...Haii, Aku seneng bisa aktif disini lagii...
...Kisah ini penyempurna dari kisah Ustadz Alfi yang ada di akun sebelah (Tulisan Pena Diah)...
...Panggil Dybi saja yaa...
...Selamat membaca...
...----------------...
Tok tok tok
“Selamat pagi, dari jasa pengiriman”
Suara ketukan pintu berbunyi cukup memecah keheningan yang terjadi di rumah seseorang.
“Iyaa, selamat pagi. Tunggu sebentar”balas pemilik rumah dari dalam.
Ceklek
Tidak lama kemudian, keluarlah pemilik rumah membuat seseorang yang ternyata kurir dari jasa pengiriman tersenyum sebab tidak butuh menunggu lama untuk menanti seseorang tersebut.
“Benar dengan Dila Cahyani Asmawati?”tanya kurir tersebut disertai senyum formal menatap seorang gadis berkerudung hitam instan. Sekilas ia juga melihat amplop di tangannya agar lebih akurat.
“Benar dengan saya sendiri”balas Dila juga tersenyum menanggapi pertanyaan yang memastikan identitas dirinya cocok dengan alamat rumah atau tidak.
Kenalin, dia ialah Dila Cahyani Asmawati dan bisa memanggilnya dengan Ila atau Dila. Memiliki ciri fisik seperti bentuk wajah yang tidak terlalu tembem, pupil berwarna hitam bening, alis mata yang tegas, bibir tipis merah alami, bulu mata yang lentik, hidung bangir dan berkulit kuning langsat. Selain itu, Ia memiliki tinggi 160 cm, berat 48 kg dan ukuran berbagai sepatu miliknya 39 cm.
“Baik, mohon ditandatangani dokumen ini”instruksi kurir yang tentu saja Dila ikuti dengan baik.
Setelah sudah membubuhi tanda tangan di sebuah dokumen, akhirnya Dila berhasil mendapatkan amplop yang ditujukkan untuk dirinya. Menutup pintu dan tidak lupa menguncinya juga untuk keamanannya sendiri.
Dila hanya tinggal dengan adiknya yang bernama Dahayu Arunika Enes dan panggil saja Dayu. Bocah itu sedang bersekolah hari ini, tepatnya menempuh pendidikan menengah akhir dan baru kelas 12 di SMAN 31 Jakarta. Sekolah yang menjadikannya sebagai alumni beberapa bulan lalu.
Kembali lagi dengan Dila yang menatap amplop cokelat yang tadi baru saja diterimanya. Dirinya terduduk di sofa dan bersiap untuk membukanya. Gadis kelahiran Purwantoro tanggal 16 Maret tahun 2000 ini, bisa bisanya sempat berpikir tentang isi amplop yang ada digenggamannya, bukankah ia bisa langsung saja membuka tanpa perlu banyak pikiranan?
Sreekk
Degg
Isi dari amplop tersebut adalah keterangan bahwa dirinya diterima di Universitas impiannya dengan mendapat beasiswa 100%. Tidak tanggung-tanggung, 2 prodi yang diambilnya pada Fakultas Ilmu Sosial di Universitas Negeri Yogyakarta dibebaskan biayanya selama menjalani pendidikan.
“Alhamdulillah”ucap syukur Dila yang bahkan tangannya terasa gemetar akibatnya.
Rasanya tidak ada yang bisa diungkapkan oleh kata kata selain rasa syukur kepada Penciptanya. Dirinya bahagia sekaligus haru karena akhirnya bisa menempuh pendidikan di perguruan tinggi impiannya. Dila mengambil Ilmu Komunikasi dan Sejarah sekaligus dengan harapan dapat menggaet sarjana dari keduanya. Maka impiannya menjadi seorang guru sejarah hanya tinggal beberapa langkah lagi.
Pukul 13.00
“Assalamualaikum Mbak, aku pulang”salam Dayu dari luar rumah.
“Wa'alaikumussalam”balas Dila membuka pintu.
Adiknya mencium tangan kanannya lalu menganggukkan kepalanya dan segera melepaskan sepatu sekolahnya. Setelah Dayu masuk kedalam, Dila menutup kembali pintunya. Tidak butuh waktu lama, Dayu akhirnya selesai dengan kegiatannya dan bergabung duduk di sofa lalu menghidupkan televisi. Menonton film kartun kesukaannya yakni Upin Ipin. Raga boleh sudah remaja dewasa tetapi kesukaan tetap sama.
“Dek, Mbak mau bicara sesuatu”interupsi Dila membuat Dayu menoleh ke arah mbanya.
“Bicaralah Mbak”balas Dayu sesekali menyimak tontonannya.
“Jadi, begini Dek. Mbak tadi menerima amplop dari jasa pengiriman dan isinya adalah pemberitahuan seputar beasiswa yang waktu itu Mba ikuti tesnya.”jelas Dila
“Ah, aku ingat Mba. Lalu, bagaimana hasilnya?”tanya Dayu menyimak.
“Hasilnya bagus Dek. Mbak dapat beasiswa itu dan apakah tidak apa apa jika kamu harus pindah sekolah?”ragu Dila.
Dayu termenung dengan ucapan tersebut. Dirinya senang saat mendengarnya tapi juga sedih. Ia berarti akan benar benar dipulangkan dan berpisah dengan mbanya yang mungkin sekitar 4 sampai 5 tahun kedepan.
“Wah, Alhamdulillah dong Mbak. Tidak apa apa aku harus pindah sekolah. Lagipula belum begitu jauh mengejar semester 1 di kelas 12”senyum Dayu. Ia tidak boleh egois dan harus mendukung keputusan yang akan diambil oleh kakak perempuannya.
“Sungguhan?”tanya Dila memastikan.
“Iyaa, selamat sekali lagi yaa Mbak. Aku ikut senang”jawab Dayu dengan memegang kedua tangan mbaknya penuh yakin. Ia harus ikut bersyukur dengan impian mbak nya yang sedikit lagi akan tercapai.
“Terimakasih Dek”senang Dila.
Mereka berdua akhirnya tersenyum bersama dengan menonton televisi. Tidak lupa berbincang santai seputar kegiatan sekolah Dayu hari ini dan hal random lainnya.
“Oiya besok gak usah nunggu Mbak pulang karena Mbak mau pergi sebentar"ucap Dila menatap adiknya serius.
"Memangnya Mbak mau kemana?"tanya Dayu penasaran.
"Mau tau aja sih Dek, Rahasia"singkat Dila. Dayu pun cemberut dan langsung menggoda sang kakak.
"Dih gitu. Apa jangan jangan mau ketemu pacar Mbak yaa"ledek Dayu.
"Eh_ mana ada begitu. Mbak tidak punya pacar Dayu. Besok hanya ingin ke tempat timnya Ustadz Alfi saja"kilah Dila yang membuat Dayu semakin gencar menggodanya.
"Ciee ketempat calmi yaa Mbak"goda Dayu dengan tertawa puas khasnya melihat Dila menghela napasnya pasrah. Calon suami darimana, Ustadznya saja bahkan tidak mengenalnya sama sekali. Terkadang Dayu diluar perkiraannya.
“Sudah puas ketawanya? Dia hanya seseorang yang aku kagumi Dek. Tidak lebih sebagai seorang guru yang mengajarkan banyak ilmu"sambung Dila cemberut menatap Upin Ipin di layar televisinya lalu membuka novelnya kembali.
“Ekhem_ Aku hanya bercanda saja. Tapi kalau lebih dari kagum juga gak apa apa sih wajar saja, Mbak kan sudah dewasa”jawab Dayu yang bergumam di akhir ucapannya. Beruntung kakaknya kembali serius membaca novel. Hanya Ustadz Alfi satu satunya laki laki yang membuat kakaknya kagum. Wahh Hebat sekali laki laki itu.
▪️▪️▪️▪️▪️
“Assalamualaikum Kak Al”
Panggil seorang perempuan yang menanti kakak laki lakinya. Dirinya mendapat amanah memanggil kakaknya yang tengah berada didalam kamar sesuai titah kedua orangtuanya. Kenalin, dia ialah Aisyah Zahrani Al Fahri yang biasa dipanggil Ais atau Aisyah. Ia sudah cukup lama menunggu dibukakan pintu oleh kakak laki lakinya sampai jera karena tidak dibuka buka.
“Kak Al!”panggil Aisyah yang sudah tidak sabaran menunggu.
“Iya..Waalaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh”balas si pemilik kamar.
Ceklek
“Kenapa?”singkat laki laki tersebut yang menggunakan baju koko warna abu abu muda dan celana panjang bahan warna Hitam dengan wajah yang menatap adiknya penuh tanya.
“Kak Alfi lama banget sih, Ais sudah menunggu lama hingga kesal. Abi sama Umi mau berbicara, ayo segera ke bawah”oceh Aisyah tidak habis pikir dengan lamanya sang kakak membukakan pintu.
“Iya, Ais. Sebentar lagi kakak kebawah”balas Ustadz Alfi yang disetujui oleh Aisyah. Dirinya tengah bersih bersih kamar jadilah lama membukakan pintu.
Namanya Alfi Yusuf Al Fahri yang biasa disapa Ustadz Alfi, Al atau Alfi. Ustadz Alfi adalah salah satu sosok terkenal di media sosial yang menjadi pendakwah sekaligus pengusaha di usia mudanya. Laki laki kelahiran Bandung tanggal 1 Oktober tahun 1996 ini memiliki paras yang terbilang sempurna. Hidung mancung, kulit putih bersih, rahang tegas, dan pupil berwarna cokelat hazelnut. Selain itu, Ustadz Alfi memiliki tinggi 170 cm, berat badan 56 kg dan ukuran sepatunya 41 cm. Menjadi pemuda inspiratif membuat dirinya tersorot kamera terus menerus bahkan tempat tinggalnya pun ada yang sudah mengetahuinya. Tidak ada yang dapat disembunyikan olehnya dari media hingga terkadang membuatnya sedikit agak riskan dengan segala hal.
Kembali lagi dengan Ustadz Alfi, dirinya melangkahkan kakinya menuju lantai bawah. Saat menuruni tangga, dirinya melihat kedua orang tuanya telah duduk di sofa menyambut dirinya dengan senyuman membuatnya pun bergegas menghampiri.
“Alfi, Abi ingin mengatakan satu hal penting buat besok”ucap Abinya yang bernama Abdurrahman Ishaq Al Fahri. Disebelahnya terdapat sang Umi yang bernama Marshita Sashmita Al Fahri.
“Apa itu Abi?”tanya Ustadz Alfi tersenyum saat dirinya di hidangkan teh oleh Aisyah, adiknya.
“Ini tehnya…”ucap Ustadz Alfi menatap Aisyah ingin memastikan sesuatu tetapi terhenti akibat adiknya meneruskan kalimatnya.
“Tehnya tanpa gula kan, Ais sudah khatam dengan itu”senyum bangga Aisyah.
“Syukron Ais”senyum Ustadz Alfi yang mengelus kepala adiknya pelan. Lalu mencicipi teh buatan adiknya dan rasanya pun pas di indra pengecapnya. Umi Shita dan Abi Ishaq pun tersenyum dengan interaksi keduanya. Bersyukur sedikit walau kakak adik itu berdebat karena hal kecil, namun dibaliknya mereka saling menyayangi satu sama lain.
“Besok Abi ingin pergi bersama Umay karena ada keperluan. Kamu dirumah atau ke tempat timmu Al?”suara Abi Ishaq kembali terdengar.
“Alfi ada hal yang mau dibahas bersama dengan tim dakwah jadi besok berangkat pagi dan pulang ketika sore hari Abi”balas Ustadz Alfi dipahami oleh Abinya.
“Baiklah, Abi mohon jaga Aisyah sama Umi karena mungkin lusa Abi baru pulang”ucap Abi Ishaq memakan cemilan di dekat kopinya.
“Memangnya ada keperluan apa Abi?”bingung Aisyah yang mewakili kakak laki lakinya. Mereka berdua sama sama menatap Abi Ishaq dengan tatapan penuh tanya. Bedanya Aisyah lebih ekspresif sedangkan Ustadz Alfi kalem.
“Entahlah, Kakek kalian memanggil Abi untuk ke Bandung untuk membahas sesuatu yang entah apa itu”jawab Abi Ishaq sebenar-benarnya. Tidak ada satupun kebohongan di wajah laki laki paruh baya ini.
Aisyah dan Ustadz Alfi mengangguk memahami. Kakek mereka, Ilham Rasyid Al Fahri adalah pemilik Pondok Pesantren Darul Hikmah Al Fahri. Beliau memiliki pengawal yang bisa dikatakan tangan kanannya yaitu Muhammad Umay Khairulanam dan mempercayakannya sebagai pelindung keluarganya sekaligus mendampingi Ustadz Alfi dalam berdakwah.
“Insyaallah, Alfi akan menjaga Umi dan Ais dengan baik. Lebih baik pula, Umi sama Ais ada ditempat tim dakwah agar Alfi dapat mudah menjaganya”sahut Ustadz Alfi menyanggupinya.
“Oiya Al, kamu gak kepikiran buat mencari pendamping? Umi pengen punya anak perempuan lagi”senyum Umi Shita. Tiba tiba ia menginginkan seorang anak perempuan yang dapat mendampingi putranya dalam berdakwah.
“Alfi belum ingin memiliki pendamping Umi. Kenapa tidak Umi dan Abi berikan adik perempuan satu lagi untukku dengan Ais?”sahut Ustadz Alfi sekilas mengernyitkan keningnya. Sedangkan Aisyah tidak peduli dengan semua hal yang sedang dibicarakan oleh orang dewasa dan hanya fokus memakan cemilannya.
“Sembarangan berbicaramu Gus Alfi. Umur kami sudah cocok loh memiliki menantu darimu”ungkap Abi Ishaq yang disetujui oleh Umi Shita.
“Lihatlah umurmu sudah 21 tahun, masa perbedaan dengan adikmu sejauh itu sih Al. Kamu mau dipanggil paman bukannya kakak heum”timpal Umi Shita.
“Nanti saja dipikirkan masalah itu Umi, Abi. Alfi belum menginginkannya dan biarlah Allah saja yang mengatur segalanya”timpal Ustadz Alfi dengan wajah yang terlihat tertekan oleh pertanyaan tentang pendamping hati.
Membuat Umi Shita dan Abi Ishaq terkekeh kecil. Putra mereka selalu saja bisa menghindari permintaan tersebut. Dulu Abi Ishaq menikah diusia 19 tahun dengan Umi Shita yang masih 18 tahun. Akan tetapi zaman semakin berjalan dan berbeda dengan saat ketika mereka muda. Mereka tidak akan memaksa, namun jika memang pemuda ini mau menikah tentu saja mereka akan membantu mencarikan pendamping hati yang tepat.
Bersambung…
Keesokan harinya....
Dila sudah bersiap untuk meluncur dengan motor matic kesayangannya. Ia tampak terlihat rapi memakai baju warna biru muda, hijab navy dan celana panjang hitam. Juga membawa tas selempang yang berisi buku catatan kecil, pulpen pribadinya (kuda poni), hp dan dompet. Ia juga tak lupa membawa mukena dan menaruhnya di jok motor. Selalu sedia, agar bisa sholat terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanannya.
Perjalanan membutuhkan 2 jam kalau melewati jalan pintas karena lebih mempersingkat waktu dan kalau melewati jalan biasa bisa bisa terjebak macet. Tak terasa Dila sekarang sudah berada di depan gardu sesuai yang ditunjukkan oleh google maps.
Jalan raya setelah gardu terlihat sangat sepi dan jarang warga melintas. Dirinya juga akan kesusahan menanyakan dimanakah letak pastinya. Namun tekadnya untuk bertemu dengan Ustadz Alfi lebih besar daripada keraguan dirinya melewati jalan raya di depannya.
Baiklah, ia harus mengandalkan google maps sebagai penunjuk arah. Daerah ini perbatasan Jakarta dengan Tangerang tapi tidak ada orang yang melintasi jalan raya menjadi perdebatan di dalam pikirannya. Apakah dirinya salah melewati jalan dan bukan berada di perbatasan lagi namun sudah benar benar Tangerang?
Dila menjalankan motornya sesuai petunjuk aplikasi di ponselnya ini. Melewati banyak jalan setelah gardu, tiba tiba paket datanya habis dan membuatnya berhenti setelah 2 menit menyusuri jalan raya. Ia menepikan motornya di dekat persimpangan jalan yang terdapat rumah tapi tidak ada yang berniat keluar untuk menolongnya.
“Ish, internetku pakai habis pula. Bagaimana aku menemukan tempatnya? Bahkan aku lupa menghafal jalan yang dilewati tadi. Hahhh”keluh Dila memijat keningnya dan mengakhiri keluhannya dengan helaan napas.
Dila melihat sekitar dimana dirinya berada demi mengingat-ingat jalan apa yang dilaluinya tadi. Namun indra pendengarannya mendengar kasak kusuk suara beberapa orang membuat senyum terbit wajahnya. Mungkin seseorang itu bisa membantunya setidaknya untuk keluar dari ketersesatannya saat ini.
Menjalankan motornya kembali dan menyimpan ponselnya di dalam tas. Suara yang terdengar semakin jelas di telinganya tapi kenapa nada suaranya seperti meminta tolong. Mematikan motornya sebentar demi mendengarnya lebih jelas lagi.
“Tolong.. siapapun”pekik seseorang yang Dila duga seorang ibu berumur 40 tahun.
Bagaimana Dila mengetahuinya? Pendengarannya sangatlah tajam karena sudah dilatih menjadi srikandi silat. Yaa, memang diakui kemampuannya mumpuni sebab didikannya pun tidak main-main. Mungkin jika ia memasuki akademi polisi langsung bisa menjadi kandidat terkuat.
Setelah mencari suara meminta tolong, netranya melihat seorang ibu paruh baya sedang dihadang tiga orang. Tiga orang yang menghadang bertubuh lumayan besar, wajahnya tidak ramah dan salah satu dari mereka membawa senjata. Ia tidak membiarkan ini hingga langsung mematikan motornya dan memasukkan tas di jok motornya.
Selesai dengan barangnya yang disimpan di jok, kunci motornya di dalam kantung celananya. Dila melihat ibu paruh baya memakai gamis cokelat muda tersebut terjatuh duduk karena didorong oleh salah satu orang pelaku kejahatan. Bahkan gamisnya kotor dengan tanah pinggir jalan raya.
"Hei, apa yang anda semua lakukan kepada ibu itu!?”ucap Dila sedikit meninggikan suaranya sebab tidak terima jika ada laki laki berbuat tidak sopan seperti itu pada perempuan apalagi orang tua. Dengan segera dirinya menolong wanita paruh baya itu untuk bangkit dari jatuhnya.
"Mari Bu"ucap Dila yang kembali lembut menatap wanita paruh baya tersebut. Setelah membuat tubuh terjatuh itu bangkit, akhirnya Dila kembali menatap tiga orang pelaku kejahatan di depannya dengan menutupi tubuh ibu tersebut dibelakangnya.
"Apa apaan anda semua membuat seorang ibu terjatuh seperti ini dan merebut tasnya. Anda semua tidak punya sopan santun sepeserpun dengan orang tua"tegas Dila. Dirinya marah dengan tindak perilaku kejahatan yang marak terjadi ini.
"Gadis itu tadi melembutkan pandangan dan suaranya kepadaku juga lembut tapi kembali tegas kepada mereka"pikir ibu yang berada dibalik punggung sosok gadis penolongnya sembari menilai.
"Hey cantik, galak sekali kamu"ucap salah satu dari mereka yang bertubuh sedikit tinggi.
"Kembalikan tasnya"sekali lagi Dila menegaskan kembali maksudnya.
“Memang apa urusanmu merecoki kami. mau ku hajar kau!?"ucap pelaku 2 dengan semua rekannya tampak bersiap siap melawan gadis di depannya.
"Karena dibicarakan baik baik saja tidak menggubris. Ayo silahkan anda semua maju satu persatu, kita selesaikan ini dengan cara keras"ucap Dila yang langsung memasang kaki kuda kudanya dan bersiap menyerang.
Dari sikap awal sebelum melawan, semua orang jika melihatnya pasti sudah paham bahwa Dila punya kemampuan dalam bela diri. Seperti perkataan Dila, ketiga orang tersebut benar benar maju secara satu persatu. Pelaku 1 tanpa senjata dan memiliki kemampuan dasar dalam menyerang.
Semua gerakannya terbaca oleh Dila. Apalagi karakteristik dalam menyerang terlihat tidak santai dan tidak beraturan. Tangan dikepal si pelaku 1 menyasar ke arah wajah Dila namun tentu saja ditahan dengan satu tangannya.
Hap…
Kretek
“Arghh”pekik pelaku 1 yang tangannya dipelintir tanpa pemberitahuan. Dila terlihat tersenyum penuh rasa puas langsung saja menendang bahu yang tidak ada pertahanan diri sama sekali dengan kencang menggunakan tendangan sabit
Brak..
Pelaku 1 sudah terduduk mengadu kesakitan karena satu tangannya nampak bengkok sedikit. Kemudian majulah pelaku 2 yang terlihat cukup dalam teknik bela dirinya. Ia memakai kakinya untuk menendang kaki Dila. Namun dengan cepat Dila menghindar sembari mengamati gerakan selanjutnya dari lawan.
Pukulan lurus dilayangkan oleh Dila namun tangannya ditarik hingga posisinya seperti dipeluk dari belakang dengan tangan ditekan di dagu. Ia mencoba melepaskan diri tapi kuncian tersebut lumayan susah juga untuk membebaskan diri.
“Kamu lumayan juga, wangi parfummu tercium rasa cokelat”senyum senang pelaku 2 dapat memeluk gadis manis namun galak seperti Dila.
“Ck, kau meminta saya melakukan hal itu. Baik bersiaplah”decak Dila kesal. Rasanya jijik sekali tubuhnya hampir berdekatan dengan tubuh pelaku 2. Ia mengumpulkan tenaganya di siku tangannya yang ternyata tidak terkunci dan tidak disadari oleh pelaku 2.
Duag
“Ugh, sial”umpat pelaku 2 yang merasakan sakit di dagunya karena terkena siku Dila bahkan membuat hidungnya berdarah.
Kuncian ditangan Dila tidak terbuka namun terasa mudah dilepaskan. Dengan segera Dila menekan dagunya di tangan yang dikunci dan tangan yang lain berusaha memegang bahu lawannya. Ia berniat membanting lawannya, sebelum itu memperkirakan beban yang akan diangkatnya seperti apa.
"Apakah aku bisa membantingnya?"pikir Dila sedikit tidak yakin berhasil namun apa salahnya mencoba bukan?
“Bismillah”gumam Dila yang bersiap membanting lawannya saat dirasa tubuh di belakang terasa sedikit lengah karena merasakan sakit di hidungnya. Ia pun mengangkat beban di belakang dengan susah payah lalu membanting tubuh yang mungkin lebih berat dari tubuhnya ke tanah dengan cepat.
Gedubrak
Berhasil dibanting. Ibu paruh baya yang melihat pun sedikit terkejut. Bagaimana bisa gadis yang tidak sebanding berat badannya dengan lawannya mampu menggunakan teknik bantingan. Wajah pelaku 2 terlihat pasrah saat dirinya terbanting. Ia menyesal lengah karena sedikit menghirup wangi cokelat di baju gadis galak yang terlihat masih kesal dengannya. Merasa kecolongan akibat dirinya bisa memeluk tubuh gadis tersebut.
Sedangkan Dila merasakan tengkuknya sedikit nyeri karena menahan beban berbanding jauh dari tubuhnya. Ia meraba tengkuknya yang sudah cedera berkali kali sebelum ini terasa kian berdenyut. Sepertinya perkelahian ini harus dihentikan secepatnya, tanpa sadar pelaku 3 bersiap menyerangnya dari belakang. Ia malah menatap ibu paruh baya yang ditolongnya apakah baik baik saja.
Senyuman licik terbit di wajah pelaku yang memegang pisau di tangannya. Dirinya berniat menikam dari belakang gadis yang berani ikut campur dengan urusannya bersama rekannya. Walau Dila tidak sadar, ibu paruh baya bergamis cokelat muda menyadarinya.
"Awas nak!"pekik ibu itu dengan panik. Jantungnya hampir saja mencelos ke tanah sebab gerakan pelaku 3 begitu cepat menyerang gadis yang menyelamatkannya ini padahal belum siap untuk melanjutkan aksinya tetapi lihat betapa tidak jantannya laki laki tersebut.
Ibu itu sangat mengkhawatirkan Dila. Takut terjadi apa apa kepada seorang gadis yang baru ditemukan olehnya. Rasanya sangat sayang sekali jika gadis semanis ini terluka. Boleh lah jadiin kandidat mantu suatu saat nanti untuk putranya.
Kembali ke perkelahian antara Dila dan pelaku 3 bersenjata tajam. Netra gadis itu menangkap sebilah bambu usang dan berniat ingin menggunakannya namun sayang akibat lengah sedikit, senjata tajam milik pelaku 3 berhasil menggores tangannya walau dirinya sempat menghindar.
Srett
"Shh, ya Allah"ringis Dila yang merasa kebas ditangan kanannya. Tapi dirinya langsung berlari menghindari sekaligus mengambil bambu yang menjadi senjatanya. Pelaku 3 mengikutinya begitu gigih bahkan lari Dila tersendat sendat karena serangan bertubi tubi kebagian tubuhnya.
Sebilah bambu berhasil didapatkannya dekat pohon, Dila menggunakannya sebagai pertahanan ketika senjata tajam tersebut tepat berada di depan wajahnya. Siapa saja yang melihat pasti panik begitu pula dengan ibu paruh baya yang jantungnya berdetak tidak karuan dengan apa yang dilihatnya.
"Ya Allah tolonglah kami"batin ibu tersebut dengan menutup matanya tidak kuat melihat aksi pelaku 3 tersebut berusaha menikam gadis penolongnya. Benar benar kejam dan tidak pandang bulu.
Tak Tak Tak
Bunyi bambu beradu dengan pisau terdengar memecah keheningan. Tangan kanan Dila yang kebas sudah tidak terasa lagi membuatnya hampir terdesak dan terancam luka kembali. Hingga datanglah 10 orang bapak bapak yang siap membantu Dila menanganinya. Tanpa mereka sadari sejak tadi, ada seorang warga melihat aksi pertarungannya lalu meminta pertolongan warga lainnya. Pelaku 3 sepertinya lengah dan inilah kesempatan Dila menyerang.
Blak
Kepala pelaku 3 terkena bambu begitu keras sampai mengalirlah darah di keningnya. Dila terpaksa melakukannya untuk mengakhiri pertarungan ini dan melempar pisau tersebut ke tanah. Setelah dilumpuhkan semuanya, barulah 10 orang bapak bapak tanpa senjata mengamankan ketiga orang yang diduga biang keladi perampokan di wilayah mereka sejak lama ini.
Terlihat pelaku terakhir tersebut terluka cukup parah dengan memar memar di tubuhnya. Bagaimana tidak? Dila sekuat tenaga melumpuhkan mereka dengan tangan kanannya yang kebas tidak tertolong. Beruntung begal yang dipukul bambu di kepala tidak langsung meninggal dunia ditempat, sebab Dila terpaksa memusatkan tenaga pada bambunya dan terjadilah seperti itu.
Akhirnya, masalah hari ini terselesaikan dengan baik dengan polisi yang berdatangan ke lokasi. Dila pun mendapat ucapan terimakasih dan diberi sejumlah uang untuk mengganti rugi akan tangannya yang terluka. Semuanya bersyukur karena dalam peristiwa ini, tidak ada korban jiwa. Yaa walaupun, ketiga pelaku tersebut terluka.
Dila mengerutkan keningnya akibat rasa sakit di tangannya sudah menghampiri. Bagian yang tergores bahkan tidak terhitung berapa mili darah yang keluar. Lebih dari itu, tidak menutup kemungkinan hatinya gembira sebab berhasil menolong sesama. Dikepala saat ini sudah teringat bahwa kunci motornya telah dipinjam saksi kunci warga yang melihat kronologinya karena masih harus mengurus segalanya di kantor polisi.
Kini hanya tersisa Dila dengan ibu paruh baya yang menjadi korban akibat ketiga pelaku. Langkah Dila mengembalikan bambu di tempatnya dan mengambil tas milik seseorang yang ditolongnya.
"Apakah ibu baik baik saja? Oiya ini tasnya bu, coba diperiksa dulu"ucap Dila yang menghampiri wanita paruh baya tersebut. Terlihat sangat syok dengan kejadian tadi namun tak lama terdengar suara lembut dari beliau.
"Terima kasih ya nak. Dan, siapa nama mu?"ucap ibu tersebut yang sudah menerima tasnya dan telah menetralkan ekspresi syoknya.
"Nama saya Dila Cahyani Asmawati. Panggil Dila/Ila juga boleh Bu"balas Dila yang tersenyum manis dikala tangannya sedang cenat cenut gak tertolong.
"Oh Dila... tapi tanganmu terluka dan wajahmu menjadi pucat"khawatir ibu tersebut yang menangkup wajah Dila. Sejenak Dila tertegun dengan tindakan dirinya.
"Gak apa apa bu, Insyaallah saya baik baik saja. Em..siapa nama ibu dan maaf ibu ini mau kemana kok jalan di daerah sepi begini?"ucap Dila sekilas menatap jalanan di tempatnya berdiri. Ia berpikir jika semisal dirinya tidak ada, entah apa yang terjadi. Dilihat dari medan jalan yang sangat sepi karena memang masih banyak pepohonan besar di sekelilingnya.
"Saya Marshita Sashmita. Saya ingin ke tempatnya Ustadz Alfi"ucap Umi Shita tersenyum. Ia tidak ingin identitasnya terbuka saat ini juga. Tidak ada tujuan apapun, tapi entah mengapa dirinya ingin. Dirinya adalah ibu dari seorang pendakwah muda terkenal yang digadang gadang para gadis mengantri untuk menjadi menantunya.
"Wah, saya juga mau kesana tapi tidak tahu pasti tempatnya karena sejak tadi selalu mengelilingi jalan ini juga sebab internet saya habis. Saya fansnya Ustadz Alfi dan ingin menemui beliau. Mari saya antar sepertinya kaki ibu terkilir dan ibu bisa tunjukkan jalannya"ucap Dila dengan senyum manisnya dan semangat.
"Loh? Memangnya kamu tahu tempatnya dimana bukankah tadi kamu tersesat?"bingung Umi Shita yang seperti masih mencerna ucapan Dila.
"Saya tidak tahu tapi kan ibu pasti tahu tempatnya hehe"kikuk Dila yang membuat Umi Shita tertawa kecil.
"Mm....baiklah ibu akan tunjukan jalannya."sahut Umi Shita yang diangguki oleh Dila. Mereka akhirnya berjalan menuju tempat tujuan.
"Ternyata Dila ini fansnya si Alfi. Udah berhijab, lucu, baik hati, lembut namun tegas trus jago beladiri lagi"batin Umi Shita.
▪️▪️▪️▪️▪️
Saat sampai di tempat timnya Ustadz Alfi, Dila mendudukkan Umi Shita di kursi yang berada di teras bangunan minimalis dan cukup luas disertai pagar hitam di depannya. Setelah didudukkan dengan baik, Dila mulai memijat kaki Umi Shita berusaha menyembuhkan cederanya.
"Adduh nak, saya jadi tidak enak hati"cegah Umi Shita yang terlihat sungkan dengan Dila memijat kakinya. Namun sesaat kemudian terlihat seorang gadis cantik menghampiri mereka memakai gamis berwarna biru muda. Terlihat sangat khawatir dengan wanita yang kakinya dipijat oleh Dila
"Umi, apa yang terjadi? Kenapa dengan Umi?"khawatir gadis itu diduga adalah anak perempuan Umi Shita.
"Gak apa apa Ais. Kaki Umi hanya terkilir aja"jawab Umi Shita meringis ngilu saat Dila mulai mencari titik dimana tempat terkilirnya.
Untuk Dila yang sudah berkali kali mengikuti kejuaraan silat tentu tahu bagaimana caranya menyembuhkan cedera pada anggota tubuh. Selagi dia bisa menyembuhkannya, tentu ia lakukan dengan sebaik mungkin.
Saat Dila berfokus dengan kaki yang terkilir, Umi Shita bercerita dengan panjang kali lebar mengenai apa yang terjadi dengannya. Sesekali Dila menanggapinya dengan tersenyum saat Umi Shita memuji dirinya tadi.
"Udah Bu. Coba digerakkan kakinya"senang Dila yang berhasil dengan usahanya. Umi Shita yang tadi sempat memejamkan matanya akibat sakit mulai menapakkan kakinya di lantai lalu tersenyum senang.
"Alhamdulillah, terimakasih banyak ya kak udah nolongin Umi"seru Aisyah lega.
"Iya sama sama"balas Dila agak canggung dengan orang baru.
“Dila, panggil Umi saja. Dan terimakasih telah menyelamatkan saya, entah jika kamu tidak ada bagaimana nasib saya saat ini”tulus Umi Shita membuat Dila tersenyum canggung lagi.
“Ah iya sama sama U_Umi”canggung Dila.
"Oiya kak, perkenalkan aku Aisyah dan kakak siapa?"ucap Aisyah yang mencoba pendekatan dengan Dila.
"Dila"balas Dila seraya menampilkan senyuman manisnya sebab lawan bicaranya menghormatinya dengan baik.
Sedangkan Aisyah, ia tersenyum dan sedikit kagum dengan Dila yang saat ini mulai terbuka untuknya. Dila adalah sosok kakak perempuan yang di idamkannya. Jadi wajar saja Aisyah sangat ingin pendekatan dengan orang yang menyelamatkan uminya. Tapi tatapan Aisyah terpaku di tangan kanan milik Dila berdarah cukup parah.
"Kak tanganmu terluka, biar ku obati yaa tunggu sebentar"seru Aisyah yang berlari mengambil sesuatu.
Saat Aisyah sampai, Dila segera diobati olehnya dengan telaten sampai tangan yang terluka sudah di perban. Sedikit Aisyah berbincang dengan Dila dan membuat Umi Shita tersenyum. Nyatanya Aisyah memang ramah kepada semua orang tapi tidak semudah dibanding keakraban dengan Dila saat ini. Mereka terlihat seperti kakak adik.
Beberapa menit kemudian datanglah bapak yang tadi meminjam motor Dila untuk ke kantor polisi.
"Assalamualaikum."salam bapak tersebut
"Waalaikumussalam"serempak semuanya
Bapak itu memberikan kembali motor yang sempat ia pakai tadi dan Dila menerima kunci tersebut dengan tersenyum lagi untuk menghormati yang lebih tua darinya.
"Terimakasih atas bantuannya ya nak, motornya utuh seperti awal sebelum meminjam"ungkap bapak tersebut.
"Sama sama Pak"balas Dila yang kemudian menerima kunci motornya dari tangan bapak tersebut.
Tiba tiba suara ponsel Dila berbunyi dan ia izin mengangkat telepon lebih dahulu. Aisyah dan Umi Shita tersenyum mengiyakannya. Internetnya memang habis akan tetapi pulsanya masih ada jadi memungkinkan seseorang bisa menghubunginya.
Dayu Calling 🗣
Dayu : Hallo, Assalamualaikum Mbak!
Dila : Waalaikumussalam, kenapa Dek?
Dayu : Ih Mbak mah, aku baru pulang nih dan pintu dikunci. Mbak gak ninggalin ya?
Dila : Ya Allah Mbak lupa Dek, ya sudah tunggu sebentar yaa. Mbak otw kerumah. Lama sedikit gak apa apa kan?
Dayu : Iyaa Mbak, hati hati dijalan
Dila : Okey, Assalamualaikum
Dayu : Waalaikumussalam
"Maaf Umi, Aisyah saya pamit karena sudah ditanyakan oleh adik saya dirumah"Dila merasa tidak enak akan tetapi adiknya di rumah menunggu sejak tadi.
"Iya tidak apa apa. Pulanglah, adikmu pasti sudah lama menunggumu"balas Umi Shita tersenyum lembut.
Aisyah memberengut, sebenarnya ia masih ingin bersama Dila. Namanya juga memiliki kakak laki laki, pasti ada dihati kecilnya ingin kakak perempuan juga. Apalagi kakak perempuan modelan kayak Dila ini sungguh idaman.
"Kalau begitu, Assalamualaikum"pamit Dila.
Ia mencium punggung tangan Umi Shita dan tanpa disadari oleh Dila, pulpennya terjatuh di kursi saat meletakkan ponselnya ke dalam tas tadi. Itupun dilihat oleh Umi Shita lalu di ambillah pulpen itu dengan tersenyum penuh arti. Satu hal yang ada di diri Dila adalah sedikit ceroboh.
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh"serempak Aisyah dan umi Shita.
“Bukankah indah jika pulpen pembawa jodoh buat putraku yang kaku itu. Aku yakin tidak ada yang bisa menolak pesona Dila tak kecuali si Alfi satu itu”pikir Umi Shita penuh rencana.
"Aisyah ini jagalah pulpennya, Umi mau pergi sebentar, Assalamualaikum"pamit Umi Shita dengan memberikan pulpen itu ke tangan anak perempuannya.
"Waalaikumussalam, tapi Umi Kak Al...."jawab Aisyah bengong dengan mengerjapkan matanya sekali mencerna tindakan uminya ini. Hendak bertanya namun apalah dayanya karena uminya sudah meninggalkannya sendirian
Bersambung....
Sementara Aisyah dengan lamunannya, terlihat seorang laki laki bertubuh tinggi tegap yang memiliki kulit putih dan sedang mengerutkan keningnya menatap adiknya sedang melamun. Tangannya pun menutup pintu dan bergegas menuju sosok yang masih dilihatnya.
Dialah Ustadz Alfi dengan sejuta pesonanya. Laki laki yang berpakaian gamis berwarna hitam dengan kopiah hitam di tangannya. Dirinya sejak tadi rapat dan melaksanakan sholat Dzuhur bersama di dalam. Makanya dirinya tidak keluar saat uminya ada di teras karena memang dirinya tidak mendengar perkataan diluar sana.
"Assalamualaikum...Ais?"seru Ustadz Alfi. Namun Aisyah masih sibuk dengan pikirannya.
"Aisyah"panggil Ustadz Alfi yang memposisikan dirinya dengan menekuk sebelah kaki dan menatap Aisyah penuh tanya.
"Aisyah"panggil Ustadz Alfi lebih jelas lagi dan sontak membuat Aisyah terkejut dan reflek menggerakkan tangannya.
Cetakkk
"Adduh, Astaghfirullah"keluh Ustadz Alfi memegang keningnya lalu berdiri. Tidak terduga dirinya dipukul pakai pulpen. Aish, keningnya jadi korban. Langsung berkedut-kedut rasa sakitnya sampai dirinya merasa pusing.
"Ya Allah, adduh sakit yaa kak?"ringis Aisyah membuat Ustadz Alfi mengerutkan keningnya dan menatap tidak percaya dengan ucapan sang adik diluar perkiraan BMKG.
"Ya sakit dong, jelas kamu tadi memukul kening kakakmu ini menggunakan pulpen"kesal Ustadz Alfi yang melepas tangannya dari kening dan memakai kopiahnya.
Aisyah melihat kening kakak laki lakinya memerah hanya dengan pulpen saat rambut hitam legam tersebut rapi akibat kopiah. Dirinya tentu merasa bersalah tapi tidak sepenuhnya juga sih. Kapan lagi membuat karya indah di kening kakak laki lakinya hehe.
"Maaf ya kak"sesal Aisyah. Jujur dibalik itu, dirinya takut dengan kemarahan kakaknya. Kalau marah mukanya pasti datar dan sangat tidak mengenakan kalau kakaknya menjadi beruang kutub.
"Assalamualaikum Aisyah"ulang Ustadz Alfi yang langsung sigap dijawab oleh adiknya. Sedangkan dirinya terduduk di kursi berhadap-hadapan dengan adiknya ini.
"Wa'alaikumussalam Kak Al"Aisyah pun sampai mencium tangan kanan kakak laki lakinya sekaligus agar kemarahan kakaknya padanya menurun.
"Kamu melamunkan apa sampai tidak sadar dipanggil? Bagaimana kalau ada jin yang iseng"ucap Ustadz Alfi yang melihat sekeliling tempatnya sepi. Hanya ada mereka berdua diluar, sementara didalam ada Azzam sahabatnya yang saat ini memakan buah di meja makan.
"Itu... Umi nitip pulpen tapi kan kakak tahu Ais harus mencerna pesan Umi dengan baik agar tidak salah langkah"jawab Aisyah yang kemudian beristighfar sadar akan salahnya melamun sendirian.
"Pulpen itu bukan punyamu? Memangnya punya siapa?"bingung Ustadz Alfi memperhatikan pulpen asing yang ia baru sadar bukan milik Aisyah karena adiknya suka buah stroberi sepertinya dan bukan kuda poni.
"Ah iya, Ais baru ingat Kak. Tadi tuh Umi nitip ke Ais tapi lebih baik kakak pegang pulpen ini dan dijaga dengan baik. Ais ceroboh, takutnya pulpen punya kak Dila hilang"jelas Aisyah yang tangannya memberikan pulpen tersebut ditangan kakak laki lakinya.
"Hm.. Yaudah, biar kakak simpan."balas Ustadz Alfi yang berniat lebih lanjut bertanya dengan uminya saja nanti.
Aisyah mengangguk lalu tersenyum penuh arti menatap Ustadz Alfi. Sedangkan yang ditatap mendadak tidak enak pikiran maupun hati. Apakah ada yang diinginkan dengan Aisyah darinya saat ini? Ia memang tidak boleh berburuk sangka namun Aisyah adalah adiknya dan ia tahu betul jati diri perempuan didepannya.
"Hehe kakak ganteng.. Em_boleh minta uang gak? Aisyah mau pergi Ya ya ya yaaaa"bujuk Aisyah tersenyum sebaik mungkin.
Ustadz Alfi menggelengkan kepalanya lalu memberikan uang kepada adiknya. Entah dahulu uminya ngidam apa sampai lahirlah seorang Aisyah yang berbeda sifatnya dengannya.
"Makasih dan Assalamualaikum kakak jomblo"pamit Aisyah kemudian mencium tangan Ustadz Alfi.
"Waalaikumussalam. Hati hati, kalau ada apa apa hubungi kakak segera"balas Ustadz Alfi memutar bola matanya sekilas lalu melihat Aisyah mulai hilang dari pandangannya.
Singkat cerita
Ustadz Alfi sudah berada di rumahnya. Tidak ada orang, karena memang hanya dirinya saja yang berada dirumah saat itu. Untuk mengusir rasa bosan, Ustadz Alfi memilih membaca Al-Quran miliknya di sofa ruang tamu. Tidak lama kemudian terdengar suara ketukan dilanjut pintu terbuka dari luar menampilkan seorang ibu yang sudah mengandungnya dan yang ia sayang serta hormati.
"Assalamualaikum"salam Umi Shita masuk.
"waalaikumussalam. Umi sudah pulang?"seru Ustadz Alfi seraya menghampiri uminya dan mencium tangan beliau.
"Sudah. Oiya nak, kemana adikmu Aisyah?"tanya Umi Shita yang melihat sekeliling rumah tidak ada orang selain anak laki lakinya yang duduk di sofa seraya memegang Al-Quran.
"Aisyah, mungkin kerumah temannya. Tadi sepertinya ada bicara sama Alfi sehabis Shubuh. Umi duduk dulu ya...."Ustadz Alfi menuntun uminya untuk duduk di sofa dan memberinya minum.
"Makasii ya Al"senyum Umi Shita menerima minum dari putranya. Setelah meneguk air minum dengan tenang, terlihat Ustadz Alfi memulai pembicaraan.
"Umi itu yang dikasih Ais ke Al, pulpen punya anak teman umi? Namanya siapa yaa, Al lupa"tanya Ustadz Alfi yang mengeluarkan pulpen dari saku gamisnya dan meletakkannya di meja.
"Oh punya Dila"singkat Umi Shita.
“Dila?? Sebenarnya siapa ia? Nama yang asing”pikir Ustadz Alfi.
"Anak kecil Umi?"tanya Ustadz Alfi yang mendapat tepukan di tangannya dari sang ibu.
"Sembarang kamu tuh... Dila udah gadis yaa. Masa disebut anak kecil"tegas Umi Shita yang membuat Ustadz Alfi menggaruk keningnya tidak gatal. Dan...
"Ya Allah Al, keningmu kenapa merah begini?"khawatir Umi Shita melihat kening Ustadz Alfi memerah.
"Kena pulpen umi. Biasa, kelakuan Aisyah"jawab Ustadz Alfi yang malah dihadiahi tawa oleh uminya.
"Pfftt...Hahahaha"Tawa Umi Shita yang membuat Ustadz Alfi menghela napas pasrah.
“Tidak cuma pulpen pengantar jodoh tapi merah di kening Alfi juga. Umi berharap semoga kalian memang benar jodoh, Alfi juga butuh semangat bukan”pikir Umi Shita.
"Oiya, bagaimana umi bertemu dengan... Dila?"tanya Ustadz Alfi kembali.
"Jadi sebenarnya..tadi Umi dirampok dan Dila yang menolong Umi, Al..."jawab Umi Shita yang membuat Ustadz Alfi melihat keadaan Uminya.
"Umi ada luka? Dimana? Kita kerumah sakit yaa Umi?"Khawatir Ustadz Alfi dengan mata yang berkaca kaca. Tidak bisa, pokoknya tidak bisa menahan rasa khawatirnya jika wanita yang ia sayangi terluka. Dirinya merasa sangat tidak baik menjalankan amanah dari Abinya.
“Maafkan Alfi yang lalai dengan Umi”sesal Ustadz Alfi kemudian.
"Umi tidak apa apa berkat Dila yang hadir untuk menolong. Namanya Dila Cahyani Asmawati. Gadis yang menjadi perantara pertolongan Allah untuk Umi itu baik, lembut, tegas, jago beladiri dan penyayang. Dila adalah fansmu Al, tapi memilih untuk pulang karena tangannya luka sebab nolongin Umi dan adiknya dirumah menunggu dirinya pulang"terang Umi Shita yang memuji muji Dila.
("Hatsiuu" sementara Dila yang di rumahnya langsung bersin bersin hingga 3 kali sempat heran dengan dirinya. Yang sakit tangannya, tapi kenapa hidungnya yang bereaksi. Aneh sekali.)
Ustadz Alfi hanya mendengarkan apa yang diucapkan oleh uminya. Ia merasa tidak enak, jika Umi sudah memuji seorang gadis. Hmmm nanti ujung ujungnya jodoh menjodoh ya gitulah. Apalagi baru kemarin dirinya ditawarkan mencari pendamping oleh uminya yang mau banget kalau dia itu punya istri. Bahkan ia juga tidak tahu jodohnya itu siapa. Ustadz Alfi terlalu kaku untuk sibuk memikirkan lawan jenis selama ini. Dirinya fokus dengan dakwah, seminar dan bisnis yang sedang ia rintis menuju kejayaannya. Namun dibalik itu, ia sangat berterimakasih kepada gadis itu karena telah menolong.
"Oh gitu ya Umi. Baiklah, Al akan cari tahu alamatnya."ucap Ustadz Alfi mengalihkan pembicaraan dengan tersenyum kikuk.
"Jika kamu sudah tahu alamatnya nanti tolong kirimkan baju gamis ini juga yaa dan bersama pulpen miliknya itu. Oiya kamu gak kepikiran untuk tahu lebih lanjut tentangnya Al? Siapa tahu dia jod..."ucapan Umi Shita terpotong.
"Na'am Umi"senyum Ustadz Alfi yang hendak kabur ke kamar namun masih ditahan tahan.
"Syukron Al"balas Umi Shita membuat hati sang ustadz lega bukan main dan dibalas anggukkan cepat olehnya.
“Putraku ini benar benar menggemaskan sekali, ternyata Alfi akan bertingkah canggung karena diriku membicarakan seorang gadis yang bahkan belum pernah ditemuinya. Umi hanya bisa doakan kamu yang terbaik Al”bathin Umi Shita mengulum senyumnya.
Mereka sama sama masuk ke kamarnya masing masing. Umi Shita beristirahat sedangkan Ustadz Alfi meletakkan kopiahnya dinakas. Ustadz Alfi duduk di pinggir ranjang dekat meja yang dulunya digunakan untuk belajar sampai detik ini juga.
Tatapannya tertuju dengan pulpen yang tadi dibahas olehnya dan uminya. Gamis titipan uminya telah ia letakkan di nakas tadi dan saat ini ia fokus melihat ke arah pulpen punya Dila dengan memegangnya sambil memeriksa bolak balik pulpen itu untuk mencari sesuatu.
Biasanya Aisyah meletakkan petunjuk pulpen pribadinya agar jika ditemukan orang lain, maka bisa dikembalikan lagi. Dan, di kertas itu tertera nama serta nomor telepon aktif. Mungkin saja pemilik pulpen ini juga melakukan hal yang sama seperti adiknya.
Kemudian ia membuka pulpen yang menampakkan isi nya dan benar saja sebuah kertas kecil yang dililitkan di isi pulpen tersebut. Lalu mengetikkan nomor yang dilihatnya saat ini dan memilih untuk mengirimnya ke Azzam si ahli teknologi sertai pertanyaan apakah nomor telepon ini masih aktif atau tidak?
Selagi menunggu balasan, Ustadz Alfi termenung karena hatinya merasa seperti tidak biasanya saat ini. Semacam rasa aneh di dirinya hanya mengingat ingat nama Dila si penyelamat uminya. Sungguh gadis itu mampu menarik titik fokusnya sebab kebaikan dan ketangguhannya menyelamatkan perempuan yang berarti dalam hidupnya.
Deg
Deg
Deg
"Ya allah ada apa dengan jantungku yang terasa berdegup kencang begini? Dila... Hmm cantik namanya. Apakah orangnya pun sama? Eh!"batin Ustadz Alfi.
Warning!
Ustadz Alfi kini merutuki dirinya sendiri saat memegang dadanya dan merasakan detakan jantungnya lebih cepat dari biasanya. Kenapa bisa seperti ini? Sedangkan dirinya saja belum pernah bertemu tapi nama perempuan itu sungguh membuatnya tidak tenang. Apakah ia hanya kagum dengan keberanian Dila untuk menyelamatkan uminya? Hanya itu saja kan dan tidak ada hal lain?
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!