Jangan lupa like komen dan votenya yah
Terimakasih;)
_
Arini duduk di teras rumah, menatap langit senja yang mulai merona jingga. Angin sore yang sepoi-sepoi membuat helai rambutnya sedikit berterbangan. Sepuluh tahun sudah ia dan David menjalani pernikahan. Meski usia mereka terpaut lima tahun David yang lebih muda darinya, Arini selalu merasa bahwa hubungan mereka adalah sebuah anugerah yang tak ternilai.
Awal pernikahan mereka adalah hasil perjodohan. Arini, yang saat itu sudah memasuki usia 29, sering kali merasa khawatir akan masa depannya. Keluarganya mendesak agar ia segera menikah, dan akhirnya mereka mempertemukannya dengan David, pemuda berusia 24 tahun yang baru saja merintis karier. Arini sempat ragu, bukan karena David, tetapi lebih kepada dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia, yang lebih tua, menjadi pendamping yang baik bagi pria muda itu?
Namun, kekhawatirannya segera sirna setelah mereka menikah. David adalah pria yang dewasa dalam berpikir dan bersikap. Meski lebih muda, ia selalu memperlakukan Arini dengan penuh perhatian dan pengertian. David selalu ada saat Arini butuh teman bicara, pendengar setia ketika Arini lelah setelah hari yang panjang.
Arini ingat masa-masa awal mereka menikah. Setiap kali ada keraguan dalam dirinya, David selalu hadir dengan senyum dan kata-kata yang menenangkan. Mereka belajar untuk saling memahami, saling menghargai, dan yang paling penting, saling mencintai tanpa syarat. Meski hubungan mereka diawali dengan perjodohan, cinta tumbuh di antara mereka dengan perlahan tapi pasti.
Setiap pagi, David akan membangunkan Arini dengan secangkir kopi hangat. Bagi Arini, hal-hal kecil seperti itu adalah bukti betapa besar cinta suaminya. David, meski terkadang sibuk dengan pekerjaannya, selalu berusaha meluangkan waktu untuknya. Di setiap kesempatan, ia tak pernah lupa menunjukkan rasa sayangnya—entah lewat pelukan hangat atau ciuman lembut di kening.
"Kenapa kamu selalu memperlakukan aku seperti ini?" tanya Arini suatu hari, ketika mereka sedang duduk berdua menikmati malam.
David menatap Arini dengan lembut. "Karena aku mencintaimu, Arin. Usia kita memang berbeda, tapi bagiku, kamu adalah segalanya. Kamu membuatku menjadi pria yang lebih baik, lebih bijaksana."
Arini tersenyum. Hatinya terasa hangat mendengar jawaban David. Meski sepuluh tahun telah berlalu, ia masih merasakan cinta yang sama, bahkan lebih kuat dari sebelumnya.
Mereka memang dijodohkan, tapi takdir membawa mereka pada kebahagiaan yang mungkin tak pernah mereka bayangkan. Kini, setiap hari adalah bukti bahwa cinta tidak selalu datang dengan gemuruh besar, tapi dengan ketenangan, pengertian, dan kebersamaan yang tulus.
Dan bagi Arini, David adalah anugerah yang membuat hidupnya terasa sempurna.
"Aku jalan dulu, inget yah selama aku di kantor kamu gaboleh kemana mana oke" ucap David ketika ingin berpamitan dengan istrinya
"Siap pun bojo"ucap Arini aga meledek membuat hidungnya jadi sasaran tangan David yang gemas dengan tingkah laku istrinya
David memang selalu seperti itu aga posesif kepada istrinya itu ketika ia sedang bekerja ia melarang Arini untuk pergi keluar jika pun keluar ia akan terus menerus meminta dokumentasi pada Arini namun sikap positifnya itu tak membuat Arini keberatan ia justru malah senang ketika suaminya bersikap seperti itu karena itu tandanya suaminya sangat mencintai dirinya dan tak ingin terjadi apa apa pada istri tercintanya
David pun berangkat menggunakan mobilnya meninggalkan Arini yang tengah berdiri sambil melambaikan tangan kearah mobil yang semakin menjauh, hari ini ada urusan mendesak di kantor membuat David mau tak mau harus segera menyelesaikan urusan tersebut dan mau tak mau Arini harus tinggal sendiri an dirumah besar milik mereka karena urusan mendesak itu David tak mungkin bisa pulang cepat.
"Hm..sepi banget ini rumah kalo gaada mas David"ucap Arini sambil duduk di sofa embuk yang menghadap langsung kearah layar tv besar yang ada di ruang tengah rumah nya.
Arini duduk di ruang tengah, menatap layar laptop yang menyala di hadapannya. Malam itu sunyi, hanya terdengar suara dari Tv yang menyalah. David, suaminya, baru saja pamit untuk lembur di kantor, seperti biasa kantor yang di pegang oleh suaminya itu selalu membuat suaminya bekerja ekstra yang tentunya menyita waktu kebersamaan mereka dimalam hari. Tidak ada yang mencurigakan, mereka selalu punya jadwal yang teratur. Arini pun terbiasa dengan kesibukan pekerjaan David yang sering mengharuskannya pulang larut.
Namun, malam ini ada sesuatu yang berbeda. Perasaan tak nyaman menyelinap di dadanya. Ia tak bisa mengabaikan rasa gelisah yang tiba-tiba muncul begitu saja. Mungkin itu hanya kecemasan tak beralasan, pikirnya. Dia berusaha menepisnya dengan sibuk bekerja di laptop milik suaminya, tapi pikirannya terus melayang. Setelah beberapa menit, dia menghela napas panjang dan memutuskan untuk mengalihkan perhatian dengan membuka galeri foto mereka.
Galeri itu penuh dengan kenangan—liburan ke Bali, ulang tahun pernikahan, dan momen kecil yang mereka abadikan selama sepuluh tahun menikah. Senyum David terlihat begitu tulus di setiap foto. Arini mendesah lega, mengingat betapa bahagianya mereka. Namun, saat ia menggulir lebih jauh ke bawah, ia menemukan sebuah folder foto yang tak dikenalnya “Liburan di Singapura”.
"Liburan di Singapura?" bisiknya pelan. Setahunya, mereka belum pernah ke Singapura. Tanpa pikir panjang, ia mengklik folder itu.
Mata Arini terbelalak. Di sana terdapat serangkaian foto yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Foto-foto David—bersama seorang wanita asing. Wanita itu tersenyum manis di setiap potret, dan di beberapa foto, mereka terlihat terlalu dekat, terlalu mesra untuk hanya sekadar teman.
Darah Arini mendidih. Jantungnya berdetak kencang, tangannya bergetar. Siapa wanita ini? Dan kapan David pergi ke Singapura? Pertanyaan-pertanyaan itu menghantam pikirannya bertubi-tubi, tapi tidak ada jawaban.
“Tidak mungkin,” gumamnya, meski bayangan yang mulai terbentuk di kepalanya membuatnya mual. Apa mungkin ini hanya kesalahpahaman? Mungkin ini foto lama sebelum mereka menikah? Arini mencoba menenangkan diri, tapi rasa penasaran mendorongnya untuk menggali lebih dalam.
Ia membuka satu foto yang menampilkan David dan wanita itu berdiri di depan sebuah restoran mewah. Di sudut bawah foto, tertulis tanggal kecil: *Maret 2023*. Arini terdiam. Itu hanya enam bulan yang lalu saat David mengaku pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan.
Tubuhnya terasa dingin. Selama bertahun-tahun, Arini selalu percaya penuh pada suaminya. Tapi kenyataan yang baru saja terungkap di depannya menghancurkan fondasi kepercayaan itu dalam sekejap.
Ponselnya berbunyi, notifikasi pesan masuk. Arini meraih ponselnya, dan seketika hatinya terasa makin sakit.
🗨️ David "Sayang, aku mungkin akan pulang lebih malam. Jangan tunggu ya. Aku sayang kamu."
Arini menatap pesan itu dengan tatapan kosong. Kata-kata yang biasanya membuat hatinya hangat, kini terasa seperti pisau yang menusuk. Dia tahu ada yang salah, ada yang disembunyikan.
Dengan tangan yang masih gemetar, ia memutuskan untuk melakukan sesuatu yang tak pernah ia lakukan sebelumnya. Ia membuka akun email David di laptopnya, mencoba mencari petunjuk lebih lanjut. Jantungnya berdegup semakin kencang saat ia melihat sebuah email yang terhapus—tapi belum sepenuhnya hilang.
_
Salam Author;)
Jangan lupa like komen dan votenya yah
Terimakasih;)
_
Pengirim: Lara S.
Judul emailnya sederhana: "Can't wait to see you again."
Arini berhenti sejenak, berusaha menenangkan napasnya. Siapa Lara S. ini? Dan apa maksud email ini? Ia membuka email itu, membaca isinya perlahan-lahan. Isinya tak panjang, tapi sudah cukup menghancurkan dunianya.
Lara S.:
🗨️ "David, terima kasih atas liburan kita kemarin. Aku sangat merindukanmu. Seperti biasa, aku tak sabar menunggu kita bertemu lagi. Harapanku, suatu saat nanti, semua ini bisa lebih dari sekadar pertemuan rahasia. Aku mencintaimu."
Air mata mulai menggenang di mata Arini. Segala sesuatu yang ia percayai tentang suaminya mulai runtuh. Sepuluh tahun pernikahan, dan inikah yang selama ini ia sembunyikan? Hubungan rahasia yang tak pernah ia bayangkan, bersama seorang wanita yang tak pernah ia kenal.
Dengan ponsel masih di tangan, Arini menatap pesan David sekali lagi. Kata-kata "Aku sayang kamu" terasa kosong dan penuh kepalsuan. Sambil menarik napas dalam-dalam, ia menutup laptopnya, berdiri, dan berjalan menuju jendela. Pandangannya menerawang ke luar, tapi pikirannya penuh dengan satu hal.
Siapa sebenarnya David? Dan apa yang harus ia lakukan sekarang?
Pertanyaan semacam itu terus memenuhi isi kepalanya wanita itu benar bener tidak bisa berpikir jernih sekarang setelah apa yang telah ia lihat foto mesra dengan wanita bernama Laras dan pesan yang menimbulkan kecurigaan.
"Gak ini gak mungkin" ucap Arini masih tidak mempercayai apa yang telah ia temukan
"Mungkin dia masa lalu mas David, ya wanita itu masa lalu mas David dan foto itu, foto itu mungkin kembali mas David download untuk mengenang wanita itu" ucap Arini kepada dirinya sendiri
Ia nampak berusaha membodohi dirinya sendiri dengan kata kata yang bahkan tak masuk akal sudah jelas ia melihat tanggal dan tahun yang tertera dalam foto maupun pesan yang wanita itu kirim kepada suaminya namun Arini berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa hal itu hanya masa lalu suaminya namun logikanya memang itu yang terjadi hatinya menolak percaya dengan perkataan nya sendiri.
Malam itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Setelah apa yang Arini temukan di laptop, seluruh hidupnya terasa seperti berada di ambang kehancuran. Ia duduk diam di pinggir tempat tidur, menatap bayangannya di cermin yang ada di depan. Ia hampir tidak mengenali dirinya sendiri—sosok perempuan yang selama ini selalu percaya pada suaminya, yang tidak pernah meragukan kesetiaan David, kini berubah menjadi seseorang yang penuh keraguan dan kemarahan.
Suara pintu depan terdengar berderit. David baru saja pulang. Arini menahan napas, merasakan degup jantungnya semakin cepat. Seolah seluruh tubuhnya menegang, siap menghadapi konfrontasi yang tak terelakkan. Tapi tidak malam ini, pikirnya. Ia butuh waktu untuk mencerna semuanya, untuk merancang langkah berikutnya.
David masuk ke kamar dengan senyum lelah di wajahnya. "Maaf, aku pulang terlambat," ucapnya seraya melepas dasi dan menggantung jasnya di balik pintu. Arini hanya mengangguk singkat, berusaha keras untuk menjaga ketenangan.
“Tidak apa-apa,” jawabnya pelan, nyaris tanpa ekspresi.
David mendekat dan mengecup keningnya dengan lembut. Biasanya, sentuhan ini menenangkan hati Arini, tapi malam ini rasanya berbeda. Sentuhan itu tidak membawa kenyamanan, melainkan perasaan asing yang membuat hatinya semakin hancur. Arini berusaha menahan air mata yang hampir jatuh, menunggu David berbaring di sampingnya.
"Besok ada rencana apa?" tanya David sembari memejamkan mata.
Arini berpikir sejenak. Seperti tidak ada yang berubah pada David. Seolah-olah tidak ada yang salah, tidak ada rahasia yang disembunyikan. Rasa sakit itu kembali menghantam dadanya, tapi ia tidak bisa berbicara sekarang. Arini memilih jalan diam untuk saat ini.
“Kita lihat nanti,” jawabnya singkat. Malam itu, Arini tak bisa tidur, sementara David tenggelam dalam tidurnya yang tampak damai. Kepala Arini penuh dengan pikiran tentang wanita bernama Lara S. Siapa dia? Dan sudah berapa lama David menjalin hubungan rahasia dengannya?
***
Keesokan harinya, setelah David pergi bekerja, Arini memutuskan untuk bertindak. Ia tak bisa membiarkan hal ini terus menggerogoti pikirannya tanpa mendapatkan kejelasan. Ia membuka laptopnya lagi, memutuskan untuk menggali lebih dalam. Email Lara S. masih ada di inbox yang baru saja ia buka kembali. Arini menggulir ke bawah, membaca setiap email yang sudah mereka kirimkan satu sama lain.
Kata-kata manis, janji pertemuan, dan rasa cinta yang disembunyikan dari dunia. Setiap email terasa seperti jarum yang menusuk hati Arini lebih dalam. Ia menemukan jejak hubungan mereka yang telah berjalan selama hampir lima belas tahun. Tiga belas tahun Tiga tahun lebih lama dari usia pernikahannya dengan David. Bagaimana mungkin ia tidak pernah menyadarinya selama ini?
Tidak cukup dengan email, Arini mulai mencari informasi tentang Lara S. di media sosial. Setelah beberapa saat mencari, ia menemukan sebuah akun Instagram dengan nama yang sama. Foto profilnya tampak familiar—wanita yang sama dalam foto-foto di Singapura bersama David.
Akun itu penuh dengan foto-foto perjalanan mewah, makanan mahal, dan pemandangan indah. Namun, tak ada satu pun foto bersama David. Semua disembunyikan dengan rapi, seolah Lara adalah bayangan yang eksis di kehidupan David tapi tak pernah terlihat di dunia nyata. Namun, ada satu hal yang menarik perhatian Arini. Dalam salah satu unggahan terbarunya, Lara menulis caption:
"Can't wait for our next escape, my love."
Itu diposting hanya dua minggu yang lalu.
Arini mengepalkan tangannya. Ia merasakan gelombang kemarahan dan kekecewaan yang semakin membesar. Kali ini, ia tak bisa lagi menahan diri. Arini menyalakan ponselnya dan mulai mengetik pesan kepada David.
🗨️ Arini: "David, bisakah kita bicara malam ini? Ada sesuatu yang harus aku tanyakan."
Tidak butuh waktu lama sebelum David membalas.
🗨️ David:"Tentu, sayang. Ada apa? Kenapa terdengar serius?"
Arini tidak membalas, hanya menatap layar ponselnya dengan tatapan kosong. Kata-kata David seolah penuh kepalsuan sekarang. Malam nanti, ia akan menghadapinya, memintanya menjelaskan semuanya.
***
Malam itu tiba, dan seperti yang dijanjikan, David pulang tepat waktu. Arini duduk di meja makan, menunggu dengan gelas teh di tangan. David masuk, tampak sedikit bingung melihat ekspresi serius Arini.
“Kamu baik-baik saja sayang?” tanya David sambil menarik kursi untuk duduk di depannya.
Arini menatap mata suaminya, mencari jejak penyesalan atau tanda-tanda bersalah, tapi yang ia lihat hanyalah wajah tenang. Bagaimana mungkin David bisa begitu pandai menyembunyikan segalanya?
“Kita harus bicara, David,” kata Arini akhirnya, dengan suara bergetar.
“Ada sesuatu yang aku temukan.”
David menatapnya dengan alis berkerut, tapi tetap diam, menunggu kelanjutannya.
“Aku tahu tentang Lara,” lanjut Arini, setiap kata terasa seperti beban yang semakin berat di lidahnya. “Aku tahu kalian masih berhubungan. Sudah bertahun-tahun.”
Wajah David berubah pucat seketika. Tangannya yang semula santai di atas meja kini mengepal erat. Dia terdiam, seolah mencari kata-kata yang tepat, tapi Arini tahu. Itu sudah cukup. Penjelasan atau alasan apapun tak akan bisa menghapus rasa sakit yang kini ia rasakan.
David menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. “Arini, aku bisa jelaskan…”
“Jelaskan apa?” potong Arini cepat, suaranya mulai bergetar antara kemarahan dan kesedihan. “Bahwa selama ini kamu berbohong padaku? Bahwa ada orang lain dalam hidupmu yang tidak pernah aku ketahui?”
David menunduk, seakan kata-kata Arini menghantamnya lebih keras dari yang ia duga. Di saat yang sama, Arini merasa seperti kapal yang terombang-ambing di lautan badai, tidak tahu ke mana harus berlabuh.
“Kenapa, David?” Arini bertanya pelan, air mata mulai menggenang di matanya.
“Kenapa kamu lakukan ini kepadaku?”
David masih diam, tatapannya kosong. Namun, Arini tahu, ini baru permulaan dari sebuah konfrontasi panjang—dan mungkin, akhir dari semua yang pernah mereka miliki.
_
Salam Author;)
Jangan lupa like komen dan votenya yah
Terimakasih;)
_
Arini duduk diam, menunggu jawaban dari David, meskipun di lubuk hatinya, ia tahu tidak ada penjelasan yang bisa memperbaiki apa yang telah rusak. Udara di antara mereka terasa tegang, seolah waktu berhenti di tengah-tengah pengakuan yang menggantung.
David, dengan napas berat, akhirnya membuka mulut. “Aku... aku tidak tahu harus mulai dari mana.” Suaranya terdengar berat, seolah menanggung beban yang terlalu besar. “Ini bukan hal yang mudah dijelaskan, Arini. Aku mencintaimu, tapi aku...”
“Kamu mencintaiku?” Arini memotong cepat, suaranya penuh kepahitan. “Bagaimana mungkin kamu bilang mencintaiku, sementara kamu sudah bertahun-tahun berhubungan dengan wanita lain? Bagaimana mungkin, David?”
David menghela napas panjang, berusaha mencari kata-kata yang tepat. "Ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Hubungan dengan Lara... itu bukan cinta seperti yang kita punya. Itu—”
“Bukan cinta?” Arini tertawa pahit, suaranya bergetar. “Jadi, apa itu? Perselingkuhan yang sekadar hiburan? Bagiku, itu sudah lebih dari cukup untuk menghancurkan semuanya, David!”
David menunduk, menghindari tatapan Arini. “Aku tidak bermaksud untuk menyakiti siapa pun. Aku... aku tidak tahu bagaimana cara mengakhirinya.”
“Kamu tidak tahu bagaimana mengakhirinya?” Arini merasa darahnya mendidih. “Kamu sudah membuat pilihan, David. Setiap email yang kamu kirim, setiap pertemuan rahasia, kamu membuat keputusan untuk melanjutkan hubungan itu! Bukan karena kamu tidak bisa mengakhirinya, tapi karena kamu tidak mau.”
Kata-kata Arini menghujam keras, dan David tidak bisa menyangkalnya. Ia tahu bahwa tidak ada pembelaan yang bisa menghapus apa yang telah ia lakukan. Tatapannya jatuh ke lantai, tak mampu menatap istrinya yang terluka begitu dalam.
“Sejak kapan?” Arini bertanya, suaranya lebih tenang, tapi penuh dengan rasa sakit yang tak terbendung. “Berapa lama kamu menjalin hubungan dengannya?”
David menarik napas dalam. “Tiga tahun sebelum kita menikah,” jawabnya dengan suara hampir tak terdengar. “Itu dimulai tanpa rencana, dan sebelum aku menyadarinya, semuanya semakin jauh.”
"Saat mendengar kita akan dijodohkan, saat itulah hubungan rahasia itu ada"
Tiga belas tahun. Waktu yang begitu panjang. bahkan lebih tua dari usia pernikahan mereka. Arini merasa dadanya sesak, seolah ada beban yang menghimpit. “Tiga belas tahun... selama itu kamu membagi hidupmu dengan orang lain, sementara aku tidak tahu apa-apa.”
David mencoba mendekat, berusaha meraih tangan Arini, tapi ia mundur, menolak sentuhan suaminya. "Jangan sentuh aku," kata Arini dingin, air mata mulai menetes di pipinya. “Kamu menghancurkan kepercayaanku, David. Kamu menghancurkan segalanya.”
“Arini, aku benar-benar minta maaf.” David suaranya terdengar putus asa. “Aku tahu ini tidak akan cukup, tapi aku akan melakukan apa saja untuk memperbaiki ini. Aku siap meninggalkan Lara. Aku akan mengakhiri semuanya sekarang juga.”
Arini menggeleng, air matanya mengalir deras. "Ini bukan hanya soal mengakhiri hubungan itu, David. Kamu sudah berbohong selama bertahun-tahun. Bagaimana aku bisa percaya lagi padamu setelah semua ini? Bagaimana aku bisa percaya bahwa kamu tidak akan melakukan hal yang sama di kemudian hari?”
David terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Ia tahu Arini benar. Semua permintaan maafnya tidak akan bisa menghapus rasa sakit dan pengkhianatan yang telah ia sebabkan. Ia sudah menghancurkan fondasi kepercayaan dalam pernikahan mereka.
“Arini, tolong... beri aku kesempatan. Aku akan memperbaikinya. Aku akan melakukan apa pun yang kamu minta,” ucap David, suaranya bergetar dengan ketakutan akan kehilangan segalanya.
Arini menatap suaminya, mencoba memahami apakah ada kebenaran dalam kata-katanya, atau apakah semuanya sudah terlalu terlambat. Bagaimana mungkin ia bisa memaafkan seseorang yang telah membohonginya selama ini? Namun, di balik kemarahan dan kekecewaannya, ada perasaan cinta yang masih tersisa—cinta yang membuatnya bingung harus bagaimana.
“David...” Arini berbisik, suara lelahnya nyaris hilang di antara isak tangis. “Aku butuh waktu. Aku tidak bisa memutuskan sekarang. Kamu sudah membohongi aku selama sepuluh tahun. Beri aku waktu untuk mencerna semuanya.”
David mengangguk, menerima keputusan Arini. “Aku akan memberimu waktu sebanyak yang kamu butuhkan. Tapi aku tidak akan menyerah pada kita, Arini. Aku akan menebus kesalahanku, apa pun yang terjadi.”
Malam itu, untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun, mereka tidur terpisah. David di kamar tamu, sementara Arini tetap di kamar utama. Kegelapan yang biasanya memberi ketenangan kini terasa seperti selimut kesepian yang mencekam. Arini menatap kosong ke langit-langit kamar, sementara pikirannya dipenuhi oleh bayangan masa lalu, dan masa depan yang penuh ketidakpastian.
Di luar rumah, hujan mulai turun, membawa suara gemericik yang biasanya menenangkan hati Arini. Tapi malam itu, hujan seolah menambah berat di hatinya yang sudah penuh dengan kesedihan. Di dalam pikirannya, Arini tahu bahwa pernikahan mereka tidak akan pernah sama lagi.
Besok akan menjadi awal dari perjalanan panjang—sebuah perjalanan untuk menemukan apakah masih ada yang tersisa untuk diperjuangkan.
Sementara di sisi lain David nampak berbaring di ranjang tatapannya seolah memikirkan sesuatu yang membuat otaknya bekerja ekstra ia begitu dilema dengan yang terjadi saat ini bayang bayang Lara terus menghampiri dirinya seolah melarangnya untuk mengakhiri hubungannya dengan Lara karena bagaimanapun juga baginya Lara adalah wanita kedua yang berarti di hidupnya setelah ibunya Lara juga cinta terakhir bagi David dan tak akan pernah ia lepaskan bahkan sampai mengakhiri hubungan dengan wanita yang begitu ia cintai itu.
***
Pagi itu, hujan masih turun dengan lembut di luar jendela, mengiringi suasana hati Arini yang kelam. Setelah semalaman nyaris tak bisa tidur, pikirannya terus bergulir antara perasaan marah, terluka, dan bingung. David sudah berangkat lebih awal ke kantor, meninggalkan pesan singkat di atas meja dapur: "Aku akan memberimu waktu, tapi tolong ingat bahwa aku mencintaimu."
Pesan itu hanya memperdalam rasa sakit yang Arini rasakan. Bagaimana bisa David mengatakan cinta ketika ia telah menghancurkan kepercayaan selama bertahun-tahun? Arini merasa buntu, seolah terperangkap dalam pusaran emosi yang tak berujung.
Ia memutuskan untuk melakukan sesuatu yang selama ini selalu ia hindari—menghubungi sahabat dekatnya, Dinda. Dinda adalah orang yang selalu ada di sisinya, tapi Arini tak pernah menceritakan masalah yang begitu pribadi. Kali ini, Arini tahu dia tak bisa menanggungnya sendirian.
Ia memutuskan untuk melakukan sesuatu yang selama ini selalu ia hindari—menghubungi sahabat dekatnya, Dinda. Dinda adalah orang yang selalu ada
Arini menekan tombol panggil di ponselnya, dan suara Dinda yang ceria segera terdengar di seberang.
“Hai, Rin! Lama nggak dengar kabar. Kamu baik-baik aja?”
Arini terdiam sejenak, merasakan tenggorokannya tercekat. “Aku butuh bicara, Din.”
Nada suara Dinda langsung berubah serius. “Ada apa? Kamu kedengaran nggak baik.”
“Aku nggak tahu harus mulai dari mana... David... dia...” Suara Arini terputus, air matanya kembali mengalir.
“Kamu di rumah? Aku datang sekarang,” Dinda langsung memotong tanpa perlu mendengar lebih lanjut.
_
Salam Author;)
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!