju kantornya. Arsyilla melangkah keluar lift dengan masih setengah sadar.

Saat melihat Rivandra masuk ke kantornya tanpa menoleh lagi. Akhirnya dia tersadar Rivandra sudah kurang ajar padanya. Dia segera menghapus bekas bibir Rivandra di keningnya. Sayangnya terlihat jelas oleh Rivandra yang tersenyum simpul melihat tingkah Arsyilla.

Arsyilla mulai memisahkan berkas teman-temannya dan meletakkan di meja masing-masing. Hanya tinggal memberikan berkas kerja Rivandra. Dia menghela nafas sejenak.

Arsyilla mengetuk pintu kantor Rivandra dan masuk setelah empunya mempersilahkan.

“Ini berkas-berkas yang kemarin, Pak. Dan ini berkas yang harus di cek hari ini,” kata Arsyilla tanpa melihat ke arah meja kerja Rivandra. Karena hanya menunduk. Benar-benar tidak punya nyali untuk kembali menatap sorot mata tajam itu.

Saat hendak membuka pintu baru Arsyilla tersadar dan kembali menoleh ke arah meja kerja Rivandra yang kosong karena Rivandra berada di belakang pintu. Arsyilla hanya menggaruk kepalanya keki.

“Berkasnya sudah saya letakkan di meja, Pak. Permisi.”

Arsyilla mendongak saat melihat Rivandra tidak juga berpindah tempat hingga Arsyilla tidak bisa keluar.

“Ehmmm... Permisi, Pak,” ulangnya sambil melihat Rivandra.

“Sekarang kamu baru mau melihatku. Kenapa?”

Arsyilla makin keki mendengar pertanyaan Rivandra.

“Maaf, tadi hanya takut tertukar berkasnya, Pak.”

“Bukan itu!” tegas Rivandra.

Alis Arsyilla berkerut, “lalu?”

“Kenapa menggosok keningmu saat keluar lift tadi?”

Arsyilla berdehem sejenak, tidak menyangka Rivandra ternyata melihat saat dia menggosokkan tangannya di kening.

“Tadi, kepentok pintu lift, Pak,” jawab Arsyilla bohong. Tidak mungkin juga menjawab karena sudah ada yang kurang ajar main cium orang sembarangan.

“Benarkah? Kamu baik-baik saja? Coba aku lihat.” kata Rivandra cemas sembari mendekat.

Arsyilla semakin mundur saat Rivandra semakin mendekat ke arahnya.

“Tidak usah, Pak. Permisi,” Elak Arsyilla dan dengan cepat keluar dari kantor Rivandra meskipun tangan Rivandra hampir saja bisa menangkap tubuhnya.

Rivandra hanya tertawa melihat tingkah kekanakan Arsyilla. Lalu kembali memasang wajah dingin saat melihat pegawainya mulai berdatangan.

Arsyilla menghela nafas saat melihat kantor Rivandra. Arsyilla tidak bisa pulang kalau teman-teman dan bosnya belum mengumpulkan berkas-berkasnya. Dan ini sudah hampir maghrib tapi tidak melihat Rivandra bersiap-siap untuk pulang.

“Neng Syilla, belum pulang?” tanya Pak Ali, satpam yang selalu menyapa Arsyilla sejak magang dulu. Pak Ali memang selalu menyempatkan keliling ke setiap lantai untuk memeriksa apakah masih ada yang lembur.

“Belum, Pak. Masih menunggu Pak Rivandra.”

“Neng Syilla sekarang pacaran dengan Pak Rivandra?” tanya Pak Ali senang.

“Hahh... Tidaklah, Pak. Saya tidak bisa pulang kalau Pak Rivandra belum memberikan berkas kerjanya untuk saya simpankan di ruangan pemberkasan, Pak.” jelas Arsyilla agar Pak Ali tidak salah paham.

“Oh begitu. Saya kirain pacaran, Neng. Habisnya, senang lihat kalian berdua. Terlihat cocok, serasi, Neng.”

“Bapak bisa saja. Ya gak mungkinlah kami pacaran, Pak. Kan Pak Rivandra bos saya.”

“Memangnya kenapa?” tanya Rivandra yang tiba-tiba berada di belakang Arsyilla.

Arsyilla terlonjak kaget, Tentu saja membuat Pak Ali tertawa melihat ekpresi kaget Arsyilla.

“Sudah selesai, Pak? Permisi, saya mau membereskan berkas-berkasnya, Pak. Pak Ali duluan ya.” pamit Arsyilla cepat untuk mengalihkan pembicaraan.

“Iya, Neng Syilla. Permisi, Pak Rivandra.”

“Iya, Pak.”

Arsyilla langsung beranjak menuju ruangan Rivandra dan membereskan berkas-berkasnya. Arsyilla makin gelisah saat melihat Rivandra ikut masuk ke ruangannya. Apalagi melihat pintu yang sengaja Arsyilla buka di tutup oleh Rivandra dengan tubuhnya bersandar di sana.

‘Sebenarnya Pak Rivandra hari ini kenapa sih? Kok tingkahnya aneh. Tidak biasanya suka basa basi seperti ini.’ Batin Arsyilla kalut.

“Sudah?” tanya Rivandra.

“Sudah, Pak. Permisi.”

“Setelah kamu menjawab pertanyaanku.”

Arsyilla menatap Rivandra heran. “Pertanyaan yang mana, Pak?”

“Kenapa kamu bilang kita gak mungkin pacaran?”

'Hah,,, pertanyaan Pak Rivandra ini mau ngetes atau gimana? Jawabannya kan sudah jelas, Pak Rivandra bosnya dan aku bawahan. Pacaran? Dengan seorang pemarah seperti Pak Rivandra?' batin Arsyilla kesal.

“Kan seperti yang Pak Rivandra selalu bilang, Pak Rivandra bos saya,” jawab Arsyilla.

“Kalau kamu menyukaiku, lalu bagaimana?”

“Saya tidak berani selancang itu, Pak.”

“Benarkah? Yang aku dengar, aku ini mentor favorit kamu dulu.”

'Pasti ini kerjaan Shayna, mengatakan pada Pak Rivandra tentang pembahaasan mentor favorit.'

“Itu hanya bercanda, Pak.”

“Bercanda? Untuk urusan hati, kalian juga suka mempermainkannya?”

“Saya ini hanya pegawai biasa, Pak. Yang tidak becus membuat satu proposalpun. Bagaimana...”

“Kamu menyindirku?” tanya Rivandra tidak terima.

“Bukan begitu, Pak. Ahh... Sudah maghrib, Pak. Permisi.”

Arsyilla tidak mau melewatkan kesempatan saat Rivandra melangkah maju dan dia langsung berkilah untuk bisa keluar tanpa bersentuhan dengan Rivandra.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!