Note: untuk pembaca ku semua mohon maaf ya jika ada perubahan alur, karena entun meminta revisi di beberapa bab. kalian bisa membaca bab ulang agar nyambung dengan bab berikut nya🙏)
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
(Hari ini aku memasak makanan kesukaan mu, cepatlah pulang).
Itulah pesan yang dikirimkan Deandra kepada Athar, suaminya dua jam yang lalu. Namun jangankan dibalas, dibaca pun tidak.
Berkali-kali Deandra menghela nafas, berusaha meredam lara di dalam hati. selalu seperti ini, setiap harinya meja makan terasa dingin dengan hanya dirinya sendiri dan berbagai macam hidangan yang akhirnya hanya ia makan seorang diri.
Seperti yang sudah- sudah Deandra pun memilih untuk menepikan ponsel karena percuma menunggu balasan chat dari athar yang hanya akan membuang waktu meski nyatanya status online di whatsapp pria itu sangat jelas terpampang.
Deandra kira menikah dengan seorang athar ezra danendra akan membuatnya bahagia namun ternyata dugaannya salah, setiap hari sejak awal pernikahan yang ia dapat hanyalah pahitnya saja sedangkan manis pernikahan tak pernah bisa ia cicipi karena dia hanya seorang pengganti selama wanita yang seharusnya menjadi istri athar kembali.
Kehidupan rumah tangga yang dulu ia impikan kini terasa hampa, dia menatap hidangan di atas meja, rendang kesukaan athar yang ia racik dengan bumbu buatannya sendiri, kali ini ia bahkan menambahkan kentang goreng, aroma masakan yang menggugah selera menguar memenuhi ruangan, namun semua terasa sia- sia tanpa kehadiran athar.
Dalam kebisuan panjang yang menghimpit, deandra memutuskan untuk menelpon. Suaranya bergetar saat sambungan terhubung, tapi yang ia dengar hanyalah nada dering yang terus berulang, tak ada jawaban, Dea mengigit bibirnya, mencoba menahan air mata yang mulai menggenang.
"Bik tolong bereskan ini semua, " titah nya pada asisten rumah tangga bik nah. Lalu dia bergegas bangkit dengan menyembunyikan wajahnya tak ingin bik nah yang melihat nya menangis.
Namun bik nah bisa merasakannya, wanita itu hanya menghela nafas panjang, iba melihat duka sang nyonya.
Malam semakin larut, athar baru kembali. Dia melihat istri nya masih ada di meja makan, athar menghela nafas, sebenarnya berharap wanita itu sudah tidur agar mereka tak bertemu.
"Kamu sudah pulang? " Dea berbalik dengan secangkir teh di tangannya, ia tersenyum meski beberapa jam lalu ia sudah menangis pilu.
Athar diam tak menjawab, seperti biasa dia akan berlalu begitu saja.
Tak! Dea meletakkan cangkir teh dengan suara keras membuat athar menoleh.
"Aku sudah menyiapkan teh hangat untuk mu apa kamu tidak mau minum? "
Athar diam, untuk sesaat dia menelisik wajah dea yang terlihat sembab. "untuk mu saja. "
Kemudian dia berlalu tanpa mau peduli apa yang sudah di lalaui istrinya seharian ini? soal pesan itu dan telepon yang memang sengaja tak dia angkat, dan paling penting soal perasaan wanita itu selama ini.
Dea mengigit bibir, selama ini dia sudah mengusahakan yang terbaik, tapi jika jalan ini yang tetap di pilih athar maka dia tidak mempunyai pilihan lain selain mengikuti arus yang sudah di buat pria itu.
Athar masuk ke kamar, membersihkan diri dan berganti pakaian, merasa heran karena tidak seperti biasanya Dea tidak menyiapkan handuk dan baju gantinya. Lalu dia teringat tentang pesan dan telepon dari wanita itu yang sengaja ia abaikan.
Terdiam sejenak, athar lalu menghela nafas dan memilih mengambil handuk dan pakaian gantinya sendiri.
Tak berapa lama Dea menyusul ke kamar, wanita berkulit putih susu itu sudah berganti baju dengan piyama tidur.
Athar yang sudah ada di atas kasur dengan memangku laptop nya sudah bersiap membuat sekat dengan bantal dan guling, karena begitu lah cara mereka yang terpaksa harus tidur di atas ranjang yang sama tanpa ada rasa dalam ikatan pernikahan.
Namun di luar dugaan athar, dea tidak ikut berbaring di samping nya, melainkan mengambil bantal dan selimut untuk nya sendiri.
Athar hanya memperhatikan saja, gengsinya terlalu tinggi untuk menanyakan alasan wanita itu bertindak demikian, lalu yang ia lihat Dea keluar dari kamar, dan ketika ia mengikutinya, Dea ternyata memilih untuk tidur di sofa ruang tengah.
Tak ada reaksi dari athar, hanya ingin memeriksa lalu kembali ke kamar.
Tak ada niatnya untuk membujuk Dea, melainkan sebaliknya ia merasa lega karena Dea akhirnya mengerti tentang konsep pernikahan mereka yang memang berbeda, dan dia tidak perlu repot- repot menjalani kepura-puraan perannya sebagai seorang suami.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Pagi hari deandra bangun lebih awal setelah menunaikan sholat subuh ia turun ke dapur dan membantu bi nah memasak seperti biasa.
Kali ini ia tak menyiapkan hidangan sarapan di atas meja, hal itu membuat bi nah keheranan karena biasanya sang nyonya akan bersemangat untuk menyiapkan segala hidangan meski akhirnya tuan athar tak ikut serta sarapan bersama dan lebih memilih untuk di buatkan bekal saja.
"Nyonya tidak menyiapkan sarapan di atas meja?"
"Tidak bi. " Deandra tersenyum lembut namun terlihat getir disana. Karena dirinya sadar untuk apa ia melakukannya jika pada akhirnya usahanya tersebut tidak terlihat di mata orang yang di tuju.
"Tolong antarkan sarapan ku di kamar ya bi, aku akan makan di kamar. "
"Baik kalau begitu nyonya. " meski di tumbuhi banyak pertanyaan di hati namun bi nah memilih bungkam tak ingin ikut campur lebih.
"Oh ya bukan di kamar itu ya bi, tapi di kamar yang satunya. "
"Maksudnya kamar tamu, nyonya? "
"Iya." jawabnya dengan senyum tipis lalu tanpa menjawab lebih, Deandra melenggang pergi meninggalkan bi nah dengan gurat keheranan.
Tak lama setelah kepergian deandra, Athar menghampiri meja makan ia lihat di atas meja bersih kosong melompong, biasanya jika sudah jam segini deandra sudah ada di meja makan sambil tersenyum manis menunggunya untuk sarapan bersama.
"Di mana sarapannya bi nah? "
"Ada tuan, tunggu saya siapkan," ujar bi nah.
"Tidak maksud saya-- bukan sarapannya. "
"Lalu apa tuan? "
" Orang yang biasa menyiapkan sarapannya. "
"Maksudnya nyonya?"
"Iya. di mana? "
Bi nah hampir menepuk jidat. Tuannya ini ternyata terlalu gengsi untuk menanyakan keberadaan nyonya sampai membuat alibi dengan menanyakan soal sarapan.
" Nyonya kembali ke kamar tuan, beliau bilang ingin sarapan di kamar saja."
Alis Athar bertaut. " Tapi tadi saya di kamar tidak ada dia. "
"Aa anu itu tuan... em. " bi nah terlihat ragu- ragu untuk mengatakan hal yang sebenarnya.
"Ada apa? katakan saja" ucap Athar sedikit mendesak sepertinya ada hal yang tidak beres.
"Nyonya bilang bukan di kamar yang di tempati nyonya dan tuan, tapi di kamar tamu. "
"Kamar tamu?! " ulang athar demi memastikan apa yang dia dengar barusan.
"Iya tuan. "
Kini seribu tanda tanya semakin terbenam di dalam otak athar. Ada apa dengan sikap Deandra sejak semalam? sepertinya istrinya itu sudah mulai berubah.
Ini tak beres, athar harus mulai berbicara dengannya.
****
Bersambung
Di kantor athar bekerja seperti biasa, Aryan rekan kerja sekaligus teman sejak kuliah,menarik kursinya mendekat karena meja mereka bersisian.
"Jam istirahat, kita nongkrong bareng bagaimana?" usul aryan, berucap pelan.
"Kau saja, aku masih ada pekerjaan untuk di selesaikan. " balas athar tanpa mengalihkan mata pada layar komputer di hadapan, sekilas ia melirik jam di pergelangan tangan, lima belas menit lagi memang waktunya istirahat.
"Ah gak asik kau, selalu begitu sejak dulu. " dengus aryan. "oh ya kau kan sudah pasti di bawakan bekal oleh isterimu. "
Athar menoleh. "Tidak, aku engga di bawakan bekal. "
"Hah? tumben sekali Dea tidak menyiapkan nya? "
Tak! jemari athar di atas papan keyboard seketika terhenti ketika mendengar Aryan yang menyebut nama istrinya dengan begitu akrab.
"Kau memanggil namanya seperti sudah mengenal nya saja," ujar athar, karena selama ini dia memang terkesan menyembunyikan pernikahannya dan dia pun tidak terlalu mengumbar istrinya di depan publik.
"Eh kau tidak tahu ya?" sekilas aryan tertawa membuat dahi athar mengkerut.
"Coba deh kau ingat- ingat siapa orang yang selalu deandra amanahkan untuk menitipkan bekal ketika kau sendiri lupa untuk membawanya. "
Athar mulai teringat. "Dirimu."
"Nah itu kau tau. Athar- athar, deandra itu sangat tulus padamu, ck jarang ada wanita seperti dia bro walaupun ada sangat sulit untuk mendapatkan nya, kau beruntung memiliki nya. "
Athar terdiam sejenak. Benarkah dia beruntung?
"Apa dari situ kau akhirnya akrab dengan istri ku. "
"Ya bisa di bilang begitu, " ucap aryan, untuk sesaat otaknya mengulang kembali momen saat ia di telepon oleh nomor tak di kenal yang ternyata adalah istri dari temannya itu.
Waktu itu deandra bilang jika athar melupakan bekal makan siangnya, deandra menyusul namun malu dan terlalu segan untuk masuk ke dalam kantor hingga akhirnya dia hanya menunggu di parkiran dan memilih untuk menghubungi salah satu teman athar yang dia kenal.
Mulai dari situ aryan mengenal sosok Dea. bila sewaktu-waktu athar melupakan bekal makannya maka dea akan menyusul sampai parkiran kantor dan menitipkan nya pada aryan.
Athar tidak tahu jika selama ini dea selalu menyusulnya ke kantor yang athar tahu hanya sekedar dea yang menitipkan bekal nya yang kelupaan pada aryan. Hanya sebatas itu karena dia tak mau repot- repot untuk mencari lebih jauh.
"Eh tapi kenapa yah Dea tidak menyiapkan bekal untuk mu, apa kamu melupakannya lagi? "
"Tidak. itu memang karena dia yang enggan untuk menyiapkan. "
Aryan nampak berfikir sejenak. "Apa selama ini ada sikap mu yang membuatnya berubah? jujur meski dea terlihat sangat tulus padamu, tapi kalian sama sekali tidak terlihat seperti pasangan suami- istri sebagai mana mestinya. "
Athar membisu. Aryan tidak tahu saja penyebab di balik pernikahannya yang terjadi dengan deandra.
"Apa selama ini kau selalu bersikap buruk padanya? jujur athar selama ini aku selalu iba saat melihat deandra dengan wajah lesu. Meski binar cintanya selalu terlihat saat menyebut namamu dia seperti menyimpan sesuatu yang membuatnya nampak rapuh. "
Athar semakin diam. Apa iya selama ini itulah yang selalu ditunjukkan deandra setiap harinya? tapi wanita itu selalu cerewet dan banyak tersenyum setidaknya itu yang selalu athar lihat. Apa mungkin deandra menunjukan itu hanya di depan nya saja?
"Athar jika dugaan ku benar, maka kau adalah pria yang paling breng sek sebab telah menyia- nyiakan wanita sebaik dia."
Athar mulai risih dengan ucapan yang di lontarkan aryan. Itu seperti memojokkannya.
"Ucapan mu terlalu ngawur, kau terlalu banyak menonton sinetron. "
Athar mematikan layar komputer dan bangkit dari duduknya.
"Eeee kau mau kemana? " pekik aryan kala melihat athar yang hendak pergi.
"Ini sudah jam istirahat, tentu aku mau makan. " sahur athar.
Aryan segera mengikuti langkahnya.
"Ck, aku belum selesai bicara athar dengarkan aku dulu, ini benar-benar serius. "
"Apalagi? " athar berbalik dengan tatapan horor, aryan seketika cengegesan takut bercampur geli.
"Aku serius thar. Jangan sampai kau menyia- nyiakan deandra, nanti kau akan menyesal. "
Dan ucapan aryan sukses membuat athar kepikiran sepanjang hari.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Athar kembali ke rumah. Keanehan berikutnya yang ia alami, kini deandra tidak lagi menunggu kepulangan nya di depan pintu seperti yang selalu wanita itu lakukan sebelumnya, jika ia mengabarkan akan pulang setengah hari pada bi nah.
Biasanya Dea sudah ada di depan pintu dengan menunjukkan senyum terbaiknya tapi yang athar lihat sekarang hanya kekosongan belaka. Kenapa dia merasa kehilangan?
Athar masuk ke dalam rumah berlantai dua yang ia beli dengan hasil kerja kerasnya itu. Melihat bi nah dia segera memanggil.
"Tolong bawa tas dan jas kerja saya ke kamar. "
"Baik tuan. Oh ya apa tuan mau di siapkan air panas untuk mandi? "
"Tidak usah. Oh ya di mana nyonya? "
"Nyonya sedang ada di halaman belakang tuan. Sedang menyiram tanaman. "
"Baiklah. Tolong sebelum pulang bibi cek gudang belakang. "
"Baik tuan. "
Sehari- hari bi nah memang bekerja dari pagi hingga jam tujuh malam lalu setelahnya wanita yang sudah Sepuh itu pulang ke rumahnya yang tak terlalu jauh dari lingkungan sini.
Bi nah adalah wanita sebatang kara dia sudah mengabdi pada keluarga besar athar sebelumnya lalu semenjak athar menikah dia ikut membawa bi nah sebagai asisten rumah, pernah athar menawarkan tempat tinggal untuk wanita berusia senja itu namun bi nah menolak dengan alasan rumahnya masih dekat dengan rumah sang majikan, selama ini dia masih sanggup tinggal sendirian di gubuk reyotnya itu karena makam suaminya yang ada di sana.
Athar menyusul dea ke halaman belakang. Benar saja perempuan berambut hitam sepinggul itu sedang merawat tanamannya.
Dea memakai dress rumahan berwarna hijau muda dengan motif kembang- kembang, rambutnya di jepit asal dengan jedai, kalung pemberian almarhum nenek athar masih terpajang manis di leher putih jenjangnya, sepertinya dia habis mandi karena saat athar mendekat tercium wangi shampo dan harum mawar yang menyegarkan.
Sepertinya untuk pertama kalinya athar mengamati penampilan istrinya itu.
"Deandra."
Di panggil namanya membuat deandra yang awalnya sedang memunggungi athar seketika menoleh.
"Aku ingin bicara dengan mu. " athar bicara lugas namun entah kenapa ada gelenyar yang saat ini di rasakanya.
Deandra menghentikan aktivitas nya, ia taruh kembali peralatan untuk merawat tanamannya.
"Ada apa?"
Athar sedikit terlonjak karena mendengar deandra yang baru kali ini berbicara dengan nada dingin padanya.
"Apa kau marah padaku? "
Deandra diam, mata bulatnya seperti menyimpan banyak perasaan yang selama ini ia pendam.
"Menurut mu? " Dea balik bertanya.
"Kau marah. Apa itu karena kemarin aku mengabaikan pesan mu?"
Dea tersenyum kecut.
"Aku tidak marah. Untuk apa? aku juga tidak berhak untuk marah."
"Tapi nada bicara mu menunjukkan hal yang sebaliknya, " ucap athar.
Dea diam menunduk untuk sesaat lalu kembali menatap wajah athar.
"Kau tahu mas? selama ini aku sudah sebaik mungkin berperan sebagai istri yang sempurna untuk mu, tapi kau seakan tak pernah melihat usaha ku ini. Apa kau tau seberapa lelah nya aku? yang sangat berharap setidaknya kau bisa menghargai setiap usaha ku? "
Kini giliran athar yang terdiam. Ini seperti dia sedang berada di meja hijau dan pendakwah sedang membaca tuntunan untuknya.
Kejahatan yang dia lakukan memang tidak di sengaja namun sukses menorehkan luka yang sangat dalam untuk sang istri.
"Ingat mas, seseorang yang berkali-kali di acuhkan juga akan lelah, akan ada masanya dia akan menyerah. "
"Maksud mu? "
Dea tersenyum lembut. "Kau tahu pasti apa maksud mu mas. "
"Jangan sampai ketulusan seseorang yang kau abaikan ini akan habis pada akhirnya karena kau sama sekali tak pernah melihat perjuangannya untuk mu"
****
Bersambung....
Sepanjang malam athar memikirkan kata- kata Dea. Jika di ingat- ingat kapan Athar setidaknya memberikan hadiah untuk sang istri? dia tidak tahu.
Sebab sebenarnya pernikahan mereka bukanlah di dasari oleh cinta. tujuh bulan yang lalu, harusnya athar melakukan akad dengan Ranty-- kakak tiri Dea. Namun perempuan yang dicintainya itu menghilang sebelum akad di laksanakan.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencari ranty hingga salah satu teman wanita itu memberikan kesaksian jika ranty sebenarnya kabur bersama seorang pria. Saat itu hati athar hancur berkeping-keping, dia memutuskan untuk tak jadi menikah namun dua keluarga yang saling berseteru membuat keputusan mereka sendiri tanpa persetujuan darinya.
Setelah diskusi yang cukup alot saat itu, di putuskan lah Deandra yang mengisi kekosongan tempat Ranty sebagai pengganti. Karena hanya cara itulah yang bisa membuat acara tetap berjalan dan tak mempermalukan pihak keluarga apalagi keluarga athar yang memiliki reputasi tinggi di masyarakat.
Awalnya Athar sangat menentangnya, baginya itu sama saja seperti menumbalkan deandra pada masa depan yang mungkin semu, karena dia tak mungkin menerima wanita selain ranty sebagai istrinya, namun atas desakan dari seluruh sisi membuat Athar mau tak mau tetap melanjutkan ijab kabul dengan nama mempelai wanita yang di ganti.
Begitulah kisah di balik perjalanan mereka hingga berujung menjadi pasangan suami- istri, di atas kertas. Karena ada sebuah perjanjian jika sewaktu-waktu Ranty kembali dan athar masih menginginkannya, maka Dea akan memilih pergi.
Perjanjian itu di sepakati bersama karena sebenarnya kedua orang tua athar ingin putra mereka hanya menikahi Ranty dan Dea di anggap hanya pengganti sementara.
Jika dari sisi pandang Dea, athar tidak tahu apakah wanita itu sebenarnya setuju atau tidak, dia yakin gadis itu sebenarnya juga di paksa untuk menggantikan posisi kakaknya karena menurut info yang athar tahu Dea adalah anak pak subroto dengan istri sirihnya yang di katakan dinikahi diam- diam tanpa di ketahui oleh istri sah ayahnya, hingga tak ada alasan untuk Dea menolak perintah keluarga.
Secara tak langsung Dea memang hanya di jadikan tameng karena hidup gadis itu sendiri sudah seperti permainan dadu tak tahu harus kemana, karena ibunya meninggal sudah lama dan dia jadi piatu yang tinggal bersama ibu sambung dan saudara yang tak pernah menyukainya.
Mengingat kilas balik itu memang masih membekas untuk athar apalagi mungkin untuk Dea. Jika dia tanya sekarang apakah wanita itu bahagia dengan pernikahan ini? pasti "tidak" adalah jawaban yang akan di lontarkan dea, karena memang sejak awal mereka tinggal bersama Athar tak pernah menganggap nya ada.
Sekian lama merenung di sofa ruang tamu, kebetulan yang dipikirkan lewat di depan mata, Deandra nampak cantik dengan rok span yang di padu padankan dengan atasan berwarna merah maroon, penampilan wanita berusia 23 tahun itu terlihat anggun dan glamor.
"Mau kemana?"
Athar bertanya, untuk pertama kali ia mempertanyakan apa yang di lakukan istrinya setelah sekian lama pria itu nampak acuh tak acuh meski Dea menghilang dari rumah.
"Pergi ke arisan." jawab Dea cuek.
"Sama siapa? "
"Sendiri." wanita itu nampak sibuk mengotak- atik ponselnya.
Tumben. pikir Athar, biasanya gadis itu lebih suka berada di rumah meskipun ia keluar pasti hanya kerumah ayahnya, itupun Dea akan ijin terlebih dahulu padanya meski akhirnya athar akan menyahut dengan kata-kata yang mungkin menyakiti gadis itu.
"Pergi lah kemana pun dan sesuka mu asal tidak mempermalukan nama ku, jika kau punya seorang pacar diluar sana pun aku tidak peduli. " Itulah yang pernah dikata athar padanya saat Dea ijin untuk menjenguk ayahnya yang sedang sakit.
Entah kata-kata itu masih diingat atau tidak oleh Dea. tapi katanya wanita itu mahluk yang perasa bukan? mungkin dia masih mengingatnya atau bahkan perkataan menohok itu sangat membekas di hatinya.
"Ini sudah hampir malam, apa tidak bisa di tunda besok? "
Seketika dea berhenti mengotak- atik ponselnya, barulah gadis itu mau menatap suaminya.
"Mas, sudah ku katakan semua uneg- uneg ku sore tadi. Sekarang inilah keputusan ku. "
Entah kenapa jantung athar mendadak berdebar tak karuan menunggu apa yang akan di katakan dea selanjutnya karena sesaat gadis itu menjeda ucapannya.
"Mari kita hidup masing-masing saja seperti kata mu waktu pernikahan kita dulu. "
Athar memang pernah mengatakannya setelah akad dan perjanjian. "Dea, kita hanya pasangan Suami-istri di atas kertas itu sebabnya hiduplah seolah kita hanya dua orang yang terpaksa tinggal bersama di satu atap. Kita hidup masing-masing saja dan jangan ikut campur urusan satu sama lain, selain tugas mu sebagai istri dan kewajiban ku sebagai suami. "
Kilas balik itu bak kaset lama yang kini terus berputar di otak athar setelah dea kembali mengungkitnya.
"Aku tak akan mencampuri urusan mu lagi dan kau tidak perlu mencampuri urusan ku mari kita hidup seperti dua orang yang memang terpaksa menjalani hubungan yang semu ini. "
Setelah apa yang di katakannya Dea pergi meninggalkan athar sendiri dengan ribuan paku penyesalan yang menancap di kepalanya.
Kenapa dia harus mengatakan itu pada Dea waktu itu? bolehkah athar menyesal dan menarik ucapannya kembali, seolah itu tak pernah dia katakan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Omg Deandra akhirnya kamu datang?! "
Dea tersenyum pada Thalia, temannya yang sudah menunggu kedatangannya di sebuah hotel tempat mereka akan menghabiskan waktu bersama dalam rangka arisan sekaligus reunian setelah sekian lama tak bertemu.
"Tentu saja aku datang. " Dea dan Thalia saling melepas rindu dengan pelukan persahabatan.
"Ck itukan biasanya karena kamu paling anti di ajak ke acara seperti ini, alasannya karena belum mendapatkan ijin suamimu. "
Dea tersenyum getir. " hal itu tidak akan berlaku lagi. sekarang aku bebas kemana pun dengan siapapun. "
"Kenapa? kalian sedang renggang atau jangan- jangan sudah bercerai? "
Wajar Thalia bertanya seperti itu karena setelah menikah kehidupan Dea begitu privat dengan suaminya, tak ada unggahan kebahagiaan layaknya pengantin yang masih hangat- hangatnya.
Apalagi setelah pernikahan Dea seolah menghilang dari ranah pertemanannya itu karena dia ingin fokus mengabdi sebagai istri dan ibu rumah tangga namun kini semuanya sudah tak berarti lagi untuk nya.
"Tidak kok. " jawab Dea. " kami masih baik- baik saja. "
" Tapi kamu tidak membawa suami mu ikut serta? teman kita yang lain masing-masing membawa pasangannya loh. "
"Itu karena mas athar sangat sibuk thal. dia tidak memiliki waktu lebih untuk menghadiri acara seperti ini, " kilah Dea, meski dia sangat ingin menceritakan tentang keadaan rumah tangga nya namun ia masih berusaha untuk menahan nya karena mengingat perkataan athar untuk tidak mempermalukan nama pria itu.
"Ya sudah kita duduk dulu yuk. " ajak Thalia dia bukan tipe orang yang kepo apalagi Dea sama sekali tak nyaman membicarakan topik yang di bahas.
Mereka berdua duduk dan bergabung dengan yang lain.
"Hey bro udah lama gak jumpa. "
Dea terkesiap, dia seperti mengenali suara ini, suara pria yang amat familiar di telinganya, seketika dia menoleh mencari sumber suara.
"Mas Aryaan? "
Di hadapan nya sekarang pria yang dia kenal, teman athar yang selalu ia titipkan bekal jika athar lupa membawa nya.
"Eh Dea kamu disini juga? "
Tidak di sangka mereka bertemu di tempat ini, Dea tersenyum hangat dan Aryan mengajaknya mengobrol lebih lanjut.
*
*
*
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!