NovelToon NovelToon

Jerat Hati Sang Duda Dominan

Prolog

...18+...

...Adult, Dark Romance, Angst....

...~••~...

"Saya mau kamu pakai ini, sekarang!" Tidak ada bantahan yang pantas Kirana terima selain menuruti perintah seorang Ailard Rajendra Wiratama, putra kedua dari keluarga Wiratama yang berhak mendapatkan nama belakang keluarganya yang terpandang.

"Tapi Mas—"

"Are you contradicting me?" (Kamu membantah saya?)

"Baiklah,"

Dengan hati yang tak ingin, Kiran mengambil gaun malam dari tangan Ailard. Kakinya ragu-ragu melangkah masuk kedalam kamar mandi milik laki-laki itu, namun tidak ada yang bisa ia lakukan selain melanjutkan kembali langkahnya yang sempat terhenti.

Ia pandangi dirinya didalam cermin, yang sudah berpakaian seperti apa yang diinginkan Ailard.

Tiga tahun terjebak dengan laki-laki dominan itu dan Kiran belum memiliki solusi untuk bisa lepas dari cengkeramannya.

Setiap hari yang ia lalui tidaklah semenakutkan sejak pertama kali ia menginjakan kaki di rumah super mewah milik Ailard. Kini semuanya tampak biasa saja, walaupun Kiran ingin sekali lepas dalam kendalinya, tapi langkahnya kembali di seret kedalam gelapnya pengharapan yang kian sirna.

"Bisa Kiran, kamu pasti bisa!"

BRAK!

"Kenapa kamu jadi lambat seperti ini Kirana? How dare you take up my time waiting for you huh?" (Beraninya kamu menyita waktu saya untuk menunggumu, hah?)

"Maaf Mas, aku—"

"Kamu harus diberi hukuman!"

"Mas Ailard—"

Tubuh Kiran di gendong paksa Ailard. Setelah sampai di depan ranjang kasurnya, Ailard melemparkan tubuh Kiran. Dia sendiri tengah melucuti seluruh pakaiannya dengan tergesa-gesa sampai akhirnya tubuhnya polos tanpa sehelai benangpun yang tersisa.

Ailard merangkap naik keatas ranjang dengan tubuhnya diatas Kiran. Ailard mulai melakukan keinginannya yang menggebu-gebu. Untuk mengambil langkah pertama dalam permainannya adalah menciumi bibir tipis perempuan itu yang sangat menggoda matanya. Berlalu pada leher dan seluruh bagian dadanya. Semua bagian atas sudah ia akuisisi tanpa celah yang tertinggal. Kini waktunya untuk pindah ke wilayah yang lebih rawan dan paling ia nikmati.

"Mas... tidak disana!"

"Kamu bilang apa?"

"Tidak disana Mas..."

"Diam!"

Tubuh Kiran menggelinjang hebat kala sesuatu yang basah menyisir inti tubuhnya dibawah sana, membuatnya kembali menutup mulutnya untuk tidak mengeluarkan suara mendesah yang sangat ia benci.

Ailard melakukannya dalam durasi yang cukup lama, entah berapa jam yang dia lakukan tetapi Kiran sudah tidak sanggup lagi, bahkan untuk memikirkan hal lain selain dirinya yang kembali jatuh dalam neraka yang diciptakan oleh Ailard berulang kali.

"Tidurlah disini Kiran, kamu pasti tidak memiliki tenaga untuk melangkah walau hanya satu hasta." Ailard berbisik ditelinga perempuan itu yang entah sejak kapan sudah lebih dulu menutup matanya. Ailard tersenyum miring, bisa-bisanya perempuan ini selalu membantah disaat dirinya tengah memberikan kenikmatan untuknya.

Kaki telanjang Ailard turun dari ranjang menuju lemari untuk mengambil bathrobe miliknya. Tubuhnya segera ia tutupi dengan kain itu, kemudian ia bergerak menuju balkon. Tangannya bergerak mematik api dari korek gas miliknya pada satu batang rokok yang terselip didalam mulutnya.

Asap rokok itu mengapung diudara lalu lenyap dimakan angin malam. Ailard memikirkan banyak hal, tentang dirinya yang sudah sangat jauh dari Ailard tiga tahun yang lalu. Perceraian karena pengkhianatan istrinya membawa Ailard yang sekarang, yang sisi buasnya kembali di bangunkan.

Lalu tangannya bergerak mengambil handphone diatas meja, membuka layar gawainya untuk melihat foto anaknya, Rosemary yang sudah berusia empat tahun. Anak gadisnya yang lebih mirip dirinya dalam versi wanita, sangat cantik.

...•••...

Semua orang berkumpul di ruang keluarga, suara tawa, perbincangan dan candaan menghangatkan suasana. Namun, ditempat lain dua orang yang berbeda gender tengah berduaan intim disebuah ruangan bersantai yang biasa dipakai untuk bermain billiard.

"Mas, tolong jangan sekarang. Banyak keluargamu diluar sana, sebaiknya Mas berkumpul dengan mereka—"

Kiran menggigit bibirnya, menahan desahan yang keluar tanpa ia inginkan. Tubuhnya kaku saat Ailard terus mendekat dari belakang, mencium tengkuknya dengan sentuhan yang panas. Posisinya yang berdiri di depan meja biliard membuatnya tak punya tempat untuk melangkah menjauh.

"Mas Ailard... jangan sekarang, tolong," ucapnya pelan, setengah memohon, namun suaranya bergetar. Ia tahu persis bagaimana Ailard jika sudah seperti ini—dia tak pernah menerima penolakan.

Ailard hanya terkekeh kecil, tangannya mulai melingkar di pinggang Kiran, menarik tubuhnya lebih dekat. "Kamu selalu bilang 'jangan sekarang,' tapi setiap kali juga kamu menyerah dengan sentuhan saya. Kenapa harus berbohong?" bisiknya di telinga Kiran.

Kiran memejamkan mata, berusaha menguatkan diri. Jantungnya berdegup kencang, bukan karena perasaan romantisme, tetapi rasa jijik. Ailard selalu membuatnya merasa terperangkap, dan kali ini pun tak berbeda. Suara riuh dari keluarga yang tengah berkumpul di luar sana seperti mengingatkannya bahwa dunia ini penuh ironi—di satu sisi, kehidupan normal tampak berjalan, sementara di sisi lain, ia terjebak dalam situasi yang menyiksa.

"Aku... aku hanya ngga mau mereka curiga, Mas," katanya lagi, mencoba alasan apa pun yang bisa menghentikan situasi ini. "Mereka pasti mencari Mas kalau terlalu lama."

Ailard menghentikan gerakannya sesaat, namun senyumannya tetap sinis. "Jangan beralasan pelacur kecil, tetaplah diam dan nikmati apa yang saya berikan!"

Tubuh Kiran terasa lemas. Ia tahu tak ada gunanya berdebat. Perlawanan kecilnya hanya akan membuat Ailard semakin keras kepala.

Tangan kekar Ailard dengan mudah menyibak pakaian bawah baby sister yang dikenakan Kiran keatas hingga memperlihatkan CD nya saja, dan itu membuatnya merasa semakin tak berdaya.

"Mas... tolong," bisiknya pelan.

"Lihatlah, tubuhmu selalu mendambakan sentuhan saya Kiran. Jangan munafik." Gerakan Ailard lambat tapi penuh kuasa, seakan menikmati setiap detik yang berlalu saat ia mendominasi situasi. Kiran menahan napasnya, berharap ini segera berakhir.

Puas bermain dibawah inti tubuh perempuan ini, sekarang tangannya bergerak keatas, membuka dua kancing teratas hingga memperlihatkan belahan miliknya perempuan ini yang terekspos dari belakang tubuhnya.

"Mas, aku mohon jangan..." Kiran terus saja memohon, ia punya firasat tidak enak setelah ini, sungguhan tingkah laku Ailard yang kotor ini semakin menjadi-jadi.

"Sialan! Jangan memerintah saya!" Umpat Ailard dengan suaranya yang tercekat, ia tak bisa menahan rasa sesak dibalik celananya lagi yang selalu bereaksi setiap kali melihat tubuh Kiran.

"Saya tidak bisa lembut jika kamu terus membangkang Kirana!"

Ailard mengembuskan napas kasar dan menyandarkan tubuhnya ke tubuh Kiran. Saat gumpalan yang terasa keras itu menyentuh tempat rahasianya, Kiran di tempatkan posisinya dalam posisi sedikit merunduk dan tangan pria itu kembali memegangi pinggangnya.

Suara resleting celana Ailard terdengar dan ia mengeluarkannya yang sudah siap untuk memasuki surga dunia milik Kirana, namun sebelum ia berhasil memenuhi inti milik perempuan ini, suara deritan pintu terdengar nyaring di pendengaran mereka.

Pintu terbuka. Kiran mengangkat kepalanya, dan matanya bertemu dengan wanita yang hendak memasuki ruang bersantai. Wanita itu menjerit saat melihat mereka berdua.

Gedebuk.

Ibu Tiara langsung pingsan dan jatuh ke lantai. Ailard yang melihat itu membelakakan matanya, syok melihat ibunya melihat mereka dalam keadaan seperti ini.

...•~•...

1. Panggung Pelelangan

...Happy reading!...

...Warning: 18++...

...•••...

Gema musik yang begitu keras memekakkan sebuah club malam yang berada di tengah jantung ibukota. Laki-laki dan perempuan saling bergerak ria mengikuti alunan musik DJ yang dimainkan, tenggelam dalam gelombang hedonisme yang tak terbendung.

Ailard meneguk minumannya untuk yang ketiga kalinya dengan ditemani dua perempuan panggilan, yang duduk di sisi kanan dan kirinya. Wajahnya keras, tatapan dingin tak pernah meninggalkan ketajamannya.

Ia frustasi, resmi bercerai dari perempuan yang telah mengkhianatinya. Di balik amarah yang menggerogoti hatinya, ada perasaan cinta yang masih tersisa terhadap mantan istrinya. Bagaimanapun, lima tahun pernikahan bukanlah waktu yang singkat.

Pernikahan itu hancur, dan kini ia merasakan kehampaan yang memuncak, membawa kembali sifat kelamnya yang dulu pernah ia redam. Ailard yang sekarang bukan lagi pria tenang dan penuh kendali seperti yang ia tampilkan selama ini. Kehidupan bebas yang pernah ia jalani di luar negeri kembali mencuat, minuman keras, perempuan, dan kontrol total atas apapun yang ia inginkan.

"Masih marah?" Salah satu perempuan di sampingnya bertanya dengan nada genit, tubuhnya yang langsing mendekat, mencoba memikat.

Ailard menoleh sekilas, tatapannya menusuk. "Bukan urusanmu."

Perempuan itu terkekeh kecil, tak menghiraukan dinginnya respon Ailard. Ia merapatkan tubuhnya lebih dekat, tangannya yang lembut menyusuri bahu Ailard. "Kalau begitu, biar aku bantu Mas melupakan kesedihan. Pasti enak kalau kita—"

Tanpa peringatan, Ailard berdiri dengan kasar, menepis tangan perempuan itu, kemudian mengeluarkan pistol dari balik coat hitamnya. Senjata itu berkilat di bawah lampu neon klub, membuat perempuan penghibur itu tersentak ketakutan.

"Saya tak butuh bantuannya," katanya dingin, suaranya rendah tetapi tajam seperti pisau. Tatapannya yang penuh amarah menancap pada perempuan di depannya.

Tanpa menunggu reaksinya, Ailard meninggalkan meja VIP, botol-botol minuman berserakan di sana, seakan mengabaikan kegilaan di sekelilingnya. Ketika ia berjalan menuju pintu keluar, matanya menangkap sebuah poster di sudut klub.

"Pelelangan Khusus."

Ailard berhenti sejenak, membaca tulisan itu dengan alis yang terangkat. Pelelangan seperti ini bukan hal baru baginya. Di dunia malam yang ia kenal, segala hal bisa diperjualbelikan—termasuk manusia. Ia tahu betul bagaimana sistem ini bekerja.

Dengan rasa penasaran, Ailard mendekati panggung. Di sana, seorang pria berjas hitam berdiri tegap, memimpin acara yang segera dimulai. "Tuan-tuan dan nyonya-nyonya, mari kita mulai dengan lot pertama. Seorang wanita muda, baru berumur dua puluh tahun. Cantik, dan siap mematuhi apa pun yang Anda inginkan."

Di belakang pria itu, seorang perempuan muda berdiri, tubuhnya bergetar ketakutan. Gaun putih tipis membalut tubuhnya, hampir tak mampu menutupi rasa gentar yang jelas terpancar dari matanya. Ailard memicingkan mata, memandanginya dengan saksama. Perempuan itu terlalu muda, wajahnya seperti menggambarkan kepasrahan, seolah nasib hidupnya tak lagi ada di tangannya.

Namun, alih-alih merasa iba, sesuatu dalam diri Ailard bergolak. Sebuah kekuatan dominan yang selama ini tersembunyi kembali muncul. Perempuan ini tidak akan pernah jatuh pada orang lain—ia milik Ailard. Sebuah senyuman tipis yang dingin terbentuk di bibirnya.

Di tengah hiruk-pikuk kerumunan, tawaran mulai bergulir.

"Dua ratus juta!" teriak seorang pria paruh baya dari sudut ruangan.

Ailard tertawa pelan, mempermainkan gelas minumannya. Tawaran itu terlalu rendah untuk sesuatu yang menyenangkan seperti ini.

Dengan nada penuh tantangan, ia angkat suaranya. "Satu miliar."

Kerumunan langsung hening, semua mata tertuju pada Ailard. Perempuan di atas panggung menatapnya dengan mata melebar, tetapi ada secercah harapan di balik pandangan bingungnya.

Pria di atas panggung tersenyum lebar, puas dengan perkembangan pelelangan. "Satu miliar dari Tuan Ailard Rajendra Wiratama. Adakah yang ingin menawar lebih tinggi?"

Tak seorang pun berani melawannya. Nama Ailard sudah dikenal luas di kalangan elite, dan tidak ada yang cukup bodoh untuk menantangnya.

"Baiklah, kalau begitu... lot ini jatuh kepada Tuan Ailard!" Pria di panggung mengakhiri acara dengan tepuk tangan riuh dari beberapa orang.

Di balik senyuman dinginnya, Ailard menyadari bahwa ia kembali—kembali pada dirinya yang lama, keras, dominan, dan tanpa ampun.

Selepas mendapatkan sebuah barang yang sangat menggiurkan dahaganya, ia bawa perempuan itu menuju hotel tempatnya menginap. Tanpa ada pembicaraan, Ailard saat itu tidak terlalu memperdulikannya, ia memilih untuk menghisap rokok didalam mobilnya.

Uhuk...Uhuk...

"Apa kamu sudah lama tidak merokok hmm?" Ailard bertanya dengan ekor matanya yang sekilas melirik perempuan itu, ia menggeleng pelan.

"Saya ti—tidak merokok Tuan." Tentu saja jawaban perempuan itu membuat Ailard tertawa, sungguhan perempuan ini telah menarik perhatiannya hanya dengan memasang wajah ketakutan serta tidak berdayanya, Ailard sangat menikmatinya.

"Dasar perempuan penghibur, banyak sekali ucapan suci mu itu." Setelah mengatakan itu Ailard tidak lagi bertanya atau mengajaknya berbicara, juga dengan perempuan disampingnya yang tidak berani membuka suara.

Sampai di hotel, ia segera turun dari sana diikuti dengan perempuan itu yang mengekor dibelakangnya, ia berusaha menutupi bagian lekuk tubuhnya yang terekspos.

Ailard berjalan cepat menuju lift, dengan langkah mantap yang menggema di lorong. Perempuan yang ia menangkan dalam pelelangan malam itu tetap mengekor di belakangnya dengan kepala tertunduk. Gaun putih tipis yang dikenakannya tak cukup untuk menutupi tubuhnya dari hawa dingin dan tatapan mata yang penuh penghakiman.

Mereka berdua masuk kedalam lift, dan suasana sunyi mendominasi. Ailard menyulut rokok lagi, menghembuskan asapnya tanpa berkata sepatah kata pun. Mata tajamnya sesekali melirik perempuan itu dari ekor matanya. Ia bisa merasakan ketakutannya—rasa takut yang justru memuaskan naluri kekuasaannya.

Sesampainya di lantai suite, pintu lift terbuka dengan suara berdering halus. Ailard melangkah keluar dengan santai, sementara perempuan itu mengikuti di belakangnya, seperti bayangan tanpa arah. Mereka masuk ke dalam kamar mewah yang luas, lengkap dengan jendela besar yang menampilkan pemandangan kota di malam hari.

Tanpa berkata apa-apa, Ailard melepaskan coat hitamnya, melemparkannya ke sofa, dan berjalan menuju meja bar. Dia menuang segelas minuman keras, lalu menenggaknya sekali teguk. Perempuan itu berdiri diam di ambang pintu, masih ragu apakah dia diizinkan masuk lebih jauh atau tidak.

Ailard berbalik, menatapnya dengan pandangan tajam. "Masuk."

Dengan langkah ragu, perempuan itu masuk ke dalam kamar, tetapi tetap berdiri di dekat pintu. Ia tidak berani menggerakkan tubuhnya lebih jauh. Ailard mendekatinya perlahan, tatapannya seperti singa yang mengawasi mangsanya.

"Kamu milik saya malam ini," bisiknya, suaranya rendah dan penuh otoriter. "Dan saya tidak menerima pembangkangan. Mengerti?"

Perempuan itu mengangguk cepat, meski air mata mulai menggenang di sudut matanya. Tentu saja ia tahu tugas apa yang harus ia kerjakan malam ini bersama pria itu, sungguhan ia juga sedikit lega karena tak harus melakukannya dengan pria tua tadi yang hampir menenangkannya di panggung pelelangan.

"Saya sudah bayar kamu mahal seharga satu miliar dan kamu diam saja seperti patung huh? Apakah kamu melupakan tugas mu sebagai pelacur? Jangan naif perempuan murahan!"

"Ah maaf tuan," sungguhan ia tak tahu harus melakukan apa, namun nalurinya bergerak mendekati pria itu. Kiran membelai Ailard dari belakang, tentu saja Ailard tersenyum puas.

Perlahan, Ailard berbalik, menatap perempuan itu dengan intensitas yang mengerikan, seolah-olah setiap gerakannya adalah permainan yang harus ia nikmati.

Ia lingkari tangannya di pinggang Kiran, dan mendorong tubuh perempuan ini lebih mendekat kearahnya. "Siapa namamu?"

"Kirana Sendayu Cahyaning, Tuan Ailard,"

Ia belai rambut panjang Kirana yang bergelombang dan disampirkan nya di bahu kirinya. Sentuhan Ailard begitu lambat dan penuh perhitungan, seperti seekor predator yang menikmati setiap momen sebelum melahap mangsanya. Kirana bisa merasakan napasnya semakin berat, jantungnya berdegup kencang sementara kengerian merayapi seluruh tubuhnya.

"Kirana, ya?" Ailard mengulang namanya dengan nada rendah, suaranya seperti desiran yang berbahaya. "Nama yang indah, namun tidak seperti dirimu ini, sangat kotor!"

Ia mengangkat dagu Kirana dengan satu jari, memaksa gadis itu untuk menatap matanya. Tatapan mereka bertemu, dan Kirana merasakan kekuatan luar biasa yang dipancarkan oleh pria ini. Ia tahu tak ada jalan keluar dari situasi ini.

"Saya ingin melihat nilai dari dirimu dalam memuaskan klien," lanjut Ailard, semakin mendekat hingga hanya ada jarak tipis di antara mereka. "Tunjukkan pada saya."

Kirana mulai membuka dress nya hingga tersisa dalamannya saja yang berwarna hitam, sungguhan Ailard tidak pernah setertarik ini menatap setiap inci tubuh wanita. Kirana sangat indah dan ia tak bisa memalingkan sedikitpun atensinya pada objek yang begitu sen*ual itu.

Ailard terus mengamati setiap gerakan Kirana dengan tatapan yang penuh hasrat, tetapi juga tetap terkontrol. Wajahnya tetap dingin, meskipun dalam dirinya ada gelombang emosi yang bergemuruh.

"Tidak memuaskan!" ucap Ailard tak puas, suaranya serak. Ia menenggak minumannya lagi, kali ini lebih perlahan, seolah menikmati sensasi yang ia miliki. "Apa hanya segitu saja? Kamu ini pura-pura amatiran ya?"

Kirana menggigit bibir bawahnya, merasa semakin terperangkap. Hatinya berteriak untuk lari, tetapi tubuhnya membeku di tempat. Di hadapan Ailard, ia hanyalah objek, sesuatu yang diperlakukan sesuai dengan keinginan pria itu.

"Ma-maaf Tuan—"

"Stupid! Saya tidak butuh maaf mu, saya hanya ingin kamu tunjukkan performamu, pelacur kecil!" Ia mulai tak sabaran.

Kirana merasakan tubuhnya gemetar mendengar kata-kata kasar yang dilontarkan Ailard. Perasaan takut, malu, dan marah bercampur menjadi satu dalam dirinya, tetapi ia tak berani menentang. Pria di hadapannya begitu dingin dan terasa kejam, seakan tak ada sedikitpun belas kasihan dalam dirinya. Kirana menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya, meskipun tiap sel tubuhnya berteriak ingin lari.

"Baik, Tuan..." bisik Kirana, dengan suara yang hampir tak terdengar. Namun, apa pun yang ia lakukan, takkan pernah cukup bagi Ailard.

Ailard menatapnya dengan pandangan yang semakin tajam, matanya menelusuri setiap inci dari Kirana seolah menuntut kesempurnaan. "Cepat! Saya tidak ada waktu untuk ketidakmampuan, kamu jangan pura-pura naif seperti itu!" katanya sambil mengetukkan jemarinya di gelas yang dipegangnya.

Kirana menelan ludah dan berusaha menuruti perintahnya. Namun, semakin ia mencoba, semakin terasa berat beban yang menekan jiwanya. Hatinya terasa hancur, tetapi ia harus bertahan. "Tuan Ailard... saya... saya—"

"Sialan perempuan ini!" Pekik Ailard begitu kerasnya, ia meletakkan gelasnya cukup keras di meja bar dan kesabarannya sudah raib.

Kirana terkejut mendengar suara bentakan Ailard yang menggema di ruangan itu. Detak jantungnya semakin cepat, dan ia merasakan keringat dingin mulai membasahi tengkuknya. Ailard mendekat, tubuhnya semakin mendominasi ruang di antara mereka.

"Saya tidak punya waktu untuk permainan ini. Jika kamu ingin bertahan di sini, tunjukkan bahwa kamu layak atau saya akan kembalikan kamu pada pelelangan itu."

Kirana menundukkan kepala, mencoba menahan air matanya, ia menggeleng pelan dan tak mau kembali ketempat seperti itu. "Saya akan berusaha, Tuan," jawabnya, berusaha meneguhkan suaranya meskipun hatinya bergetar.

"Berusaha?" Ailard berkata dengan nada yang mengerikan. Ia tak terima dipermainkan seperti ini.

Ia mengangkat dagu Kirana dengan kasar, memaksa gadis itu untuk menatap matanya. Kirana merasakan intimidasi yang dalam, tetapi di balik rasa takut itu, ia bertekad untuk tidak menunjukkan kelemahan.

"Poloskan dirimu, now!"

Kirana dengan terpaksa membuka kedua bungkusan terakhirnya, yang saat itu mendapatkan amunisi membuncah dari Ailard, sungguhan Ailard tak bisa menahan dirinya lagi.

Ailard mengangkat pinggang Kirana dengan kasar, menariknya lebih dekat ke arah dirinya. Dia merasakan ketegangan dalam tubuh Kirana, yang tampak kaku dan ragu-ragu. Dalam sekejap, Ailard mencium bibir Kirana dengan tak sabaran.

Kirana merasakan ketidaknyamanan yang mendalam, seolah dia berada di luar kendali. Dia berusaha merespon, tetapi gerakannya terasa canggung, seperti seseorang yang belum pernah merasakan sentuhan bibir seperti ini sebelumnya.

Ailard, menyadari ketidakpastian dalam diri Kirana, terus membawanya mundur, hingga punggungnya menyentuh tembok dingin. Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak menikmati perasaan menguasai momen ini.

Cumbuan Ailard menuruni tengkuknya, menghisapnya disana begitu dalam hingga Kiran tak bisa menahan suara aneh yang spontan keluar dari mulutnya.

"Mendesahlah lebih keras lagi Kiran!"

Sensasi aneh ini memenuhi dirinya, entah harus ia gambarkan seperti apa, namun rasanya ia tak bisa menolak kala sapuan hangat lidah Ailard turun memainkan dadanya dengan tangannya. Tangan Kiran bergerak menyentuh rambut Ailard, meremasnya pelan sebagai tindakan spontan yang ia rasakan.

"Tidak terlalu besar, tapi saya menyukainya." Bisik Ailard yang kini menciumi dadanya begitu sangat agresif.

Tangan satunya menurun hingga sampailah di puncak kenikmatan tubuh sensitif Kiran, ia sentuh disana dan merasakan perempuan ini sudah terlalu basah. Tanpa harus melakukan pemanasan dibawah sana, Ailard membuka zipper celananya dan dengan santai ia mulai memasuki inti tubuh milik perempuan ini dengan miliknya.

"Damn! Mengapa sulit sekali? Kamu melakukan operasi pada milikmu huh? Sehingga bisa rapat lagi seperti ini?" Pertanyaan Ailard tak begitu direspon Kiran sebab ia tak kuasa menahan suara mendesahnya yang terdengar menjijikan.

Kirana memeluk tubuh Ailard, lebih tepatnya ia mencengkram punggung pria itu saat benda yang mengeras itu berusaha memasuki inti tubuhnya, ia tak bisa tidak mengeluarkan rintihan kala milik pria ini semakin di paksakan masuk. Tangannya semakin kuat mencengkram punggung Ailard dan sesaat setelah semuanya berhasil masuk kedalam miliknya sepenuhnya, ia mulai mencakar punggungnya lebih dalam.

"Sa-sakit..."

Ailard yang mulai merasa janggal melihat kebawah sana, dan tepat saat darah mengalir dari bawah betis perempuan ini, ia menatap wajah Kirana dengan wajah pucat.

"Shit! Kamu—kamu masih perawan?!"

2. Terpaksa Menjual Diri

...Happy reading!...

...Warning 18++...

...•••...

"Pakai kembali pakaianmu," ujar Ailard dengan nada lesu, terduduk di sofa sambil menatap lantai. Ia tak menyangka Kirana masih perawan, sesuatu yang sama sekali di luar dugaannya.

Kirana dengan cepat mengenakan kembali pakaiannya, matanya tertuju pada noda darah yang menetes di lantai. Hatinya kacau, namun ini adalah jalan yang ia pilih. Kini, statusnya sebagai seorang gadis telah berubah selamanya.

Ailard menghela napas panjang. Di antara semua perempuan yang pernah bersamanya, Kirana adalah kesalahan terbesar. Ia tak pernah ingin merusak seorang gadis yang masih murni, apalagi dengan cara seperti ini. Meski sebrutal apapun Ailard dalam urusan wanita, ia selalu menghindari yang masih tersegel. Namun, kali ini, semuanya sudah terlanjur terjadi.

"Mendekatlah, duduk di sini," katanya sambil menepuk sofa di sebelahnya. Kirana, meski ragu, mengangguk pelan dan duduk di sampingnya.

"Bagaimana kamu bisa berada di pelelangan itu, Kirana?" tanyanya, suaranya pelan.

Kirana terdiam sejenak, mencari kekuatan untuk menjawab pertanyaan itu. Dengan tarikan napas dalam, ia mulai bicara.

"Keluargaku punya hutang besar, Tuan. Tidak ada pilihan lain. Aku memutuskan melakukan ini demi membayar segala hutang keluargaku."

Ailard tertegun. Ia tak habis pikir kenapa seorang gadis muda seperti Kirana memilih jalan ini. Dengan begitu banyak pilihan pekerjaan, kenapa dia memilih terperangkap di dunia kelam seperti ini? Tapi, di satu sisi, ia memahami bahwa keadaan bisa membuat seseorang nekat. Mungkin Kirana merasa tak punya pilihan lain. Pikiran realistis yang kadang muncul di situasi yang putus asa.

"Saya tidak suka terlibat dengan perempuan yang membawa masalah seperti kamu, Kirana," ucap Ailard tegas. "Saya akan bayar kamu dua ratus juta. Itu sepadan dengan harga yang sudah saya bayar di pelelangan dan... keperawananmu." Setelah berkata demikian, Ailard berdiri dan berjalan menuju bar, meneguk minumannya kembali.

Kirana duduk terdiam, pikirannya berputar. Ia sangat butuh uang dalam jumlah besar untuk melunasi hutang keluarganya yang mencapai lima miliar. Menjual dirinya di pelelangan bukan solusi yang bisa diulang lagi. Ailard mungkin satu-satunya orang yang mampu membantunya keluar dari masalah ini, meskipun gagasan itu gila.

Dengan tekad yang tiba-tiba muncul, Kirana berdiri dan mendekati Ailard. Tanpa meminta izin, ia duduk di sampingnya, memutuskan bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk

bisa melunasi hutang keluarganya dalam jumlah yang besar.

"Berani sekali kamu duduk tanpa izin saya!" Ailard mendesis, suaranya penuh amarah dan otoritas. Matanya membara, menatap Kirana dengan tatapan yang tajam, seolah-olah tindakannya itu telah melanggar aturan tak tertulis yang tidak boleh dibantah.

Kirana merasakan jantungnya berdegup kencang, tetapi dia tidak bergerak dari tempatnya. Meskipun ada ketakutan yang mendesak di hatinya, dia tidak bisa mundur sekarang. Dengan napas tertahan, dia mencoba berbicara, meski tahu pria di depannya tidak mudah diajak kompromi.

"Tuan Ailard... saya tidak punya pilihan lain. Saya harus melunasi hutang keluarga saya, dan—" Kirana mencoba menjelaskan, namun kata-katanya segera terhenti saat Ailard menyeringai, tatapannya semakin tajam.

"Diam!" Ailard membentaknya, memotong pembelaan Kirana dengan nada dingin. "Saya tidak peduli alasanmu! Kamu pikir kamu bisa membuat kesepakatan dengan saya setelah apa yang terjadi?" Nada suaranya semakin rendah, berbahaya, dan tangannya mengepal di sisi tubuhnya. "Saya memegang kendali penuh di sini, bukan kamu!"

Kirana gemetar mendengar ancaman dalam suaranya. Namun, dia tahu, di balik segala otoritas dan ketegasan Ailard, ini adalah satu-satunya kesempatan baginya. Dia harus bersikap cerdas.

"Saya akan melakukan apapun, Tuan Ailard..." bisiknya pelan, suaranya hampir tak terdengar, penuh ketakutan tapi juga dengan tekad yang tidak bisa dipadamkan.

Ailard menatapnya lama, seolah mempertimbangkan tawarannya, namun egonya yang tersentil membuatnya semakin angkuh. "Kamu akan melakukan apa pun yang saya katakan. Dan jika kamu melanggar perintah sedikit saja, kamu akan menyesalinya, memang kamu siap untuk itu?"

Kirana mengangguk cepat, tahu bahwa dia tidak punya pilihan lain.

Ailard terkekeh pelan, "stupid girl! Saya pikir saya sebodoh itu ingin bermain dengan perempuan problematik seperti kamu? Mimpi saja!"

Bukannya Kiran sadar diri, ia malah mengambil sikap berdiri dan melepaskan pakaiannya kembali didepan mata Ailard yang tengah menontonnya begitu sangat dekat.

Ailard sendiri merasa tertantang dengan keberanian perempuan ini. "Jadi sekarang kamu benar-benar melacur ya?" Ailard menatap Kirana dengan tatapan penuh penguasaan, memeriksa setiap gerakannya. Sikap Kirana yang mendadak berani membuatnya terdiam sejenak, tetapi egonya yang besar tak mungkin membiarkan situasi ini berlalu begitu saja tanpa reaksi keras.

Kirana, meskipun hatinya berdebar keras, memilih untuk terus maju. Dia tidak menjawab pertanyaan Ailard, melainkan melangkah lebih dekat, tanpa ragu. Tubuhnya menggigil saat dia mencondongkan diri dan menekan bibirnya ke bibir pria itu, mencoba mencari cara untuk mempertahankan posisinya.

Ailard merespon dengan ciuman yang lebih intens, tangannya bergerak dengan otoritas, namun ada rasa penguasaan yang jauh lebih dalam di sana. Sementara Kirana mencoba menyesuaikan diri dengan permainan ini, Ailard menghentikan gerakan mereka secara tiba-tiba.

Dia memegang Kirana di tempatnya, tidak memberi ruang untuk bergerak, lalu berbisik dengan nada mengejek, “Kamu benar-benar putus asa sampai-sampai kamu berpikir ini akan mengubah segalanya? Kamu tidak akan bisa kembali lagi setelah ini dan kamu akan menjadi mainan saya diatas ranjang.”

Kirana merasakan kekejaman dalam kata-katanya, tapi ia tetap tak mundur. Dia tahu betapa rumitnya situasi ini, tetapi pilihan untuk mundur sudah hilang sejak awal. Semua ini demi keluarganya, bukan tentang kehormatan atau martabat pribadi lagi.

"Aku tahu," jawabnya pelan, suaranya nyaris berbisik. "Aku tidak punya pilihan lain. Jika ini harga yang harus aku bayar, maka aku akan menerimanya."

Ailard tertawa kecil, nadanya dingin. "Bagus. Kamu akan tetap di sini selama saya menginginkannya. Jangan harap ada belas kasihan dari saya. Mulai sekarang, kamu adalah milik saya—sampai dimana saya bosan nanti."

Kirana hanya bisa mengangguk, mempersiapkan dirinya untuk konsekuensi dari keputusan ini. Baginya, keluarganya, terlebih kepada sang ibu dan adiknya begitu penting daripada apa pun yang harus ia korbankan.

Diambilnya langkah lebih dulu, Kiran mencium kembali bibir Ailard, ia berusaha mengikuti nalurinya saja dan melakukannya yang ia bisa. Ailard sudah tak-takhan dengan Keamatiran perempuan ini, ia gendong tubuhnya dan membawanya keatas ranjang miliknya

Ailard melemparkan Kirana dengan lembut ke atas ranjang, matanya penuh nafsu. "Let's start the game," bisiknya dengan nada tegas, hampir seperti sebuah mantra gelap yang tak terelakkan.

Kirana hanya bisa pasrah. Hatinya berdebar kencang, bukan karena gairah, melainkan karena hidupnya akan berubah total setelah ini.

Disaat dambaan ciuman Ailard membrutal di tengkuknya, ia tatap langit-langit kamar pria ini, namun itu hanya sesaat karena ia tak bisa menahan rintihan dari mulutnya ketika sesuatu yang basah menyisir bagian atas gunung kembarnya yang menyembul dari balik kain hitam.

"Ha..."

"Sial! Perawan bisa semanis ini, rasamu berbeda Kiran. Fuck! Kamu benar-benar menghancurkan isi kepala saya."

Kiran berusaha untuk tidak larut dalam hasrat pria ini, namun tubuhnya mengkhianatinya, mengatakan sesuatu yang sama sekali berbeda.

"Ha-uhk! "

Ketika tubuhnya menegang, gemetar karena kejang yang tidak lazim yang tubuhnya berikan, tangan Ailard semakin nakal membuka kasar pengait bra miliknya hingga kedua benda bulat dengan ukuran sedang itu nampak jelas terlihat oleh kedua matanya, tanpa sehelai benangpun yang menutupi.

“Dan ini adalah bagian yang paling menyenangkan bagi saya!"

Disaat tubuh atasnya sudah polos, pria itu menyusup di kedua sikembar bergantian, begitu bernafsu seperti seorang bayi yang kehausan. Ia kul*m daging segar dihadapannya sampai-sampai membuat Kiran tak kuasa mendayu.

Ailard terus bergerak menyentuh apapun yang dapat membuat Kiran mendesah, kini sentuhannya begitu intens menari-nari di sekitar perutnya, makin bergerak turun dan ia syok bukan main saat jari tangannya masuk kedalam inti tubuh Kiran dibawah sana. Untuk pertama kalinya perasaan jijik namun mengingini hal lebih yang ia juga tak paham apa terasa sampai ulu hatinya.

Kiran bergerak seirama dengan jemarinya yang menusuk, menyebabkan pilarnya yang terjepit di antara tubuhnya dibelai kasar. Setiap kali, napas di pipinya dan daging lidah pria ini yang menyentuh sikembar terasa panas, seolah-olah tubuhnya sedang dimasak.

"Tuan, sungguh ini aneh sekali. Aku tak suka tapi—"

Mendengar bisikannya yang bercampur napas tersengal-sengal, dia mengerang.

"Jangan naif Kiran, tubuhmu tak menolak sentuhan saya, dan sekarang kamu harus memohon pada saya untuk melakukannya, saya tidak akan berhenti menyiksamu seperti ini jika kamu tidak memohon." Tidak ada yang lebih baik daripada melakukannya secara sukarela hanya agar Kiran menyerah pada ilusi naif nya sendiri.

“Uung… Kumohon…”

Suaranya yang terisak berbisik di telinga Ailard. "Say again?"

Kiran tak berdaya, ia ingin sesuatu memasuki inti tubuhnya dibawah sana. Rasanya sangat tidak enak dan ia ingin menangis.

"Tuan, aku mohon tolong... tolong ini sangat aneh aku mohon jangan begini—ugh...iya masuki milik Tuan..." Lirihnya, air mata menggenang di kedua sudut mata Kiran, wajahnya benar-benar memohon pada Ailard untuk memua*kan tubuhnya dibawah sana.

Akhirnya pria itu mendorong miliknya menorobos masuk kedalam dengan sedikit kesusahan, saat sudah berhasil dan tenggelam didalam ia menahannya dengan kuat di tempatnya, mencegahnya melarikan diri. Karena saat ini ia sangat ingin jatuh kedalam surga seorang gadis, dan Ailard begitu puas saat Kiran memohon padanya untuk melepaskan miliknya terbenam didalam inti tubuhnya yang masih begitu sempit.

"Ha-uhk! "

"Panggil saya dengan sebutan lain, saya tak suka kamu memanggil seperti itu." Ia terus memacu tubuhnya bergerak liar seperti orang kesetanan, sungguhan rasanya sangat begitu nikmat, berbeda dengan rasa yang ia selalu dapat dari perempuan yang biasa melakukan seperti ini.

Kiran tak langsung menjawab, sebab rasa yang diberikan Ailard begitu terasa memabukkan menggempur inti tubuhnya dibawah sana, ia sampai mengigit bibirnya saking rasa yang diberikan Ailard membuatnya lupa diri.

"Ah...anu Tuan, aku..."

Ailard tak suka dengan keleletan Kiran, ia dengan sangat sengaja melepaskan miliknya disaat eforia keduanya tengah bagus-bagusnya. Namun, egonya tak mau tersentil.

Begitu milik pria itu lepas, Kiran merasakan kekecewaan. Ia tak-takhu mengapa begini tapi miliknya ingin sekali dimasuki lagi. Kirana benar-benar mengkalim dirinya begitu menjijikan.

Ailard malah kembali menciumi tengkuknya, sikembar, dan mencumbui bibirnya sampai rasanya sudah membengkak. Tapi ia menginginkan rasa yang tadi, rasa yang penuh dibawah sana.

"Tu—Mas...apa boleh aku panggil kamu begini?"

Ailard mencengkeram pinggulnya erat-erat sambil tangannya terlepas sejenak dan memberinya peringatan sebelum dia melangkah maju.

"Good! Say again!"

"Mas...Mas sungguhan ini, aku tidak mengerti rasa kosong yang terus berkedut dibawah sana,"

Mendengar suara mendayu itu membuat Ailard tersenyum menyeringai, ia sangat begitu menikmati ekspresi menderita diwajah Kiran.

"Mas...aku mohon!"

Dia meremas dagu Kiran dengan tangan lainnya yang membelai sikembar, menatap matanya begitu intens.

"Apa yang kamu mau heum?" Ia ingin bermain-main dengan perempuan yang sudah tak gadis lagi ini. Suka sekali melihat wajah tersiksanya.

Kiran menggeleng tidak tahu, tentu saja mendapatkan lirikan tajam dari Ailard. "Apa seperti ini?"

JLEB.

Ailard memasukinya dengan kasar namun saat tubuhnya bergerak liar, Kiran tak merasa dikasari justru ia menikmati sesuatu yang ia benci dan ia menjadi perempuan menjijikan saat menikmati nya.

Mereka melakukannya berulang kali, klimaks berulang kali dan berhenti ketika mendekati fajar. Bukan karena keduanya mengingini, melainkan Ailard yang lebih mendominasi gairah semalaman tadi hingga dirinya tak pernah puas untuk terus mengeksplorasi setiap bagian tubuh mantan gadis ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!